DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
i
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Epilepsi” tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun untuk
melengkapi tugas.
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Baik kepada dosen maupun pihak sekitarnya Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu setiap pihak
diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat dikatakan
segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh organ ini. Anggapan dewasa ini ialah bahwa
setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak. Tidak adanya
regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa kerusakan dari
otak pada umumnya tidak dapat sembuh sempurna seperti organ-organ lain.
Berbagai keadaan/penyakit dapat menimbulkan herbagai gangguan fungsi otak
yang dapat menyerang baik bagian sensorik, motorik maupun pusat-pusat vital
dengan akibat kematian.
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi,
biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap – tiap penyakit atau
kelaian yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang
dapat disebabkan oleh banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya adalah
trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan
otak, hipoksia, tumor otak dan sebagainya.
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi.
Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan
ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan gejala
atau manieftasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan
tersebut tidak terlalu lam, tidak terkontrol serta timbul secara episodic. Serangan ini
mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu.
Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan
dan berlangsung lokal.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsi.
1
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya
mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di
Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan
pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di
Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com)
1.2 Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gangguan sistem persyarapan epilepsia
2. Khusus
a) Agar mahasiswa mengetahuai anatomi fisiologi sistem syaraf
b) Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari
epilepsia
c) Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi epilepsi
d) Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi epilepsia
e) Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada epilepsia
f) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway epilepsia
g) Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis epilepsia
h) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
epilepsia
i) Agar mahasiswa mampu menjelaskan efek/komplikasi epilepsia
j) Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada epilepsia
k) Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatab pada pasien
epilepsi
2
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses
terjadinya epilepsia penyebab, klasifikasi, tanda gejala sampai Tindakan yang tepat
sesuai dengan keadaan klien dan rasional sesuaidengan fakta yang ada. Selain itu
diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu sbb :
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes Yarsi
Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
4. Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih
panjang dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi
badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke
badan sel neuron yang menjadi asal akson.
c. Klasifikasi Neuron
1. Fungsi. Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah
transmisi impulsnya.
a) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari
reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke
SSP.
b) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
c) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya
dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan
motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
2. Struktur Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah
prosesusnya.
a) Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau
lebih. Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam
otak dan medulla spinalis, masuk dlam golongan ini.
b) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron
ini ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan
hidung.
c) Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus
tunggal, tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.
3. Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang
tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah
prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar
darah melalui pedikel atau “kaki vascular”.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil
dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
6
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan
dipercaya memiliki peran fagositik.
d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi
rongga serebral dan ronggal medulla spinalis.
4. kelompok Neuron
a) Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di
dalam SSP.
b) Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di
bagian luar SSP dalam saraf perifer.
c) Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang
terletak di luar SSP.
d) Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf
gabungan ; saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen
yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
e) Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau
medulla spinalis yang memiliki origo dan tujuan yang sama.
f) Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-
sisi yang berlawanan pada otak atau medulla spinalis.
7
2.1.2 Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal,
kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-
neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan berbagai
etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996). Pengkajian kondisi/kesan umum
Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak
yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan
tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan
persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan
yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang
(Hudak dan Gallo, 1996).
8
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis
tetapi tidak bertujuan terhadap waktu dan tempat; dapat mengalami
emosi rasa ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang
berlebihan; tidak mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh
tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi
(kontraksi tonik klonik umum).
1) Kontraksi diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik
tangis epilektik.
2) Lidah tergigit, inkontinen urine dan fecces.
3) Gerakan konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit.
4) Relaks dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising.
Kejang Umum terdiri dari :
1) Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
2) Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
3) Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak
4) Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot
seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan
9
ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau
langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.
5) Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
6) Status Postiktal
Setelah kejang, pasien sering bingung dan sulit untuk bangun,
mungkin tidur selama berjam-jam. Banyak yang mengeluhkan sakit
kepala dan nyeri otot.
2.1.4 Etiologi
a. Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui
(Idiopatik) Sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3) Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
5) Tumor Otak
6) kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)
b. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
1) Trauma Lahir
2) Trauma Kepala (5-50%)
3) Tumor Otak
4) Stroke
5) Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
6) Hypoxia
7) Keracunan
8) Gangguan Metabolik
10
9) Infeksi. (Meningitis)
c. Penyebab spesifik epilepsi :
1) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak
janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen
yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4) Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum
terutama pada anak-anak.
5) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak.
6) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis
dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis)
dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan
meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter.
Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan
cerebrospinal. Struktur-struktur ini merupakn yang dapat terjadi
meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan maka
dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.
7) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose
dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang
berulang.
8) Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini
disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah
dari normal diturunkan pada anak.
9) Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang
menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi
aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan
peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi
kerja dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma
aminobutyric acid (GABA), Serotonin, Acetylcholine ).
11
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
a. Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya
keadaan depolarisasi parsial di jaringan otak
b. Meningkatnya permeabilitas membran.
c. Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
12
otak yang tidak rentan terhadap kejang, terdapat keseimbangan antar
sinaptik eksitatori dan inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik.
Pada otak yang rentan terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami
gangguan, menyebabkan pola ketidakseimbangan konduksi listrik yang
disebut perpindahan depolarisasi paroksismal. Perpindahan ini dapat terlihat
baik ketika terdapat pengaruh eksitatori yang berlebihan atau pengaruh
inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah
yang berlebihan menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA
menurunkan eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang.
13
2.1.6 Pathway
Factor predisposisi
- Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonates, pasca cedera kepala
- Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat anti konvuslan
- Riwayat ibu yang mempunyai resiko tinggi
- Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
- Keracunan, gangguan metabolism dan nutrisi gizi
- Riwayat gangguan sirklasi serebral
- Riwayat demamtinggi
- Riwayat keturunan, riwayat tumor otak, abses dan keturunan
epilepsi
14
Resiko tinggi injuri Kurangnya
pengetahuan
15
tekanan vu meningkat, tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-
tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor, hipersalivasi, lidah resiko tergigit,
kesadaran menurun.
d. Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse
lama, lemah, sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd,
mual, isolasi diri.
e. Status Epileptikus
Serangan kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan
darurat. Berakibat kerusakan otak permanen, dapat disebabkan karena
: peningkatan suhu yang tinggi, penghentian obat epileptik, kurang
tidur, intoksikasi obat, trauma otak, infeksi otak.
16
b. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:
1) CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Merupakan test gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk
banyak anak dan dewasa dengan kejang awal. Teknik gambaran ini
cukup sensitive untuk berbagai tujuan.
Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan
dengan x-ray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur
tulang dan jaringan-jaringan yang lunak.clear images dari orga-
organ seperti otak, otot, struktur join, vena, dan arteri.
2) MRI (magnetic resonance imaging) kepala.
Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI
lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi
kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus
temporalis. Gambaran dari MRI dapat digunakan untuk persiapan
pembedahan.
Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
c. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang)
untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan
setelah kejang demam pertama pada bayi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit,
kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada
kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan
untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan
rutin.
2.1.10 Efek/Komplikasi
a. Dampak pada anak-anak
17
1) Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka
lama dari kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-
anak yang mengalami epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi
yang spesifik (contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf)
mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal.
2) Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang
mengalami kejang akan lebih berdampak pada perluasan
gangguan otak dan akan terjadi keburukan. Anak dengan kejang
yag tidak terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya
kemunduran intelektual.
3) Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan
dan bahasa, dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada
sejumlah anak dengan beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-
anak tersebut biasanya berpenapilan denagn sikap yang burk
dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
18
c. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi
1) Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan
mengalami gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki.
Penyebab-penybab dari masalah-masalah tersebut kemungkinan
emosi, indusi medikasi, atau menghasilkan perubahan pada
tingkat hormone.
2) Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada
pengaturan hormone puberitas.
3) Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan
hormonal-hormonal lain dan perubahan neurologi yang
berkontribusi terhada disfungsi seksualitas.
4) Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi
perjalanan seksual.
2.1.11 Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka
panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing
klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera
mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk
mempertahankan klien dalam status bebas kejang.
Pengobatan Farmakologis :
a) Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
b) Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon,
fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
c) Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan
laboratorium untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui
mempunyai efek samping toksik.
d) Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang
menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk
klien yang mendapatkan fenitoin (Dilantin).
Pembedahan
a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses,
kista, atau anomaly vaskuler.
19
b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan
untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik
yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang
signifikan.
20
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
ketika dicubit dan ditepuk wajahnya, karena klien tidak sadar.
d. Primery survey
1) Airway ( jalan nafas ) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga
menyebabkan klien sulit bernafas.
Tindakan yang dilakukan :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
e) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
a) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
b) Jalan nafas bersih dari sumbatan
c) RR dalam batas normal
d) Suara nafas vesikuler
2) Breathing (pola nafas)
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan
sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post
iktal, klien mengalami apneu, Na meningkat, kebutuhan O2 dan
energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih
dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi
melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
21
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
a) RR dalam batas normal
b) Tidak terjadi asfiksia
c) Tidak terjadi hipoxia
3) Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan tekanan
darah, sehingga terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2 dalam darah
yang menyebabkan akral dingin, sianosis, dan klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
Tindakan yang dilakukan :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
c) Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
e) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
a) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
b) Tidak terjadi hipoxia
c) Tidak terjadi kejang
d) RR dalam batas normal
e. Secondary survey
1) Riwayat pasien
a) S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien tidak
sadar dengan lingkungan.
b) A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.
c) M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.
22
d) P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu
pasien.
e) L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelumnya.
f) E (Event leading to injuri ilmes)
2) TTV
a) Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang
cenderung mengalami penurunan dibawah 100/80 mmHg
b) Irama dengan kekuatan nadi meningkat
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien
dengan epilepsi mengalami pernapasan yang tidak teratur, akral
dingin, terjadi sianosis, apneu.
d) Suhu tubuh klien menurun < 36 ºC, N : 110-120 kali/menit.
23
f. Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien Peningkatan sekresi Pola napas tidak efektif
mengeluh kelien mukosa
sulit bernafas
DO: Sumbatan jalan nafas
Klien nampak
sesak Pola nafas tidak efektif
Klen biasanya
menggunakan otot
bantu napas
R : 30-35
kali/menit.
DS : keluarga klien Pola nafas tidak efektif Gangguan perfusi
mengeluh klien jaringan
dingin di ujung Gangguan pertukaran
tangan dan kaki O2 dan CO2 dalam
DO: darah
Akral dingin
Sianosis, apneu Gangguan perfusi
N : 110-120 jaringan
kali/menit.
TD : < 100/80
mmHg
DS : keluarga klien Gangguan ion kalium Resiko tinggi injuri
mengeluh klien dalam pembentukan
kejang impuls
DO:
klien tidak sadar Penurunan Kesadaran
klien kejang
N : 110-120 Resiko tinggi injuri
kali/menit.
TD : < 100/80
24
mmHg
DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran Gangguan harga
mengatakan klien diri/identitas pribadi
tidak sadar Persepsi tidak
DO : terkontrol
Klien tidak sadar
Klien tidak Gangguan harga
mampu diri/identitas pribadi
mengontrol
dirinya
25
d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma
berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan
pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan;
perasaan negative tentang tubuh
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informas
2.2.3 Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan
pola nafas klien efektif
Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan
napas paten.
Intervensi Rasional
Anjurkan klien untuk Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongkan mulut dari masuknya benda asing ke faring
benda/zat tertentu/gigi palsu
atau alat lainnya jika fase aura
terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal
Letakkan klien pada posisi Meningkatkan aliran (drainase)
miring, permukaan datar, secret, mencegah lidah jatuh
miringkan kepala selama sehingga menyumbat jalan napas
serangan kejang
Tanggalkan pakaian pada Untuk memfasilitasi usaha
daerah leher, dada, dan bernapas
abdomen
Masukkan spatel lidah/ jalan Mencegah tergigitnya lidah dan
napas buatan atau gulungan memfasilitasi saat melakukan
benda lunak sesuai indikasi penghisapan lender. Jalan napas
26
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktivitas
kejang jika pasien tersebut tidak
sadar dan tidak dapat
mempertahankan posisi lidah
yang aman
Lakukan penghisapan sesuai Menurunkan resiko aspirasi atau
indikasi asfiksia
Berikan tambahan oksigen/ Dapat menurunkan hipoksia
ventilasi manual sesuai serebral sebagai akobat dari
kebutuhan pada fase posiktal sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama
serangan kejang
Siapkan/bantu melakukan Munculnya apneu yang
intubasi jika ada indikasi berkepanjangan pada fase
posiktal membutuhkan
27
Tinggikan ekstremitas bawah Meningkatkan aliran balik vena
ke jantung.
28
lebih baik
Jauhkan pasien dari benda benda Benda tajam dapat melukai
tajam / membahayakan bagi dan mencederai fisik pasien
pasien
Masukkan spatel lidah/jalan napas Dengan meletakkan spatel
buatan atau gulungan benda lunak lidah diantara rahang atas dan
sesuai indikasi rahang bawah, maka resiko
pasien menggigit lidahnya
tidak terjadi dan jalan nafas
pasien menjadi lebih lancer
Kolaborasi dalam pemberian obat Obat anti kejang dapat
anti kejang mengurangi derajat kejang
yang dialami pasien, sehingga
resiko untuk cidera pun
berkurang
29
mengekspresikan perasaannya marah dan sangat
memperhatikan tentang
implikasinya di masaa yang
akan datang dapat
mempengaruhi pasien untuk
menerima keadaanya
Identifikasi/antisipasi Memberikan kesempatan
kemungkinan reaksi orang pada untuk berespon pada proses
keadaan penyakitnya. Anjurkan pemecahan masalah dan
klien untuk tidak merahasiakan memberikan tindakan control
masalahnya terhadap situasi yang dihadapi
Gali bersama pasien mengenai Memfokuskan pada aspek
keberhasilan yang telah diperoleh yang positif dapat membantu
atau yang akan dicapai untuk menghilangkan perasaan
selanjutnya dan kekuatan yang dari kegagalan atau kesadaran
dimilikinya terhadap diri sendiri dan
membentuk pasien mulai
menerima penangan terhadap
penyakitnya
Tentukan sikap/kecakapan orang Pandangan negative dari orang
terdekat. Bantu menyadari terdekat dapat berpengaruh
perasaan tersebut adalah normal, terhadap perasaan
sedangkan merasa bersalah dan kemampuan/ harga diri klien
menyalahkan diri sendiri tidak dan mengurangi dukungan
ada gunanya yang diterima dari orang
terdekat tersebut yang
mempunyai resiko membatasi
penanganan yang optimal
Tekankan pentingnya orang Ansietas dari pemberi asuhan
terdekat untuk tetap dalam adalah menjalar dan bila
keadaan tenang selama kejan sampai pada pasien dapat
meningkatkan persepsi
negative terhadap keadaan
30
lingkungan/diri sendiri
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat
singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam
otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam
process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi
mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai
etiologi.
3.2 Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi institusi
Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori
keperawatan di Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
2. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.
32
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Terjemahan
Suzane C. Smeltzer, Edisi 8 Vol. 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Duss, P. 1996. Diagnosa Topik Neurologi. Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala: Edisi
2. EGC : Jakarta.
Hudak, C.M. dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik
(Critical Care Nursing: A Holistic Approach) Edisi VI, volume II. EGC:
Jakarta.
Lumbantobing. 2004. Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Muttaqin, Arif & Kurmala 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017.
EGC. Jakarta.
Nurarif. A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. MediAction: Yogyakarta.
Sidharti, Priguna, 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Cetakan
Ketiga. Dian Rakyat : Jakarta.
33