Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI


DALAM KEGAWATDARURATAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2 :

1. MARISA AINUN SANI 6. RAUDATUL ADAWIYAH


2. MIFTAHUL JANNAH 7. SRI MULIA
3. NAFIATUL AMRAH 8. UMMAH
4. NIA USNIA 9. RINULIA ANDISVA
5. NURUL HIDAYANTI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI JENJANG S1 KEPERAWATAN
T.A 2019

i
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Epilepsi” tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun untuk
melengkapi tugas.
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Baik kepada dosen maupun pihak sekitarnya Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu setiap pihak
diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Mataram, 18 Juni 2019

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................................... 2
C. Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 1
1.1 Konsep Dasar Penyakit ............................................................................. 1
1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Saraf ................................................................. 1
1.3 Definisi Epilepsi ......................................................................................... 8
1.4 Klasifikasi Epilepsi .................................................................................... 8
1.5 Etiologi ...................................................................................................... 10
1.6 Patofisiologi .............................................................................................. 12
1.7 Pathway ..................................................................................................... 14
1.8 Manifestasi Klinik ..................................................................................... 15
1.9 Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 15
1.10 Efek/Komplikasi........................................................................................ 16
1.11 Penatalaksanaan ........................................................................................ 18
1.12 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................... 19
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 32
A. Kesimpulan.................................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat dikatakan
segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh organ ini. Anggapan dewasa ini ialah bahwa
setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak. Tidak adanya
regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa kerusakan dari
otak pada umumnya tidak dapat sembuh sempurna seperti organ-organ lain.
Berbagai keadaan/penyakit dapat menimbulkan herbagai gangguan fungsi otak
yang dapat menyerang baik bagian sensorik, motorik maupun pusat-pusat vital
dengan akibat kematian.
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi,
biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap – tiap penyakit atau
kelaian yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang
dapat disebabkan oleh banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya adalah
trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan
otak, hipoksia, tumor otak dan sebagainya.
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi.
Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan
ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan gejala
atau manieftasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan
tersebut tidak terlalu lam, tidak terkontrol serta timbul secara episodic. Serangan ini
mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu.
Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan
dan berlangsung lokal.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsi.

1
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya
mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di
Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan
pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di
Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com)
1.2 Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gangguan sistem persyarapan epilepsia
2. Khusus
a) Agar mahasiswa mengetahuai anatomi fisiologi sistem syaraf
b) Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari
epilepsia
c) Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi epilepsi
d) Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi epilepsia
e) Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada epilepsia
f) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway epilepsia
g) Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis epilepsia
h) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
epilepsia
i) Agar mahasiswa mampu menjelaskan efek/komplikasi epilepsia
j) Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada epilepsia
k) Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatab pada pasien
epilepsi

2
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses
terjadinya epilepsia penyebab, klasifikasi, tanda gejala sampai Tindakan yang tepat
sesuai dengan keadaan klien dan rasional sesuaidengan fakta yang ada. Selain itu
diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu sbb :
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes Yarsi
Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.

2. Bagi perawat dan tenaga medis


Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit
supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
3. Bagi masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia
4. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Saraf
a. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam
mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal
dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau
sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan
untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem
saraf dalam tiga cara utama :
1. Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus
melalui reseptor, yang terletakdi tubuh baik eksternal (reseptor
somatic) maupun internal (reseptor viseral).
2. Antivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls
listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan
medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan
mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa
terjadi.
3. Output motorik. Input dari otak dan medulla spinalis memperoleh
respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut
sebagai efektor.
4. Organisasi Struktural Sistem Saraf
a) Sistem saraf pusat (SSP).
Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang
kranium dan kanal vertebral.
b) Sistem saraf perifer .
Meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini
terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan
otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor. Secara
fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen
dan sistem eferen.
4
1) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari
reseptor sensorik ke SSP
2) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP
ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub
divisi :
Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan
lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik
volunteer pada otot rangka.
Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon
involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar
dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal
pada medulla spinalis
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral
pada medulla spinalis.
3) Sebagian besar organ interval dibawah kendali
otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis.

b. Sel-Sel Pada Sistem Saraf


1. Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan
sel dan perpanjangan sitoplasma.
2. Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan
metabolisme ke seluruh neuron. Bagian ini tersusun dari komponen
berikut : Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan
organel lain seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi
nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-
ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein. Neurofibril
yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui
mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
3. Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda
dan pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.

5
4. Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih
panjang dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi
badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke
badan sel neuron yang menjadi asal akson.

c. Klasifikasi Neuron
1. Fungsi. Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah
transmisi impulsnya.
a) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari
reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke
SSP.
b) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
c) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya
dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan
motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
2. Struktur Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah
prosesusnya.
a) Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau
lebih. Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam
otak dan medulla spinalis, masuk dlam golongan ini.
b) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron
ini ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan
hidung.
c) Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus
tunggal, tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.

3. Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang
tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah
prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar
darah melalui pedikel atau “kaki vascular”.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil
dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.

6
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan
dipercaya memiliki peran fagositik.
d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi
rongga serebral dan ronggal medulla spinalis.

4. kelompok Neuron
a) Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di
dalam SSP.
b) Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di
bagian luar SSP dalam saraf perifer.
c) Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang
terletak di luar SSP.
d) Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf
gabungan ; saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen
yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
e) Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau
medulla spinalis yang memiliki origo dan tujuan yang sama.
f) Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-
sisi yang berlawanan pada otak atau medulla spinalis.

7
2.1.2 Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal,
kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-
neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan berbagai
etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996). Pengkajian kondisi/kesan umum
Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak
yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan
tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan
persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan
yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang
(Hudak dan Gallo, 1996).

2.1.3 Klasifikasi Epilepsi


Kejang berkisar dari melotot bengong sampai gerakan konvulsif yang
berkepanjangan dengan disertai kehilangan kesadaran. Kejang
diklasifikasikansebagai parsial, umum, dan taktergolongkan sesuai dengan
area otak yang terkena. Aura, yang merupakan sensasi pertanda atau
premonitory, terjadi sebelum kejang (mis. Melihat kilatan cahaya,
mendengarkan suara-suara).
a. Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut bergerenyut
tekterkontrol; bicara tak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat
mengalami penglihatan, suara, bau, atau kecap yang taklazim atau tak
menyenangkan—semua tanpa terjadi kehilangan kesadarana
b. Kejang Parsial Kompleks

8
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis
tetapi tidak bertujuan terhadap waktu dan tempat; dapat mengalami
emosi rasa ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang
berlebihan; tidak mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh
tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi
(kontraksi tonik klonik umum).
1) Kontraksi diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik
tangis epilektik.
2) Lidah tergigit, inkontinen urine dan fecces.
3) Gerakan konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit.
4) Relaks dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising.
Kejang Umum terdiri dari :
1) Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
2) Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
3) Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak
4) Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot
seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan
9
ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau
langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.
5) Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
6) Status Postiktal
Setelah kejang, pasien sering bingung dan sulit untuk bangun,
mungkin tidur selama berjam-jam. Banyak yang mengeluhkan sakit
kepala dan nyeri otot.

2.1.4 Etiologi
a. Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui
(Idiopatik) Sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3) Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
5) Tumor Otak
6) kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)
b. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
1) Trauma Lahir
2) Trauma Kepala (5-50%)
3) Tumor Otak
4) Stroke
5) Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
6) Hypoxia
7) Keracunan
8) Gangguan Metabolik

10
9) Infeksi. (Meningitis)
c. Penyebab spesifik epilepsi :
1) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak
janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen
yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4) Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum
terutama pada anak-anak.
5) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak.
6) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis
dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis)
dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan
meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter.
Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan
cerebrospinal. Struktur-struktur ini merupakn yang dapat terjadi
meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan maka
dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.
7) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose
dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang
berulang.
8) Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini
disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah
dari normal diturunkan pada anak.
9) Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang
menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi
aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan
peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi
kerja dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma
aminobutyric acid (GABA), Serotonin, Acetylcholine ).

11
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
a. Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya
keadaan depolarisasi parsial di jaringan otak
b. Meningkatnya permeabilitas membran.
c. Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps.

Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan


listrik sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan
ambang rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal. Bila
focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu
atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy
lokal (parsial).
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang
abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua
jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan
listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis
dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di
otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan.
Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla
spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa
yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan
berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Mekanisme yang pasti dari aktivitas kejang pada otak tidak semuanya
dapat dipahami. Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal
mendadak stimulasi listrik, menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada

12
otak yang tidak rentan terhadap kejang, terdapat keseimbangan antar
sinaptik eksitatori dan inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik.
Pada otak yang rentan terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami
gangguan, menyebabkan pola ketidakseimbangan konduksi listrik yang
disebut perpindahan depolarisasi paroksismal. Perpindahan ini dapat terlihat
baik ketika terdapat pengaruh eksitatori yang berlebihan atau pengaruh
inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah
yang berlebihan menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA
menurunkan eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang.

13
2.1.6 Pathway

Factor predisposisi
- Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonates, pasca cedera kepala
- Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat anti konvuslan
- Riwayat ibu yang mempunyai resiko tinggi
- Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
- Keracunan, gangguan metabolism dan nutrisi gizi
- Riwayat gangguan sirklasi serebral
- Riwayat demamtinggi
- Riwayat keturunan, riwayat tumor otak, abses dan keturunan
epilepsi

Gangguanpada system listrik dari sel-sel saraf pusat


pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal,


berlebihan secara berulang dan tidak terkontrol

Priode pelepasan impuls yang tidak


diinginkan

Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa


pernbaikan kesadaran penuh di antara serangan

Status epileptikus Kebutuhan metabolik


besar

Pola nafas tidak Airway


efektif Gangguan pernafasan

Briting & Circulasion Gangguan Perfusi


Gangguan pertukaran o2 jaringan
dan Co2 dalam darah

Kejang parsial Gangguan perilaku, alam


Penurunan
perasaan,sensasi dan
kesadaran
persepsi
Peka rangsangan
Tidak tahu
Gangguan harga diri
keadaannya
Kejang berulang dan identitas pribadi

14
Resiko tinggi injuri Kurangnya
pengetahuan

Sumber : Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan, Arif


muttaqin (2011).

2.1.7 Manifestasi Klinik


a. Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang
bergergerak tak terkontrol; bicara tidak dapat dimengerti; mungkin
pening; dapat mengalami perubahan penglihatan, suara, bau atau
pengecapan yang tak lazim atau tak menyenangkan.
b. Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara
otomatis tetapi tidak bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi,
ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan;
tidak mengingat periode tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh
tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan
kontraksi (kontraksi tonik klonik umum)

2.1.8 Fase Serangan Kejang


a. Fase Prodromal
Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan
alam rasa (mood), tingkah laku
b. Fase Aura
Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan
perasaan, pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif
yang tidak menentu.
c. Fase Iktal
Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan
muskuloskletal. Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis,

15
tekanan vu meningkat, tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-
tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor, hipersalivasi, lidah resiko tergigit,
kesadaran menurun.
d. Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse
lama, lemah, sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd,
mual, isolasi diri.
e. Status Epileptikus
Serangan kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan
darurat. Berakibat kerusakan otak permanen, dapat disebabkan karena
: peningkatan suhu yang tinggi, penghentian obat epileptik, kurang
tidur, intoksikasi obat, trauma otak, infeksi otak.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Elektroensefalogram (EEG)
Digunakan untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera
setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

16
b. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:
1) CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Merupakan test gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk
banyak anak dan dewasa dengan kejang awal. Teknik gambaran ini
cukup sensitive untuk berbagai tujuan.
Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan
dengan x-ray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur
tulang dan jaringan-jaringan yang lunak.clear images dari orga-
organ seperti otak, otot, struktur join, vena, dan arteri.
2) MRI (magnetic resonance imaging) kepala.
Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI
lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi
kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus
temporalis. Gambaran dari MRI dapat digunakan untuk persiapan
pembedahan.
Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
c. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang)
untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan
setelah kejang demam pertama pada bayi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit,
kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada
kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan
untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan
rutin.

2.1.10 Efek/Komplikasi
a. Dampak pada anak-anak
17
1) Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka
lama dari kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-
anak yang mengalami epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi
yang spesifik (contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf)
mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal.
2) Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang
mengalami kejang akan lebih berdampak pada perluasan
gangguan otak dan akan terjadi keburukan. Anak dengan kejang
yag tidak terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya
kemunduran intelektual.
3) Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan
dan bahasa, dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada
sejumlah anak dengan beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-
anak tersebut biasanya berpenapilan denagn sikap yang burk
dibandingkan dengan anak-anak lainnya.

b. Dampak pada dewasa


1) Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy
dewasa adalah pada fungsi mental yang tidak benar.
2) Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan
epilepsy menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi
mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan
didiagnosa. Resiko bunuh diri terbesar diantara orang-orang yang
terkena epilepsy dan mengarah pada kondisi psikiatrik seperti
depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan penggunaan alcohol
kronik.
3) Overall Health
Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya
dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan
ambang nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas, serta
gangguan tidur.faktanya kesehatan mereka dapat disamakan
dengan orang dengan penyakit kronik, meiputi arthritis, masalah
jantung, diabetes, dan kanker.

18
c. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi
1) Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan
mengalami gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki.
Penyebab-penybab dari masalah-masalah tersebut kemungkinan
emosi, indusi medikasi, atau menghasilkan perubahan pada
tingkat hormone.
2) Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada
pengaturan hormone puberitas.
3) Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan
hormonal-hormonal lain dan perubahan neurologi yang
berkontribusi terhada disfungsi seksualitas.
4) Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi
perjalanan seksual.

2.1.11 Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka
panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing
klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera
mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk
mempertahankan klien dalam status bebas kejang.
Pengobatan Farmakologis :
a) Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
b) Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon,
fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
c) Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan
laboratorium untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui
mempunyai efek samping toksik.
d) Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang
menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk
klien yang mendapatkan fenitoin (Dilantin).
Pembedahan
a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses,
kista, atau anomaly vaskuler.

19
b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan
untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik
yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang
signifikan.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
a. Keadaan Umum
Pada kasus epilepsia terjadi pelepasan aliran listrik yang berlebihan
disel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,
sehingga pada pengkajian gawat darurat kondisi umum klien tergolong
sakit berat. sakit berat
b. Penggolongan sesuai Triage
Epilepsi merupakan manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom, sehingga dapat menyebabkan kematian apabila
terlambat mendapatkan pertolongan. Oleh karena itu epilepsi termasuk
ke dalam P1 (urgent).
c. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental
pasien dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien.
Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan
pengkajian selanjutnya.

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :


1) Alert (sadar lingkungan)
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya
karena kondsi klien tidak sadar.
2) Respon velbal (menjawab pertanyaan)
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat atau tim
medis lainnya saat melakukan pengkajian.
3) Tidak berespon (U)

20
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
ketika dicubit dan ditepuk wajahnya, karena klien tidak sadar.

d. Primery survey
1) Airway ( jalan nafas ) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga
menyebabkan klien sulit bernafas.
Tindakan yang dilakukan :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
e) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
a) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
b) Jalan nafas bersih dari sumbatan
c) RR dalam batas normal
d) Suara nafas vesikuler
2) Breathing (pola nafas)
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan
sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post
iktal, klien mengalami apneu, Na meningkat, kebutuhan O2 dan
energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih
dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi
melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila

21
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
a) RR dalam batas normal
b) Tidak terjadi asfiksia
c) Tidak terjadi hipoxia
3) Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan tekanan
darah, sehingga terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2 dalam darah
yang menyebabkan akral dingin, sianosis, dan klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
Tindakan yang dilakukan :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
c) Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
e) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
a) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
b) Tidak terjadi hipoxia
c) Tidak terjadi kejang
d) RR dalam batas normal

e. Secondary survey
1) Riwayat pasien
a) S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien tidak
sadar dengan lingkungan.
b) A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.
c) M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.
22
d) P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu
pasien.
e) L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelumnya.
f) E (Event leading to injuri ilmes)
2) TTV
a) Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang
cenderung mengalami penurunan dibawah 100/80 mmHg
b) Irama dengan kekuatan nadi meningkat
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien
dengan epilepsi mengalami pernapasan yang tidak teratur, akral
dingin, terjadi sianosis, apneu.
d) Suhu tubuh klien menurun < 36 ºC, N : 110-120 kali/menit.

Tindakan: rujuk ke fasilitas kesehatan sesuai triage


Evaluasi: evaluasi keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien
setiap 15 menit atau sesuai indikasi.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot, akral
dingin, sianosis.
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

23
f. Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien Peningkatan sekresi Pola napas tidak efektif
mengeluh kelien mukosa
sulit bernafas
DO: Sumbatan jalan nafas
 Klien nampak
sesak Pola nafas tidak efektif
 Klen biasanya
menggunakan otot
bantu napas
 R : 30-35
kali/menit.
DS : keluarga klien Pola nafas tidak efektif Gangguan perfusi
mengeluh klien jaringan
dingin di ujung Gangguan pertukaran
tangan dan kaki O2 dan CO2 dalam
DO: darah
 Akral dingin
 Sianosis, apneu Gangguan perfusi
 N : 110-120 jaringan
kali/menit.
 TD : < 100/80
mmHg
DS : keluarga klien Gangguan ion kalium Resiko tinggi injuri
mengeluh klien dalam pembentukan
kejang impuls
DO:
 klien tidak sadar Penurunan Kesadaran
 klien kejang
 N : 110-120 Resiko tinggi injuri
kali/menit.
 TD : < 100/80

24
mmHg
DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran Gangguan harga
mengatakan klien diri/identitas pribadi
tidak sadar Persepsi tidak
DO : terkontrol
 Klien tidak sadar
 Klien tidak Gangguan harga
mampu diri/identitas pribadi
mengontrol
dirinya

DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran Kurang pengetahuan


mengatakan klien
tidak mengetahui Tidak tahu keadaannya
keadaannya.
DO: Kurang pengetahuan
 Klien tidak tidak
tahu keadaannya
 Klien tidak bias
menjawab
pertanyaan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi
adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif
pertukaran O2 dan C02 dalam darah.
c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran, kerusakan kognitif,
selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.

25
d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma
berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan
pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan;
perasaan negative tentang tubuh
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informas

2.2.3 Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan
pola nafas klien efektif
Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan
napas paten.
Intervensi Rasional
 Anjurkan klien untuk  Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongkan mulut dari masuknya benda asing ke faring
benda/zat tertentu/gigi palsu
atau alat lainnya jika fase aura
terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal
 Letakkan klien pada posisi  Meningkatkan aliran (drainase)
miring, permukaan datar, secret, mencegah lidah jatuh
miringkan kepala selama sehingga menyumbat jalan napas
serangan kejang
 Tanggalkan pakaian pada  Untuk memfasilitasi usaha
daerah leher, dada, dan bernapas
abdomen
 Masukkan spatel lidah/ jalan  Mencegah tergigitnya lidah dan
napas buatan atau gulungan memfasilitasi saat melakukan
benda lunak sesuai indikasi penghisapan lender. Jalan napas

26
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktivitas
kejang jika pasien tersebut tidak
sadar dan tidak dapat
mempertahankan posisi lidah
yang aman
 Lakukan penghisapan sesuai  Menurunkan resiko aspirasi atau
indikasi asfiksia
 Berikan tambahan oksigen/  Dapat menurunkan hipoksia
ventilasi manual sesuai serebral sebagai akobat dari
kebutuhan pada fase posiktal sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama
serangan kejang
 Siapkan/bantu melakukan  Munculnya apneu yang
intubasi jika ada indikasi berkepanjangan pada fase
posiktal membutuhkan

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif


pertukaran O2 dan C02 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi
jaringan lebih efektif
Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan
perifer.
Intervensi Rasional
 Atur posisi kepala dan leher untuk  Untuk mempertahankan ABC
mendukung airway (jaw thrust). dan mencegah terjadi obstruksi
Jangan memutar atau menarik leher jalan napas
ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan
intubasi nasofaring.  Untuk menurunkan keparahan
 Atur suhu ruangan dari poikilothermy.

27
 Tinggikan ekstremitas bawah  Meningkatkan aliran balik vena
ke jantung.

 Gunakan servikal collar,  Stabilisasi tulang servikal


imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah tulang
belakang.
 Pantau adanya ketidakadekuatan  Sediakan oksigen dengan nasal
perfusi : canul untuk mengatasi hipoksia.
 Peningkatan rasa nyeri
 Kapilari refill . 2 detik
 Kulit : dingin dan pucat  Menunjukkan adanya
 Penurunanan output urine ketidakadekuatan perfusi
 Pantau GCS jaringan. Penurunan perfusi
terutama di otak dapat
mengakibatkan penurunan
tingkat kesadaran
 Penurunan perfusi jaringan
 Awasi pemeriksaan AGD dapat menimbulkan infark
terhadap organ jaringan

c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran, kerusakan kognitif,


selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan kejang
berkurang dan kesadaran meningkat
Kriteria Hasil : Mengurangi resiko injuri pada pasien
Intervensi Rasional
 Kaji karakteristik kejang  Untuk mngetahui seberapa
besar tingkatan kejang yang
dialami pasien sehingga
pemberian intervensi berjalan

28
lebih baik
 Jauhkan pasien dari benda benda  Benda tajam dapat melukai
tajam / membahayakan bagi dan mencederai fisik pasien
pasien
 Masukkan spatel lidah/jalan napas  Dengan meletakkan spatel
buatan atau gulungan benda lunak lidah diantara rahang atas dan
sesuai indikasi rahang bawah, maka resiko
pasien menggigit lidahnya
tidak terjadi dan jalan nafas
pasien menjadi lebih lancer
 Kolaborasi dalam pemberian obat  Obat anti kejang dapat
anti kejang mengurangi derajat kejang
yang dialami pasien, sehingga
resiko untuk cidera pun
berkurang

d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma


berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan
pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan;
perasaan negative tentang tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan klien
menerima keadaannya.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping
dengan persepsi negative pada diri sendiri
Intervensi Rasinal
 Diskusikan perasaan pasien  Reaksi yang ada bervariasi
mengenai diagnostic, persepsi diri diantara individu dan
terrhadap penanganan yang pengetahuan/ pengalaman awal
dilakukannya. dengan keadaan penyakitnya
akan mempengaruhi
penerimaan
 Anjurkan untuk mengungkapkan/  Adanya keluhan merasa takut,

29
mengekspresikan perasaannya marah dan sangat
memperhatikan tentang
implikasinya di masaa yang
akan datang dapat
mempengaruhi pasien untuk
menerima keadaanya
 Identifikasi/antisipasi  Memberikan kesempatan
kemungkinan reaksi orang pada untuk berespon pada proses
keadaan penyakitnya. Anjurkan pemecahan masalah dan
klien untuk tidak merahasiakan memberikan tindakan control
masalahnya terhadap situasi yang dihadapi
 Gali bersama pasien mengenai  Memfokuskan pada aspek
keberhasilan yang telah diperoleh yang positif dapat membantu
atau yang akan dicapai untuk menghilangkan perasaan
selanjutnya dan kekuatan yang dari kegagalan atau kesadaran
dimilikinya terhadap diri sendiri dan
membentuk pasien mulai
menerima penangan terhadap
penyakitnya
 Tentukan sikap/kecakapan orang  Pandangan negative dari orang
terdekat. Bantu menyadari terdekat dapat berpengaruh
perasaan tersebut adalah normal, terhadap perasaan
sedangkan merasa bersalah dan kemampuan/ harga diri klien
menyalahkan diri sendiri tidak dan mengurangi dukungan
ada gunanya yang diterima dari orang
terdekat tersebut yang
mempunyai resiko membatasi
penanganan yang optimal
 Tekankan pentingnya orang  Ansietas dari pemberi asuhan
terdekat untuk tetap dalam adalah menjalar dan bila
keadaan tenang selama kejan sampai pada pasien dapat
meningkatkan persepsi
negative terhadap keadaan

30
lingkungan/diri sendiri

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit


berhubungan dengan kurangnya informas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan keluarga
mengerti keadaan klien.
Kriteria Hasil : Pengetahuan keluarga meningkat, keluarga mengerti
dengan proses penyakit epilepsy, keluarga klien tidak bertanya
lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi Rasional
 Kaji tingkat pendidikan keluarga  pendidikan merupakan salah
klien. satu faktor penentu tingkat
pengetahuan seseorang
 Kaji tingkat pengetahuan  untuk mengetahui seberapa jauh
keluarga klien. informasi yang telah mereka
ketahui,sehingga pengetahuan
yang nantinya akan diberikan
dapat sesuai dengan kebutuhan
keluarga
 Jelaskan pada keluarga klien  untuk meningkatkan
tentang penyakit kejang demam pengetahuan
melalui penyuluhan.
 Beri kesempatan pada keluarga  untuk mengetahui seberapa jauh
untuk menanyakan hal yang informasi yang sudah dipahami
belum dimengerti.
 Libatkan keluarga dalam setiap  agar keluarga dapat memberikan
tindakan pada klien. penanngan yang tepat jika suatu-
waktu klien mengalami kejang
berikutnnya.

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat
singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam
otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam
process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi
mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai
etiologi.

3.2 Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi institusi
Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori
keperawatan di Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
2. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Terjemahan
Suzane C. Smeltzer, Edisi 8 Vol. 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Duss, P. 1996. Diagnosa Topik Neurologi. Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala: Edisi
2. EGC : Jakarta.
Hudak, C.M. dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik
(Critical Care Nursing: A Holistic Approach) Edisi VI, volume II. EGC:
Jakarta.
Lumbantobing. 2004. Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Muttaqin, Arif & Kurmala 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017.
EGC. Jakarta.
Nurarif. A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. MediAction: Yogyakarta.
Sidharti, Priguna, 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Cetakan
Ketiga. Dian Rakyat : Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai