Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

CEDERA MEDULA SPINALIS


Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Ratih Kumala Dewi

Pendamping :
dr. Joko Mardiyanto
dr. Reni Kurniawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD RAA SOEWONDO PATI
JAWA TENGAH
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Ratih Kumala Dewi

Judul : Laporan Kasus Medik

Bagian : Program Internship Dokter Indonesia

Pendamping : dr. Joko Mardiyanto dan dr. Reni Kurniawati

Pati, 29 November 2018

Pendamping Pendamping

dr. Joko Mardiyanto dr. Reni Kurniawati

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 36 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kertomulyo 4/1 Margoyo, Pati
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Kuli bangunan
Agama : Islam
No. RM : 216xxx
Tanggal Masuk RS : 07-11-2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Lumpuh di kedua tungkai

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati dengan keluhan
mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai secara mendadak sejak 1 hari
yang lalu. Keluhan dialami pasien setelah pasien jatuh terduduk dari
ketinggian ± 1 meter saat sedang bekerja membangun rumah tetangganya.
Saat itu pasien sedang memasang keramik teras rumah dengan posisi
jongkok, kemudian pasien tidak melihat kebelakang dan tiba-tiba terjatuh.

Pasien mengatakan bahwa dirinya sadar saat setelah terjatuh dan


pasien tidak dapat menggerakkan kakinya dan tidak dapat merasakan
kedua kakinya mulai dari selangkangan ke bawah dan tidak dapat
merasakan ingin BAB maupun BAK sejak dari kejadian. Istri pasien
mengatakan bahwa saat akan dibawa ke RS pasien mengompol.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
c. Riwayat Stroke : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit Paru/Asma: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa pada keluarga : disangkal

5. Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan seorang kuli bangunan tinggal bersama istri dan
anaknya. Biaya pengobatan ditanggung sendiri (UMUM).

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : CM (Lemah), GCS E4V5M6
b. Vital Sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Heart Rate : 82 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 36.7ºC

2. Status Generalis
a. Kepala : bentuk normocephal, deformitas (-)
b. Mata : oedema palpebrae (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (+/+)
c. Leher : Jejas (-) pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid
(-), peningkatan JVP (-)

4
d. Thoraks :
1) Pulmo
- Inspeksi
simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi interkosta (-)
- Palpasi
ketinggalan gerak (-/-), fremitus (normal/normal)
- Perkusi
sonor di seluruh lapang paru kecuali pada batas jantung
- Auskultasi
Suara Dasar Vesikuler (+/+), wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
2) Cor
- Inspeksi
Ictus cordis tak tampak
- Palpasi
Ictus cordis kuat angkat
- Perkusi
Dalam batas normal
- Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, bising jantung (-)
e. Abdomen :
1) Inspeksi : perut supel, kelainan tak tampak
2) Palpasi : nyeri tekan (-), dalam batas normal
3) Perkusi : tympani, dalam batas normal
4) Auskultasi : peristaltik (+) dbn
f. Extremitas : Oedema kedua kaki (-), Akral hangat, kekuatan otot
Kanan (0) kiri (0)
3. Status Neurologis
a. Kesadaran :
- Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
- Kualitatif : tingkah laku dan suasana hati baik
b. Orientasi : tempat, waktu, orang, dan sekitar baik

5
c. Jalan pikiran : baik, kecerdasan baik
d. Daya ingat : jangka pendek dan jangka panjang baik
e. Kemampuan bicara : bicara dengan baik
f. Cara berjalan : tidak dapat dinilai karena pasien selalu
berada di tempat tidur
g. Gerakan abnormal : tidak ada

4. Nervi Cranialis
N I (Olfaktorius) Reflek pembau dan penciuman kanan dan
kiri dbn
N II (Optikus) Daya penglihatan (+/+), pengenalan warna
(+/+), medan penglihatan dbn
N III (Occulomotorius) Ptosis (-/-), gerak mata atas, medial,
bawah (+/+), ukuran pupil isokor (+/+),
refleks cahaya (+/+), strabismus (-/-),
diplopia (-/-)
N IV (Trochlearis) Gerak mata ke lateral bawah (+/+),
strabismus (-/-), diplopia (-/-)
N V (Trigeminus) Membuka mulut (+), menggigit (+),
refleks kornea (+/+), trismus (-)
N VI (Abducen) Gerak mata ke lateral (+/+), strabismus (-/-
), diplopia (-/-)
N VII (Fascialis) Kerutan dahi (+), kedipan mata (+), sudut
mulut asimetris (+), mengerutkan dahi dan
alis (+/+), meringis (+), menutup mata
(+/+), menggembungkan pipi (+/+), tiks
fasial (-)
N VIII (Vestibulocochlearis) Derik arloji (+/+)
N IX (Glossofaringeus) Tersedak (-)
N X (Vagus) Bersuara (+), menelan (+)

6
N XI (Accesorius) Memalingkan kepala (+), mengangkat
bahu (+), trofi otot bahu normal (eutrofi)
N XII (Hipoglossus) Menjulurkan lidah (+), deviasi (-), trofi
otot lidah (eutrofi), lidah tremor (-)

5. Anggota Gerak
Angggota Gerak Atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Drop hand (-), claw hand (- Drop hand (-), claw hand (-),
), pitcher hand (-), pitcher hand (-), deformitas /
deformitas / fraktur (-), fraktur (-), keterlambatan
keterlambatan gerak (-) gerak (-)
Palpasi Normal Normal
Gerak Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas Normal Normal

Anggota Gerak Bawah


Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Drop foot (+), deformitas / Drop foot (+), deformitas /
fraktur (-), keterlambatan fraktur (-), keterlambatan
gerak (+) gerak (+)
Palpasi Lumpuh anggota gerak Lumpuh anggota gerak
Gerak Tidak bisa Tidak bisa
Kekuatan 0 0
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas Abnormal Abnormal

7
Reflek Fisiologis
- Reflek Biseps : +/+
- Reflek Triseps : +/+
- Reflek Patella : -/-
- Reflek Achilles : -/-

Reflek Patologis
- Reflek Hoffman-Tromner : -/-
- Reflek Babinski : -/-
- Reflek Chaddock : -/-
- Reflek Oppenheim : -/-
- Reflek Gordon : -/-

Klonus paha : -/-


Klonus kaki : -/-

6. Pemeriksaan Sensorik
Rangsang raba : anestesi tungkai kanan dan kiri mulai dari bawah
umbilicus
Rangsang nyeri : analgesia / hipoalgesia
Rangsang suhu : -/-
Propioseptif : -/-
Diskrimisasi 2 titik : -/-

7. Pemeriksaan saraf otonom


BAK : inkontinensia uri
BAB : inkontinensia alvi
Berkeringat : normal

8. Pemeriksaan Fungsi Luhur

8
Memori : dalam batas normal
Kognitif : dalam batas normal
Bahasa : dalam batas normal
Visuospasial : dalam batas normal

9. Pemeriksaan Koordinasi
Disdiadokokinesis : dalam batas normal
Tes telunjuk hidung : dalam batas normal

10. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)

Kesan : Paraplegi inferior

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tanggal 7-11-2018
Hematologi
Golongan darah AB
Hematologi Analyser
Hasil Satuan Rujukan
Jumlah leukosit 7.8 103/ul 3.8-10.6
Jumlah eritrosit 4.83 106/ul 4.7-6.1
Hemoglobin 14.2 g/dl 13.2-17.3
Hematokrit 40.3 % 40-52
MCV 83.4 fL 80-100

9
MCH 29.4 pg 26-34
MCHC 35.2 % 32-36
Jumlah tombosit 209 103/ul 150-400
RDW-CV 12.7 % 11.5-14.5
RDW-SD 38.0 fL 35-47
PDW 13.4 fL 9.0-13.0
MPV 10.7 fL 6.8-10.0
P-LCR 31.1 %
Hitung Jenis
Netrofil 67.70 % 50.0-70.0
Limfosit 18.30 % 25.0-40.0
Monosit 5.80 % 2.0-8.0
Eosinofil 7.90 % 2-4
Basofil 0.30 % 0-1
Kimia Klinik
GDS 95 mg/dL 70-160
Ureum 16.7 mg/dL 10-50
Creatinine 0.73 mg/dL 0,60-1.20
Natrium darah 140.5 mmol/L 135-155
Kalium darah 3.97 mmol/L 3.6-5.5
Chlorida darah 104.0 mmol/L 95-108

2. EKG
Tanggal 08-11-2018

10
3. X-Foto Vertebra Thoracolumbosacral AP-Lateral

11
12
Kesan :
Angulasi pada os cocygeus 2  fraktur
Penyempitan diskus dan foramen intervertebralis L5-S1
Tidak tampak kompresi
Tidak tampak spondilolisthesis

E. Resume
Seorang laki-laki 36 tahun datang dengan keluhan mengalami kelumpuhan
pada kedua tungkai setelah mengalami jatuh terduduk sejak 1 hari yang lalu
tanpa muntah maupun penurunan kesadaran, tidak terdapat hilang ingatan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelumpuhan pada kedua tungkai beserta


penurunan rasa raba pada kedua tungkai mulai dari bawah umbilicus hingga
telapak kaki dan tidak terdapat tanda rangsang meningeal.

F. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Paraplegi inferior, analgesia/hipoalgesia
Diagnisis Topis : Medula spinalis setinggi L5-SI dan Cocygeus 2
Diagnosis Etiologi : Trauma

G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
- Inf. RL 20 tpm
- Injeksi Metilprednisolon 2x1A
- Injeksi Omeprazole 1x1A
- Injeksi Deksketoprofen 2x1A dalam Nacl 100cc
2. Non Medikamentosa
- Pasang kateter urin
- Rehabilitasi  meningkatkan kemandirian
- Mobilisasi miring kanan dan kiri, fleksi-ekstensi tungkai bawah
- Konsultasi ahli bedah saraf

H. Prognosis

13
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

I. Edukasi
a. Edukasi pasien agar terus melakukan mobilisasi untuk mencegah
kekakuan sendi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas


neurologis akibat trauma. Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The
National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000
kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka
insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000
penduduk, dengan angka tetraplegia 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan
bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.

14
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya. Teknik yang
paling sering digunakan adalah pemeriksaan sacral sparing. Data di Amerika
Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula
spinalis traumatika sbb : (1) tetraplegi inkomplet (29,5%), (2) paraplegi komplet
(27,3%), (3) paraplegi inkomplet (21,3%), dan (4) tetraplegi komplet (18,5%).

Anatomi Medula Spinalis

Medula spinalis terletak di canalis vertebralis columna vertebralis dan


dibungkus oleh tiga meningen, duramater, arachnoid dan piamater. Perlindungan
dilakukan oleh cairan serebrospinal yang mengelilingi medula spinalis dalam
ruang subarachnoid.

15
Bagian superior dimulai dari foramen magnum pada tengkorak, tempat
bergabungnya dengan medulla oblongata otak. Medula spinalis berakhir di
inferior regio lumbar. Di bawah, medula spinalis menipis menjadi conus
medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater yaitu filum terminale
yang berjalan kebawah dan melekat di bagia belakang os coccygeus.

Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melali radix


anterior (radix motorik) dan radix posterior (radix sensorik). Masing-masing radix
melekat pada medula spinalis melalui fila radikularia yang membentang di
sepanjang segmen-segmen medula spinalis yang sesuai. Mesing-masing radix
saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior yaitu sel-sel yang membentuk
serabut saraf pusat dan tepi.

Struktur medula spinalis terdiri dari substansia grisea yang dikelilingioleh


substansia alba. Pada potongan melintang, substansia grisea tampak seperti huruf
H dengan kolumna atau kornu anterior dan posterior substansia grisea yang
dihubungkan dengan commisura grisea yang tipis. Didalamnya terdapat canalis
sentralis yang kecil.

Dermatom

16
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Ada 8 saraf servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf sakral.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke
otak.

Sepanjang dada dan perut dermatom seperti tumpukan cakram yang


dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda.Sepanjang lengan dan kaki, pola ini
berbeda: dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan.
Meskipun pola umum sama pada semua orang, daerah yang tepat dari inervasi
merupakan keunikan untuk individu sebagai sidik jari.

2.2 Manfaat Klinik

Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan


tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Karena kesakitan terbatas dermatom adalah
gejala bukan penyebab dari dari masalah yang mendasari, operasi tidak boleh
sekalipun ditentukan oleh rasa sakit. Sakit di daerah dermatom mengindikasikan
kekurangan oksigen ke saraf seperti yang terjadi dalam peradangan di suatu
tempat di sepanjang jalur saraf.

2.3 Klasifikasi

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.

17
Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut
American Spinal Cord Injury Association(2)yaitu : (1) Central Cord Syndrome,
(2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina
Syndrome, dan (5) Conus Medullaris syndrome. Lee(6)menambahkan lagi sebuah
sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome

Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinalis

18
2.4 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan


laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan
pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra
servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada
kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis,

Pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan.


Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk
mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma.

2.5 Tatalaksana

Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk


meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan
cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali
normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam
72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.

Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih
baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk
kembali berjalan adalah lebih dari 50%

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk


cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute

19
of Health di Amerika Serikat(11). Namun demikian penggunaannya sebagai terapi
utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum
digunakan sebagai standar terapi. Kajian oleh Brakendalam Cochrane Library
menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi
farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan
untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan


pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot-otot yang ada.

Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan


memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas
hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus
dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi
dan harapan pasien.

Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program


rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.

2.6 Prognosis

Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-


rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu :
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.

20

Anda mungkin juga menyukai