Anda di halaman 1dari 9

Fraktur Tertutup pada Regio Femoris Dextra

Yusel Aqzha Lusmin


102016067
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Alamat korespondensi: Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Email: yusel.2016fk067@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung
organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur. Tentu saja
penyebab fraktur bisa datang dari banyak sebab. Jenis fraktur pun berbeda sesuai dengan usia
serta lokasi dan beratnya fraktur tersebut. Pada ekstremitas bawah, salah satu fraktur yang
dapat terjadi adalah pada bagian tulang femur. Fraktur bisa dibedakan menjadi dua yaitu
terbuka dan tertutup. Dengan klasifikasi tersebut, penanganan dan komplikasi yang terjadi
juga beragam. Penatalaksanaan primer juga merupakan kunci yang sangat krusial dalam
proses pemuliham fraktur.

Kata kunci: Tulang, fraktur, komplikasi, penatalaksanaan

Abstract
Bone has many functions such as a supporter of body tissues, and body organs
protectors. Bones also allow movements and can serve as a storage place for mineral salts,
but the functions of these may be lost by a fall, collision or accident that causes broken bones
or fractures. Of course the cause of the fracture can come from many causes. The type of
fracture is different according to the age, the location and the severity of the fracture. In the
lower limb, one of the fractures that can occur is on the part of the femur bone. Fractures can
be divided into two, namely open and closed. With the classification, handling and
complications that occur also vary. Primary management is also a very crucial key in the
process of fracture restoration.
Key words: Bone, fracture, complication, management

1
Pendahuluan
Tulang adalah organ dengan struktur keras dan kaku yang membentuk kerangka
manusia. Kesatuan ini disebut juga sistem muskuloskeletal. Tulang bersifat dinamis dan terus
berubah seiring dengan stimulus yang diberikan. Beberapa tulang dapat menyatu dan
membentuk tulang yang lebih kuat seperti yang terjadi pada masa pertumbuhan (bayi
memiliki 300 tulang, sementara dewasa hanya 206 tulang. Selain itu, tulang juga dapat
membesar atau mengecil, menebal atau menipis, atau menguat jika dibutuhkan. Saat patah,
misalnya dalam cedera, tulang dapat tumbuh kembali tanpa meninggalkan luka. Tulang
mempunyai berbagai macam fungsi antara lain sebagai penopang dan pembentuk struktur
tubuh, melindungi organ-organ vital yang rapuh seperti paru-paru dan jantung, serta menjadi
tempat penyimpanan sementara lemak dan mineral yang akan dikeluarkan jika diperlukan.
Selain itu, tulang juga berfungsi sebagai penghasil sel darah merah dan sel darah putih,
dan keberadaan tulang juga memungkinkan fungsi motoric dan lokomotif dimana tulang
berkoordinasi dengan otot dan sendi agar dapat terhubung dan digunakan dengan maksimal.
Pada makalah ini, pembahasan akan diberatkan kepada salah satu contoh kelainan tulang
yaitu fraktur dimana pembahasannya meliputi etiologi, komplikasi, tatalaksana, dan
prognosis dari fraktur regio femur akibat trauma.

Anamnesis
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:

 Menanyakan identitas, usia, dan pekerjaan.


 Keluhan nyeri sendi (lokasi, onset, durasi, faktor pemberat).
 Keluhan kaku sendi (lokasi, onset, durasi, faktor pemberat).
 Keluhan bengkak pada sendi (lokasi, onset, durasi, faktor pemberat).
 Menanyakan gejala dan keluhan penyerta lain (demam, penurunan BB, mudah lelah,
gejala sistemik lainnya).
 Menanyakan riwayat penyakit dahulu (penyakit sebelumnya, riwayat trauma) dan
sosial ( aktivitas sehari-hari, diet sehai-hari).
 Menanyakan riwayat penyakit keluarga.1

2
Anamnesis kasus

 Identitas pasien adalah seorang wanita berusia 60 tahun.


 Keluhan nyeri pada bagian panggul sebelah kanan setelah jatuh dari kamar mandi 2
jam yang lalu.
 Setelah terjatuh, pasien tidak dapat bangun untuk berdiri maupun berjalan.

Pemeriksaan fisik

Setelah didapatkan beberapa informasi melalui anamnesis, akan di lakukan


pemeriksaan fisik untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan fisik tidak perlu di lakukan
secara menyeluruh, hanya bagian-bagian tertentu yang dicurigai saja. Untuk mengawali
pemeriksaan fisik, kita dapat memeriksa tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, suhu, dan tingkat kesadaran) terlebih dahulu. Setelah itu pada kasus, diperlukan
stastus lokalis dimana pemeriksaan dilakukan untuk melihat bagian yang sakit. Pemeriksaan
terdiri dari 3 komponen yaitu look, feel, dan move.1,2
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa status lokalis trauma dengan tanda-
tanda klinis sebagai berikut2:

1. Look, cari apakah terdapat deformitas seperti penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, dan pemendekan, functio laesa (hilangnya fungsi).
2. Feel, apakah terdapat nyeri tekan, oedem, atau adanya massa.
3. Move, untuk mencari krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan, pemeriksaan ini
sebaiknya tidak dilakukan pada kasus berat karena menambah trauma, nyeri bila
digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif, seberapa jauh gangguan fungsi,
gerakan yang tidak mampu dilakukan, ROM, dan kekuatan.

Hasil pemeriksaan yang didapat adalah TTV dalam batas normal. Pada inspeksi,
terlihat ekstremitas bawah sebelah kanan tampak lebih memendek dengan posisi eksternal
rotasi, terdapat edema pada panggul kanan. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan dan bagian
panggul tidak dapat digerakan dengan baik secara aktif maupun pasif.2
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang paling efektif yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah dengan mengambil foto rontgen regio femur dextra posisi A/P dan lateral.2,3

3
Working diagnosis
Pada analisis anamnesis, pemeriksaan fisk, serta pemeriksaan penunjang didapatkan
berbagai ciri-ciri klinik penyakit. Ciri-ciri tersebut lalu dibandingkan satu sama lain dan
kemudian dicocokan dengan kasus yang ada pada skenario. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa diagnosis pada kasus dalam skenario ialah fraktur tertutup regio femur 1/3 (sepertiga)
proksimal.
Differential diagnosis
1. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan
kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter. Fraktur leher femur
sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh
kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.3,4

2. Fraktur Dislokasi Caput Femur.


Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socket nya
pada tulangpanggul (pelvis). Penyebabnya adalah trauma dengan gaya/tekanan yangbesar
seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari
ketinggian. Pada dislokasi ini sering juga disertai dengan terjadinya fraktur pada
acetabulum.3,4

Etiologi
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak
dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatuk. Pada
anak, penganiayaan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi fraktur, terutama apabila
terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau apabila riwayat fraktur saat ini tidak meyakinkan.2

Namun beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan
apabila tulang lemah, hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada
lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi,
atau penyakit lain. Fraktur stress dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah
yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress, yang juga disebut fraktur keletihan
(fatigue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau
permulaan aktivitas fisik yang baru. Karena kekakuan otot meningkat lebih cepat dari pada

4
kekuatan tulang, individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat
sebelumnya walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan.2,3,4

Epidemiologi
Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter banyak terjadi pada wanita tua dengan
usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami
oleh wanita tua biasanya ringan sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat
mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler,
frakturintercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki–laki dewasa
karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak
terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.4,5

Faktor resiko termasuk jenis kelamin wanita, ras kulit putih, peningkatan umur,
kesehatan yang buruk, pengguna tembakau dan alkohol, riwayat fraktur terdahulu, riwayat
terjatuh dan rendahnya kadar estrogen.4,5

Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan
kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-
pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum
menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut callus. Callus
kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya
oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang.3,4,5
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma.
Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan
kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel,
fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang
tersebut dinamakan kalus fibrosa.2,3 Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian
juga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid
dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada

5
tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Semua proses ini akan membuat tulang
yang patah telah sepenuhnya diganti menjadi tulang yang baru.4,5

Tatalaksana
o Non medika mentosa
Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ektremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi dan angulasi. Gerakan angulasi patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Pada cedera ekstremitas atas lengan
dapat dibebat dengan dada, atau lengan yang cedera dibebat dengan sling.Pada fraktur
terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan
yang lebih dalam.4,6
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengambilan fungsi dan
kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi dibagi menjadi 2 yaitu tertutup dan terbuka.
Pada reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya ( ujung-
ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi atau traksi manual. Sementara pada
beberapa fraktur tertentu diperlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dapat berupa pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.4,5,6

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan


dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Faktor lain seperti
nutrisi, hormon, asupan darah, dan latihan pembebanan berat juga berkontribusi dalam tahap
pemulihan pada kasus-kasus fraktur.4,5,6

6
Komplikasi4,6
o Nonunion

Diagnosis nonunion dibuat ketika ada kegagalan penyembuhan lengkap dalam enam
sampai sembilan bulan tergantung pada jenis fraktur dan lokasi. Nonunion makin rumit
dengan adanya keropos tulang, kegagalan penjajaran yang signifikan, atau infeksi.
Pengobatan untuk re-union mungkin memerlukan dua sampai lima tahun dan beberapa kali
operasi.

o Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh
darah yang disebebkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan intersisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah
tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia
jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersaradi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat, individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ektremitas yang memiliki restriksi
volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar
apabila terjadi trauma otot disertai dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi
akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas dan fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi
secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi.

o Embolus Lemak

Dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat
timbul akibat pajanan sumsum tulang atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis
yang menumbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak
yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat
menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Penanganan yang harus diberikan adalah dengan
memberikan oksigen secepat mungkin karena dapat menyebabkan kematian apabila
penanganannya terlambat.

7
Edukasi
Hal-hal yang berikut dapat dilakukan guna meminimalisir episode patah tulang antara
lain4:

1. Perbanyak konsumsi vitamin D, khusunya untuk para lansia


2. Mendapatkan sinar matahari yang cukup
3. Perbanyak konsumsi sayuran hijau, kurangi protein hewani yang berlebihan, serta
garam
4. Hindari asupan alkohol dan rokok
5. Olahraga teratur dan maksimalkan pergerakan tubuh sebelum umur 35 tahun

Prognosis
Penderita fraktur femur setelah operasi pemasangan fiksasi internal dengan plate and
screw bila tanpa komplikasi dan mendapat layanan fisioterapi yang cepat, tepat dan adekuat
diharapkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya.4,6

8
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Ed 5. Jakarta: EGC; 2009 .h. 2385.
2. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.p.484-7.

3. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Femoral shaft fracture. Classification and Diagnosis in
Orthopaedic Trauma. Cambridge University Press;2008.
4. Mansjoer dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius;
2009.h.207-10

5. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Femoral shaft fracture. Classification and Diagnosis in
Orthopaedic Trauma. Cambridge University Press;2008.
6. Feliciano DV, Mattox KL, Moore EE. Trauma. 6th Edition. USA: McGraw-Hill,
2008.p.923-5,933-6

Anda mungkin juga menyukai