Referat Ikterus Neonatorum Aaa
Referat Ikterus Neonatorum Aaa
IKTERUS NEONATORUM
Pembimbing :
dr. Shelvi Herwati, Sp.A
Disusun oleh :
ANNISA APRILIA ATHIRA
1102014029
i
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada dr. Shelvi Herwati, Sp.A, yang telah
memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas
beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Daftar Gambar.................................................................................................... iv
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari. Masa ini merupakan masa transisi dimana bayi
memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang dialami mulai dari organ fisik
maupun fungsi organ tubuhnya. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya, ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen
bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit.
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikendalikan. Ikterus Neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru
lahir hingga usia 2 bulan setelah lahir.1
Ikterus neonatorum selama usia minggu pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup
bulan dan 80% bayi preterm. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap
tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia,
hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah
Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu
pertama kehidupannya.2
Dari survey awal yang peneliti lakukan di RSUD Raden Mattaher, kejadian ikterus
neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013
sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di
1
wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD,
BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.2
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning. Ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum).1
Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning dalam
plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak
aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk jika produksinya dari heme
melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan
pembersihan dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam
aliran darah atau akibat proses fisiologi yang mengganggu ambilan hepar, metabolisme
ataupun ekskresi metabolit ini.1
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 mmol/L) atau sekitar 2 kali batas atas
kisaran normal. Kadar bilirubin direk normal adalah : 0-0,3 mg/dL, dan kadar normal bilirubin
total: 0,3-1,0 mg/dL.2
Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap
bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk
menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa
untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi akibat ekskresi bilirubin
lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid.1
2.2 Epidemiologi
Ikterus Neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir hingga
usia 2 bulan setelah lahir.1
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan
80% bayi kurang bulan.1
Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi, di RSCM persentase ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%,
3
sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus,
lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi
10 mg.1
Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per
tahun, dengan angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran hidup dengan ikterus
neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6%.13
2.3 Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor/ keadaan,
antara lain: 3,4
1. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus(Rh), defisiensi Glukosa
6 phosphate dehidrogenase (G6PD), sferositosis herediter dan pengaruh obat.
2. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
3. Polisitemia.
4. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
5. Ibu diabetes.
6. Asidosis.
7. Hipoksia/asfiksia.
8. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanik.
9. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
4
Kelainan membran sel darah merah: Hipotiroidisme
sferositosis, ovalositosis Trombositopenia imun
Hemoglobinopati: thalassemia
2. Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
Prematuritas
5
Berat lahir yang rendah
Faktor genetik
Polisitemia
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
6
Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan naik
dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis dapat terlihat pada hari
ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar berkisar 5-6 mg/dL (86-
103 μmol/L), dan menurun sampai di bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7. Secara
umum karakteristik ikterus fisiologis adalah sebagai berikut: 4
a. Timbul pada hari kedua – ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg % per hari pada neonatus kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai pada kadar orang dewasa
(1 mg/dl) pada umur 10-14 hari.
f. Tidak mempunyai dasar patologis.
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau lebih lambat
daripada kenaikan bilirubin bayi cukup bulan, tetapi jangka waktunya lebih lama, biasanya
menimbulkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai pada hari ke-4 dan ke-7.4,6
2. Ikterus Patologis
Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan berikut tergolong dalam ikterus
patologis, antara lain:4,7
a. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Bilirubin indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.
c. Peningkatan bilirubin total> 5 mg/dL/24 jam.
d. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
e. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis)
f. Ikterus yang disertai oleh: berat lahir <2000 gram, masa gestasi 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus,infeksi, trauma lahir pada kepala,
hipoglikemia
g. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14 hari (pada
prematur).
7
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologik tersebut tidak selalu
sama pada tiap bayi tergantung usia gestasi, berat badan bayi dan usia bayi saat terlihat kuning.
Penyebab yang sering adalah hemolisis akibat inkompatibilitas golongan darah atau Rh
(biasanya kuning sudah terlihat pada 24 jam pertama), dan defisiensi enzim G6PD.8
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.
Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat
glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanalikulus. Isomer
8
bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat
diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi
sesudah terapi sinar (isomer foto). 4
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim β
9
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.
Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi
sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. 4
Gambar 1. Metabolisme bilirubin5
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus yaitu pada liquor amnion yang normal
dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan
36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat
dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada
obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan
jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi
bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil
bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. 4
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir
semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke
sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada
hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
10
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus.
Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini
berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. 4
Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan
dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil
transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam
serum. 4
Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti
bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena
bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek
mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang
mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. 4
11
mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas,
berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang
terjadi karena trauma atau infeksi.3
a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadu pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel darah merah. Infeksi seperti
malaria,sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat-obatan, maupun berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin meningkat akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati
dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan
bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoselular
Kerusakan sel hati dapat menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan
meningkat dan juga menyebabkan bendungan ke dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan
regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di
dalam darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,sirosis hepatis,tmor,bahan kimia dan
lainya.
2.7 Diagnosis
Ikterus dapat timbul saat lahir atau setiap saat selama masa neonatus, tergantung pada
etiologinya. Ikterus biasanya dimulai pada daerah wajah dan ketika kadar serum bilirubin
bertambah akan turun ke abdomen dan selanjutnya ke ekstremitas. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan langkah-langkah mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.9
Hal – hal penting yang menunjang diagnosis meliputi: 10
12
1. Waktu terjadinya onset ikterus. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula
dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai
kaitan erat dengan etiologinya.
2. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra
uterin, infeksi intranatal)
3. Usia gestasi
4. Riwayat persalinan dengan tindakan atau komplikasi
5. Riwayat ikterus, kernikterus, kematian, defisiensi G6PD, terapi sinar, atau transfusi tukar
pada bayi sebelumnya
6. Inkompatibilitas darah (golongan darah ibu dan janin)
7. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
8. Munculnya gejala-gejala abnormalitas seperti apnu, kesulitan menyusu, intoleransi susu,
dan ketidakstabilan temperatur.
9. Bayi menunjukkan keadaan lesu, dan nafsu makan yang jelek
10. Gejala-gejala kernikterus
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan cahaya sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat
lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang kulitnya gelap. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar. 8
13
1
4 4
2
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus
berat, dilakukan terapi sinar sesegera mungkin tanpa menunggu hasil pemeriksaan kadar serum
bilirubin.4,8,11
Transcutaneous bilirubinometer (TcB) digunakan untuk menentukan kadar serum
bilirubin total dengan cara yang non-invasif tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat
ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada
kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. Alat ini digunakan untuk menyaring bayi
yang berisiko. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain : 4,8,11
14
1. Golongan darah dan Coombs test
2. Darah lengkap dan hapusan darah tepi
3. Hitung retikulosit, skrining G6PD
4. Bilirubin total, direk, dan indirek. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap
4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar albumin serum juga
perlu diukur.
15
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus atau
ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pemberian fototerapi, dan
jika tidak berhasil dilanjut dengan transfuse tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan
kadar maksimum bilirubin total dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan bayi cukup
bulan yang sehat. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau
transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin.5,12
Tabel 2.Tatalaksana kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan yang sehat.4
Umur (jam) Fototerapi Fototerapi & persiapan Transfusi tukar jika
transfusi tukar fototerapi gagal
< 24 - - -
24-48 15-18 25 20
49-72 18-20 30 25
> 72 20 30 25
> 2 Minggu Transfusi tukar Transfusi tukar Transfusi tukar
1. Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak
teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan
bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah
senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang
merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah
diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik
usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.9,12
16
Gambar 4.Prinsip Fototerapi.9
Fototerapi tetap menjadi standar terapi hiperbilirubinemia pada bayi. Fototerapi yang
efisien dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum secara cepat. Pembentukan lumirubin
yang merupakan isomer bilirubin, komponen yang larut air merupakan prinsip eliminasi
bilirubin dengan fototerapi. Faktor yang menentukan pembentukan lumirubin antara lain:
spektrum dan jumlah dosis cahaya yang diberikan9
Fototerapi yang intensif dapat membatasi kebutuhan akan transfusi tukar. Fototerapi
(penyinaran 11-14 μW/cm2/nm) dan pemberian asupan sesuai kebutuhan (feeding on demand)
dengan formula atau ASI dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum > 10 mg/dl dalam 2-
5 jam. Saat ini, banyak bayi mendapatkan fototerapi dalam dosis di bawah rentang terapeutik
yang optimal. Tetapi terapi ini cukup aman, dan efeknya dapat dimaksimalkan dengan
meningkatkan area permukaan tubuh yang terpapar dan intensitas dari sinar.9
17
Bayi yang diterapi dengan fototerapi ditempatkan di bawah sinar (delapan bohlam
lampu fluoresense) dan lebih baik dalam keadaan telanjang dengan mata tertutup. Temperatur
dan status hidrasi harus terus dipantau. Fototerapi dapat sementara dihentikan selama 1 – 2 jam
untuk mempersilahkan keluarga berkunjung atau memberikan ASI atau susu formula. Waktu
yang tepat untuk memulai fototerapi bervariasi tergantung dari usia gestasi bayi, penyebab
ikterus, berat badan lahir, dan status kesehatan saat itu. Fototerapi dapat dihentikan ketika
konsentrasi bilirubin serum berkurang hingga sekitar 4-5 mg/dl.9
18
secara umum tidak mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek ini, digunakan 4 tabung cahaya
biru khusus pada bagian tengah unit terapi sinar standar dan dua tabung daylight fluorescent
pada setiap bagian samping unit.12
Tabel 3. Komplikasi terapi sinar.12
Kelainan Mekanisme yang mungkin terjadi
Bronze baby syndrome Berkurangnya ekskresi hepatik hasil
penyinaran bilirubin
Diare Bilirubin indirek menghambat lactase
Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi
eritrosit
Dehidrasi Bertambahnya Insensible Water Loss (30-
100%) karena menyerap energi foton
Ruam kulit Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast
kulit dengan pelepasan histamine
3. Transfusi tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang sama. Teknik ini secara
cepat mengeliminasi bilirubin dari sirkulasi. Antibodi yang bersirkulasi yang menjadi target
eritrosit juga disingkirkan. Transfusi tukar sangat menguntungkan pada bayi yang mengalami
hemolisis oleh sebab apapun. Satu atau dua kateter sentral ditempatkan, dan sejumlah kecil
darah pasien dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel darah merah dari donor yang telah
dicampurkan dengan plasma. Prosedur tersebut diulang hingga dua kali lipat volume darah
telah digantikan. Selama prosedur, elektrolit dan bilirubin serum harus diukur secara periodik.
Jumlah bilirubin yang dibuang dari sirkulasi bervariasi tergantung jumlah bilirubin di jaringan
yang kembali masuk ke dalam sirkulasi dan rata-rata kecepatan hemolisis. Pada beberapa
kasus, prosedur ini perlu diulang untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum dalam jumlah
cukup. Infus albumin dengan dosis 1 gr/kgBB 1 – 4 jam sebelum transfusi tukar dapat
meningkatkan jumlah total bilirubin yang dibuang dari 8,7 – 12,3 mg/kgBB, menunjukkan
kepentingan albumin dalam mengikat bilirubin.12
19
Sejumlah komplikasi transfusi tukar telah dilaporkan, antara lain trombositopenia,
trombosis vena porta, enterokolitis nekrotikan, gangguan keseimbangan elektrolit, graft-
versus-host disease, dan infeksi. Oleh sebab itu transfusi tukar hanya didindikasikan pada bayi
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
b. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
c. Gagal fototerapi intensif
d. Kadar bilirubin direk >3,5 mg/dl di minggu pertama
e. Serum bilirubin indirek > 25 mg/dl pada 48 jam pertama
f. Hemoglobin < 12 gr/dl
g. Bayi pada resiko terjadi ensefalopati bilirubin
h. Munculnya tanda-tanda klinis yang memberikan kesan kern ikterus pada kadar bilirubin
berapapun.
4. Meningkatkan albumin bebas sehingga meningkatkan jumlah bilirubin yang terikat albumin.
20
4. Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang
sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer
rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan
plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen
tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap
plasma dan eritrosit bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) yaitu sekitar
160 ml/kgBB (dengan asumsi volume darah bayi baru lahir adalah 80 ml/kgBB, sehingga
diperoleh darah baru sekitar 87%.
8. Simple Double Volume. Push-Pull Tehcnique.
Jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis atau vena saphena magna. Darah
dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
- Emboli, trombosis
21
- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
4. Terapi farmakologis
Beberapa penelitian juga menguji efektivitas dari enzim bilirubin oksidase yang
diperoleh dari fungi. Bilirubin tidak terkonjugasi dimetabolisme oleh enzim bilirubin oksidase.
Ketika darah melalui filter yang mengandung bilirubin oksidase tersebut maka > 90% bilirubin
didegradasi dalam sekali langkah. Prosedur tersebut terbukti bermanfaat dalam terapi
hiperbilirubinemia neonatorum, tetapi belum diujikan secara klinis. Lebih lanjut, kemungkinan
dapat terjadi reaksi alergi pada penggunaan prosedur tersebut karena enzim diperoleh dari
fungus.11
22
Ikterus hingga di bawah umbilikus
Ikterus yang meluas hingga ke telapak kaki harus dirujuk segera karena kemungkinan
membutuhkan transfusi tukar.
Riwayat keluarga dengan penyakit hemolitik yang signifikan atau kernikterus
Neonatus dengan keadaan umum yang kurang baik
Ikterus memanjang > 14 hari.
2.9 Pencegahan
Reduksi bilirubin dalam sirkulasi enterohepatik
Bayi baru lahir yang tidak diberi asupan secara adekuat dapat meningkatkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin, karena keadaan puasa dapat meningkatkan akumulasi bilirubin.
Peningkatan jumlah asupan oral dapat mempercepat ekskresi bilirubin, sehingga pemberian
ASI yang sering atau asupan tambahan dengan susu formula efektif dalam menurunkan kadar
bilirubin serum pada bayi yang sedang menjalani fototerapi. Sebaliknya, asupan tambahan
dengan air atau dekstrosa dapat mengganggu produksi ASI, sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi bilirubin.1
Tidak ada obat-obatan atau agen-agen lain yang dapat menurunkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin. Pada tikus percobaan, karbon aktif dapat berikatan dengan bilirubin
dan meningkatkan ekskresinya, tetapi efikasi dari karbon aktif tersebut pada bayi belum pernah
diujikan. Pada sebuah penelitian, penggunaan agar pada bayi yang sedang menjalani fototerapi
secara signifikan dapat menurunkan durasi fototerapi dari 48 jam menjadi 38 jam.
Cholestyramine yang digunakan untuk terapi ikterus obstruktif, dapat meningkatkan ekskresi
bilirubin melalui ikatan dengan asam empedu di dalam intestinal dan membentuk suatu
kompleks yang tidak dapat diabsorbsi.11,12
23
Pencegahan ensefalopati bilirubin
2.10 Komplikasi
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan
kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin
dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga
dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius)
sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. 11
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi
bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh
konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.11
Komplikasi ikterus neonatorum adalah Ensefalopati bilirubin atau kernikterus, yaitu
ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditatalaksana dengan benar dan dapat menimbulkan
komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan
lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebellum yang menyebabkan
kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada
sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk
ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum
dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai
spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik
yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik
yang disebabkannya.11
Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat
kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin
serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel
otak menghadapi efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang
tidak biasa ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang
sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena
24
ensefalopati bilirubin. Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan
mengalami kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa cerebral palsy, epilepsi dan
keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor
disorder.11
2.11 Prognosis
Dengan menggunakan kriteria patologis, sepertiga bayi (semua umur kehamilan) yang
penyakit hemolitiknya tidak diobati dan kadar bilirubinnya lebih dari 20 mg/dl, akan
mengalami kernikterus. Kernikterus didapatkan pada 8% bayi dengan hemolisis Rh yang
memiliki konsentrasi bilirubin serum 19-24 mg/dl, 33% pada bayi dengan konsentrasi bilirubin
25-29 mg/dl, dan 73% pada bayi dengan konsentrasi bilirubin 30-40 mg/dl.12
Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis yang jelek, ada 75% atau
lebih bayi-bayi yang demikian meninggal, dan 80% yang bertahan hidup menderita
koreoatetosis bilateral dengan spasme otot involunter. Retardasi mental, tuli, dan kuadriplegia
sapstis lazim terjadi. Bayi yang berisiko harus menjalani skrining pendengaran.4,11
25
BAB III
KESIMPULAN
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Pada kebanyakan kasus ikterus
neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian
besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada
akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab
seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologis).
26
DAFTAR PUSTAKA
27
16. IDAI. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I Cetakan Pertama. Jakarta: UKK-
GASTROENTEROLOGI-HEPATOLOGI IDAI : 2010. H. 273
17. Garna, H, Nataprawira, HM. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak, ed 5.
Bandung: Departemen/SMF ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran/RSUP dr. Hasan Sadikin, 2014 :h.102-108
28