Di susun Oleh :
KELOMPOK 2
KONVERSI KEPERAWATAN
2017
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
yang berjudul ”Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik” ini disusun untuk memenuhi tugas
mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan Komunikasi Terapeutik di Jurusan S1 Konversi
Keperawatan Universitas Mitra Lampung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.
Penyusun
ii
Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................... 1
1.4 Manfaat .................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan
2.1 faktor Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik ............................... 2
2.2 Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik............................................. 2
2.2.1 Resistens ...................................................................................... 3
2.2.2 Transference................................................................................. 3
2.2.3 Coutertransference ....................................................................... 4
2.2.4 Pelanggaran Batas ........................................................................ 5
2.2.5 Pemberian Hadiah ........................................................................ 7
2.2.6 Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi ...................................... 8
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 10
3.2 Saran ...................................................................................................... 10
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
1) Supresi dan represi informasi yang terkait
2) Intensifikasi gejala
3) Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
4) Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara
5) Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk
6) Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
7) Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
8) Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan
tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa
normalitas adalah hal yang tidak penting
9) Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang
dulu)
10) Perilaku amuk atau tidak rasional
2.2.2. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan
dan tergantung.
3
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bunga (15 tahun) adalah klien yang dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa
sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Hengki. Setelah dikaji, ternyata
Hengki ini mirip pacar si Bunga yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinta (18 tahun), dirawat oleh perawat dian. Perawat itu mempunyai wajah
dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan
selalu meminta perawat dian yang melakukannya.
2.2.3. Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan
bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
1) Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
2) Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
3) Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
4) Mengantuk selama sesi.
5) Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
6) Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
7) Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
8) Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
9) Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
10) Melamunkan atau memikirkan klien.
11) Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
12) Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
13) Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang di berikan klien.
14) Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
4
Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart danSundeen dalam Intan, 2005):
1) Reaksi sangat mencintai atau “caring”.
Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-lebihan
yaitu dengan cara, berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal masih
banyak klien yang perlu di tangani. Perawat Dono juga mencoba menolong klien
dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.
2) Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjengkelkan. Derry (25 tahun) Derry
ini selalu marah-marah dan menjengkelkan, perawat Dora sangat dendam pada klien ini
dan selalu mengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan
3) Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.
5
Beberapa batas hubungan perawat dan klien (stuart dan sundeen, dalam Intan, 2005)
1) Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat
serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
2) Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya
dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.
3) Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama? Batas ini biasanya berhubungan
dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan misalnya
dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan
mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan dalam melakukan tindakan
dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain.
4) Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini
juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang
biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
5) Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
6) Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang tidak sopan.
7) Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan
nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
8) Batas pengungkapan diri secara personal;
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
6
9) Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap klien yang tidak pernah
tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.
7
2.2.6. Cara mengatasi hambatan komunikasi
Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau
perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir,
tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu
perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan
perawat-pasien.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :
1) Pedekatan terpusat pada penerima
Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil langkah atau yang dapat
dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti dan bermakna bagi penerima.
Berempati dan bersikap peka pada perasaan penerima adala cara terbaik untuk mengatsi
hambatan komunikasi. Karena perbedaan emosi dan persepsi akan menimbulkan
ganguan. Dalam penerimaan pesan, bila seseorang menyadari perasaan orang lain maka
akan mampu memlilih kata-kata netral memahami pandangan mereka dan mungkin
akan berempati dengan posisi mereka dengan mencoba memandang situasi lewat
kacamata mereka.
Dalam kenyataan pendektan yang berpusat pada penerima lebih dari sekedar
pendekatan untuk komunikasi bisnis sebenarnya ini adalah pendekatan modern pada
bisnis dan kehidupan secara umum.
2) Komunikasi dengan situasi terbuka
Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya organisasi : campuran
nilai, tradisi dan kebiasaan yang mengakomodasi atmosfir atau karakternya. Beberapa
perusahaan cenderung menyambut aliran komuniksi keatas. Tetapi dalam komunikasi
dengan situasi terbuka, akan mendorong keterusterangan dan kejujuran serta kebebasan
untuk mengakui kesalahan atau untuk tidak setuju dengan atasan dan keebasan
menyatakan pendapat.
8
3) Melakukan komunikasi dengan etis
Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang atau sekelompok orang
untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli
salah atau benar, menghalalkan segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang yang etis
pada umumnya adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak oranglain
dan memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.
Etika memainkan peran penting dalam komunikasi. Bahasa itu sendiri terdiri dari kata-
kata yang membawa nilai . jadi hanya dengan mengatakan sesuatu dengan cara tertentu,
Mempengruhi bagaimana orang-orang lain memandang dan membentuk harapan dan
tingkah laku yang berbeda pula. Komunikasi etis termasuk komunikasi yang relefan,
benar dalam segala segi dan tidak memperdayakan dengan cara apapun
4) Pesan yang efektif dan efisien
Pesan yang efektif dan efisin akan memperlancar proses komunikasi, sehingga dapat
mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri pesan yang efektif dan efisien antara lain,
padat dan tidak mempunyai pengertian yang mendua atau membingungkan.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah
satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi
klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada petumbuhan klien.
Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak
mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja.
Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagi terapi bagi klien.
Karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan
baik.
3.2 Saran
1. Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien perawat
hendaknya mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasai terapeutik.
2. Perawat harus menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
3. Dalam melakukan komunikasa dengan klien perawat harus menghargai keunikan
setiap klien.
10
DAFTAR PUSTAKA
Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pernerbit
Salemba Medika.
Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan(terjemahan).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat
Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik. Semarang.
http://healthyusandart.blogspot.com/2017/01/hambatan-dalam-komunikasi-terapeutik.html
(Di akses pada tanggal 24/11/2017).
11