Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II

“HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAUPETIK”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. AMELIA SUSANTI, M.Kep, Sp.Kep, J

DISUSUN OLEH :
WINDA RAHMAT ARMANDA
1710105075

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang


Prodi Keperawatan
2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-nya
maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul dan membahas
tentang HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAUPETIK yang
berkaitan dengan KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II. Dalam
makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik teknik
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikanimbalan yang setimpal
pada mereka yang memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah, Amin Yaa Robbal’alamin.

Padang,22 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
Hambatan Komunikasi Teraupetik ........................................................................... 2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari baik disadari
maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat menghadapi
klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar
informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama
informasi yang berkenaan dengan kebutuhan klien akan asuhan
keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi adalah
faktor yang paling penting ,yang digunakan untuk menetapkan
hubungan antara perawat dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang
yang membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak
efektifnya suatu komunikasi yang dilakukan.Pada komunikasi
terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat mungkin
terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal.Hal –hal tersebut tidak
hanya berasal dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola
komunikasi yang salah yang dilakukan oleh perawat.
Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan
pada proses komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada
saat pengiriman pesan, penerimaan pesan, serta pada kejelasan pesan itu
sendiri (Edelman, 2002).
B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memberikan pengetahuan
kepada pembaca mengenai Hambatan dalam Komunikasi Teraupetik sebagai
bahan untuk memperluas ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

HAMBATAN KOMUNIKASI TERAUPETIK


A. RESISTEN
Resisten merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari atau
mengakui penyebab kecemasan dalam dirinya dalam rangka melawan
atau menyangkal ungkapan perasaan (Stuart, G.W 1998).
Resisten biasanya terjadi pada fase kerja, Resisten bisa disebabkan
karena perawat terlalu cepat menggali masalah klien yang bersifat
sangat pribadi (Thomas, M.D 1991)
Beberapa bentuk resistensi menurut (Stuart G.W 1998) antara lain:
1. Supresi :
Klien mencoba menekan perasaannya terhadap masalah yang
dihadapi ke alam bawah sadar. Hal ini bisa terjadi karena klien
belum percaya pada perawat, sehingga klien tidak ingin
mengungkapkan perasaan atau permasalahannya pada perawat.
2. Gejala penyakit semakin mencolok :
Untuk menunjukkan pada perawat bahwa pertolongan perawat tidak
ada artinya bahkan membuat penyakit klien seolah-olah bertambah
parah.
3. Pesimis terhadap masa datang :
Terjadi sebagai dampak ketidakpercayaan klien terhadap perawat.
4. Adanya hambatan intelektual yard dapat diidentifikasi dari ucapan
atau perilaku klien seperti:
klien tidak menepati janji, datang terlambat, pelupa, diam seribu
bahasa, mengantuk terus, tidak perhatian.
5. Berperilaku tidak wajar :
Misalnya klien dengan sengaja membuang makanannya di depan
perawat atau setiap perawat mengajak berkomunikasi klien langsung
pergi.
6. Bicara hal-hal yang bersifat "dangkal" :
Klien hanya mau berbicara dengan perawat tentang hal hal bersifat
umum. Misalnya tentang keadaan klien, saat ini, pendapat klien rasa
makanan, pada saat perawat bertanya lebih jauh tentang masalah
yang dihadapinya, klien tidak mau merespon.
7. Menolak untuk berubah :
Dilakukan klien sebagai bentuk penolakan terhadap pertolongan
perawat. Misalnya, ketika perawat menganjurkan klien untuk
berinteraksi dengan klien lain, klien menolak dengan mengatakan
saya lebih suka sendirian.

B. TRANSFERENS
Transferens merupakan respons tak sadar berupa perasaan atau
perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dan berhubungan
dengan orang orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia
masih kecil (Stuart, G.W 1998).
Transferen juga merupakan suatu kumpulan reaksi yang timbul
sebagai upaya mengurangi kecemasan dan ketidakpuasan klien terhadap
perawat karena intensitas pertemuan yang berlebihan (Stuart, G.W
1998).
Transferens dapat merugikan bila dibiarkan berlarut-larut dan tidak
disadari atau tidak dikaji secara serius. Transferens bisa membuat klien
sangat bergantung pada perawat atau bisa juga membuat klien sangat
benci pada perawat.
Resistens dan Transferen merupakan masalah yang sulit bagi
perawat. Perawat harus siap menerima perasaan emosional yang positif
maupun yang negatif dari klien yang seringkali sangat tidak rasional.
Resistens terjadi karena perawat dan klien tidak berada pada tujuan
atau rencana yang telah disetujui bersama. Hal ini terjadi jika kontak
pada tahap orientasi tidak jelas batasannya. Tindakan yang sesuai
adalah kembali ke tujuan, maksud, peran perawat dan klien dalam
menjalin hubungan.
Apapun motivasi klien, analisis resistens dan transferen merupakan
alat untuk memperoleh kembali kesadaran diri klien atas motivasinya
dan belajar bertanggung jawab dalam semua tindakan dan tingkah
lakunya (Stuart, G.W 1998). Hal-hal yang harus dilakukan adalah:
1. Mendengarkan
Dilakukan dengan penuh perhatian atas semua ungkapan klien.
Perawat berusaha mendengar secara aktif semua ungkapan klien
sambill memperhatikan respons nonverbalnya.
2. Klarifikasi dan refleksi
Klarifikasi dapat menjadikan perawat lebih fokus terhadap apa yang
terjadi. Refleksi isi pembicaraan dapat membantu pasien menjadi
lebih sadar atas apa yang sedang terjadi dalam pikirannya.
3. Menggali Perilaku
Penggalian dan analisis perilaku berhubungan erat dengan
pengalaman dan pengetahuan dasar perawat. Perawat yang sudah
berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
perilaku manusia tentu akan lebih mudah memahami dan
menentukan perilaku yang ditampilkan klien.

C. KONTERTRANSFERENS
Biasanya timbul dalam bentuk respon emosional, hambatan
teraupetik ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing
oleh sikap klien. Menurut (Thomas M.D 1991) dan (Stuart G.W 1998)
perawat harus segera menganalisis diri jika beberapa hal berikut terjadi
pada saat merawat klien:
1. Love dan caring berlebihan
2. Benci dan marah berlebihan
3. Cemas dan rasa bersalah
4. Tidak mampu berempati terhadap klien
5. Perasaan tertekan selama atau setelah proses
6. Mendukung ketergantungan klien
7. Menolak klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan sasaran
asuhan keperawatan
8. Melamunkan klien.
Klien mungkin merasa bahwa perawat sangat memperhatikannya
dalam artian perhatian yang lebih dari hanya sekedar hubungan
perawat-klien. Sebaliknya, Kontertransferens juga bisa membuat klien
merasa bahwa perawat mengabaikan kebutuhannya atau klien mungkin
merasa bahwa perawat membencinya sehingga klien tidak mau terbuka
pada perawat.
Perawat yang berpengalaman selalu waspada akan adanya
kontertranferens, sehingga dapat mengetahui hal tersebut terjadi dan
mengatasinya agar tujuan teraupetik terlaksana. Menurut (Stuart, G.W
1998) terdapat lima cara mengidentifikasi terjadinya kontertransferens:
1. Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya
sendiri atas apa yang diharapkan kepada kliennya
2. Perawat harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin
hubungan, terutama ketika klien menentang atau mengkritik
3. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya
4. Perawat harus dapat melatih diri untuk mengontrolnya
5. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi
kontertransferens, pengawasan secara individu maupun kelompok
dapat lebih membantu.
D. PELANGGARAN BATAS
Pelanggaran batas bisa terjadi jika perawat melampaui batas
hubungan yang teraupetik dan membina hubungan sosial ekonomi atau
hubungan personal dengan klien (Stuart, G.W 1998). Untuk mencegah
terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien, perawat
sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan
bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin.
Kemudian selama interaksi perawat perlu berhati-hati dalam
berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial dengan
klien. Dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa
terhindar dari pelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan
dengan klien.

E. PEMBERIAN HADIAH
Pemberian hadiah adalah masalah yang kontroversial dalam
keperawatan. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan teraupetik, tapi dipihak
lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak
hubungan teraupetik.
Pada tahap orientasi, pemberian hadiah dapat merusak hubungan,
karena klien dapat memanipulasi perawat dengan cara mengatur
hubungan dan mengatur batasan-batasan dalam berhubungan (Stuart
dan Sundeen, 1998).
Dengan menerima hadiah dari klien, perawat mungkin akan merasa
canggung ketika misalnya harus melakukan konfrontasi atau perawat
mungkin menyetujui saja apa yang dikatakan klien sekalipun itu tidak
tepat atau membahayakan (Long, L 1994)
Sedangkan pemberian hadiah pada tahap terminasi memiliki arti
lain dan kompleks serta sulit ditentukan. Pada saat ini pemberian hadiah
dalam bentuk konkrit maupun abstrak adalah refleksi keinginan pasien
yang membuat perawat bisa menjadi merasa bersalah, menunda proses
terminasi, atau membantu pemindahan hubungan teraupetik perawat-
klien menjadi hubungan sosial (Stuart, G.W 1998).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hambatan komunikasi teraupetik dalaam hal ini kemajuan
hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis yaitu utama : resistens,
transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi teraupetik. Perawat harus
mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan
tegang baik bagi perawat maupun bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Suryani. 2005. Komunikasi teraupetik. Jakarta: EGC


Nurhasanah, Nunung.2009. Buku Ilmu Komunikasi Dalam Konteks
Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai