Anda di halaman 1dari 3

HUBUNGAN SANITASI FISIK LINGKUNGAN RUMAH DENGAN

KEJADIAN ISPA PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS


KOTA KABUPATEN NGADA TAHUN 2019

Di susun oleh

YOHANES MELI

1627010002

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Indonesia masih tinggi
terutama pada balita, kasus kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. Pada akhir tahun 2000,
ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat
ISPA sebanyak lima dari 1000 balita, salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang
tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun
2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan
kategori kurang. Persentase rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang
39,8% dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari kategori rumah
sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah sehat di Indonesia belum tercapai
(Depkes RI, 2000). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Boyolali (2006), rumah penduduk di Boyolali
dapat dibedakan berdasarkan sifat bahannya yaitu yang terbuat dari batu atau gedung permanen
sebanyak 6146 rumah, terbuat dari setengah batu atau semi permanen sebanyak 2399 rumah, terbuat
dari kayu atau papan sebanyak 989 rumah, dan terbuat dari bambu 3187 rumah. Berdasarkan data
tersebut rumah penduduk Kabupaten Boyolali masih banyak yang berkategori rendah, hal ini dapat
memicu timbulnya penyakit ISPA (Dinas Kesehatan dan Sosial Boyolali, 2007)

Desa Cepogo merupakan desa yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 800 meter di atas
permukaan laut. Mata pencaharian masyarakat di desa tersebut rata-rata bertani dan berternak sapi.
Kondisi fisik rumah di desa tersebut yang berdinding bambu sebanyak 314 rumah, berdinding kayu
290 rumah, berdinding semi permanen 674 rumah, dan permanen 320 rumah. Berdasarkan profil
Puskesmas Cepogo (2006), angka kejadian ISPA di Desa Cepogo sebanyak 1.053 kasus yang di
dominasi pada golongan umur satu sampai 59 bulan dengan Incidence Rate (IR) sebesar 1,09% dan
tahun 2007 sebanyak 898 kasus yang didominasi pada umur satu sampai empat tahun dengan IR
1,99%. Pada tahun 2008 kasus ISPA sebanyak 1092 kasus sedangkan tahun 2009 dari bulan Januari
sampai bulan Juli ISPA sebanyak 203 kasus (Kelurahan Cepogo 2007; Puskesmas Cepogo 2007-
2009). Menurut Notoatmodjo (2003), rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan
akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran
udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit ISPA yang ada di

dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi
akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit ISPA. Sanitasi
rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, terutama ISPA
(Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita adalah
kondisi fisik rumah.kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah

(Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu juga faktor kepadatan penghuni,ventilasi, suhu dan
pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2007). Menurut Ranuh (1997), rumah yang jendelanya tidak
memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik,
akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering
menghisap asap tersebut di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah
karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam

rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA. Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan
Sulistyorini (2005), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan
kepadatan penghuni dengan Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada tanggal 13-14 September

2008, perilaku dan pengetahuan ibu tentang ISPA dibagi menjadi tiga kategori dengan menggunakan
metode hanlon kuantitatif yang meliputi kategori baik antara 60-100%, kategori kurang baik antara
30-50% dan kategori tidak baik kurang dari 30%. Pengetahuan ibu tentang ISPA sebanyak 73,1% dan
perilaku ibu sebanyak 86%, sehingga pengetahuan dan perilaku ibu tentang ISPA di Desa Cepogo
baik, sedangkan kasus ISPA tahun 2009 dari bulan Januari sampai bulan Juli masih banyak yaitu 203
kasus. Berdasarkan uraian hasil mengenai hubungan sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi
rumah pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada
balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

Anda mungkin juga menyukai