Anda di halaman 1dari 14

LAJU PELURUHAN, WAKTU PARUH, DAN TAMPANG

LINTANG PADA HAMBURAN PARTIKEL ABC

TUGAS MAKALAH FISIKA INTI

NAMA : MUHAJIRIN
NIM : 1212042002
KELAS : A/PEND.FISIKA

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
T.A. 2015
i

KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya yang
diberikan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah non penelitian ini bisa
diselesaikan dengan baik. Makalah berisikan tentang Laju Peluruhan, Waktu Paruh,
dan Tampang Lintang Pada Hamburan Partikel ABC, Pada interaksi antar partikel
tertentu, dapat digambar berbagai lintasan interaksi yang mungkin, baik pada orde
rendah, orde kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap diagram berkorespondensi dengan
suatu amplitud tertentu yang dapat dihitung melalui kaedah Feynman (Feynman’s rules).
Bagi seluruh diagram yang mungkin muncul dan menyumbang pada amplitud total
interaksi antar partikel tersebut, amplitud masing-masing dijumlahkan meliputi seluruh
sumbangan. Kajian ditinjau dengan menggunakan kaedah Feynman, dapat dihitung nilai
amplitudo diagram tersebut. Kemudian, dihitung beberapa besaran fisis seperti laju
peluruhan, waktu paruh dan tampang hamburan interaksi tersebut
Selanjutnya dalam proses penyusunan makalah ini sebagai syarat untuk
mengikuti ujian akhir semester mata kuliah Pendahuluan Fisika Inti tentunya tidak
terlepas dari kendala, tetapi kendala tersebut tidak kami jadikan sebagai keputus
asaan tetapi sebagai penyemangat dalam menyelesaikan makalah ini. Konten dalam
makalah ini pasti tidak terlepas dari banyak kesalahan, oleh karena itu pihak penulis
mohon maaf sebesar-besarnya atas kekurangan tersebut. Akhir kata dari pengantar
ini adalah kritik dan saran sangat kami butuhkan demi perbaikan makalah ini.

Penulis

Muhajirin
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2

I. Kaedah dan Diagram Feynman .................................................. 2


II. Laju Peluruhan .......................................................................... 3
III. Waktu Paruh ............................................................................. 5
IV. Tampang Lintang……………………………………………………………………… 6
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 11
1

BAB I
PENDAHULUAN

Interaksi antar partikel dalam daerah mikroskopik, dapat berupa interaksi kuat
(misalnya antara kuark yang menyusun baryon), interaksi lemah (misalnya pada interaksi
yang melibatkan lepton), maupun inteaksi elektromagnetik antara partikel-partikel
bermuatan listrik. Interaksi gravitasi pada daerah mikroskopik dapat diabaikan (Griffith,
1987) .
Untuk menggambarkan dan merumuskan secara sistematik dan grafis kaedah
interaksi di daerah mikro antar partikel dalam berbagai keadaan, dapat digunakan suatu
metode penggambaran yang disebut diagram Feynman. Diagram Feynman menunjukkan
lintasan partikel dalam ruang sebagai suatu garis (penuh, titik-titik dan bergelombang)
dan verteks terjadinya interaksi antar partikel sebagai suatu noktah ketika garis−garis
lintasan tersebut bertemu.
Pada interaksi antar partikel tertentu, dapat digambar berbagai lintasan interaksi
yang mungkin, baik pada orde rendah, orde kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap diagram
berkorespondensi dengan suatu amplitud tertentu yang dapat dihitung melalui kaedah
Feynman (Feynman’s rules). Bagi seluruh diagram yang mungkin muncul dan
menyumbang pada amplitud total interaksi antar partikel tersebut, amplitud masing-
masing dijumlahkan meliputi seluruh sumbangan. Dari nilai amplitudo hasil penjumlahan
ini, dapat dihitung sejumlah faktor bentuk besaran fisis yang penting. Dalam makalah ini
akan disajikan interaksi partikel medan skalar menurut reaksi A → B + C berikut diagram
Feynman. Dengan menggunakan kaedah Feynman, dapat dihitung nilai amplitudo
diagram tersebut. Selanjutnya dihitung beberapa besaran fisis seperti laju peluruhan,
waktu paruh dan tampang hamburan interaksi tersebut.
2

BAB II
PEMBAHASAN

I. Kaedah Dan Diagram Feynman


Ditinjau kasus peluruhan partikel A → B + C bertetapan kopling interaksi g dengan
nilai amplitud M. Untuk menentukan nilai amplitud tersebut, digunakan kaedah
Feynman sebagai berikut (Kraus dan Griffith, 1992; Griffith, 1987)
a. Lambang: digunakan label momentum -4 𝑝⃗1 , 𝑝⃗2 , … . . 𝑝⃗𝑛 untuk partikel nyata dan
label momentum internal 𝑞⃗1 , 𝑞⃗2 , … . . 𝑞⃗𝑛 untuk partikel maya.
b. Faktor Vertex: setiap vertex diwakili oleh nilai −ig dengan g adalah tetapan kopling
interaksi.
c. Propagator: setiap garis internal partikel skalar diwakili oleh nilai
𝑖
𝑞⃗⃗𝑗2 −𝑚𝑗2 𝑐 2

1⁄
2
Dengan |𝑞⃗𝑗 | = (𝑞⃗𝑗𝜇 𝑞⃗𝑗 ) adalah momentum -4 zarah maya bermassa mj.

d. Kekekalan Momentum-Energi: untuk setiap vertex yang dimasuki tiga garis zarah
⃗⃗ adalah tiga momentum-
diisikan faktor (2π)4δ4 (𝑘⃗⃗1 , 𝑘⃗⃗2 , 𝑘⃗⃗3 ) dengan 𝑘
4 zarah yang masuk ke dalam vertex dengan ketentuan panah berarah masuk
(keluar) tandanya positif (negatif).
e. Integrasi meliputi momentum internal: untuk setiap garis internal, dituliskan
faktor

𝑑4 𝑞⃗𝑗
(2𝜋)4
serta dilakukan pengintegralan meliputi momentum internal 𝑞⃗𝑗
f. Pelenyapan Fungsi-Delta: jika hasil perhitungan mengandung factor
(2𝜋)4 𝛿 4 (∑ 𝑝⃗𝑒𝑘𝑠𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 ), faktor ini lenyap pada akhir perhitungan dan sebagai hasil
faktor muncul −iM.

Pada kasus peluruhan partikel A → B + C seperti pada Gambar 1, di situ tidak terdapat

garis internal, hanya satu verteks berfaktor −ig dan sebuah delta Dirac
3

(2𝜋)4 𝛿 4 (𝑝⃗1 − 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 ), sehingga dengan melenyapkan fungsi delta Dirac ini,

sisanya muncul sebagai − iM =−ig atau

M = g. (1)

B C

Gambar 1. Diagram Feynman reaksi A → B + C


Dari persamaan (1) di atas ternyata untuk hamburan ABC orde rendah, nilai amplitud
diagramnya sama dengan tetapan kopling interaksi.

II. Laju Peluruhan


Ditinjau kasus umum partikel 1 meluruh menjadi sejumlah (n - 1) partikel yaitu
partikel 2, 3, 4, …, n menurut reaksi

1 → 2 + 3 + 4 + … + n. (2)

Pada peluruhan tersebut, laju peluruhan (decay rate) diberikan oleh rumus (Griffith,

1987)
𝑆 𝑐𝑑 3 𝑝⃗2 𝑐𝑑 3 𝑝⃗3 𝑐𝑑 3 𝑝⃗𝑛
𝑑Γ = |𝑀|2 ….(2𝜋)3
2ℏ𝑚1 (2𝜋) 2𝐸2 (2𝜋)3 2𝐸3
3 2𝐸𝑛

𝑥 (2𝜋)4 𝛿 4 (𝑝⃗1 − 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 − ⋯ 𝑝⃗3 ) (3)


dengan 𝑝⃗𝑖 = (Ei /c, 𝑝⃗𝑖 ) adalah momentum−4 partikel ke−i yang masing-masing bermassa
mi sehingga memenuhi kaitan relativistik Ei2 −𝑝⃗𝑖2 c2 =mi2c4. Fungsi delta

Dirac menyatakan kekekalan momentum−4 . S adalah nilai perkalian faktor statistik


(product of statistical factors) : 1/j! untuk setiap grup j partikel identik pada keadaan akhir
(final state).
Untuk kasus peluruhan A → B + C, integral persamaan (3) bernilai
4

𝑆𝑐 2 |𝑀|2 3 3
Γ = 32𝜋2 ℏ𝑚 ∫ 𝐸 𝛿 4 (⃗𝑝⃗𝐴 − ⃗𝑝⃗𝐵 − ⃗𝑝⃗3 )𝑑 ⃗𝑝⃗2 𝑑 ⃗𝑝⃗3 (4)
𝐴 𝐵 𝐸𝐶

⃗⃗). Dengan
Misalnya partikel A berada dalam keadaan rehat sehingga 𝑝⃗𝐴 = (𝑚𝐴 𝑐, 0
𝐸𝐵 𝐸𝐶
mengingat 𝛿 4 (𝑝⃗𝐴 − 𝑝⃗𝐵 − 𝑝⃗𝐶 ) = 𝛿 (𝑚𝐴 𝐶 − ) 𝛿 3 (−𝐩 ⃗⃗𝐶 )
⃗⃗𝐵 − 𝐩 (5)
𝐶 𝐶

serta untuk partikel ke−i, nilai energi masing-masing adalah

⃗⃗2𝑖 + 𝑚𝑖2 𝑐 2
𝐸𝑖 = 𝑐√𝐩 (6)

maka faktor integral dalam persamaan (4) bernilai

2 2
|𝑀|2 𝛿(√𝐩 ⃗⃗𝐶 +𝑚2𝐶 𝑐2 )𝛿 3 (−𝐩
⃗⃗𝐵 +𝑚2𝐵 𝑐2 −√𝐩 ⃗⃗𝐶 )
⃗⃗𝐵 −𝐩
𝐼=∫ 𝑑3𝐩
⃗⃗𝐵 − 𝐩
⃗⃗𝐶 (7)
2 2
⃗⃗ +𝑚2 𝑐2 √𝐩
𝑐 2 √𝐩 𝐵 ⃗⃗ +𝑚2 𝑐2
𝐵 𝐶 𝐶

⃗⃗𝐶 (momentum-3 partikel


Dengan mengintegralkan persamaan (7) di atas terhadap 𝐩

C) serta menggunakan sifat integral delta Dirac

∫ 𝛿 3 (𝐩
⃗⃗ − 𝐪 ⃗⃗)𝑑 3 𝐩
⃗⃗)𝑓(𝐩 ⃗⃗ = 𝑓(𝐪
⃗⃗) (8)

maka diperoleh hasil pengintegralan

|𝑀|2 𝛿(𝑚𝐴 𝑐√𝐩


⃗⃗2𝐵 +𝑚𝐵
2 𝑐 2 −√𝐩
⃗⃗2𝐵 +𝑚𝐶
2 𝑐2)
4𝜋
𝐼= ∫ ⃗⃗2𝐵 𝑑|𝐩
𝐩 ⃗⃗𝐵 | (9)
𝑐2
⃗⃗2𝐵 +𝑚𝐵
√𝐩 2 𝑐 2 √𝐩
⃗⃗2𝐵 +𝑚𝐶
2 𝑐2

⃗⃗𝐵 (momentum-3 partikel


Ungkapan (9) di atas masih harus diintegralkan terhadap 𝐩

B). Untuk menyederhanakan ungkapan tersebut dilakukan substitusi

𝑃 = √𝑝2 + 𝑚𝐵2 𝑐 2 + √𝑝2 + 𝑚𝐶2 𝑐 2 (10)

Dengan 𝑝 = |𝐩
⃗⃗𝐵 |. Persamaan (10) di atas dapat dicari substitusi baliknya menjadi
2 2 2 2 2 2 4
𝑃2 −(𝑚𝐵 +𝑚𝐶 )𝑐 (𝑚𝐵 𝑚𝐶 )𝑐
𝑝2 = | 2𝑃
| − 𝑃2
(11)

Dengan mengambil derifatif persamaan (10) diperoleh


𝑃𝑝
𝑑𝑃 = 𝑑𝑝 (12)
2 𝑐 2 √𝑝2 +𝑚2 𝑐 2
√𝑝2 +𝑚𝐵 𝐶

sehingga integral (9) menjadi


4𝜋 𝑝
𝐼= 𝑐2
∫|𝑀|2 𝛿(𝑚𝐴 𝑐 − 𝑃) 𝑃 𝑑𝑃
5

|𝑀|2 𝛿(𝑚𝐴 𝑐−𝑃) 2 (𝑚2 +𝑚2 )𝑐 2 ]2


4𝜋
= 𝑐2 ∫ √[𝑃 𝐵 𝐶
− 𝑚𝐵2 𝑚𝐶2 𝑑𝑃
𝑃2 4

2 2 2 2
4𝜋|𝑀|2 [𝑚𝐴
= 2 2
√ −(𝑚𝐵 +𝑚𝐶)] − 𝑚𝐵2 + 𝑚𝐶2 (13)
𝑚𝐴 𝑐 4

Dengan menyederhanakan bentuk (13), laju peluruhan pada persamaan (4) menjadi
𝑆|𝑀|2 𝑆|𝑀|2 𝑝
Γ = 16𝜋ℏ𝑚3 √𝑚𝐴4 + 𝑚𝐵4 + 𝑚𝐶4 − 2𝑚𝐴4 𝑚𝐶4 − 2𝑚𝐵4 𝑚𝐶4 = 8𝜋ℏ𝑚2 0𝑐 (14)
𝐴 𝐴

dengan
𝑐
𝑝0 = 2𝑚 √𝑚𝐴4 + 𝑚𝐵4 + 𝑚𝐶4 − 2𝑚𝐴4 𝑚𝐶4 − 2𝑚𝐵4 𝑚𝐶4 (15)
𝐴

Perlu dicatat bahwa p adalah kependekan untuk |𝐩


⃗⃗𝐵 |dan 𝑝0 adalah nilai khusus untuk
|𝐩
⃗⃗𝐵 |. Dalam penulisan yang lebih umum, persamaan (14) menjadi
𝑆|𝑝⃗|
Γ = 8𝜋ℏ𝑚2 𝑐 |𝑀|2     (16)
𝐴
dengan 𝑝⃗ adalah momentum-3 salah satu partikel yang keluar, entah B atau C.
Sebagai contoh jika mB = mC = 0 dalam model ABC tersebut, dengan mengingat B ≠

C, maka S = (1/1!) (1/1!) = 1. Selain itu karena dari persamaan (1) nilai amplitud M = g ,
serta dari persamaan (15)
𝑐
|𝐩
⃗⃗| = √𝑚𝐴4
2𝑚𝐴

sehingga (16) menjadi


1(𝑚𝐴 𝑐/2) 𝑔2
Γ= 2𝑚𝐴
= 16𝜋ℏ𝑚2 𝑐 (17)
𝐴

Ungkapan (17) memberikan nilai laju peluruhan partikel bermassa A menjadi B dan C
(keduanya tak bermassa).

III. Waktu Paruh


Selanjutnya akan dicari nilai lifetime partikel yang meluruh. Jika pada saat t, jumlah
partikel adalah N (t), maka banyaknya partikel yang meluruh dalam selang waktu dt adalah

dN =Γ𝑁𝑑𝑡. Jika diintegralkan akan diperoleh

N(t) = N(t = 0)exp(−𝛤t) (18)


Nilai lifetime partikel tersebut dapat dihitung melalui rumus
6

∞ ∞
∫𝑡=0 𝑡𝑁𝑑𝑡 ∫𝑡=0 𝑡 𝑒𝑥𝑝(−Γ𝑡)𝑑𝑡 1
𝜏= ∞ = ∞ =Γ (19)
∫𝑡=0 𝑁𝑑𝑡 ∫𝑡=0 𝑒𝑥𝑝(−Γ𝑡)𝑑𝑡

Integral di atas dapat dihitung dengan mudah melalui fungsi gamma



Γ(𝑛) = ∫ 𝑡 𝑛−1 exp(−𝑡0𝑑𝑡 = (𝑛 − 1)!
0

untuk n bilangan bulat positif. Dari rumus (19) diperoleh lifetime partikel A yang meluruh
menjadi B dan C sebesar
16𝜋ℏ𝑚𝐴
𝜏= 𝑔2
(20)

IV. Tampang Lintang


Setelah ditinjau kasus peluruhan partikel A → B + C yang menghasilkan nilai
lifetime partikel A seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (20), kali ini ditinjau kasus
hamburan partikel. Untuk kasus umum dimana partikel 1 dan 2 berinteraksi melalui
mekanisme hamburan yang kemudian menghasilkan partikel 3, 4, …, n menurut
persamaan reaksi

1+2 →3+4+…+n (21)

maka tampang lintang (cross section) diberikan oleh rumus (Griffith, 1987)
𝑆ℏ2 𝑐𝑑3 𝐩
⃗⃗ 𝑐𝑑3 𝐩
⃗⃗ 𝑐𝑑3 𝐩
⃗⃗
𝑑𝜎 = |𝑀|2 3
{|(2𝜋)3 2𝐸 4
| |(2𝜋)3 2𝐸 𝑛
| … |(2𝜋)3 2𝐸 |} ×
4√(𝑝⃗1 .𝑝⃗2 )2 −(𝑚1 𝑚2 𝑐 2 )
2 3 4 𝑛

(2𝜋)4 𝛿 4 (𝑝⃗1 + 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 − 𝑝⃗4 − ⋯ − 𝑝⃗𝑛 ) (22)


Sekarang ditinjau kasus khusus hamburan orde kedua A + B → A + B dengan dua buah
diagram Feynman seperti yang terdapat pada Gambar 2. Dengan menggunakan kaedah
Feynman, total amplitud kedua diagram tersebut diberikan sebagai
1 1
𝑀 = 𝑔2 | 2 + 2 | (23)
(𝑝 ⃗⃗3 ) −𝑚𝑐2 𝑐 2
⃗⃗1 −𝑝 (𝑝 ⃗⃗2 ) −𝑚𝑐2 𝑐 2
⃗⃗1 −𝑝
7

Untuk membedakan antara partikel awal dan akhir interaksi, persamaan reaksi ditulis
menjadi

1+2→4+3 (24)

dengan 1 = A awal, 2 = B awal, 3 = B akhir dan 4 = A akhir. Persamaan (22) tereduksi


menjadi
𝑆ℏ2 𝑐𝑑 3 𝐩
⃗⃗3 𝑐𝑑 3 𝐩
⃗⃗4
𝑑𝜎 = |𝑀|2 {| 3
|| 3
|} ×
4√(𝑝⃗1 . 𝑝⃗2 )2 − (𝑚1 𝑚2 𝑐 2 )2 (2𝜋) 2𝐸3 (2𝜋) 2𝐸4
(2𝜋)4 𝛿 4 (𝑝⃗1 + 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 − 𝑝⃗4 ) (25)

Untuk memudahkan dan menyederhanaan penghitungan tampang lintang peninjauan


interaksi dilihat pada kerangka pusat massa (center mass = CM). Sebelum interaksi,

⃗⃗1 + 𝐩
𝐩 ⃗⃗𝟐 (26)

sehingga
𝐸1 𝐸2 𝐸 𝐸
𝑝⃗1 + 𝑝⃗2 = −p ⃗⃗2 = 𝑐 21+𝐩⃗2⃗2
⃗⃗1 . p (27)
𝑐2 1

(𝑝⃗1. 𝑝⃗2 )2 (𝑚1 𝑚2 𝑐 2 )2 = (𝑝⃗12 + 𝑚12 𝑐 2 )(𝑝⃗12 + 𝑚22 𝑐 2 ) + 2𝐸1 𝐸2 𝑝⃗12 /𝑐 2 + 𝐩


⃗⃗12 𝐩
⃗⃗12 − 𝑚12 𝑚22 𝑐 2

⃗⃗12 𝐩
=𝐩 ⃗⃗12+𝐩
⃗⃗12 (𝑚12 𝑐 2 + 𝑚12 𝑐 2 ) + 2𝐸1 𝐸2 𝑝⃗12 /𝑐 2 + 𝐩
⃗⃗12 𝐩
⃗⃗12

⃗⃗12 𝑐 2 + 𝑚12 𝑐 4 ) + (𝐩
= [(𝐩 ⃗⃗12 𝑐 2 + 𝑚22 𝑐 4 ) + 2𝐸1 𝐸2 ]𝐩
⃗⃗12 /𝑐 2

= (𝐸12 + 𝐸22 + 2𝐸1 𝐸2 )𝐩


⃗⃗12 /𝑐 2 = (𝐸1 + 𝐸2 )2 𝐩
⃗⃗12 /𝑐 2 (28)

dan √(𝑝⃗1 . 𝑝⃗2 )2 − (𝑚1 𝑚2 𝑐 2 )2 2 = (𝐸1 + 𝐸2 )|𝑝⃗1 |/𝑐 2 (29)


8

Maka
𝑆|𝑀|2 ℏ2 2 𝑑3 𝐩
⃗⃗3 𝑑3 𝐩
⃗⃗4 4
𝑑𝜎 = 64𝜋2 (𝐸 )| |
𝛿 (𝑝⃗1 + 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 − 𝑝⃗4 ) (30)
1 +𝐸 2 ⃗
𝑝⃗1 𝐸 𝐸
3 4

Bentuk delta Dirac pada ruas kanan persamaan (30) di atas dapat ditulis

𝛿 4 (𝑝⃗1 + 𝑝⃗2 − 𝑝⃗3 − 𝑝⃗4 ) = 𝛿([𝐸1 + 𝐸2 − 𝐸3 − 𝐸4 ]/𝑐)𝛿 3 (−𝐩 ⃗⃗4 )


⃗⃗3 − 𝐩
⃗⃗4 (dari fungsi delta Dirac 𝐩
(31) Terhadap pengintegralan 𝐩 ⃗⃗4 → −𝐩
⃗⃗3 ), persamaan (31)
menjadi

𝛿[(𝐸1 +𝐸2 )/𝑐 2 √𝐩


⃗⃗23 +𝑚32 𝑐 2 −√𝐩
⃗⃗23 +𝑚42 𝑐 2 ]
𝑆|𝑀|2 ℏ2 2
𝑑𝜎 = 64𝜋2 (𝐸1 +𝐸2 )|𝑝⃗1 |
𝑑3 𝐩
⃗⃗⃗3 (32)
⃗⃗23 +𝑚32 𝑐 2
√𝐩 ⃗⃗23 +𝑚42 𝑐 2
√𝐩

Dengan demikian
𝑑3𝐩
⃗⃗3 = 𝑝2 𝑑𝑝𝑑Ω (33)
Yang dalam hal ini 𝑑Ω = 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝜃 𝑑𝜑 (34)
maka persamaan (32) menjadi
(𝐸 +𝐸 )
𝛿[ 1 2 2 −√𝑝2 +𝑚32 𝑐 2 −√𝑝2 +𝑚42 𝑐 2 ]
𝑑𝜎 𝑆ℏ2 𝑐 𝑐

𝑑Ω
= 2
64𝜋 (𝐸1 +𝐸2 )|𝑝⃗1 |
∫|𝑀|2 𝑝2 𝑑𝑝 (35)
√𝑝2 +𝑚32 𝑐 2 √𝑝2 +𝑚42 𝑐 2

Persamaan (35) di atas memerikan nilai tampang lintang untuk proses hamburan (24). Jika
integran persamaan (35) dibandingkan dengan integran persamaan (9) tampak adanya
kesamaan melalui substitusi

m2 →m4 dan m1 →(E1+E2) /c. (36)

Dengan cara yang sama seperti pada telaah peluruhan A → B + C, persamaan (35) dapat
dituliskan menjadi
𝑑𝜎 𝑆|𝑀|2 ℏ2 𝑐 2 |𝐩 ⃗⃗𝑓 |
= 64𝜋2 (𝐸 )
(37)
𝑑Ω 1 +𝐸 2 ⃗⃗𝑖 |
|𝐩

Dengan |𝐩
⃗⃗𝑖 | adalah momentum−3 salah satu partikel yang masuk) dan |𝐩
⃗⃗𝑓 | adalah

momentum−3 salah satu partikel yang keluar. Persamaan (37) di atas memberikan nilai
tampang lintang diferensial (differential cross section) proses
A+B→A+B
dengan propagator internal partikel C.
9

Untuk kasus khusus dengan mB = mC = 0 dan momentum partikel cukup kecil


dibandingkan dengan mAc, maka bentuk (37) dapat dicari lebih eksplisit. Untuk keadaan
tersebut,
1 1
 𝑀 = 𝑔2 |(𝑝⃗ 2 −𝑚2 𝑐 2 + (𝑝⃗ 2 −𝑚2 𝑐 2 |
1 −𝑝⃗3 ) 𝐶 1 −𝑝⃗2 ) 𝐶

1 1 2𝑔2
≈ 𝑔2 |𝑝⃗2 + 𝑝⃗2 | = 𝑚2 𝑐 2 (38)
1 1 𝐴

 𝐸1 = √𝐩2𝐴 + 𝑚𝐴2 𝑐 4 ≈ 𝑚𝐴 𝑐 2 sedangkan 𝐸2 = 𝐸𝐵 dapat diabaikan (39)


 𝑠=1 (40)
⃗⃗𝑓 |
|𝐩 |𝐩
⃗⃗𝐴 𝑜𝑢𝑡 |

|𝐩
⃗⃗𝑖 |
= |𝐩
⃗⃗𝐴 𝑖𝑛 |
≈1 (41)

Sehingga persamaan (37) menjadi


2 2 2
𝑑𝜎 (2𝑔2 /𝑚𝐴 𝑐 ) ℏ2 𝑐 2
= (42)
𝑑Ω 64𝜋2 (𝑚𝐴 𝑐 2 )2

Tampang lintang hamburan AB untuk orde rendah bernilai


2
𝑑𝜎 4𝑔2 ℏ2 𝑐 2 1 𝑔2 ℏ
𝜎 = 𝑑Ω Ω = 64𝜋2 𝑚6 𝑐 8 4𝜋 = 𝜋 |2𝑚2 𝑐 2 | (43)
𝐴 𝐴
10

BAB III
KESIMPULAN

1. Pada hamburan ABC orde rendah, nilai amplitud diagramnya sama dengan
tetapan kopling interaksi.
2. Laju peluruhan partikel A menjadi B dan C yang tidak bermassa adalah
1(𝑚𝐴 𝑐/2)𝑔2 𝑔2
Γ= =
8𝜋ℏ𝑚𝐴2 𝑐 16𝜋𝜋ℏ𝑚𝐴
Laju peluruhan berbanding terbalik dengan massa A
3. Waktu paruh partikel A yang meluruh menjadi B dan C sebesar
16𝜋ℏ𝑚𝐴
𝜏=
𝑔2
Waktu paruh tersebut sebanding dengan massa A.
4. Tampang lintang hamburan AB adalah
2
𝑑𝜎 4𝑔2 ℏ2 𝑐 2 1 𝑔2 ℏ
𝜎= Ω = 6 𝑐 8 4𝜋 = | 2 2|
𝑑Ω 64𝜋2 𝑚𝐴 𝜋 2𝑚 𝑐
𝐴
11

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1992. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.

Griffith D.J. , 1987 : Introduction to Elementary Particles, John Wiley & Sons, New York.

Kavlang, Irvin. 1962. Nuclear Physics. London Sydney: Addison Wesley Publishing
Company.

Khamdani, Nouval. dkk. 2014. Kajian Tampang Lintang Hamburan Elektron dengan Ion
Melalui Teori Hamburan Berganda, Youngster Physics Journal, Vol. 3, No. 4, Hal.
351-356.

Krane, Kenneth S. 1998. Introductary Nuclear Physics. Oregon State University.

Kraus, P. and Griffith, D.J. , 1992 : Renormalization of a model quantum field theory,
American Journal of Physics, Vol. 60, No. 11, p. 1013−1023.

Anda mungkin juga menyukai