Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima
lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Yosep,
2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Towsend, 1998).

2. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


Diri positif rendah identitas

Keterangan:
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman
nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek psikososial
dan kepribadian dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain.

3. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.

4. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan
kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptif.
5. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan
yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri terdiri atas komponen : citra
diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran dan identitas personal. Respons individu
terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif
sampai maladatif.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak
dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya
sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah
jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari
orang lain.
Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan
pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal
seperti :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan kejadian
yang mengancam.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk
peyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik,
prosedur medis dan keperawatan.
Sedangkan menurut hasil riset Malhi (2008, dalam Yosep, 2009), menyimpulkan
bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang
rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan
seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan Life Span Teori (Yosep, 2009), penyebab
terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi
pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal sekolah, pekerjaan dan pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

6. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

7. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktivitas (Fitria, 2009).

8. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan konsep
diri yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga
diri rendah, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan
yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien
dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas
kelompok (TAK).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
(Maramis, 2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan
Sadock,1998,hal.728).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005,hal.49)
e. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi
dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi
interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan harga diri rendah
(Fitria, 2009), adalah:
a. Harga diri rendah kronik
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
e. Risiko perilaku kekerasan
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria,
2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan
atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
2. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan
harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Effect

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Core Problem

Causa
Koping Individu Tidak Efektif

3. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Koping Individu Tidak Efektif
c. Isolasi Sosial
d. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
e. Risiko Perilaku Kekerasan
4. Intervensi

Perencanaan
No Dx
Tgl Dx keperawaatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi

1 Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan ekspresi 1. Membina hubungan saling


konsep diri: Klien memiliki konsep wajah bersahabat, parcaya dengan menggunakan
harga diri diri yang positif menunjukan rasa senang, prinsip komunikasi terapeutik :
rendah ada kontak mata, mau a. Sapa klien dengan ramah baik
TUK: berjabat tangan, mau verbal maupun non verbal.
Klien dapat membina menyebutkan nama, mau b. Perkenalkan diri dengan
hubungan saling percaya menjawab salam, klien mau sopan.
dengan perawat duduk berdampingan c. Tanyakan nama lengkap dan
dengan perawat, mau nama panggilan yang disukai
mengutarakan masalah yang klien.
dihadapi d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.

2.1 Diskusikan dengan klien tentang:


a. Aspek positif yang dimiliki
klien, keluarga, lingkungan.
b. Kemampuan yang dimiliki
klien.
2.2 Bersama klien buat daftar
tentang:
2. Klien menyebutkan: a. Aspek positif klien, keluarga,
a. Aspek positif dan lingkungan
kemampuan yang b. Kemampuan yang dimiliki
Klien dapat dimiliki klien klien
mengdentifikasi aspek b. Aspek positif keluarga 2.3 Beri pujian yang realistis,
positif dan kemampuan c. Aspek positif lingkungan hindarkan memberi penilaian
yang dimiliki klien negatif.

Klien dapat menilai 3. Klien mampu menyebutkan 3.1 Diskusikan dengan klien
kemampuan yang dimiliki kemampuan yang dapat kemampuan yang dapat dilaksanakan
untuk dilaksanakan dilaksanakan. 3.2 Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan pelaksanaanya.

Klien dapat merencanakan 4. Klien mampu membuat 4.1 Rencanakan bersama klien
kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan harian aktivitas yang dapat dilakukan klien
kemampuan yang dimiliki sesuai dengan kemampuan klien:
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai
kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien lakukan.

Klien dapat melakukan 5. Klien dapat melakukan 5.1 Anjurkan klien untuk
kegiatan sesuai rencana kegiatan sesuai jadwal yang melaksanakan kegiatan yang telah
yang dibuat. dibuat. direncanakan.
5.2 Pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien.
5.3 Beri pujian atas usaha yang
dilakukan klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah pulang.

Klien dapat 6. Klien mampu 6.1 Beri pendidikan kesehatan


memanfaatkan sistem memanfaatkan sistem kepada keluarga tentang cara
pendukung yang ada pendukung yang ada merawar klien dengan harga diri
dikeluarga rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan
dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu klien menyiapkan
lingkungan dirumah.
4. Pelaksanaan
Harga Diri Pasien Keluarga
Rendah
SP I SP I
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah yang
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam
2. Membantu pasien menilai merawat pasien.
kemampuan pasien yang masih 2. Menjelaskan pengertian, tanda
dapat digunakan. dan gejala harga diri rendah
3. Membantu pasien memilih yang dialami pasien beserta
kegiatan yang akan dilatih sesuai proses terjadinya.
dengan kemampuan pasien. 3. Menjelaskan cara-cara
4. Melatih pasien sesuai kemampuan merawat pasien harga diri
yang dipilih rendah.
5. Memberikan pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien.
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP II
harian pasien. 1. Melatih keluarga
2. Melatih kemampuan kedua. mempraktekkan cara merawat
3. Menganjurkan pasien memasukkan pasien dengan harga diri
dalam jadwal kegiatan harian. rendah.
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah.

SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning).
2. Menjelaskan follow up setelah
pulang.

5. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien (Keliat, dkk 1998)
Evaluasi dibagi 2 :
a. Evaluasi proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan tindakan
b. Evaluasi hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan SOAP
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan kerusakan interaksi sosial (menarik diri )
yaitu dapat menunjukkan peningkatan harga diri.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St Louis:
Mosby Year Book.

Townsed, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai