Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

DENGUE HEMORRAGIC FEVER

Pembimbing :
Dr. Ria Permata

Disusun Oleh :
Desha Akbar Hosen
1102015054

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.DRADJAT PRAWIRANEGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
MEI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala, karena berkat
rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
Shallalahu Alaihi Wassallam, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya
hingga akhir zaman, aamiin. Penulisan Referat yang berjudul “Dengue Hemorragic
Fever” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik
di bagian ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp.A yang telah memberikan
arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 5 Mei 2019,

Desha Akbar Hosen


Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam Berdarah dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat
infeksi dengan virus dengue pada manusia. Infeksi virus dengue memiliki spektrum
klinis yang bervariasi mulai dari demam dengue, demam berdarah dengue, dan yang
terberat ialah sindrom syok dengue.
Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan lebih
dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Pasifik Barat.
Sekitar 2,5 juta penduduk di daerah tersebut pernah terinfeksi virus dengue. Menurut
WHO terdapat kira-kira 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue setiap tahunnya,
dengan 250.000–500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000 di antaranya
meninggal dunia.

Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan, karena hampir seluruh


wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit infeksi dengue. Dua belas di
antara 30 provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis DBD, dengan case fatality
rate 1,2%.2 Virus penyebab dan nyamuk sebagai vektor pembawa tersebar luas di
perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Penyakit DBD disebabkan oleh virus
famili Flaviviridae, genus Flavivirus yang mempunyai 4 serotipe yaitu den 1, den 2,
den 3, dan den 4. Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Perjalanan penyakit
dengue sulit diramalkan, manifestasi klinis bervariasi mulai dari asimtomatik,
simtomatik (demam dengue, DBD), DBD dapat tanpa syok atau disertai syok (SSD).
Pasien yang pada waktu masuk rumah sakit dalam keadaan baik sewaktu-waktu dapat
jatuh ke dalam keadaan syok (SSD), oleh karena itu kecepatan menentukan diagnosis,
monitor, dan pengawasan yang ketat menjadi kunci keberhasilan penanganan DBD.
BAB 2
2.1. Definisi
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. (Sudoyo, 2006).

2.2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak
di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air
sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih,
biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang
nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat
di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon,
tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter
(Rampengan, 2008)

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO,
2011)

2.3. Virus Dengue


Transmisi virus dengue bergantung pada factor biotik dan abiotik. Factor biotik
terdiri dari virus, vektor dan host. Sedangkan factor abiotik terdapat factor suhu,
kelembaban, dan musim hujan (WHO,2011).

a. Virus
virus dengue termasuk genus Flavivirus dan Famili Flaviviridae. Virus kecil ini
terdapat single-strand RNA sebagai genom. Virion terdiri dari nukleokapsid dengan
kubik simetris yang terbungkus oleh lipoprotein envelope.
Ada empat tipe serotif pada dengue virus, yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan
DENV-4. Keempat tipe serotif ini menyebabkan demam dengue namun memiliki
karakteristik keparahan yang berbeda.

b. Vektor Dengue
Aedes (Stegomyia) aegepti (Ae. Aegepti) dan Aedes ( Stegomyia) albopictus (Ae.
Albopictus) adalah 2 vektor penyakit dengue yang paling penting.
Kompetensi vektor
Kompetensi vektor memiliki:

 Kerentanan untuk terinfeksi virus


 Kemampuan untuk mereplikasi virus
 Kemampuan untuk menyebarkan virus ke host lain
Kapasitas Vektor

Kapasitas vektor ditentukan oleh lingkungan dan karakteristik biologic spesies


dan 2 spesies ini memliki kapasitas vektor yang berbeda.

Ae aegepty besifat domestik, anthrophophilic yang sangat kuat, nervous feeder


(menggigit lebih dari satu host untuk melengkapi satu porsi makan darah) dan
merupakan discordant species (membutuhkan lebih dari satu kali makan untuk
melengkapi siklus gonotropik). Sebaliknya Ae. Albopictus masih mempertahankan
sifatnya dan menyerang daerah pinggir di perkotaan, sehingga menggigit pada manusia
dan hewan. Nyamuk jenis ini adalah pemakan yang agresif dan concordant spesies.
Oleh karena itu Ae. Albopictus merupakan vektor yang buruk di daerah epidemic
perkotaan.

c. Host
Virus dengue, telah berevolusi dari nyamuk, lalu beradaptasi di nonhuman primate
dan kemudian manusia. Viraemia (virus yang sudah memasuki aliran darah) pada
manusia dibentuk dengan titer yang tinggi 2 hari sebelum mulainya panas (non-febris)
dan hari ke 5-7 terakhir setelah onset panas (febrile). Hanya pada 2 periode ini spesies
vektor ini dapat terinfeksi. Kemudian, manusia menjadi tempat pemberhentian
transmisi. Penyebaran infeksi dimulai melalui perpindahan host dan vektor.
2.4 Faktor Resiko
Faktor pada pejamu yang merupakan risiko untuk terjadinya penyakit dengue
yang lebih berat atau terjadi penyulit:

1. Bayi
2. Obesitas
3. Penderita ulkus peptikum
4. Wanita sedang menstruasi atau perdarahan vagina yang abnormal
5. Penyakit hemolitik seperti defisiensi glucose-6-phosphatase dehydrogenase
(G-6PD), thalassemia, dan hemoglobinopati lain
6. Penyakit jantung bawaan
7. Penyakit kronik seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, gagal ginjal kronik,
dan sirosis hati
8. Penderita yang sedang dalam pengobatan steroid atau nonsteroid anti-
inflammatory drug ( NSAID)

2.5 Patofisiologi
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7
hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1
sampai dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak
memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau
makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat
terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai
hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini. Fase demam akan diikuti
oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam), pada saat ini
demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini kadang mengecoh
karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turunpadahal anak
memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai
puncak
pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai
hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang
ketat.

Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam
pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit
menurun, dan hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2
haritapi dapat menjadi fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam
jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak.
Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi
sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana kuda. Seringkali anak
diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat riang, nafsu
makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit. Berbeda dengan DBD, pada
DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis/kebocoran plasma sehingga tidak
tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium,seperti peningkatan nilai
hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah
leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
a. Uji bending positif
b. Petekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2detik) dan pasien
tampak gelisah

Laboratorium

1. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)


2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
a) Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
b) Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
c) Efusi pelura/pericardial, asites, hypoproteinemia
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja dbd.
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


I perdarahan ialah uji bendung.
Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
II perdarahan lain.

Derajat Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,


III tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak
tampak gelisah.

Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
IV darah tidak terukur.

Diagnosis Banding

1.Demam thyphoid
2. Malaria
3. Morbili
4. Demam Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Idiophatic Thrombocytopenia Purpura (ITP)(

2.7 Tata Laksana


Tata laksana utama DBD bersifat suportif dan terutama tergantung pada
penggantian volume yang bijaksana (judicious volume replacement). Mekanisme
patofisiologi yang mendasari kebocoran kapiler masih belum jelas. Banyak faktor,
termasuk jumlah virus, virulensi, respons imun pejamu dan predisposisi genetic
dilaporkan terlibat dalam patogenesis DBD, namun seberapa jauh faktor-faktor
tersebut mempengaruhi fungsi endotel masih belum jelas.

Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat suhu turun (the
time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran plasma dan
gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda- tanda bahaya
secara awal dan pemberian cairan larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan
awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus
pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit yang cepat.

Fase Demam
Tata laksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi sedang (rumatan ditambah 5-8%).
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok;
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit;
3. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-
7 ml/kgBB/jam). Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta
trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi
keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah
stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut-turut, maka tetesan dikurangi secara bertahap menjadi 5 ml/kgBB/jam,
kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.

Jenis Cairan
Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer maleate, garam faali (GF),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan:
Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung
dekstosa)
Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.

Keuntungan Kerugian
Ringer Laktat Komposisis sesuai Metabolisme laktat lebih
elektrolit plasma lambat dari pada asetat,
Dapat diberikan perinfus karena hanya di
dengan kecepatan tinggi metabolisme di hati
pada syok hipovolemik
Dapat untuk mengatasi
asidosis
Murah
Ringer Asetat Komposisi sesuai elektrolit Harga lebih mahal
plasma daripadda RL
Dapat dimetabolisme pada
hamper seluruh jaringan
tubuh (terutama otot)
Dapat untuk mengatasi
asidosis
Tidak mengganggu fungsi
hati, dapat untuk kasus
dengan gangguan fungsi
hati
NaCL 0,9% Terapi awal syok Tidak mempunyai efek
hipovolemik dengan dapar, tidak dapat untuk
hiponatremi, alkalosis mengatasi asidosis
metabolic

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok


Anak dirawat di rumah sakit

 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.

Tatalaksana komplikasi perdarahan

 Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.

Penanganan kelebihan cairan


Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini dapat
terjadi karena:

 kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat


 penggunaan jenis cairan yang hipotonik
 pemberian cairan intravena yang terlalu lama
 pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan kebocoran
yang hebat.

Tanda awal:

 napas cepat
 tarikan dinding dada ke dalam
 efusi pleura yang luas
 asites
 edema peri-orbital atau jaringan lunak.

Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat

 edema paru
 sianosis
 syok ireversibel.

Tatalaksana penanganan kelebihan cairan berbeda tergantung pada keadaan apakah


klinis masih menunjukkan syok atau tidak:
 anak yang masih syok dan menunjukkan tanda kelebihan cairan yang berat
sangat sulit untuk ditangani dan berada pada risiko kematian yang tinggi. Rujuk
segera.
 Jika syok sudah pulih namun anak masih sukar bernapas atau bernapas cepat
dan mengalami efusi luas, berikan obat minum atau furosemid intravena 1
mg/kgBB/dosis sekali atau dua kali sehari selama 24 jam dan terapi oksigen
(lihat halaman 302).
 Jika syok sudah pulih dan anak stabil, hentikan pemberian cairan intravena dan
jaga anak agar tetap istirahat di tempat tidur selama 24–48 jam. Kelebihan
cairan akan diserap kembali dan hilang melalui diuresis.

Pemantauan

 Untuk anak dengan syok: Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap
jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit
setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
 Untuk anak tanpa syok: Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu
badan, denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai
hematokrit minimal sekali sehari.
 Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda
berikut: syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat,
gagal hati akut, gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk.
Daftar Pustaka

World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and Dengue


shock syndrome in the context of the integrated management of childhood illness.
Geneva 2005.
WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC

Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Anda mungkin juga menyukai