Pembimbing :
Dr. Ria Permata
Disusun Oleh :
Desha Akbar Hosen
1102015054
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala, karena berkat
rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
Shallalahu Alaihi Wassallam, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya
hingga akhir zaman, aamiin. Penulisan Referat yang berjudul “Dengue Hemorragic
Fever” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik
di bagian ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp.A yang telah memberikan
arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.
2.2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak
di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air
sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih,
biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang
nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat
di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon,
tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter
(Rampengan, 2008)
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO,
2011)
a. Virus
virus dengue termasuk genus Flavivirus dan Famili Flaviviridae. Virus kecil ini
terdapat single-strand RNA sebagai genom. Virion terdiri dari nukleokapsid dengan
kubik simetris yang terbungkus oleh lipoprotein envelope.
Ada empat tipe serotif pada dengue virus, yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan
DENV-4. Keempat tipe serotif ini menyebabkan demam dengue namun memiliki
karakteristik keparahan yang berbeda.
b. Vektor Dengue
Aedes (Stegomyia) aegepti (Ae. Aegepti) dan Aedes ( Stegomyia) albopictus (Ae.
Albopictus) adalah 2 vektor penyakit dengue yang paling penting.
Kompetensi vektor
Kompetensi vektor memiliki:
c. Host
Virus dengue, telah berevolusi dari nyamuk, lalu beradaptasi di nonhuman primate
dan kemudian manusia. Viraemia (virus yang sudah memasuki aliran darah) pada
manusia dibentuk dengan titer yang tinggi 2 hari sebelum mulainya panas (non-febris)
dan hari ke 5-7 terakhir setelah onset panas (febrile). Hanya pada 2 periode ini spesies
vektor ini dapat terinfeksi. Kemudian, manusia menjadi tempat pemberhentian
transmisi. Penyebaran infeksi dimulai melalui perpindahan host dan vektor.
2.4 Faktor Resiko
Faktor pada pejamu yang merupakan risiko untuk terjadinya penyakit dengue
yang lebih berat atau terjadi penyulit:
1. Bayi
2. Obesitas
3. Penderita ulkus peptikum
4. Wanita sedang menstruasi atau perdarahan vagina yang abnormal
5. Penyakit hemolitik seperti defisiensi glucose-6-phosphatase dehydrogenase
(G-6PD), thalassemia, dan hemoglobinopati lain
6. Penyakit jantung bawaan
7. Penyakit kronik seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, gagal ginjal kronik,
dan sirosis hati
8. Penderita yang sedang dalam pengobatan steroid atau nonsteroid anti-
inflammatory drug ( NSAID)
2.5 Patofisiologi
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7
hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1
sampai dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak
memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau
makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat
terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai
hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini. Fase demam akan diikuti
oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam), pada saat ini
demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini kadang mengecoh
karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turunpadahal anak
memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai
puncak
pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai
hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang
ketat.
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam
pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit
menurun, dan hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2
haritapi dapat menjadi fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam
jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak.
Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi
sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana kuda. Seringkali anak
diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat riang, nafsu
makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit. Berbeda dengan DBD, pada
DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis/kebocoran plasma sehingga tidak
tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium,seperti peningkatan nilai
hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah
leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.
Laboratorium
Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
IV darah tidak terukur.
Diagnosis Banding
1.Demam thyphoid
2. Malaria
3. Morbili
4. Demam Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Idiophatic Thrombocytopenia Purpura (ITP)(
Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat suhu turun (the
time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran plasma dan
gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda- tanda bahaya
secara awal dan pemberian cairan larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan
awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus
pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit yang cepat.
Fase Demam
Tata laksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi sedang (rumatan ditambah 5-8%).
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok;
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit;
3. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-
7 ml/kgBB/jam). Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta
trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi
keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah
stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut-turut, maka tetesan dikurangi secara bertahap menjadi 5 ml/kgBB/jam,
kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan
Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer maleate, garam faali (GF),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan:
Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung
dekstosa)
Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.
Keuntungan Kerugian
Ringer Laktat Komposisis sesuai Metabolisme laktat lebih
elektrolit plasma lambat dari pada asetat,
Dapat diberikan perinfus karena hanya di
dengan kecepatan tinggi metabolisme di hati
pada syok hipovolemik
Dapat untuk mengatasi
asidosis
Murah
Ringer Asetat Komposisi sesuai elektrolit Harga lebih mahal
plasma daripadda RL
Dapat dimetabolisme pada
hamper seluruh jaringan
tubuh (terutama otot)
Dapat untuk mengatasi
asidosis
Tidak mengganggu fungsi
hati, dapat untuk kasus
dengan gangguan fungsi
hati
NaCL 0,9% Terapi awal syok Tidak mempunyai efek
hipovolemik dengan dapar, tidak dapat untuk
hiponatremi, alkalosis mengatasi asidosis
metabolic
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.
Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.
Tanda awal:
napas cepat
tarikan dinding dada ke dalam
efusi pleura yang luas
asites
edema peri-orbital atau jaringan lunak.
edema paru
sianosis
syok ireversibel.
Pemantauan
Untuk anak dengan syok: Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap
jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit
setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
Untuk anak tanpa syok: Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu
badan, denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai
hematokrit minimal sekali sehari.
Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda
berikut: syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat,
gagal hati akut, gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk.
Daftar Pustaka
WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia