Abstrak
Tujuan. Untuk membandingkan Terbinafin 1% cream dengan Ketokenazol 2% cream dalam
mengobati Pitiriasis Versikolor.
Metode. Sebuah studi uji klinis komparatif acak memasukkan 110 pasien, dengan diagnosa
Pitiriasis Versikolor dan Uji Mikologi positif jamur Malassezia. Pasien diacak menjadi dua
kelompok. Kelompok satu adalah pasien yang menerima pengobatan Terbinafin 1% cream
dan kelompok dua adalah pasien yang menerima pengobatan Ketokenazol 1% cream pada
lesi kulitnya selama dua minggu. Setiap kelompok terdiri dari 55 pasien. Pemeriksaan klinis
dan Mikologi dilakukan pertama sekali pemeriksaan dan akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-8
dari saat dimulainya pengobatan
Hasil. Pada akhir minggu ke-2, didapatkan tingkat kesembuhan 72% pada kelompok satu dan
64.3% pada kelompok dua. Pada akhir minggu ke-4, didapatkan tingkat kesembuhan masing-
masing 81.2% pada kelompok satu serta 69% pada kelompok dua. Pada akhir minggu ke-8,
didapatkan tingkat kesembuhan 70.8% pada kelompok satu dan 61.9% pada kelompok dua.
Kesimpulan. Hasil dari studi ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik diantara kedua kelompok penelitian dalam hal tingkat kesembuhan dan kekambuhan,
tetapi jumlah pasien sembuh dan kasus berulang lebih rendah pada kelompok satu.
12
RESUME
Pitiriasis Versikolor (Tinea Versikolor) merupakan infeksi ringan yang umum terjadi
pada kulit, dimana penyebabnya adalah suatu jamur lipofilik yaitu Malassezia. Kolonisasi di
kulit oleh organisme diketahui ini lebih banyak terjadi pada daerah tubuh yang mengandung
aktivitas tinggi kelenjar sebum. Penyakit ini umumnya menyerang remaja dan dewasa muda.
Kondisi ini umumnya terjadi didaerah tropis dengan tingkat kejadian yang sama antara pria
dan wanita. Secara klinis, penyakit Pitiriasis Versikolor ditandai dengan lesi hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien. Lesi umumnya timbul
pada bagian atas tubuh tetapi tidak melibatkan bagian leher, lengan atas, perut, inguinal, dan
jarang pada aksila, genetalia, bagian bawah tubuh. Terkadang, beberapa lesi dapat menyatu
dan menjadi lesi yang lebih besar. Lesi yang timbul sering asimptomatik, namun dapat pula
disertai dengan gatal-gatal.
Malassezia Furfur dianggap sebagai komponen flora normal kulit yang dalam kondisi
tertentu dapat berubah menjadi miselium patogen yang membentuk dan menghasilkan lesi
kulit Pitiriasis Versikolor. Tingkat kebersihan yang buruk, infeksi kronis, hiperhidrosis, stres,
malnutrisi, penggunaan jangka panjang steroid atau antibiotik spektrum luas, kehamilan dan
genetik diketahui memiliki kontribusi terhadap timbulnya Pitiriasis Versikolor. Berbagai jenis
pengobatan secara oral dan topikal diketahui dapat digunakan untuk mengobati penyakit ini.
Pengobotan topikal, sepeti propilin glikol, siklopirok-olamin, kream azol, terbinafin kream,
dan pengobatan sistemik seperti antifungal golongan imidazol serta oral terbinafin mimiliki
hasil yang berbeda dalam tingkat kesembuhan dan kekambuhannya.
Terbinafin sendiri adalah jenis golongan obat allinamin berspektrum luas yang dapat
menghambat squalene epoxidase sebagai hasil defisiensi sterol dalam dinding sel jamur dan
akumulasi intraseluler squalene. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan kematian sel
jamur. Dalam sebuah penelitian In Vitro, didapatkan hasil bahwa penggunaan dari terbinafin
menunjukkan efek yang lemah pada Malassezia. Tetapi studi yang lain mengungkapkan hasil
yang berbeda, dimana pemberian terbinafin lebih menguntungkan untuk pengobatan Pitiriasis
Versikolor. Terdapat beberapa studi kecil lain yang meneliti tentang efek dari terbinafin pada
Pitiriasis Versikolor. Mengingat tidak konsistennya hasil tersebut, kami memutuskan untuk
melakukan penelitian yang membandingkan terbinafin dengan ketokenazol dalam pengobatan
pitiriasis versikolor.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa uji klinis perbandingan secara
acak yang memasukkan 110 pasien Pitiriasis Versikolor dan telah dikonfirmasi sebelumnya
dengan pemeriksaan Potassium Hidroksida (KOH). Penelitian ini telah lulus uji etik oleh tim
13
penilai etik Universitas Kurdistan. Kriteria ekslusi sampel dalam penelitian ini adalah wanita
hamil dan menyusui, pasien yang menggunakan obat antifungal topikal atau sistemik lainnya
atau steroid dalam 30 hari terakhir sebelum penelitian dimulai, serta pasien dengan lesi kulit
yang sangat luas. Setelah dilakukan Informed Consent, sampel penelitian dibagi menjadi dua
kelompok penelitian, yaitu kelompok satu yang menerima terapi terbenafin 1% dan kelompok
dua yang menerima terapi ketokenazol 2%. Kedua kelompok tersebut diberikan terapi selama
dua minggu.
Pemeriksaan klinis dan mikroskopis dilakukan sebanyak empat kali yaitu pertama saat
awal penelitian, akhir minggu ke-2, akhir minggu ke-4 dan juga akhir minggu ke-8. Penilaian
klinis dinilai berdasarkan gejala gatal dan eritema dengan skala penilaian dari 0 (absent), 1
(ringan), 2 (sedang), 3 (berat). Data demografi seperti jenis kelamin, umur, lokasi lesi, gejala
dan tanda klinis ikut dinilai dalam penelitian ini. Penelitian ini diuji dengan menggunakan
metode statistic Chi-Square dan Fisher’s Test. Dari penelitian ini dapatkan hasil, pertama dari
110 pasien, hanya 90 pasien yang berhasil selesai sampai akhir penelitian dengan rincian 48
orang di kelompok satu dan 42 orang di kelompok dua. Kedua, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan diantara kedua kelompok apabila dilihat dari jenis kelamin, umur, okupasi, lokasi,
dan distribusi lesi (P>0.05). Rata-rata dari umur pada kelompok satu adalah 27.25 ±8.46 dan
26.26±8.6 pada kelompok dua. Dari kedua kelompok rata-rata umur pasien adalah usia 21-30
tahun. 47.9% pasien pada kelompok satu dan 61.9% pasien kelompok dua adalah siswa dan
mahasiswa (P=0.64). Lokasi dari lesi sama antara dua kelompok. Ketiga adalah pada akhir
minggu ke-2 didapatkan tingkat kesembuhan sebesar 72% pada kelompok satu dan 64.3%
pada kelompok dua. Pada akhir minggu ke-4, didapatkan tingkat kesembuhan masing-masing
81.2% pada kelompok satu dan 69% di kelompok dua. Pada akhir minggu ke-8, didapatkan
tingkat kesembuhan 70.8% pada kelompok satu dan 61.9% pada kelompok dua.
Beberapa studi lainnya telah menunjukkan efektivitas dari ketoconazole topikal dan
juga keunggulannya bila dibandingkan dengan plasebo, 2,5% sampo selenium sulfide, 10%
sulfur dan 3% sabun asam salisilat untuk pengobatan pityriasis versicolor. Bhogal dan rekan-
rekannya menyimpulkan bahwa flukonazol oral diketahui lebih efektif daripada ketoconazol
oral. Dalam studi lainnya, Rigopoulos menunjukkan bahwa sampo ketoconazol dan sampo
flutrimozol memiliki efek terapi yang sama untuk infeksi jamur ini. Dalam suatu studi yang
dilakukan Faergemann, didapatkan hasil bahwa kream terbinafine 1% lebih efektif daripada
plasebo, setelah pengobatan selama 7 hari. Aste dan rekan-rekannya menilai efikasi klinis
dari terbinafin kream 1% dibandingkan bifonazol kream 1% pada pasien dengan pityriasis
versicolor dan tingkat kesembuhan dilaporkan 100% dan 95% untuk pasien di terbinafine dan
14
kelompok bifonazole masing-masing. Mereka juga menunjukkan bahwa terbinafine adalah
obat yang dengan cepat dapat ditoleransi.
Dalam sebuah studi plasebo terkontrol yang dilakukan Vermeer, didapatkan untuk
tingkat kesembuhan dan mikologi sebesar 72% dan 81%, yang sejalan dengan hasil penelitian
kami.Chopra dan rekan-rekannya melakukan uji coba klinis komparatif antara terbinafine
topikal dan ketokonazol, dimana ditemukan 96% hasil yang lebih bagus pada kelompok obat
terbinafin daripada 88% dalam kelompok ketokonazol. Angka kesembuhan dalam penelitian
kami yang kurang dari orang-orang dari studi Chopra`s, tetapi dalam kedua studi, terbinafine
topikal lebih efektif daripada ketoconazol topikal untuk pengobatan pityriasis versicolor
15
KRITISI JURNAL
Judul:
Penulis:
lokasi anda bekerja atau tidak? penelitian ini tidak dijelaskan secara
spesifik dalam penelitian, namun bila
Iya
dilihat dari hasil siding etik yang
dilakukan di Universitas Kurdistan, Iran
16
yang kebanyakn beriklim kering atau
setengah kering, meskipun ada beberapa
daerah yang subtropis. Indonesia juga
merupakan Negara yang beriklim tropis
dengan cuaca yang dalam sebagian dari
tahunnya beriklim kering. Penyakit
Pitiriasis Versikolor adalah penyakit
yang salah satu faktor risikonya adalah
keringa berlebih, tingkat kebersihan
yang kurang dan hiperhidrosis, sehingga
berdasarkan hal tersebut lokasi studi
menyerupai daerah tempat bekerja.
4. Apakah kemaknaan statistik maupun Dalam penelitian, pengambilan sampel
17
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kritisi jurnal didapatkan dari 6 pertanyaan yang memiliki jawaban
“Iya” sebanyak 6 pertanyaan, “Tidak Tahu” sebanyak 0 pertanyaan dan “Tidak” sebanyak 0
pertanyaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul “Terbinafin 1% Cream
and Ketoconazole 2% Cream in The Treatment of Pityriasis Versicolor: A randomized
comparative clinical trial.” ini layak dibaca, dan layak untuk diadaptasikan sebagai sebuah
penelitian lanjutan di RSUDZA.
18