Anda di halaman 1dari 17

Kasus 2

Topik : Apendisitis Akut


Tanggal (kasus) : 25/03/2020 Presenter : dr. Putri Sukma Dewi
Tanggal presentasi : Pendamping : dr. Hendrika
Tempat presentasi : RSUD ACEH SINGKIL
Objektif presentasi :
 Keilmuan  Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi : Pria, 25 tahun, nyeri perut kanan bawah sejak dua hari SMRS. Pada awalnya nyeri dirasakan di
ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah, terdapat nyeri tekan pada titik Mc Burney, rovsing sign,
blumberg sign, psoas sign, obturator sign.
 Tujuan : Mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan pada apendisitis akut.
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
 Presentasi dan
Cara membahas:  Diskusi  Email  Pos
diskusi

Data Pasien: Nama : Tn. Sumanto Nomor Registrasi :


Telp : Terdaftar sejak :

1
Nama Wahana : RSUD ACEH
SINGKIL
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Apendisitis Akut. Pasien mengalami nyeri perut kanan bawah yang dialami sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya
nyerinya di ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus menerus dan seperti ditusuk-
tusuk. Pasien juga mengalami demam, mual, dan muntah.
2. Riwayat pengobatan :
Tidak Ada
3. Riwayat kesehatan/ penyakit :
Tidak Ada
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa. Riwayat alergi disangkal.
5. Riwayat pekerjaan :
Pedagang.
6. Lain-lain :
Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas, kacang dan emping.

Daftar Pustaka:
a. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo . Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.2008
b. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

2
EGC.2004
c. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders
companies.2002
d. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005
e. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis apendisitis akut.
2. Mekanisme terjadinya apendisitis akut
3. Penatalaksanaan apendisitis akut.

3

Subjektif
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak dua hari Sebelum Masuk
Rumah Sakit (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut
kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut
ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada
perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak tadi pagi Sebelum Masuk Rumah Sakit.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2 hari yang lalu, mual, muntah (1x,isi
makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa kembung. Pasien mengalami demam sejak
satu hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, demam dirasakan terus-menerus sepanjang hari. BAK
dan BAB masih dalam batas normal. Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas, kacang dan
emping.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya dan alergi disangkal.
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien
 nadi : 86 kali/menit, reguler, kuat angkat.
 Tekanan darah : 110/70 mmHg.
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit.
 Suhu : 38,2 oc.
 Status gizi : cukup

Objektif
Keadaan umum : Sakit berat.
Kesadaran : Kompos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital :

4
 N
Pemeriksaan generalis
Kepala : CA -/-, SI -/-, mata cowong (-), edema palpebral (-), pupil isokor +3/+3
Leher : PKGB (-), JPV (-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+)
Cor : S1S2 tunggal, m (-), g (-)
Pulmo : ves/ves, RH (-), Wh (-)
Abdomen : St.lokalis
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Status lokalis (Abdomen)    


Inspeksi           : Bentuk simetris, sedikit membuncit.
Auskultasi        : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Dinding perut simetris, buncit, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran kanan
bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+), defans
muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Perkusi :  Bunyi timpani

Rectal toucher
Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa licin, nyeri tekan (+) jam 9-12, massa(-).
Pada handscoon feses (+), darah (-).

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Hb 12,8 mg/dl
Leukosit 11.000 / mm3
Hct 35 vol%
Trombosit 233.000 / mm3

Urine Lengkap

5
Berat Jenis 1.010
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
pH 8.0
Epitel (+)
Leukosit 2-4 / LPB
Eritrosit 0-1 / LPB
Kristal urat amorf (+)

Alvarado Skor : 9.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sangat mendukung untuk
mendiagnosis apendiksitis akut.
1. Gejala klinis nyeri pada perut kanan bawah yang diawali dengan nyeri pada daerah
epigastrium serta demam. Hal tersebut menandakan telah terjadi proses peradangan dan
infeksi organ di abdomen kuadran kanan bawah yang kemungkinan besar adalah apendiks.
2. Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada titik Mc Burney, rovsing sign, blumberg sign,
psoas sign dan obturator sign. Pemeriksaan RT terdapat nyeri tekan jam 9-12. Pemeriksaan
tersebut khas mengarahkan ke diagnosis apendiksitis akut.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dari pemeriksaan darah lengkap
makin menguatkan telah terjadinya proses peradangan / proses infeksi dan didapatkan kristal
urat amorf dari pemeriksaan urine lengkap dapat dijadikan acuan untuk mendiagnosis
banding dengan ureterolitiasis dextra.

Assessment
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara
berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara

6
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian
ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an,
dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang
sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan
dewasa muda rasionya menjadi 3:2.

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan
melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan
dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal
tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%)
dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang
merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

7
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika
terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

8
 Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

C. Patofisiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum
akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di
kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua
lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.

9
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika
organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

10
Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

Penyumbatan
Fekalit
secret mukus

Mukus >>

Obstruksi
lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus
Peningkatan Gangguan edema,
tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa

Obstruksi arteri (a. Obstruksi


terminalis appendikularis) vena apendisitis akut

Edema >>
Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan
bawah

11
D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
(Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps

12
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.

 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

13
 Alvarado Score

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin


Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
 leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
 pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

14
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).

E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Perawatan Kegawatdaruratan
 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG

15
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien
yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
 Apendiktomi, pemotongan apendiks.
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari.

Plan

Diagnosis : Berdasarkan anamnesis dimana terdapat keluhan nyeri perut kanan bawah yang
diawali dari nyeri daerah epigastrium, terdapat demam, mual, muntah dan penurunan nafsu
makan disertai dengan adanya faktor risiko yang dimiliki pasien menunjukan kemungkinan besar
diagnosis pasien mengarah ke apendisitis akut.
Pengobatan : Pasien sebaiknya diberikan obat-obatan yang dari 3 aspek berupa kausatif,
simptomatik dan suportif. Untuk aspek kausatif, dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang
sensitif terutama gram negatif dan bakteri anaerob melalui jalur intravena. Untuk aspek
simptomatik, dapat diberikan obat antiinflamasi, analgetik dan antipiretik yang diberikan
melalui jalur intravena. Untuk aspek suportif, pemberian oksigen, pemasangan cairan infus,
pemasangan sonde dan pemasangan kateter dipertimbangkan untuk mengurangi keluhan yang
dialami oleh pasien.
Pada pasien diberikan:
1. Inf. RL 20 tpm
16
2. Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV
3. Inj. Ranitidin 2x1 amp
4. Inj. Ondansetron 2x1 amp
5. Inj. Ketorolac 2x1 amp
Pendidikan : Dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan dan
pemulihan. Untuk menghindari makanan seperti makanan pedas terutama sambal, kacang yang dapat
menjadi fekalith. Jika terapi konservatif gagal atau tidak mengalami perbaikan, maka dipertimbangkan
untuk langsung dilakukan intervensi pembedahan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis bedah umum
maupun konsultan bedah digestif. Konsultasi ini merupakan upaya untuk dilakukan intervensi
pembedahan berupa apendiktomi untuk mencegah terjadinya peritonitis maupun laparotomi
eksplorasi jika telah terjadi komplikasi berupa peritonitis akibat dari apendisitis perforasi
mengingat dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani secara cepat dan tepat.

17

Anda mungkin juga menyukai