Anda di halaman 1dari 18

ANATOMI SISTEM UROGENITAL

Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang memperlajari penyakit dan kelainan
traktus urogenital pria dan traktus urinarius wanita.

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli – buli dan uretra, sedangkan
organ reproduksi pada pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis,
prostat dan penis. Kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis, dan uretra, sistem urogenital
terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.

GINJAL

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga peritoneal bagian atas.
Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini
terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur – struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem
saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.

Besar dan berat sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada
tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang
dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5cm (tebal). Beratnya bervariasi
antara 120 – 170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

1
Struktur di sekitar ginjal

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true
capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial
ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna kuning.
Kelenjar adrenal bersama – sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus dibungkus
oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat ginjal serta mencegah
ekstrvasasi urin pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fascia Gerota dapat pula berfungsi
sebagai barier dalam menghambat penyebarab infeksi atau menghambat metastasis tumor
ginjal ke organ disekitarnya. Di luar fascia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal
atau disebut jaringan lemak pararenal.

Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk
ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ – organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi
oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon.

Struktur Ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam
korteks terdapat berjuta – juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli
ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus
proximalis, tubulus kontortus distal, dan duktus kolegentes.

Darah yang membawa sisa – sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi ( disaring ) di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsobsi dan zat – zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk
urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuhh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida
ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises
ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum / pelvis renalis.
Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot
polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.

2
Vaskularisasi Ginjal

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirin melalui vena renalis yang bermuara ke
dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang – cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemi/nekrosis pada daerah
yang dilayaninya.

Fungsi Ginjal

Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal berfungsi juga dalam :

1. Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone)


dalam mengatur jumlah cairan tubuh
2. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D
3. Menghasilkan beberapa hormon, antara lain : eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah,
serta hormon prostaglandin

3
URETER

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari
pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjagnya kurang lebih 20 cm
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot – otot polos
sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik ( berkontraksi ) guna
mengeluarkan urin ke buli – buli. Jika karena suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urin,
terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong atau
mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi ini dirasakan sebagai nyeri kolik
yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli – buli, secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain,
sehingga batu atau benda – benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat
itu. Tempat – tempat penyempitan itu antara lain adalah :

1. Pada pembatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi – ureter junction

2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis

3. Pada saat ureter masuk ke buli – buli dalam posisi miring dan berada di otot buli –
buli ( intramural ), keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli –
buli ke ureter atau refluks vesico – ureter pada saat buli – buli berkontraksi.
4
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian
yaitu, ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa
iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk
ke buli – buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu :

1. Ureter 1/3 proximal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum

2. Ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum

3. Ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli – buli

BULI - BULI

Buli – buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler,
dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli – buli terdiri atas sel – sel
transisional yang sama seperti pada mukosa – mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra
posterior. Pada dasar buli – buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk
suatu segitiga yang disebut trigonum buli – buli.

Secara anatomik bentuk buli – buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu :

1. Permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum

2. Dua permukaan inferiolateral

3. Permukaan posterior

Permukaan superior merupakan lokus minoris ( daerah terlemah ) dinding buli – buli.

Buli – buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui
uretra dalam mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urin, buli – buli mempunyai
kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 – 450 ml,
sedangkan kapasitas buli – buli pada anak menurut formula dari koff adalah :

Kapasitas buli – buli = ( umur (tahun) + 2) x 30 ml

Pada saat kosong, buli – buli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di
atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli – buli yang terisi penuh
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula

5
spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbentuknya
leher buli – buli, dan relaksasi sfinter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

URETRA

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli – buli melalui prostat miksi.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli – buli dan uretra, serta
sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara uretra anterior dan posterior.

Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga
pada saat buli – buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
kencing.

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urin lebih
sering terjadi pada pria.

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen
uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proximal dan distal
dari verumontanum ini terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi
kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.

6
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra
anterior terdiri atas :

1. Pars bulbosa

2. Pars pendularis

3. Fossa navikularis

4. Meatus uretra eksterna

Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan
bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang
bermuara di uretra pars pendularis.

Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisis
pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar pariuretra,
diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter
uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus
otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di dalam buli – buli pada

7
saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesica melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

BATU SALURAN KEMIH

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) maupun
saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.

INSIDENSI

Di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih
banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter). Angka prevalensi rata-
rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Puncak insiden
terjadi pada orang berusia 35-45 tahun. Laki-perempuan rasio 3:1. Batu di saluran kemih jauh
lebih umum terjadi pada orang Asia dan kulit putih daripada di penduduk asli Amerika,
Afrika, Afrika Amerika, dan beberapa penduduk asli wilayah Mediterania.

LOKASI TERBENTUKNYA BATU

 Ginjal : Nefrolitiasis

 Ureter : Ureterolitiasis

 Kandung Kemih : Vesikolitiasis

 Uretra : Uretrolitiasis

ETIOLOGI

Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat
membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang
normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk
asam urat, sistin dan mineral struvit. Selain itu terbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih
pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah factor intrinstik yaitu keadaan yang berasal dari
8
tubuh seseorang dan factor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
disekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah:


1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih lebih
tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (“sabuk batu”).
2. Iklim dan temperature: Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan
sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi
vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu
saluran kemih akan meningkat.
3. Asupan air: Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran
kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak
purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktifitasnya (sedentary life).

PROSES TERJADINYA PEMBENTUKAN BATU SALURAN KEMIH


Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada system kalises ginjal
ata buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas Kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable
(tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

9
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk
inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain
sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal
masih rapuh dan belum cukup mampu membumtu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari
80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan
dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn,
batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas
hamper sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis
batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam,
sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. Ada
beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih.

Teori yang menerangkan pembentukan batu di saluran kemih adalah:


1. Teori inti /nucleus kristal dan benda asing di dalam urine merupakan media pengendapan
partikel-partikel yang berada dalam urine yang sangat jenuh (supersaturated) sehingga
terbentuk batu.
2. Teori matriks Matriks organic yang berupa serum /protein urine (albumin, globulin dan
mukoprotein) di urine menjadi kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal di urine.
3. Penghambat kristalisasi beberapa substansi dalam urine (seperti: magnesium, sitrat,
pirofosfat, dan mukoprotein) bersifat menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang
rendah atau tidak adanya substansi ini akan memungkinkan terjadinya kristalisasi. Selain
teori di atas, masih banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran
kemih. Masih belum jelas teori mana yang paling benar, akan tatapi hingga kini, ketiga teori
yang di atas dianggap yang paling benar. Jadi belum jelas teori mana yang paling benar.
Adapun jenis-jenis batu ginjal/kandung kemih dan proses terbentuknya :
Batu metabolik

10
a. Batu metabolic primer Timbulnya dari ekskresi bahan-bahan tak larut yang berlebihan,
seperti urat dan sistin.
- Batu Urat
Terjadinya pada penderita gout (sejenis rematik), pemakaian urikosurik (missal probenesid
atau aspirin), dan penderita diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan
konsentrasi urine), serta asidosis (pH urin menjadi asam, sehingga terjadi pengendapan asam
urat).
- Batu Sistin
Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya semakin kecil
jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi (mengendap) dalam bentuk
kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih membentuk batu.
b. Batu metabolic sekunder Timbulnya karena benda-benda asing, obstruksi, refluks atau
posisi berbaring yang terlalu lama. Batu infeksi disebut juga batu struvit. Timbulnya batu ini
dikarenakan adanya infeksi di saluran kemih. Kuman yang berperan dalam hal ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan
merubah urine menjadi bersuasana basa dengan cara hidrolisis urea menjadi amoniak. Contoh
kuman-kuman yang termasuk pemecah urea tersebut adalah : Proteus spp, Klebsiella,
Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. Suasana basa di urine mempermudah garam-
garam magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium
fosfat (MAP) (Mg NH4PO4 H20) dan karbonat apatit.
- Batu Oksalat/kalsium oksalat
Asam oksalat didalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam askorbat
(vitamin C). Asam askorbat merupakan precursor okalat yang cukup besar, sejumlah 30%-
50% dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia tidak dapat melakukan metabolisme oksalat,
sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat
berlebih di tubuh (misalkan banyak mengkonsumsi nanas), maka terjadi akumulasi oksalat
yang memicu terbentuknya batu oksalat di ginjal/ kandung kemih.
- Batu Struvit
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat. Batu
tersebut terbentuk di pelvis dan kalik bila produksi ammonia bertamah dan pH urin tinggi,
sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang
terbanyak dari spesies proteus dan providencia, pseudomonas eratia, semua spesies Klesiella,
Hemophilus. Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang

11
dihasilkan bakteri diatas menguraikan urin menjadi ammonia dan karbonat. Amonia
bergabung dengan air membentuk ammonium sehingga pH urine makin tinggi.
- Batu kalium fosfat
Terjadi pada penderita hiperkalsiurik (kadar kalsium dalam urine tinggi) atau berlebih asupan
kalsium (missal susu dan keju) ke dalam tubuh.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
1. Hiperkalsiuri : yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300mg/24 jam.
Menurut pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
- Hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbs kalsium melalui usus
- Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui
tubulus ginjal
Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang
banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluri : yaitu ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram perhari. Keadaan ini
banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani
pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalalat,
diantaranya adalah :
teh, kopi instant, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam.
3. Hiperurikosuria : yaitu kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850mg/24 jam. Asam
urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu/nidus untuk terbentuknya batu
kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan yang mengandung
banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia: Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan
karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut dari pada kalsium oksalat. Oleh karena itu
sitrat dapat bertindak sbg penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositaturi dapat terjadi
pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsobsi, atau
pemakaian diuretic golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab terserang

12
hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti
dengan gangguan malabsorbsi.

MANIFESTASI KLINIS
 Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal karena
hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA positif. Jika ginjal
telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada pemeriksaan
ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
 Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik ini
disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha gerakan peristaltik
ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria karena trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
 Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK yang
tersendat menjadi lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria.
Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga
dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat
karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis nokturna, dan
sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
 Urethrolithiasis : Umumnya batu berasal dari ureter atau kandung kemih oleh aliran
kemih saat miksi, tetapi menyangkut di tempat yang lebar seperti uretra pars
prostatika, bagian permulaan bulbosa, dan di fosa navikular. Gejala yang ditemukan
berupa saat miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan nyeri.

DIAGNOSA
Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara tidak sengaja pada
pemeriksaan analisa air kemih rutin (urinalisis). Batu yang menyebabkan nyeri biasanya
didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung
dan selangkangan atau nyeri di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas. Analisa air
kemih mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau kristal batu yang kecil.
Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetep lebih dari
beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu
menegakkan diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah
untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan
terjadinya batu. Rontgen perut bisa menunjukkan adanya batu kalsium dan batu struvit.

13
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah urografi intravena dan orgrafi
retrograde.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH
urine asam.
 Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
 Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.
 Darah lengkap :
- Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.
- Sel darah merah : biasanya normal.
- Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
 Faal ginjal : untuk melihat ada tidaknya penuruan fungsi ginjal

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
BNO
 Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih.
 Batu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan
kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit,
sistin dan campuran.
USG
 gambaran hiper-ekoik
 acoustic shadowing
INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
- INDIKASI :
 Menilai fungsi ginjal
 Menilai anomali kongenital ginjal
 Menilai adanya sumbatan pada ureter
- KONTRAINDIKASI :
 Alergi kontras
 Level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl
14
 Pengobatan metformin
 Myelomatosis
Pada batu radiolusen, IVP menunjukkan gambaran filling defect
CT-SCAN
 Batu radio-opak terlihat sebagai gambaran hiperdensitas dengan Hounsfield Unit
bervariasi tergantung komposisi batu
 CT-Scan dengan kontras, batu radiolusen tampak sebagai filling defect

DIAGNOSIS BANDING
 Pielonefritis akut

 Tumor ginjal, ureter dan vesika urinaria


 Tuberkulosis ginjal
 Kolesistitis akut

 Appendisitis akut.

TERAPI
Batu kecil yang tidak menyebabkan gejala, penyumbatan atau infeksi, biasanya tidak perlu
diobati. Minum banyak cairan akan meningkatkan pembentukan air kemih dan membantu
membuang beberapa batu; jika batu telah terbuang, maka tidak perlu lagi dilakukan
pengobatan segera. Kolik renalis bisa dikurangi denan obat pereda nyeri golongan narkotik.
Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas berukuran 1 sentimeter atau kurang
seringkali bisa dipecahan oleh gelombang ultrasonic (extracorporeal shock wave lithotripsy,
EWSL). Pecahan batu selanjutnya akan dibuang dalam air kemih. Kadang sebuah batu
diangkat melalui suatu sayatan kecil di kulit (percutaneous nephrolithotomy, nefrolitotomi
perkutaneus), yang diikuti dengan pengobatan ultrasonic. Batu kecil di dalam ureter baian
bawah bisa diangkat dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra dan masuk ke dalam
kandung kemih. Batu asam urat kadang akan larut secara bertahap pada suasana air kemih
yang basa (misalnya dengan memberikan kalium sitrat), tetapi batu lainnya tidak dapat diatasi
dengan cara ini. Batu asam urat yang lebih besar, yang menyebabkan penyumbatan, perlu
diangkat melalui pembedahan. Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran
kemih, karena itu diberikan antibiotik.
Dapat diobati dengan Calcium 1+ Cordyceps dengan cara pemakaian:
- 3 x 2 -4 kapsul Cordyceps sehari (tergantung kondisi, pada beberapa kasus diminum dalam
jumlah besar hingga 20 kapsul sehari)
- 4 x ½ sachet Calcium 1 sehari.
Jika batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih hrus cepat dibuang ada
beberapa indikasi untuk melakukan terapi selain terapi diatas tetapi terapi ini dilakukan jika
batu telah menimbulkan: obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kamih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis
dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadangkala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi diderita oleh
15
seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat
terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat
yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya; dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari
sauran kemih.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui
tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka. Medikamentosa : terapi
ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5mm, karena diharapkan batu dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi supaya dapat mendorong batu
keluar dari saluran kemih. ESWL: prosedur memecahkan batu gunjal atau dari luar tubuh
dengan menggunakan gelombang kejut sehingga menjadi pecahan halus yang dapat
keluar bersama air seni. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembisuan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak
jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
Keunggulan ESWL :
- Prosedur dilakukan tanpa membuat luka sayatan.
- Bisa rawat jalan (batu kecil)
- Hanya menggunakan obat penghilang rasa nyeri yang dimasukkan lewat dubur.
Persyaratan Batu Saluran Kemih Yang Dapat Ditangani Dengan ESWL :
- Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
Batu yang berukuran lebih besar kadang memerlukan pemasangan stent sebelum tindakan
ESWL untuk memperlancar aliran air seni
- Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
- Fungsi ginjal masih baik,
- Tidak ada sumbatan distal dari batu.
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsumg ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
1. PNL (percutaneous Nephro Litholapaxy): yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke system kalises melalui insisi pada
kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
2. Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator
Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: yaitu memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna
melihat keadaan ureter atau system pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun system pelvikalises dapat di pecah malalui tuntuna
ureteroskopi/ureterorenoskopi.
4. Ekstrasi Dormia : yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia.
Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
16
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus mengalami tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.
Selain terapi diatas ada juga beberapa terapi batu sauran kemih diantaranya ialah:
- Observasi konservatif Dissolution Agents (bahan penghancur batu)
- Relief of Obstruction (mengurangi gejala sumbatan)
- Extracorporeal Stone Wave Lithotripsy (penghancur batu dengan bantuan
teropong melalui saluran kencing)
- Ureteroscopic Stone Exstraction (pengeluaran batu dengan bantuan teropong
melalui saluran kencing)
- Percutaneous Nephrolithotomy (pengeluaran batu melalui kulit), atau Open
Stone Surgery (operasi terbuka).

PROGNOSIS
 Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi.
 Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
 Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya
infeksi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Blandy JP. Lecture Notes on Urology. Ed 5 London : Blackwell Science, 1998

2. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 4, jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1997

3. Glenn JF (ed). Urology Surgery Edisi ke-14, Philadelphia : JB Lippincott Company,


1991

4. http://id.wikipedia.org/wiki/Testis

5. http://www.medscape.com/

6. http://emedicine.medscape.com/

18

Anda mungkin juga menyukai