Anda di halaman 1dari 13

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Beras Organik


Saat ini, beras sudah tidak lagi menjadi produk yang berfungsi sebagai
pemenuh kebutuhan pangan manusia. Sudah berkembang beras organik yang
memiliki nilai tambah, yaitu lebih menyehatkan manusia dan lingkungan
dibandingkan beras konvensional selain sebagai pangan. Beras organik
merupakan beras yang dihasilkan dari budidaya dengan prinsip pertanian organik
atau tanpa pengaplikasian bahan kimia berdasarkan standar tertentu dan telah
mendapatkan sertifikasi dari lembaga mandiri (International Rice Research
Institute 2004). Beras organik pada dasarnya serupa dengan beras konvensional.
Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada proses budidaya, pengolahan
hingga pemasaran ke konsumen akhir. Proses yang dilakukan terhadap beras
organik menggunakan prinsip organik yang harus dijaga dari ketika masih benih
hingga dikonsumsi konsumen akhir.
Beras organik merupakan hasil proses pascapanen dari tanaman padi yang
dibudidayakan secara organik, yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan
dan digiling. Dalam proses penggilingan gabah organik dikenal beberapa istilah,
diantaranya gabah yang merupakan biji padi organik setelah dilepaskan dari
tangkai malainya, kariopsis atau beras pecah kulit organik (organic brown rice)
dan sekam yang merupakan hasil proses penggilingan dengan mesin atau alat
pemecah kulit. Dalam penyosohan beras pecah kulit organik akan diperoleh beras
giling organik dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian
endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah lapisan dalam dari lapisan
nucellus yang membungkus baik endosperm maupun lembaga. Lapisan ini
tersusun dari satu sampai tujuh lapis yang pada sisi dorsal lebih tebal dari sisi
ventral. Lapisan aleuron ini berbeda-beda ketebalannya berdasarkan varietas,
dimana beras organik yang berbentuk bulat pendek cenderung mempunyai lap isan
aleuron yang lebih tebal dibanding beras jenis lonjong panjang (Juliano 1972,
diacu dalam Kusumaningrum 2009).
Tekstur nasi berbeda satu sama lain tergantung pada varietas yang
dibudidayakan. Sebuah varietas padi organik dan konvensional selain menent ukan
ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan bentuk nasi, juga dapat
menentukan tekstur nasi yang dihasilkan. Penduduk daerah tropis seperti
Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina menyukai varietas padi atau beras
organik bertekstur sedang (Kusumaningrum 2009).

Tabel 1. Varietas Beras Organik Berdasarkan Tekstur Nasi

Tekstur Nasi Varietas


Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur,
Pulen
Memberamo, Cilosari dan Cisadane
Bondoyudo, Pandanwangi, Rojolele, IR 64, Cibodas, Maros,
Sedang
Way Apo Buru
Pera IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih dan IR 36

Sumber : Deliani 2004, diacu dalam Kusumaningru m 2009

Dilihat dari hasil proses penggilingan, sama seperti beras konvensional,


beras organik dibagi menjadi beras organik kupas kulit dan beras organik pecah
kulit. Menurut Anonim (2009), beras organik kupas kulit adalah beras organik
berwarna putih dan biasa dimakan sehari- hari. Pada beras organik kupas kulit,
penggilingan dilakukan berkali-kali sampai kulit ari beras organik terk upas
semua, sedangkan pada beras organik pecah kulit hanya digiling beberapa kali
sehingga kulit ari beras organik masih tetap menempel. Beras organik pecah kulit
masih mengandung kulit ari sehingga biasa disebut juga beras organik coklat yang
mengandung vitamin B15 1 .
Terdapat tiga jenis beras organik konsumsi, yaitu beras organik putih,
beras organik merah, dan beras organik hitam. Ketiga beras organik ini berbeda
warna akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron (lapisan terluar). Beras
organik putih merupakan beras organik berwarna putih serta biasa dimakan dan
dijual di pasar. Beras organik merah merupakan beras organik yang berwarna
merah dan mempunyai kandungan serat yang lebih banyak dibandingkan beras
organik putih, sedangkan beras organik hitam merupakan beras organik yang
berwarna hitam.
Konsep organik berawal dari kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi
lingkungan yang semakin tidak sehat. Hal tersebut menimbulkan adanya

1
Anonim. 2009. Khasiat Beras. http://www.famorganic.co m/Khasiat%20Beras%
20Hitam%20Merah%20Co klat.ht ml [18 Maret 2012]
perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin menggemari beras organik dan
juga didasari oleh keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik. Adapun
keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu sisi kesehatan dan sisi lingkungan. Beras organik melindungi kesehatan
dengan kandungan gizi atau vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan
lapisan kulit ari secara menyeluruh sehingga beras ini tidak mengkilap seperti
beras konvensional, lebih enak rasanya dan pulen, lebih tahan lama serta memiliki
kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Dilihat dari sisi lingkungan, beras organik
dapat menjaga kualitas lingkungan hidup dan tidak mencemari lingkungan karena
sistem produksi beras organik sangat ramah lingkungan serta meningkatkan
produktivitas budidaya padi organik.
Terdapat perbedaan antara beras organik dan beras konvensional.
Perbedaannya antara lain (Anonim 2011) : (1) Beras organik memiliki rasa lebih
baik dan enak ; (2) Beras organik memiliki kualitas yang lebih baik ; (3) Beras
organik tidak mengandung racun kimia pestisida ; (4) Beras organik memiliki
lebih banyak kandungan vitamin dan mineral2 . Selain itu, beras organik putih
bersih, tidak berbau, dan lebih tahan lama atau tidak cepat basi ketika sudah
dimasak. Jika mencoba mengambil beras organik dari tumpukannya di karung,
akan terasa lembut di tangan, dan jika melepaskannya kembali, akan terdengar
suara yang lembut atau tidak nyaring seperti bunyi beras konvensional yang
dijatuhkan kepada tumpukan beras konvensional.

2.2. Pertanian Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan


Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep pertanian dimana
produksinya menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2010), teknologi ramah lingkungan
didefinisikan sebagai teknologi yang memproteksi lingkungan, mengurangi daya
polutan, menggunakan semua sumber daya, mendaur ulang lebih banyak produk
dan limbah, dan menangani sisa limbah dengan cara yang benar.

2
Anonim. 2011. Beras Organik 100% Bebas Zat Kimia. http://www.pelemgolek.
com/en/beras-organik-100-bebas-zat-kimia [5 Januari 2012]
Pertanian ramah lingkungan erat kaitannya dengan tujuan pelestarian
keragaman hayati, keseimbangan ekobiologis, dan tidak terjadinya pencemaran
pada produk panen, pelaku usaha pertanian, hewan ternak, lahan pertanian, dan air
permukaan, air tanah maupun air mengalir. Usahatani ramah lingkungan
merupakan usahatani yang dapat memperoleh produksi optimal yang tidak
merusak lingkungan, baik dari segi fisik, biologis, maupun ekologis (Sumarno &
Suyamto 2009). Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pertanian ramah
lingkungan harus produktif, tetapi tidak membahayakan lingkungan. Produk
pertanian yang dihasilkan dari sistem ini harus bersifat aman dan sehat atau bebas
residu pestisida karena hal ini menjadi salah satu penciri pertanian ramah
lingkungan.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan
sama dengan istilah pertanian berkelanjutan. Menurut Sumarno dan Suyamto
(2009), pengertian pertanian berkelanjutan adalah sumber daya lahan pertanian
secara lestari dan dapat digunakan untuk usaha produksi, dan dapat menghasilkan
produk panen optimal dengan menggunakan sejumlah masukan sarana produksi
yang normal dan wajar. Konsep ini mengimplikasikan bahwa pertanian yang
berkelanjutan dapat berlanjut optimal dan produktif sampai masa yang akan
datang (jangka panjang).
Pertanian berkelanjutan mencakup tujuh d imensi, yaitu : (1) dimensi
waktu jangka panjang dalam hal pelestarian lahan, tanah, dan air ; (2) dimensi
sosial, yaitu pelestarian fungsi usahatani dalam memberikan lapangan
penghidupan dan ekonomi untuk masyarakat ; (3) dimensi ekonomi, yaitu
kelayakan ekonomi usaha pertanian secara layak dan kompetitif dibandingkan
usaha lain yang sejenis ; (4) dimensi kelestarian keanekaragaman hayati dan
keragaman genetik varietas yang ditanam ; (5) dimensi kesehatan lingkungan,
yaitu bebas dari pencemaran residu ; (6) dimensi kelestarian mutu dan kesuburan
serta produktivitas tanah dalam jangka panjang ; (7) dimensi kelestarian sumber
daya pertanian dan lingkungan (Harwood 1987, diacu dalam Sumarno & Suyamto
2009).
Menurut Gips (1986), diacu dalam Jarnanto (2010), suatu sistem pertanian
itu bisa disebut berkelanjutan jika memiliki sifat-sifat : (1) Mempertahankan
fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri ; (2) Berlanjut
secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi pelaksana
pertanian dan tidak ada pihak yang diekploitasi serta masing- masing pihak
mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya ; (3) Adil berarti setiap pelaku
pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelunggu dan
tidak melanggar hal yang lain ; (4) Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan ; (5) Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi3 .
Namun, ada pendapat lainnya yang berpendapat bahwa pertanian ramah
lingkungan dan pertanian berkelanjutan berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh
Sumarno dan Suyamto (2009) mengenai perbedaan dalam pertanian ramah
lingkungan dan pertanian berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan.

Pertanian
Kriteria Pertanian Berkelanjutan
Ramah Lingkungan
Fokus perhatian Ekologi lingkungan Produksi berkelanjutan
Tujuan utama Mutu lingkungan Produksi optimal
Penggunaan sarana Berasal dari bahan Tergantung kebutuhan
setempat dapat dari luar usahatani
Sifat teknik budidaya Masukan rendah Masukan optimal
berkelanjutan berkelanjutan
Contoh aplikasi Pertanian input organik, Teknologi Revolusi Hijau
SRI, LEISA Ekologis, PTT

Sumber : Su marno & Suyamto 2009

Pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan merupakan dua konsep


yang berbeda tujuannya, namun keduanya sangat terkait dalam praktiknya.
Pertanian berkelanjutan memiliki konsep ramah lingkungan, sedangkan pertanian
ramah lingkungan belum tentu berkelanjutan.

3
Jarnanto, Alif. 2010. Pertanian Berkelanjutan. http://tanimu lya.blog.co m/2010/
06/ 13/pertanian-berkelan jutan/ [12 Februari 2012]
2.3. Pertanian Moderen
Di Indonesia terdapat tiga konsep pertanian, yaitu konsep pertanian
moderen adalah HEIA (High External Input Agriculture) dan konsep yang
berwawasan lingkungan atau berkelanjutan adalah LEIA (Low External Input
Agriculture) dan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Konsep
LEIA dan LEISA pada dasarnya adalah konsep pertanian tradisional yang
digunakan pada zaman dulu, tetapi sudah diadopsi dengan penggunaan teknologi
yang canggih tanpa penggunaan bahan kimia sehingga lebih modern seperti
proses pembuatan input organik yang menggunakan mesin.
HEIA merupakan sistem pertanian yang menggunakan masukan (input)
dari luar secara berlebihan. Umumnya berupa bahan-bahan kimia konvensional
yang memang sengaja dibuat untuk input produksi. Menurut Madura (2010),
sistem ini merupakan konsep yang moderen karena menggantungkan produksinya
dari senyawa kimia sintetis (pupuk, pestisida, dan zat pengatur tumbuh). Hal ini
dapat memberi pengaruh buruk terhadap keseimbangan lingkungan dan kesehatan
manusia 4 .
LEIA adalah sistem yang memanfaatkan sumber daya lokal yang sangat
intensif dengan sedikit atau sama sekali tidak menggunakan masukan dari luar
sehingga tidak terjadi kerusakan sumber daya alam. Kegiatan ini berguna untuk
menambahkan hara kepada tanah dari usahatani itu sendiri sehingga dapat
memperbaiki struktur tanah yang sudah rusak. Bahan-bahan yang digunakan
seperti sampah, kompos, limbah, dan lain- lain. LEIA dapat dikatakan sama
dengan pertanian organik (Madura 2010) 5 .
LEISA adalah sistem pertanian dengan masukan rendah tetapi
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di
tempat dan layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil secara sosial, dan
sesuai dengan budaya lokal. Prinsip-prinsip dasar ekologi pada LEISA
berdasarkan Reintjes et al. (1992) adalah : (1) Menjamin kondisi tanah yang
mendukung pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan organik
dan meningkatkan kehidupan dalam tanah ; (2) Mengoptimalkan ketersediaan dan

4
Madura, Uftori. 2010. Kesuburan Tanah. Uftoriwasit.b logspot.com/2010/10/kesuburan -
tanah.html [12 Februari 2012]
5
Loc. cit
menyeimbangkan arus unsur hara, khususnya melalui pengikatan nitrogen,
pemompaan unsur hara, dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap ; (3)
Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan
pengelolaan iklim mikro, pengeloaan air dan pengendalian erosi ; (4)
Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui
pencegahan dan perlakuan yang aman ; (5) Saling melengkapi dan sinergis dalam
penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem
pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.
HEIA dapat merusak lingkungan sehingga dikhawatirkan akan merusak
keseimbangan ekosistem di kemudian hari, sedangkan LEIA tidak produktif
sehingga dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional.
LEISA hadir di antara HEIA dan LEISA, memberikan solusi atas kelemahan
kedua sistem tersebut. LEISA lebih realistis dibandingkan LEIA atau pertanian
organik karena selain menggunakan input organik, masih diperbolehkan
menggunakan input anorganik atau kimia sintetis dalam batasan wajar sehingga
tidak menimbulkan residu pada produk jadi dan lingkungan.

2.4. Pertanian Organik


Pertanian organik awalnya memang sudah lama berkembang sejak ilmu
bercocok tanam dikenal manusia dengan cara tradisional. Seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ditemukanlah metode baru yaitu penggunaan pupuk
kimia sintetis, varietas unggul, pestisida, dan lainnya. Metode baru tersebut
memang mendatangkan hasil yang meningkat dibandingkan cara tradisional.
Metode ini dikenal dengan nama “Revolusi Hijau” di Indonesia.
Revolusi hijau semakin banyak dipraktekkan oleh petani-petani Indonesia
sehingga dampak negatifnya baru dirasakan saat-saat ini, salah satunya yaitu
kondisi tanah yang semakin kritis dan tidak subur akibat pencemaran bahan kimia
sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh
karena masyarakat semakin menyadari akan dampak negatif dari pemakaian
bahan kimia saat budidaya tanaman pangan, cara tradisional yaitu pemakaian
bahan alami kembali mendapat perhatian dari petani-petani maupun pelaku usaha
pertanian di Indonesia.
Pertanian organik adalah manajemen produksi pertanian dimana teknik
budidaya yang digunakan yaitu mengandalkan bahan-bahan alami tanpa
menggunakan bahan kimia sintetis dalam pemeliharaan kesuburan tanah dan
keberhasilan produksi (IFOAM 2005 ; FAO 2007). Menurut IFOAM (2005),
terdapat empat prinsip pertanian organik. Keempat prinsip tersebut antara lain :
(1) Prinsip Kesehatan dimana pertanian organik harus melestarikan dan
meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu
kesatuan dan tak terpisahkan ; (2) Prinsip Ekologi dimana pertanian organik harus
didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan ; (3) Prinsip Keadilan
dimana pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama ; (4) Prinsip
Perlindungan dimana pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan
bertanggung jawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang
dan mendatang serta lingkungan hidup.
Namun, terdapat dua pengertian pertanian organik yang berkembang di
Masyarakat Indonesia saat ini, yaitu pertanian organik dalam arti luas dan arti
sempit. Pertanian dalam arti luas adalah sistem pertanian yang masih boleh
menggunakan bahan kimia sintetis sesuai peraturan yang berlaku dan tidak
mengandung residu pestisida pada produknya, sedangkan dalam arti sempit adalah
sistem pertanian yang sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan bahan kimia
sintetis, hanya bahan organik yang diperbolehkan.

2.5. Kinerja
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi- fungsi suatu
pekerjaan atau profesi baik kualitas maupun kuntitas yang dicapai dalam waktu
tertentu (Mangkunegara 2005; Wirawan 2009). Faktor- faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan dan motivasi. Kemampuan terdiri
dari kemampuan potensi dan kemampuan reality (pengetahuan dan keahlian),
sedangkan motivasi diartikan sebagai sikap terhadap situasi kerja (Mangkunegara
2005). Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu
serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja
dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan
baik.
Kinerja seseorang merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yaitu
faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor
internal individu (Wirawan 2009). Menurut Mangkuprawira (2007), kinerja pada
dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan.
Tanpa mengetahui ketiga faktor ini, kinerja yang baik tidak akan tercapai. Kinerja
dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan
kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah perasaan individu terhadap pekerjaan yang
dimiliki. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh
pekerjaan secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya 6 .
Seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja akan menghasilkan kinerja
seseorang dan kemudian menentukan baik tidaknya kinerja organisasi keseluruhan
karena organisasi merupakan kumpulan dari individu yang memiliki kesamaan
visi atau tujuan. Kinerja organisasi dapat terlihat dari pencapaian tujuan atau visi
bersama, apakah tercapai atau tidak. Kinerja salah satu organisasi dapat
mempengaruhi kinerja organisasi lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dalam
kinerja rantai pasok.
Sebuah rantai pasok terdiri dari kumpulan organisasi atau perusahaan yang
saling bermitra. Rantai pasok berfungsi mengalirkan produk dari produsen awal
hingga konsumen akhir. Tujuan akhir rantai pasok adalah memaksimalkan nilai
yang diperoleh serta memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen akhir. Jika
salah satu organisasi (perusahaan) sebagai pemasok tidak baik dalam hal kinerja
misalkan kualitas produk yang dipasok tidak sesuai kesepakatan dengan mitra,
maka akan mempengaruhi kinerja mitra sebagai organisasi (perusahaan) dalam
menjual kembali produk. Selanjutnya, akan berakibat pada kinerja rantai pasok
keseluruhan yang tidak dapat memenuhi kepuasan konsumen yang menginginkan
produk berkualitas sehingga nilai yang diperoleh rantai pasok berkurang. Oleh
karena persaingan dihadapi oleh rantai pasok saat ini, maka harus diintegrasikan

6
Mangkuprawira, T.S. 2007. Kinerja : Apa itu?. ronawajah.wordpress.com/
2007/05/29/kinerja-apa-itu/. [5 Januari 2012]
seluruh anggota rantai pasok sehingga menghasilkan kinerja yang baik dilihat dari
pencapaian tujuan rantai pasok.

2.6. Tinjauan Penelitian Te rdahulu


Hasil penelitian yang akan menjadi tinjauan dalam penelitian ini yaitu
penelitian yang bertemakan analisis deskriptif rantai pasok, nilai tambah, dan
pengendalian persediaan. Analisis deskriptif rantai pasok dilakukan untuk
mengetahui bagaimana gambaran rantai pasok secara keseluruhan, apakah sudah
baik atau belum dan bagian mana yang harus diperbaiki. Tujuan dari analisis ini
pada umumnya adalah mengidentifikasi dan mengkaji pengelolaan rantai pasok
(Wicaksono 2010 ; Aryanthi 2011 ; Riwanti 2011), menganalisis aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota rantai pasok (Aryanthi 2011) serta
menganalisis kinerja rantai pasok dan alternatif kebijakan pengembangan
manajemen rantai pasok (Riwanti 2011). Terdapat penelitian yang
mengkombinasikan analisis rantai pasok dan strategi pengembangan di dalam
rantai pasok, seperti dilakukan oleh Wicaksono (2010). Peneliti melakukan
perumusan alternatif strategi rantai pasok dalam rangka meningkatkan kinerja
rantai pasok jangka panjang dan menetapkan strategi terbaik berdasarkan strategi
terpilih bagi rantai pasok udang vaname.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian analisis rantai pasok
adalah metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen
rantai pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking)
seperti yang dilakukan oleh Wicaksono (2010) dan Riwanti (2011). Aryanthi
(2011) tidak menggunakan Kerangka FSCN, tetapi menggunakan metode analisis
deskriptif rantai pasok yang mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan
proses bisnis rantai. Riwanti (2011) melakukan penelitian mengenai manajemen
rantai pasok brokoli organik. Metode yang digunakan Riwanti (2011) tidak hanya
Kerangka FSCN, tetapi juga menggunakan metode analisis efisiensi pemasaran
dengan alat margin pemasaran dan farmer’s share serta analisis kesesuaian
atribut. Efisiensi pemasaran dan analisis kesesuaian atribut dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kinerja rantai pasok brokoli organik. Hasil penelitian ini
yaitu nilai farmer’s share yang kecil, yakni 18,75 persen dari harga jual akhir.
Kebijakan yang direkomendasikan Riwanti (2011) adalah dukungan kredit, trust
building, dukungan pemerintah dan kesepakatan kontraktual.
Kerangka FSCN digunakan untuk menganalisis kondisi manajemen rantai
pasok secara deskriptif. Metode ini menganalisis enam elemen yang menyusun
rantai pasok. Kerangka FSCN akan digunakan dalam penelitian ini dengan aspek-
aspek yang ditinjau kembali dari penelitian Wicaksono (2010) dan Riwanti
(2011). Aspek-aspek yang menjelaskan setiap elemen dalam Kerangka FSCN juga
ditinjau dari buku dan literatur lainnya.
Analisis nilai tambah pada umumnya dilakukan oleh peneliti-peneliti
untuk mengetahui besar nilai tambah yang dimiliki produk atas pengolahan atau
pemberian nilai yang lebih pada sebuah produk. Namun, pada penelitian ini tidak
dilakukan analisis nilai tambah pengolahan, tetapi nilai tambah perolehan
anggota-anggota yang berkumpul dalam sebuah rantai pasok. Cohan da n Costa
(2009) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak ekonomi dan hubungan
yang komplek antara anggota rantai nilai gandum. Hal tersebut akan dianalisis
melalui analisis nilai tambah di setiap tiga belas anggota rantai nilai gandum.
Analisis nilai tambah dapat digunakan untuk mengukur output dari setiap
sektor yang berkontribusi terhadap ekonomi negara melalui PDB seperti yang
dilakukan oleh Blokland et al (1997) serta Brunton dan Trickett (2007). Blokland
et al (1997) mengukur kontribusi ekonomi industri turfgrass atau tanah datar yang
berumput di Florida, Amerika Serikat, sedangkan Brunton dan Trickett (2007)
melakukan pengukuran output sektor pertanian di Australia. Analisis nilai tambah
dapat dikategorikan sebagai analisis mikro (Katwal et al 2007). Nilai tambah
digunakan untuk menghindari terjadinya double counting ketika dijumlahkan nilai
tambah seluruh pelaku usaha atau perusahaan. Nilai tambah merupakan output
dikurangi biaya input intermediate (Blokland et al 1997 ; Brunton & Trickett
2007 ; Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Untuk mengetahui nilai tambah
dalam rantai pasok keseluruhan, nilai tambah setiap anggota rantai pasok atau
perusahaan dijumlahkan seperti yang dinyatakan oleh Katwal et al (2007) serta
Cohan dan Costa (2009).
Penelitian mengenai analisis pengendalian persediaan pada umumnya
dilatarbelakangi adanya ketidakmampuan pelaku usaha memenuhi permintaan
konsumen akhir bersama anggota rantai pasoknya lainnya. Tujuan penelitian
analisis pengendalian persediaan pada umumnya yaitu menganalisis kebijakan
pengendalian persediaan bahan baku dan memberikan model alternatif
pengendalian bahan baku sehingga dapat meminimumkan biaya atau ukuran
pemesanan ekonomis (Helena 2005 ; Panggabean 2009), mengetahui
perbandingan jumlah ukuran pemesanan ekonomis antara sebelum dan sesudah
koordinasi antar rantai pasok serta mengetahui berapa besar jumlah safety stock
yang disediakan dan perbandingan total biaya antara sebelum dan sesudah
koordinasi antar rantai pasok (Panggabean 2009), dan mengkaji penerapan
pengelolaan rantai pasok dengan melihat manfaat dan kendala (Aryanthi 2011).
Penentuan jumlah persediaan dianalisis oleh Helena (2005) dengan
menggunakan Material Requirement Planning (MRP) dengan penentuan ukuran
lot teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Part Period
Balancing (PPB). Penelitian ini juga menerapkan Pareto Analysis yang membagi
bahan baku menjadi tiga kelas, yaitu A, B, dan C. Hasil analisis menunjukkan
bahwa metode MRP dapat memberikan penghematan terbesar pada biaya
persediaan. Saran yang direkomendasikan kepada perusahaan adalah perusahaan
sebaiknya menggunakan metode MRP dengan teknik PPB karena memberikan
penghematan biaya persediaan terbesar, sedangkan biaya yang dapat dihemat
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk serta tetap menjaga
hubungan dan kerja sama kepada pemasok.
Metode yang digunakan oleh Panggabean (2009) dengan judul penelitian
analisis logistik dengan menggunakan konsep supply chain management (SCM)
di PTPN III Gunung Para adalah metode peramalan linier, EOQ, dan safety stock.
Penelitian ini memberikan hasil besarnya jumlah safety stock yang optimal serta
perusahaan terbukti dapat menghemat biaya melalui koordinasi sistem secara
total. Sedangkan metode yang digunakan oleh Aryanthi (2011) adalah analisis
pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui
peramalan permintaan, penentuan EOQ, jumlah pemesanan kembali atau reorder
point (ROP), dan jumlah safety stock. Penerapan pengelolaan rantai pasok
menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak yang terkait. Dengan penerapan
rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku serta
anggota rantai pasok dapat melakukan penghematan biaya pemesanan. Selain itu,
EOQ yang dapat dipesan meningkat dibandingkan tanpa adanya koordinasi.
Tiga penelitian mengkaji pengendalian persediaan dalam rantai pasok atau
pengadaan bahan baku, yaitu penelitian Helena (2005), Panggabean (2009), dan
Aryanthi (2011). Ketiganya sama-sama menentukan jumlah pemesanan optimum
(EOQ). Metode- metode yang digunakan oleh ketiganya dalam mengkaji
pengelolaan rantai pasok menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian kali
ini. Ketiga penelitian tersebut sama-sama mengasumsikan bahwa permintaan yang
dihadapi perusahaan atau rantai pasok selalu tetap. Namun, terdapat
ketidakkonsistenan dalam pembahasan penelitian tersebut, yaitu pada awalnya,
permintaan diasumsikan tetap dengan melakukan pengukuran EOQ, tetapi
kemudian ROP dan safety stock juga diukur dimana menurut Chopra dan Meindl
(2004), ROP dan safety stock timbul karena adanya permintaan yang berfluktuasi.
Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang ditinjau
sebagai bahan referensi. Penelitian yang mengangkat tema analisis rantai pasok
berjaring, nilai tambah, dan pengendalian persediaan rantai pasok beras organik
menggabungkan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada objek penelitian dan tahapan analisis. Ko moditas yang menjadi
objek penelitian kali ini yaitu beras yang dihasilkan dari sistem pertanian organik
atau beras organik. Penelitian ini menganalisis rantai pasok secara deskriptif,
kinerja rantai pasok melalui efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset, nilai
tambah serta pengendalian persediaan beras organik dalam rantai pasok.
Sedangkan alat analisis yang digunakan yaitu kerangka FSCN, margin pemasaran,
farmer’s share, inventory turnover, inventory days of supply, cash to cash cycle
time, perhitungan nilai tambah serta model- model pengendalian persediaan yang
sesuai dengan kondisi permintaan yang dihadapi serta kebijakan persediaan yang
diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai