Anda di halaman 1dari 13

Referat

VITILIGO

Oleh:
Ezra Reinhard, S.Ked
04084821921046

Pembimbing:
Dr. dr. Yuli Kurniawati, Sp.KK(K), FINSDV,FAADV

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

VITILIGO

Oleh:
Ezra Reinhard, S.Ked
04084821921046

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
senior di Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 24 Juni 2019 - 29 Juli 2019.

Palembang, Juli 2019

Dr. dr. Yuli Kurniawati, Sp.KK(K), FINSDV,FAADV


VITILIGO
Ezra Reinhard, S.Ked
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Pendahuluan
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor
genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi
melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun. Keterangan lainnya
mencakup kejadian kerusakan adesi melanosit, neurogenik, biokimiawi, autotoksisitas.1
Vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia, di usia berapapun,
tersering pada usia 10-40 tahun, dengan dominasi pada perempuan. Di Amerika, sekitar 2
juta orang menderita vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200 orang. Di Eropa, sekitar
0,5% populasi menderita vitiligo. Di India, angkanya mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di
China sekitar 0,19%. Sebagian besar kasus terjadi sporadis, sekitar 10-38% penderita
memiliki riwayat keluarga dan pola pewarisannya konsisten dengan trait poligenik.
Umumnya vitiligo muncul setelah kelahiran, dapat berkembang di masa anak-anak, onset
usia rata-ratanya adalah 20 tahun. Sementara ahli berpendapat vitiligo dijumpai baik pada
pria maupun wanita, tidak berbeda signifi kan dalam hal tipe kulit atau ras tertentu. Pada
25% kasus, dimulai pada usia 14 tahun; sekitar separuh penderita vitiligo muncul sebelum
berusia 20 tahun.2
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit autoimun, termasuk penyakit tiroid
autoimun, SLE (systemic lupus erythematosus), dan IBD, berkelompok pada keluarga
penderita vitiligo. Vitiligo merupakan komponen dari APECED (APS1) dan sindrom-
sindrom autoimunitas multipel Schmidt (APS2). Vitiligo juga terkait erat dengan berbagai
penyakit autoimun organ spesifi k, seperti: penyakit tiroid, tiroiditis Hashimoto, penyakit
Addison, diabetes melitus tipe 1, hipotiroidisme primer, dan anemia pernisiosa, alopecia
areata, dan penyakit Addison. Tiroiditis Hashimoto paling sering dijumpai pada anak-
anak. Uveitis juga sering dijumpai pada penderita vitiligo.2
Vitiligo biasa terjadi mulai setelah lahir, walaupun dapat pula muncul pada masa anak-
anak, awitan rata-rata berusia 20 tahun. Penyebaran lesi tersering nonsegmental atau
generalisata sedangkan jenis lainnya yang tidak banyak adalah segmental, lesi
depigmentasi menyebar asimetris, yaitu hanya pada satu sisi. Aspek penting pada vitiligo
adalah efek psikologis, terutama bila terlihat oleh orang lain. Pasien sering mengalami
efek social dan emosional, misalnya kurang percaya diri, kecemasan sosial, depresi,

1
stigmatisasi, dan yang paling luar biasa adalah penolakan lingkungan. Dampak ini sedikit
dijumpai pada pasien kulit putih karena kulit normalnya tidak berbeda mencolok dengan
warna vitiligo.1
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis vitiligo.

Etiologi dan patogenesis


Penyebab dan patogenesis dari vitiligo itu sendiri masih belum diketahui secara pasti
tetapi banyak hipotesis yang mengemukakan panyebab dari vitiligo seperti faktor genetik,
autoimun, gangguan oksidan, serta teori neural. Faktor genetik yang terlibat dalam
patogenesis vitiligo adalah HLA gen (A2, DR4, DR7, dan Cw6). Penyakit-penyakit
kelainan tiroid seperti hasimoto tiroiditis dan penyakit grave serta kelainan endokrin
seperti Addison disease dan diabetes mellitus berkaitan erat dengan terjadinya kasus
vitiligo, diduga penyebabnya adalah autoantibodi yang menyebabkan kerusakan melanin,
itu terlihat saat melakukan percobaan pada hewan yang antibodi pigmennya muncul
setelah pigmennya menghilang.4,5
Destruksi melanosit juga dipercaya dikarenakan autoreaktif sitologi T sel dan
bertambahnya sirkulasi CD8 sitotoksik limfosit yang reaktif terhadap
melanA/matt1(melanoma antigen recognized by cell), glikoprotein 100 dan tirosinase
telah dilaporkan pada pasien vitiligo. Akumulasi radikal bebas seperti NO juga dipercaya
memainkan peran penting dalam terjadinya destruksi melanosit.4

Manifestasi klinis
Vitiligo merupakan bercak putih pucat, berbatas tegas, umumnya berdiameter 0,5-5
cm,dapat disertai gatal atau panas, namun keluhan terutama pada problem kosmetik.
Distribusi vitiligo mengikuti tiga pola, yaitu: fokal, segmental, dan generalisata
(nonsegmental). Fokal; vitiligo terbatas pada satu atau dua area tubuh. Segmental;
hilangnya warna hanya pada satu sisi tubuh, bisa juga mengenai minimal satu segmen atau
lebih. Bersifat stabil dan unilateral. Distribusinya sesuai dengan satu atau lebih dermatoma
tubuh yang berdekatan atau sesuai Blaschko’s lines. Sering dimulai di masa anak-anak.
Onset cepat. Sering terjadi pada wajah. Biasanya tidak disertai penyakit autoimun lainnya.
Pada kasus onset dini, sulit dibedakan dengan nevus depigmentosus. Generalisata
(nonsegmental); terbanyak dijumpai, hilangnya pigmen tersebar dan simetris. Bersifat

2
progresif dan “bergejolak”(fl areups). Karakterisasinya adalah bercak putih biasanya
simetris, sering bertambah/ meluas seiring berjalannya waktu. Umumnya terjadi di tempat
yang sensitif terhadap tekanan-gesekan, dan cenderung mudah trauma, seperti di: jari-jari,
persendian (siku, lutut), aksila, pergelangan tangan, pusat, sekitar mata, hidung, telinga,
mulut, lipat paha, genitalia, dan anus. Dapat dimulai di masa anak, namun biasanya terjadi
kemudian. Kerapkali berhubungan dengan riwayat autoimunitas pada keluarga atau
personal. Sering kambuh lagi di tempat sama (in situ) setelah autologous grafting. Terkait
erat dengan kehilangan fungsi epidermis secara substansial, dan terkadang juga melanosit
folikel rambut. Vitiligo non-segmental vitiligo disebut juga vitiligo vulgaris/simetris atau
tipe acro-facial. Sebagian literatur menyebutkan tipe klinis vitiligo universal, yaitu:
hilangnya pigmen di seluruh area permukaan tubuh. Presentasi klinis paling umum adalah
lesi depigmentasi di area yang terpapar sinar matahari. Adapun klasifikasi klinis vitiligo
adalah sebagai berikut:
1. Localized, terbagi tiga: fokal (satu makula atau lebih dengan distribusi sederhana),
segmental (satu makula atau lebih di salah satu bagian tubuh, dengan distribusi
dermatomal; ciri khasnya adalah lesi berhenti mendadak di garis tengah tubuh),
mukosal (keterlibatan mukosa membran).4,6
 Vitiligo fokal
Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada satu area, paling
banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun leher dan batang tubuh
juga sering terkena.4,6

Gambar 1. Focal Vitiligo: (A) di bokong (B) di wajah

 Vitiligo segmental dan mukosal


Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasidermatom. Jenis ini
cenderung memiliki pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis ini tidak
berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya. Jenis ini lebih
3
sering terjadi pada anak-anak. Perubahan pada neural peptide turut dipengaruhi pada
patogenesis jenis ini. Lebih dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki
patch pada rambut yang memutih yang dikenal sebagai poliosis sedangkan vitiligo
mucosal hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.4,6

Gambar 2. Vitiligo Segmental: (A) distribusi quasi dermatom pada wajah dan leher (B) Poliosis
pada alis dan bulu mata

Gambar 3. Vitiligo Mukosal.

2. Generalized, terbagi tiga: vulgaris (bercak putih tersebar atau berpencar), acrofacialis
(bagian putih atau patches terlokalisir atau terbatas pada ekstrimitas distal dan wajah),
mixed atau campuran (bentuk vulgaris dan acrofacialis). Tipe vulgaris merupakan
yang paling sering dijumpai. Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki
distribusi yang simetris.4,6

4
Gambar 4. Vitiligo vulgaris (A) pada dewasa (B) pada anak

Gambar 5. Vitiligo akrofasial.

Gambar 6. Mixed vitiligo

3. Universalis (lesi sepenuhnya atau hampir di seluruh permukaan kulit). Perubahan


warna kulit pertama kali dijumpai di daerah terbuka, seperti di wajah atau punggung
tangan. Lalu pembentukan pigmen berlebih (hiperpigmentasi) terdapat di: ketiak, lipat

5
paha, sekitar putting susu, dan kelamin. Vitiligo juga banyak dijumpai di bagian yang
sering terkena gesekan, seperti: punggung tangan, kaki, siku, lutut, tumit.
Pada kasus tertentu, warna rambut di kulit kepala, bulu-alis mata, atau janggut
memudar menjadi agak putih atau keabu-abuan; warna retina berubah atau hilang.
Vitiligo juga dapat mengenai bagian tubuh yang menonjol dan terpajan sinar surya,
misalnya: di atas jari, di sekitar mata-mulut-hidung, tulang kering, dan pergelangan
tangan. Terkadang juga ditemukan di alat kelamin, puting susu, bibir, dan gusi.
Adakalanya penderita vitiligo memiliki varian luar biasa yang dinamakan tipe confetti,
ciri khasnya adalah memiliki beberapa makula hipomelanotik, discrete, dan amat kecil
(tiny). Peradangan pada vitiligo secara klinis ditandai erythema di tepi makula
vitiligo.4,6

Gambar 7. Vitiligo universalis

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lampu wood dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding yaitu
pitiriasis versicolor dimana pada kasus pitiriasis versicolor (PV) akan menampilkan
fluoresen kuning keemasan sedangkan pada vitiligo biru keputihan yang disebabkan
akumulasi biopterin. Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) juga dapat dilakukan untuk
membantu menyingkirkan diagnosis banding morbus hansen dimana pada pemeriksaan
BTA akan terlihat banyak bakteri Mycobacterium Leprae. Pemeriksaan mikologis
langsung sediaan kerokan kulit juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis PV
dimana pada kasus PV akan menunjukkan kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat,
kadang oval. Gambaran demikian menyebabkan sebutan serupa ‘spaghetti and meatballs’
atau ‘bananas and grapes’. Sediaan diambil dengan kerokan kulit menggunakan scalpel
atau dengan merekatkan selotip. Pemeriksaan dengan menggunakan larutan KOH 20%,
dan dapat ditambahkan sedikit tinta biru-hitam untuk memperjelas gambaran elemen
jamur.1,7,8
6
Penderita vitiligo sebaiknya menjalani pemeriksaan laboratorium sebagai screening:
T4, radioimmunoassay TSH (thyroidstimulating hormone), antinuclear antibody, gula
darah puasa, hitung darah lengkap (complete blood count) atas indikasi anemia pernisiosa,
dan tes stimulasi ACTH jika curiga penyakit Addison. Sebaiknya semua penderita
diperiksa kadar gula darahnya, mengingat lebih rentan/ berisiko menderita diabetes
melitus, penyakit tiroid, anemia pernisiosa, dan penyakit Addison.1
Pemantauan repigmentasi secara akurat memerlukan fotografi klinis dan bila
mungkin, fotografi yang diambil di bawah sinar ultraviolet. Vitiligo generalisata
berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit tiroid autoimun, terutama tiroiditis
Hashimoto sehingga kadar tirotropin sebaiknya diukur setiap tahun, terutama pada
penderita dengan antibodi terhadap thyroid peroxidase pada screening awal. Tes fungsi
tiroid, uji serum antithyroglobulin dan antithyroid peroxidase antibodies dapat
dipertimbangkan. Antithyroid peroxidase antibodies adalah marker sensitif-spesifik dari
gangguan tiroid autoimun.1

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta
ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood.
Diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis pasien, dengan
ditemukannya gambaran bercak “kapur putih”, bilateral (biasanya simetris), makula
berbatas tajam pada lokasi yang khas. Berdasarkan temuan yang didapat, lesi berwarna
putih yang berbatas tegas pada kulit dengan tidak ada tanda-tanda inflamasi dan sering
membesar secara sentrifugal. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak
putih berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.9

Diagnosis banding
Beragam diagnosis banding untuk vitiligo antara lain: depigmentasi diinduksi obat atau
topikal, depigmentasi pasca-inflamasi (misalnya: skleroderma, psoriasis, atopic eczema),
depigmentasi pasca-trauma, halo naevus, hipomelanosis guttata idiopatik, progressive
macular hypomelanosis, morbus hansen, lichen sclerosus (untuk vitiligo genital),
melanoma-associated leucoderma, melasma, mycosis fungoides-associated
depigmentation, naevus hipopigmentasi, pitiriasis alba, pitiriasis versikolor.

7
Penyakit/gangguan tersering yang dikira/ mirip vitiligo adalah: pitiriasis versikolor,
morbus hansen, pitiriasis alba.4

Penatalaksanaan
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo. Hampir
semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh pendekatan
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai
dengan masing-masing penderita.9

Gambar 8. Algoritma tatalaksana vitiligo

 Tabir surya
Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada kulit
dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat mencegah
terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning
dari kulit yang sehat dan mengurangi kekontrasan antara kulit yang sehat dengan
kulit yang terkena vitiligo.9
 Kosmetik
Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan covermask
kosmetik sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma, khususnya pada
wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-
produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Pilihan untuk menggunakan

8
kosmetik cukup menguntungkan pasiendikarenakan biayanya yang murah, efek
samping yang kecil, dan mudah digunakan.9

Gambar 9. Make up vitiligo

 Repigmentasi
1. Glukokortikoid topikal
Sebagai awal pengobatan diberikan secara intermiten (4 minggu pemakaian, 2
minggu tidak) glukokortikoid topikal kelas I cukup praktis, sederhana, dan
aman untuk pemberian pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan
tidak ada respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan
pemantauan tanda awal atrofi akibat penggunaan kortikostreoid.

2. Inhibitor Kalsineurin
Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk repigmentasi vitiligo tetapi hanya
didaerah yang terpapar sinar matahari. Obat ini dilaporkan paling efektif bila
dikombinasikan dengan UVB atau terapi laser excimer.
3. Topikal fotokemoterapi.
Menggunakan topikal8-methoxypsoralen (8-MOP) dan UVA. Prosedur ini
diindikasikan untuk makula berukuran kecil dan hanya dilakukan oleh dokter
yang berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin diperlukan
≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥ 100 kali terapi untuk
menyelesaikannya.9
 Minigrafting
Skin-grafting dilakukan jika pada lesi yang luasnya <20% luas permukaan tubuh
(BSA) dan telah dilakukan fototerapi PUVA namun tidak memberikan hasil.9

9
 Depigmentasi
Depigmentasi dilakukan jika luas lesi >50% luas permukaan tubuh dan telah
dilakukan fototerapi PUVA namun tidak memberikan hasil. Tujuan dari
depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien dengan vitiligo yang luas
atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal, yang tidak dapat menggunakan
PUVA, atau pasien yang menolak pilihan terapi PUVA. Bleaching yaitu
pemutihan kulit normal dengan krim monobenzyl ether dari hydroquinone (MEH)
20% ini bersifat permanen alias tidak reversibel.9

Prognosis
Area yang mengalami depigmentasi sering simetris dan biasanya bertambah besar
seiring bertambahnya waktu. Penyakit ini sangat terlihat pada kulit gelap dan memiliki
dampak yang signifikan pada kualitas hidup anak dan dewasa. Pasien dengan vitiligo
biasanya mengalami stigmatisasi, isolasi dan tingkat kepercayaan diri yang rendah.
Meskipun penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan secara total, pengobatan yang
tersedia dapat menghentikan progresifitas penyakit dan dapat menginduksi terjadinya
repigmentasi pada beberapa kasus. Pasien juga perlu diedukasi bahwa penyakit tersebut
tidak dapat sembuh secara total dan pengobatan yang diberikan bersifat untuk
menghentikan progresifitas penyakit.10,11, 12

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TN. Vitiligo. Dalam: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi K. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 8. Jakarta: FKUI.
2. Anurogo D, Ikrar T. Vitiligo. CDK-220/ vol. 41 no. 9 th. 2014.
3. Lee CH, Wu SB, Hong CH, Yu HS, Wei YH. Molecular mechanisms of UV-
induced apoptosis and its effects on skin residential cells: the implication in UV-
based phototherapy. Int. J. Mol. Sci. 2013
4. Birle AS, Spritz RA, Norris D. Vitiligo. Dalam: Goldsmith LG, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in General
medicine. Edisi ke-8. New york: McGraw-Hill Medical; 2012. h. 792-803.
5. Kasumagic-Halilovic E, Ovcina-Kurtovic N, Jukic T, Karamehic J, Begovic B,
Samardzic S. Vitiligo and autoimmunity. Mediev Archaeol 2013;67:91–93.
6. Faria AR, Tarlé RG, Dellatorre G, Mira MT, Castro CC. Vitiligo – part 2 –
classification, histopathology, and treatment. An Bras Dermatol 2014;89:784–790
7. Verna S, Heffernan MP. Superficial fungal infection: dermatophytosis,
onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Levell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in General
medicine. Edisi ke-8. New york: McGraw-Hill Medical; 2012.h. 2277-97.
8. Nugroho, SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis mikosis superfisialis.
Dalam:Dermatomikosis superfisialis. Edisi Ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2013.h. 163-4
9. Wolff K, Johnson RA. 2017. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology. 8th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. H. 335-341.
10. H. Silverberg JI, Silverberg NB. Quality of life impairment in children and
adolescents with vitiligo. Pediatr Dermatol 2014;31:309.
11. Krüger C, Schallreuter KU. Stigmatisation, vvoidance behaviour and difficulties in
coping are common among adult patients with vitiligo. Acta Derm Venereol 2015;
95:553.
12. Daniel BS, Wittal R. Vitiligo treatment update. Australas J Dermatol 2015;56:85.

11

Anda mungkin juga menyukai