Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI


TEKSTIL

Disusun Oleh:
1. Harris Febriansyah (1531010108)
2. Duhaul Biqal Kautsar (1531010110)
3. Dinar Ismilla Putri (1531010114)
4. Indah Nur Laila (1531010115)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2018
BAB I
PROSES KIMIA

I.1 Karakteristik Limbah Cair


Limbah cair industri tekstil didapat dari daerah medokan berasal dari proses
pewarnaan jeans dengan karakterisitik sebagai berikut:
1. Warna : Biru keunguan
2. Bau : Tidak berbau
3. pH :8

Gambar 1. Limbah Tekstil Sebelum Proses Pengolahan

I.2 Metode dan Hasil Pengolahan


I.2.1 Metode Pengolahan
Pengolahan limbah dilakukan dengan proses kimia dimana proses ini bertujuan
agar partikel zat terlarut dapat membentuk partikel-partikel berukuran cukup besar
sehingga mudah diendapkan.
Proses pengolahan terdiri dari 2 tahap yaitu:

1. Tahap pengenceran

Pada tahap pengenceran, limbah tekstil sebanyak 200 ml diencerkan dengan


aquadest hingga 1000 ml (1:5). Hal ini dilakukan agar memudahkan
pengamatan perubahan yang terjadi selama proses pengolahan.

2. Tahap penambahan koagulan

Pada tahap ini limbah hasil pengenceran diambil sebanyak 500 ml, kemudian
ditambahkan koagulan dimana koagulan yang digunakan berupa alumunium
sulfat (Al2SO4) dengan konsentrasi 2 N. Penambahan Al2SO4 ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga timbul endapan.

I.2.2 Hasil Pengolahan

1. Hasil pengenceran

Gambar 2. Limbah Tekstil Setelah Diencerkan


Limbah yang awalnya memiliki warna biru keunguan yang sangat pekat
sehingga susah untuk dapat diamati perubahannya selama proses pegolahan,
setelah dilakukan pengenceran warna limbah tekstil menjadi berwarna ungu
tidak terlalu pekat.

2. Hasil penambahan koagulan

Gambar 3. Limbah Tekstil Setelah Penambahan Al2SO4

Penambahan koagulan berupa Al2SO4 yang dibutuhkan hingga timbul


endapan adalah sebanyak 5 ml. Setelah diendapkan selama 24 jam didapatkan
filtrat yang belum terlalu jernih dengan warna agak keunguan dan memiliki
nilai pH 7

I.3 Kesimpulan
Pengolahan limbah tekstil secara kimia ini harus diencerkan terlebih dahulu
bertujuan untuk memudahkan pengamatan pada saat limbah diolah. Pengolahan
limbah secara kimia dimaksudkan untuk memperoleh pH larutan limbah yang sesuai
baku mutu dan membentuk endapan agar zat-zat anorganik yang tersuspensi pada
limbah tekstil dapat mengendap selanjutnya dipisahkan menggunakan proses fisika.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa penambahan
alumunium sulfat sudah cukup untuk memperoleh pH larutan yang sesuai baku mutu
dan membentuk endapan. Penambahan aluminium sulfat diperlukan karena akan
membuat pH larutan sesuai baku mutu. Maka hendaknya pada pengolahan proses
kimia disesuaikan dengan karakteristik awal limbah tersebut, jika pH awal asam
cukup ditambahkan koagulan basa tetapi jika pH larutan basa maka perlu
ditambahkan aluminum sulfat .
BAB II
PROSES FISIKA
II.1 Karakteristik Limbah
Setelah dilakukan proses kimia, dilakukan pengolahan limbah selanjutnya
dengan menggunakan proses fisika. Pengolahan dengan proses fisika ini bertujuan
untuk menghilangkan endapan yang terbentuk dari proses kimia, sekaligus
menghilangkan bau pada limbah dan menjernihkan warna limbah cair. Pengolahan
limbah secara fisika ini menggunakan proses filtrasi.
Karakteristik fisik limbah cair industri tekstil setelah pengolahan secara kimia :
 Warna : Bening keunguan
 Bau : Menyengat

II.2. Metode Pengolahan


Pada pengolahan limbah secara fisika ini, kami menggunakan 2 metode
pengolahan yaitu dengan menggunakan sand filter dan carbon black filter. Limbah
industri tekstil yang digunakan merupakan lanjutan dari limbah yang telah dilakukan
proses kimia sehingga terdapat endapan di dasarnya.

Gambar II.2.1. Limbah industri tekstil sebelum proses fisika


II.2.1 Pengolahan Menggunakan Sand Filter

Pengolahan menggunakan sand filter dimaksudkan untuk menyaring endapan hasil


proses kimia. Pada mulanya limbah akan dimasukkan dalam sand filter. Dari sand
filter didapatkan hasil bahwa endapan yang tadinya terbentuk hilang tersaring oleh
pasir silika.

Gambar II.2.2. Penyaringan limbah cair secara fisika menggunakan sand filter

Setelah dilakukan proses filtrasi didapatkan bahwa warna larutan limbah


menjadi keruh dan bau limbah cair masih menyengat. Hal ini terjadi mungkin karena
pori – pori pada sand filter belum cukup untuk menyaring endapan dan mungkin alat
yang bocor sehingga ada pasir yang terikut keluar.
Gambar II.2.3. Hasil pengolahan limbah cair setelah keluar dari sand filter
II.2.2 Pengolahan Menggunakan Carbon Black Filter

Pengolahan menggunakan carbon black filter dimaksudkan untuk menghilangkan


warna pada limbah cair dan menjernihkan warna limbah . Limbah cair dimasukkan ke
alat carbon black filter.

Gambar II.2.4 Penyaringan limbah cair secara fisika menggunakan carbon aktif
Limbah yang keluar dari tabung activated carbon filter memiliki warna yang
lebih jernih dibandingkan dengan sebelum limbah dimasukkan dalam activated
carbon filter. Selain itu,bau busuk pada limbah sudah tidak terlalu menyengat lagi.
Hal ini menandakan bahwa carbon black filter mampu mereduksi bau pada limbah
cair.

Gambar II.2.5 Limbah tekstil setelah keluar dari activated carbon filter

II.3 Kesimpulan
Proses fisika dapat digunakan sebagai proses lanjutan dari proses kimia untuk
mengolah limbah industry tekstil karena baik endapan, warna, dan bau dapat
berkurang. Limbah awal berwarna bening keunguan dan memiliki endapan dan
berbau menyengat setelah dilakukan proses fisika limbah menjadi jernih tanpa
endapan dan bau berkurang.
BAB III
PROSES BIOLOGI

III.1 Karakteristik Limbah Cair


Pada pengolahan limbah dengan proses biologi ini digunakan limbah pabrik tempe
dengan karakterisitik sebagai berikut:
1. Warna: kuning keruh
2. Bau : Berbau asam kedelai
3. pH :4

Gambar III.1 Limbah industri tekstil sebelum proses biologi


III.2 Metode Pengolahan dan Hasil Pengolahan
Proses pengolahan secara biologi bertujuan untuk menguraikan zat organik yang
terdapat dalam limbah. Metodenya adalah dengan memasukkan limbah tempe ke
dalam tangki aerasi yang pada bagian dasarnya terdapat selang untuk mengalirkan
udara dari kompresor. Karena limbah tempe memiliki pH 4 maka dilakukan
penambahan NaOH agar pH menjadi netral. Karena pada pengolahan secara biologi
bakteri dapat hidup dalam range pH 6-9. Proses ini dilakukan selama 4 jam. Ketika
proses aerasi berlangsung, terbentuk busa pada bagian atas limbah. Setelah 4 jam,
proses dihentikan..

Gambar III.2.2 Limbah industri Tempe secara pengolahan dengan proses aerasi
Hasil pengamatan setelah proses aerasi selama 4 jam didapatkan bahwa warna
limbah cair yang sebelumnya kuning keruh menjadi kuning kecoklatan namun bau
pada limbah cair telah berkurang sangat besar yang sebelumnya bau sangat
menyengat menjadi tidak menyengat serta terdapat endapan dibawah limbah sesudah
didiamkan.
Gambar III.2.3 Hasil Limbah Industri Tempe

III.3 Kesimpulan
Pengolahan limbah secara biologi aerob dengan mengontakkan udara saja
ke limbah cair kurang bisa memperbaiki karakteristik limbah cair tempe.
Pengontakan dengan udara saja mampu mereduksi bau pada limbah cair namun
malah membuat warna limbah cair yang semula kuning keruh menjadi kuning
kecoklatan serta membentuk endapan pada limbah hasil proses biologi. Hal ini
mungkin terjadi karena proses biologi aerob yang dilakukan tidak dengan
ditambahkan lumpur aktif, jika ditambahkan lumpur aktif mungkin akan dapat
diperoleh hasil yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai