Anda di halaman 1dari 2

Srategi Pembelajaran Menghadapi Era Post Truth

Oleh: Malik Ridwan Fauzi, S.Pd


Guru SMA Negeri 1 Kendal

Era sat ini merupakan era postmodern, dimana perkembangan informasi jauh sangat
cepat dibanding perkembangan fisik. Hal ini ditandai dengan adanya perkembangan penetrasi
media sosial yang sangat massif di berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik,
budaya, pertahanan keamanan, bahkan pendidikan. Pola komunikasi ini menjadi sangat lazim
dan populer menggantikan pola komunikasi yang konvensional secara langsung.

Perkembangan media sosial sebagai alat komunikasi dan persebaran informasi


merupakan suatu hal yang perlu disikapi. Satu sisi hal ini merupakan suatu revolusi teknologi
informasi dan komunikasi yang memudahkan bagi masyarakat. Semua informasi dapat
dengan mudah diakses dan didapatkan dengan cepat. Namun di sisi lain, kecepatan informasi
dan komukasi seringkali tidak dibarengi dengan ketepatan informasi dan komunikasi.
Kecepatan menjadi dominan dibandingkan ketepatan. Sehingga kita seringkali sulit
membedakan mana informasi yang benar dan mana yang salah, mana informasi yang katanya
dengan informasi yang faktanya. Era inilah yang kemudian populer disebut sebagai era post
truth.

Post truth menjadi sebuah kata yang populer saat ini. Bahkan post truth pada tahun
2016 dinobatkan oleh kamus Oxford sebagai “word of the year”. Istilah post truth tersebut
diartikan sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini
masyarakat dibanding emosi dan keyakinan personal. Sehingga kebenaran faktual dianggap
tidak penting dan tidak lebih berpengaruh dibanding kebenaran versi pribadi, kelompok, atau
golonganya.

Kondisi seperti yang dijelaskan di atas saat ini sudah sangat banyak terjadi pada
masyarakat Indonesia. Persebaran hoax melalui media sosial seperti facebook, grup
whatsapp, dan media sosial lainya begitu sangat massif. Sehingga banyak orang yang
terpengaruh oleh berita hoax yang sesuai atau selaras dengan kepentingan, pandangan,
keyakinan persolan dan kelompoknya dibanding dengan penyajian berita yang berdasarkan
fakta – fakta yang benar. Hal ini sangat membahayakan terutama jika persebaran hoax ini
menyangkut hal – hal yang sensitif yang dapat mengancam kerukunan bangsa yang majemuk
seperti Indonesia ini.

Melihat fenomena tersebut, pendidikan menjadi salah satu media untuk memberi
pemahaman sejak dini dalam menyikapi suatu berita dan permasalahan. Pendidikan harus
membekali peserta didik dengan pola pikir yang verifikatif terhadap persoalan – persoalan
yang ada. Salah satunya adalah melalui pembiasaan dalam pembelajaran di kelas. Guru
sebagai pendidik sudah saatnya membiasakan pembelajaran yang saintifik, salah satunya
dengan model problem base learning.

Pada pembelajaran sosiologi, pembelajaran dengan model problem based learning


sangat efektif teruatama pada pembahasan terkait masalah sosial. Siswa akan belajar untuk
mengkaji suatu masalah sosial dengan berdasarkan data dan fakta bukan berdasarkan opini
personal atau pribadi. Selain itu siswa perlu dibiasakan untuk belajar memandang suatu
permasalahan dalam berbagai macam perspektif, yang tujuanya adalah siswa mempunyai
karakter untuk memahami bukan untuk menghakimi.

Selain model pembelajaran yang saintifik, pembelajaran di kelas juga harus


membiasakan diri dengan tradisi literasi. Pembiasaan literasi menjadi kunci dalam mengatasi
permasalahan – permasalahan di era post truth seperti saat ini. Siswa dibiasakan untuk
membaca sebuah persoalan, memahami sebuah permasalahan, mengidentifikasi data faktual
dari sebuah permasalahan, setelah itu menyikapi sebuah permasalahan. Sehingga sikap siswa
dalam menghadapi permasalahan sosial tidak hanya menelan mentah – mentah informasi
namun perlu ada verifikasi.

Tradisi literasi tidak hanya membaca buku, namun saat ini perlu juga dibarengi
dengan digital literacy, sehingga informasi – informasi digital mampu diverifikasi secara
faktual sebelum memberikan penyikapan. Jika dunia pendidikan dalam proses pembelajaran
mampu membiasakan siswa untuk befikir kritis dan saintifik maka persoalan hoax di era post
truth dapat dihindari. Karena seperti kata para analis, mekanisme hoax itu dibuat oleh orang
pintar yang jahat, kemudian dipercaya dan disebarkan oleh orang baik yang bodoh. Oleh
karenanya, sudah saatnya pendidikan melakukan sesuatu untuk mencerdaskan generasi
bangsa dengan pembelajaran yang kritis, saintifik, dan emansipatoris, bukan pembelajaran
yang mendikte, searah, dan penuh stigma. Sekian...

Anda mungkin juga menyukai