Era sat ini merupakan era postmodern, dimana perkembangan informasi jauh sangat
cepat dibanding perkembangan fisik. Hal ini ditandai dengan adanya perkembangan penetrasi
media sosial yang sangat massif di berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik,
budaya, pertahanan keamanan, bahkan pendidikan. Pola komunikasi ini menjadi sangat lazim
dan populer menggantikan pola komunikasi yang konvensional secara langsung.
Post truth menjadi sebuah kata yang populer saat ini. Bahkan post truth pada tahun
2016 dinobatkan oleh kamus Oxford sebagai “word of the year”. Istilah post truth tersebut
diartikan sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini
masyarakat dibanding emosi dan keyakinan personal. Sehingga kebenaran faktual dianggap
tidak penting dan tidak lebih berpengaruh dibanding kebenaran versi pribadi, kelompok, atau
golonganya.
Kondisi seperti yang dijelaskan di atas saat ini sudah sangat banyak terjadi pada
masyarakat Indonesia. Persebaran hoax melalui media sosial seperti facebook, grup
whatsapp, dan media sosial lainya begitu sangat massif. Sehingga banyak orang yang
terpengaruh oleh berita hoax yang sesuai atau selaras dengan kepentingan, pandangan,
keyakinan persolan dan kelompoknya dibanding dengan penyajian berita yang berdasarkan
fakta – fakta yang benar. Hal ini sangat membahayakan terutama jika persebaran hoax ini
menyangkut hal – hal yang sensitif yang dapat mengancam kerukunan bangsa yang majemuk
seperti Indonesia ini.
Melihat fenomena tersebut, pendidikan menjadi salah satu media untuk memberi
pemahaman sejak dini dalam menyikapi suatu berita dan permasalahan. Pendidikan harus
membekali peserta didik dengan pola pikir yang verifikatif terhadap persoalan – persoalan
yang ada. Salah satunya adalah melalui pembiasaan dalam pembelajaran di kelas. Guru
sebagai pendidik sudah saatnya membiasakan pembelajaran yang saintifik, salah satunya
dengan model problem base learning.
Tradisi literasi tidak hanya membaca buku, namun saat ini perlu juga dibarengi
dengan digital literacy, sehingga informasi – informasi digital mampu diverifikasi secara
faktual sebelum memberikan penyikapan. Jika dunia pendidikan dalam proses pembelajaran
mampu membiasakan siswa untuk befikir kritis dan saintifik maka persoalan hoax di era post
truth dapat dihindari. Karena seperti kata para analis, mekanisme hoax itu dibuat oleh orang
pintar yang jahat, kemudian dipercaya dan disebarkan oleh orang baik yang bodoh. Oleh
karenanya, sudah saatnya pendidikan melakukan sesuatu untuk mencerdaskan generasi
bangsa dengan pembelajaran yang kritis, saintifik, dan emansipatoris, bukan pembelajaran
yang mendikte, searah, dan penuh stigma. Sekian...