SEFFRIWATI PURBA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
3
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Film Edibel Berbahan
Dasar Karaginan dengan Tambahan Tepung Porang (Amorphophallus
onchophyllus) dan Selulosa adalah benar karya saya dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Seffriwati Purba
NIM G44090006
ABSTRAK
Film edibel merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat
dimakan dan dapat meningkatkan waktu simpan produk pangan. Karaginan yang
merupakan polisakarida dari rumput laut (Euchema cottoni) dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan film edibel. Tepung porang, selulosa, dan gliserol digunakan
sebagai pengkompatibel yang dapat memperbaiki sifat film edibel karaginan.
Konsentrasi tepung porang yang digunakan adalah 2.5, 5.0, 7.5, 10.0, dan 12.5%
b/v. Selulosa dan gliserol yang digunakan berturut-turut adalah 0.1 dan 0.75 g.
Tambahan tepung porang dengan konsentrasi kurang dari 10% menurunkan nilai
kuat tarik film edibel hingga mencapai 2.87 MPa, sedangkan dengan tambahan
tepung porang 12.5% kuat tarik film edibel meningkat menjadi 5.60 MPa. Film
edibel yang mengandung tepung porang 12.5% memiliki elongasi paling tinggi
(42.09%) dan memiliki nilai permeabilitas uap air paling rendah (0.0423 ng m m-2
s-1 Pa-1). Spektrum infra merah yang dihasilkan tidak memperlihatkan
pembentukan gugus fungsi baru pada film edibel. Analisis termal menunjukkan
bahwa semua film edibel terdekomposisi secara eksotermik dan endotermik.
Kata kunci: karaginan, permeabilitas uap air, porang, selulosa, sifat mekanik
ABSTRACT
Edible film is thin layer made of food grade materials and increase shelf life
of food product. Carrageenan derived from seaweed (Euchema cottoni) is
polysaccharide that can be used for producing edible film. Konjac flour, cellulose,
and glycerol were added as compatibilizers which can improve physical properties
of the edible film. The added konjac flour were 2.5, 5.0, 7.5, 10.0, and 12.5% b/v.
Cellulose and glycerol used were 0.1 and 0.75 g, respectively. Addition of konjac
flour less than 10% decrease the tensile strength up to 2.87 MPa, in contrast to
addition of 12.5% that increased the tensile strength of the film up to 5.60 MPa.
The film containing 12.5% konjac flour showed the highest elongation (42.09%)
and the lowest water vapor permeability (0.0423 ng m m-2 s-1 Pa-1). Infra red
spectra of the films showed no new functional group formation. Thermal analysis
showed that all films were decomposed by exothermic and endothermic reaction.
SEFFRIWATI PURBA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-
Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Penelitian yang dilakukan sejak bulan
Maret 2013, serta dapat menyelesaikan karya ilmiah hasil penelitian tersebut
dengan judul Film Edibel Berbahan Dasar Karaginan dengan Tambahan Tepung
Porang (Amorphophallus onchophyllus) dan Selulosa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku
pembimbing pertama dan Ibu Sri Sugiarti, PhD selaku pembimbing kedua, yang
telah banyak memberikan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan staf Laboratorium Kimia Fisik, staf Laboratorium Kimia
Anorganik, staf Laboratorium Terpadu, serta staf Komisi Pendidikan Departemen
Kimia, yang telah membantu selama penelitian berlangsung hingga ditulisnya
karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga ditujukan kepada orangtua, keluarga,
sahabat, serta teman-teman seperjuangan Kimia 46 atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Seffriwati Purba
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode 2
Kadar Air (AOAC 2007) 2
Kadar Abu (AOAC 2007) 3
Ekstraksi Karaginan (Pratiwi 2011) 3
Pembuatan Larutan Film (Martins et al. 2012) 3
Ketebalan Film (Bae et al. 2007) 4
Kuat Tarik dan Elongasi (ASTM D 882–02) 4
Laju Transmisi Uap Air (ASTM E 96-95) 4
Analisis termal dengan DTA-TGA 4
Analisis dengan Spektrofotometer FTIR 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kadar Air dan Abu 5
Pembuatan Film dan Ketebalan 5
Sifat Mekanik 6
Gugus Fungsi 8
Sifat Termal 9
Sifat permeabilitas 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 14
2 Pengukuran kadar air rumput laut dan tepung porang 15
3 Pengukuran kadar abu rumput laut dan tepung porang 15
4 Ketebalan film edibel 16
5 Kuat tarik dan elongasi film 17
6 Permeabilitas uap air film edibel karaginan (K) 17
7 Permeabilitas uap air film edibel karaginan dan gliserol (KG) 18
8 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, glisero, dan selulosa (KGS) 18
9 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 2.5% (KGSP 2.5%) 18
10 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 5.0% (KGSP 5.0%) 19
11 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 7.5% (KGSP 7.5%) 19
12 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 10.0% (KGSP 10.0%) 19
13 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 12.5% (KGSP 12.5%) 20
14 Spektrum FTIR film edibel karaginan 20
15 Spektrum FTIR tepung porang 21
16 Spektrum FTIR film edibel karaginan dan gliserol 21
17 Spektrum FTIR film edibel karaginan, gliserol, dan selulosa 22
18 Spektrum FTIR film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan porang 12.5 % 22
1
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas laut yang memiliki nilai
ekonomi tinggi karena pemanfaatannya yang sangat luas dalam kehidupan sehari-
hari maupun dunia industri, serta memiliki pasar yang luas baik dalam maupun
luar negeri. Rumput laut dikenal luas dalam dunia industri karena mengandung
senyawa hidrokoloid seperti karaginan, agar, dan alginat yang banyak
dimanfaatkan sebagai senyawa pengemulsi dan pengental dalam industri
makanan, kosmetik, obat-obatan, dan tekstil (Mindarwati 2006). Karaginan
dikenal sebagai getah rumput laut yang dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
rumput laut menggunakan air atau larutan basa. Pengolahan rumput laut menjadi
karaginan merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai jual rumput laut
Indonesia karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan karaginan industri
pangan dan nonpangan dalam negeri. Saat ini, karaginan banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan film edibel untuk produk pangan.
Film edibel merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang
dapat dimakan, diletakkan di antara komponen makanan yang berfungsi sebagai
penghalang transfer massa sehingga waktu simpan produk pangan meningkat
(Mindarwati 2006). Film edibel yang dibuat dari karaginan memiliki sifat rapuh
sehingga aplikasinya terbatas (Skensved 2001). Penelitian tentang pembuatan film
edibel dari karaginan dengan penambahan bahan pengkompatibel telah banyak
dilakukan untuk memperoleh film edibel dengan sifat fisik dan mekanik yang
baik. Jayanti (2013) dan Asy’ari (2013) telah meneliti pembuatan film edibel
berturut-turut dengan menggunakan tepung kacang hijau dan kacang kedelai
sebagai pengkompatibel. Akan tetapi, film edibel yang dihasilkan masih memiliki
permeabilitas uap air yang tinggi jika dibandingkan dengan plastik polietilena
kerapatan rendah (LDPE), yaitu berturut-turut 13.01 ng m m-2 s-1 Pa-1 dan 9.03 ng
m m-2 s-1 Pa-1. Menurut Muller et al. (2009), permeabilitas uap air film edibel
dapat menurun dengan penambahan selulosa, sehingga dalam penelitian ini
ditambahkan selulosa dalam pembuatan film edibel.
Porang (Amorphophallus onchophyllus) merupakan tanaman umbi-umbian
yang mengandung glukomanan cukup tinggi. Menurut Sumarwoto (2007),
tepung porang mengandung glukomanan sekitar 30–64%, sehingga sangat
potensial digunakan untuk membuat film edibel. Sudaryati et al. (2010) telah
membuat film edibel berbahan dasar tepung porang dengan penambahan
karboksimetil selulosa (CMC) dan pemlastis gliserol. Hasil yang diperoleh adalah
film edibel dengan transmisi uap air 4.65 g m-2 hari-1, elongasi 65.57%, dan
ketebalan 0.13 mm. Tepung porang memiliki viskositas yang tinggi sehingga
banyak digunakan sebagai agen pengental. Kandungan glukomanannya yang
tinggi menyebabkan tepung ini juga akan membentuk gel saat berinteraksi dengan
hidrokoloid seperti pati, karaginan, dan gum (Colmenero et al. 2013).
Film dengan bahan tunggal umumnya memiliki sifat yang kurang baik
dibandingkan dengan film berbahan komposit. Hal tersebut menjadi alasan
penggunaan bahan pengkompatibel dalam pembuatan film edibel, agar
dihasilkan film dengan sifat fisik dan mekanik yang baik. Keuntungan
penggunaan film edibel dibandingkan dengan film sintetik adalah film dapat
langsung dikonsumsi bersama produk yang dikemas sehingga tidak ada sampah
2
kemasan. Selain itu, jika film tidak dapat dikonsumsi masih dapat didegradasi
oleh bakteri sehingga mengurangi polusi lingkungan. Film edibel juga dapat
digunakan sebagai suplemen gizi, diterapkan pada produk-produk yang berukuran
kecil, diaplikasikan di dalam produk yang heterogen sebagai penyekat antara
komponen makanan yang berbeda, serta berfungsi sebagai pembawa senyawa
antimikrob dan antioksidan (Budiantoro 2001). Penelitian ini bertujuan
memperbaiki sifat mekanik film edibel berbahan dasar karaginan dan menurunkan
permeabilitas film edibel dengan penambahan tepung porang (Amorphophallus
onchophyllus) dan serat selulosa.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, kain blacu, neraca analitik,
microwave Panasonic NN-SM320M, alat pengukur ketebalan film, alat uji tarik
Tenso lab-May, instrumen penganalisis termal diferensial-penganalisis
termogravimetri (DTA-TGA) Shimadzu DTG-60H dan spektrofotometer
inframerah transformasi fourier (FTIR) Prestige-21 Shimadzu. Bahan-bahan yang
digunakan adalah rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, tepung porang, selulosa (DP < 350), KOH
(Merck) dan gliserol (Sigma-Aldrich).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret–Agustus2013 di Lab
oratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Departemen Kimia dan Laboratorium
Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
Metode
B–C
Kadar air = ×100%
B–A
3
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (g)
B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
C–A
Kadar abu = ×100%
B–A
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (g)
B = Bobot cawan + sampel (g)
C = Bobot cawan + abu (g)
Ekstraksi Karaginan (Pratiwi 2011)
Sebanyak 5 g rumput laut E.cottonii kering yang telah dirajang direndam
dalam akuades selama 24 jam. Kemudian dihancurkan menggunakan blender dan
diekstraksi. Ekstraksi dilakukan di dalam microwave oven dengan menggunakan
pelarut basa (KOH 0.1% b/v). Nisbah rumput laut kering dan pelarut (% b/v)
adalah 1:20. Microwave dioperasikan dengan daya defrost (160 watt) selama 20
menit. Filtrat dipisahkan dari ampas menggunakan kain blacu.
Pembuatan Larutan Film (Martins et al. 2012)
Film edibel dibuat sesuai dengan komposisi yang tertera pada Tabel 1.
Campuran diaduk, kemudian dicetak di atas pelat mika dan dikeringkan.
WVTR x l
Permeabilitas uap air WVP =
S x (R1-R2)
Keterangan:
S = Tekanan udara jenuh pada suhu 37 oC (63.63199 Pa)
R1 = Kelembapan udara di dalam cawan petri (100%)
R2 = Kelembapan udara pada suhu 37 oC (81%)
l = ketebalan film (mm)
Analisis termal dengan DTA-TGA
Sebanyak 23 mg sampel digerus di dalam mortar kemudian dicetak pada
pelat platinum dan dianalisis termal. Kondisi alat diatur dan dioperasikan pada
suhu ruang sampai dengan 400 oC dengan kecepatan pemanasan 20 oC per menit.
Data yang dihasilkan berupa kurva termogram.
Analisis dengan Spektrofotometer FTIR
Film ditempatkan di dalam cell holder kemudian analisis dilakukan pada
bilangan gelombang 4000–500 cm-1. Hasil analisis berupa spektrum hubungan
5
Kadar air rumput laut kering dan tepung porang diperoleh berturut-turut
18.42% dan 9.25% (Lampiran 2), sedangkan kadar abunya berturut-turut 9.98%
dan 3.36% (Lampiran 3). Nilai kadar air dan abu bahan baku menunjukkan
kandungan air dan senyawa anorganik berupa abu yang terdapat pada sampel yang
digunakan. Data ini sangat berguna sebagai acuan saat penelitian dilakukan
kembali, sehingga perbedaan hasil analisis dapat ditelaah dari perbedaan nilai
kadar air dan kadar abu bahan yang digunakan. Penentuan kadar air dan abu
rumput laut jenis E.cottoni oleh As’yari (2012) menghasilkan kadar air 15.89%
dan abu 47.98%, sementara Jayanti (2012) mendapatkan kadar air 15.89% dan
abu 49.16%. Kadar abu yang dihasilkan oleh As’yari (2012) dan Jayanti (2012)
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini, yaitu hanya 9.25%. Hal
ini diduga terjadi karena rumput laut yang digunakan pada penelitian sebelumnya
tidak dicuci sehingga masih mengandung banyak mineral anorganik yang berasal
dari air laut.
Campuran larutan film dicetak di atas pelat mika yang diberi pembatas
berupa pita perekat. Pita perekat digunakan sebanyak 5 lapis (1.26 mm),
banyaknya lapisan pita perekat ini akan menentukan ketebalan film yang
dihasilkan. Film dikeringkan pada suhu ruang sampai kering (2 hari) atau sampai
film mudah dilepas dari pelat mika. Ketebalan film memengaruhi sifat mekanik
dan permeabilitas uap air film edibel. Secara fisik film edibel dengan penambahan
selulosa lebih cepat kering. Hal ini terjadi karena sifat selulosa yang tidak larut air
(Martins et al. 2012). Glukomanan, merupakan komponen utama dalam tepung
porang yang banyak digunakan sebagai pengental karena memiliki kekuatan gel
yang tinggi (Embuscado dan Huber 2009). Penambahan tepung porang dengan
konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan campuran film semakin kental dan
ketebalannya meningkat setelah pengeringan (Tabel 2 dan Lampiran 4).
Penambahan tepung porang menyebabkan film tidak transparan yang
intensitasnya meningkat dengan meningkatnya konsentrasi tepung porang yang
ditambahkan.
6
Sifat Mek
kanik
Sifatt mekanik film edibell sangat meempengaruhhi aplikasi dari film edibele
tersebut. Sifat mekkanik film edibel meliputi
m keekuatan tarrik dan persen
p
perpanjanggan tarik fiilm edibel. Besarnya kekuatan
k tarrik dan elonngasi film edibel
e
dipengaruuhi oleh siffat dan jum mlah komp ponen bahaan yang diggunakan. Bahan B
penyusun film edibeel yang diggunakan adaalah karaginnan, gliserool, selulosaa, dan
tepung poorang. Film edibel K, KG, dan KGS K digunaakan sebagaai kontrol. Hasil
pengukuraan kuat tarikk dan elonggasi menunj
njukkan bahhwa film eddibel dengan n satu
komponenn, dua kompponen, tigaa komponen n, dan empaat komponeen menghassilkan
kuat tarikk dan elonggasi yang berbeda.
b Seelain itu, kuuat tarik daan elongasii film
edibel jugga dipengarruhi oleh konsentrasi
k karaginan yang diguunakan. Haandito
(2011) menyatakan
m bahwa kuat tarik k akan meningkat
m seiring deengan
bertambahhnya konseentrasi karaaginan yan ng digunakkan. Dalam m penelitian n ini,
konsentrassi karaginaan yang digunakan
d sama,
s yangg menginddikasikan bahwab
perubahann nilai kuat tarik
t bukan merupakan n pengaruh jumlah
j karaaginan.
12
100.30
9.57
10
8.50
kuat tarik (MPa)
8
5.98 5.60
6 4.65
4 2.92 2.887
2
0
K KG KGS GSP
KG KGSP KGSP KGSSP KGSP
2.5
5 % 5.0 % 7.5% 10.0
0 % 12.5%
ssampel
Gambar 1 Pengaruh
G P p
penambahan n gliserol, selulosa, ddan tepung
g
p
porang terhaadapkuat taarik film edibel
Gammbar 1 dan Lampiran 5 menunjuk kkan bahwaa film edibeel yang memmiliki
nilai kuat tarik palinng tinggi addalah film edibel
e K, yaitu 10.30 MPa. Nilaii kuat
tarik film edibel sedikkit berkuranng dengan penambahan
p n gliserol (K
KG) dan kem
mbali
7
meniingkat denggan penam mbahan seluulosa (KGS S). Penambbahan tepunng porang
denggan konsenttrasi kurangg dari 10.0%
% dalam peembuatan film
f edibel cenderung
menuurunkan kuuat tarik film edibel hingga
h 2.87
7 MPa, akaan tetapi peenambahan
tepunng porang pada
p konsenntrasi 12.5%
% (KGSP 12.5%) menaikkan kuatt tarik film
menjjadi 5.60 MPa,
M namunn masih lebbih rendah dibandingkkan film eddibel tanpa
tepunng porang.. Chen et al. (20088) melaporrkan bahw wa film eddibel yang
menggandung kaadar glukom manan yangg lebih tinggi dan konnsentrasi gliiserol yang
tetapp akan menghasilkan film
f dengann kuat tarik
k dan elongasi yang leebih tinggi.
Hal yang
y sama juga dilapoorkan oleh Raharjo et al. (2012), yang mem manfaatkan
umbii porang sebbagai bahann dasar pembbuatan film
m edibel.
45 40.91 42.09
37..58 38.78
40
35
% elongasi
30
25 21.34
20 15.31
15 12..72
10 4.35
5
0
K KG KGS KGSP KG
GSP KGSP KGSP KG
GSP
2.5 % 5.0
0 % 7.5% 10.0 % 12..5%
sampel
Gambar 2 Pengarruh penambbahan gliserool, selulosa, dan tepungg
porangg terhadap elongasi
e film
m edibel
Hasil penngukuran peersen elonggasi film ed dibel menuunjukkan baahwa nilai
elonggasi film edibel
e cendeerung berbanding terb balik dengaan nilai kuaat tariknya
(Gam mbar 2 dan Lampiran
L 5 Hasil penngukuran ellongasi mennunjukkan bbahwa film
5).
edibeel yang hannya terdiri dari karaginnan memiliiki elongasii paling renndah, yaitu
4.35% %. Penambbahan gliserrol, selulossa, dan tepu ung porangg menaikkaan elongasi
film edibel mennjadi 42.09% %. Sesuai dengan
d pernnyataan Rhiim dan Waang (2013),
gliseerol dapat mengubah
m fi yang raapuh menjaadi lebih fleeksibel seiriing dengan
film
bertaambahnya juumlah gliseerol yang ditambahkan
d n. Hal ini terjadi
t karenna gliserol
dapaat menguranngi gaya anntar rantai polimer, sehingga ranntai polimeer menjadi
lebihh renggangg. Film eddibel yang ditambahkan seluloosa akan m mengalami
penuurunan nilaii elongasi karena
k seluulosa meruppakan seratt yang mem mbuat film
edibeel rapuh (EEmbuscado dand Huber 2009), akan n tetapi padda penelitiaan yang ini
elonggasi film edibel
e meniingkat seteelah ditamb bahkan seluulosa. Hal ini diduga
karenna perbanddingan jum mlah selulosa yang ditambahkan
d n jauh lebbih sedikit
dibanndingkan dengan
d jummlah gliserool. Penamb bahan tepunng porang cenderung
memmbuat film menjadi
m lebbih elastis. Hal ini menunjukkan
m n bahwa gllukomanan
mammpu membuuat film edibel menjjadi lebih elastis. Trrinetta et aal. (2011)
melaaporkan bahhwa film yaang digunaakan sebagaai kemasan diharapkann memiliki
sifat mekanik yaang kuat tettapi tidak raapuh. Secarra umum Rhhim dan Waang (2013)
menyyatakan bahhwa faktor utama yang mempeng garuhi sifatt mekanik ffilm edibel
kompposit adalahh kekompatiibelan kompponen peny yusun film teersebut.
8
Gugus Fungsi
Sifaat Termal
Analisis termal terddiri dari anaalisis difereensial termaal (DTA) ddan analisis
termoogravimetrii (TGA). Prinsip
P DTA A adalah mengukur
m p
perubahan ttemperatur
samppel dan dibbandingkan dengan staandar (Al(O OH)3) selam ma pemanassan. Kurva
DTA A digunakaan untuk menentukann perubah han temperratur sampel selama
kenaaikan suhu pemanasann. Berdasarkkan kurva DTA, dekkomposisi ffilm edibel
terjaddi secara enndotermik yang ditanddai dengan adanya puuncak pada kurva dan
eksottermik yangg ditandai dengan
d adannya lembah h pada kurvaa (Gambar 3). Prinsip
TGA A adalah peengurangann berat sam mpel sebagaai fungsi teemperatur ddan waktu
ketikka dipanaskkan. Pada suhu terttentu, samp pel akan terdegradassi, dengan
mem mbandingkannnya dengaan bobot awal, mak ka dapat diketahui
d sspesi yang
terdeegradasi dann tidak terdeegradasi (Spperling 2006 6).
(a) (b)
(c) (d)
Gambarr 3 Termogrram film eddibel K (a), KG (b), KG
GS (c), dan K
KGSP (d)
10
Hasil analisis TGA film edibel K menunjukkan bahwa massa yang hilang
adalah 15.82 mg atau 64.313% (Gambar 3a), film edibel KG meningkat menjadi
17.643 mg atau 69.188% (Gambar 3b). Peningkatan ini diduga karena
penambahan gliserol menyebabkan stabilitas termal film menjadi berkurang.
Rhim dan Wang (2013) melaporkan bahwa gugus hidroksil pada gliserol diduga
dapat berikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dan karbonil dari molekul
biopolimer, sehingga dalam jumlah tertentu dapat menurunkan suhu transisi gelas
film. Film edibel KGS mengalami kehilangan massa 14.211 mg atau 60.472%
(Gambar 3c), penurunan massa yang hilang terjadi dengan penambahan selulosa.
Hal ini menunjukkan bahwa selulosa merupakan serat yang memiliki stabilitas
termal yang tinggi. Martins et al. (2012) melaporkan bahwa polisakarida netral
seperti glukomannan memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan polisakarida bermuatan seperti karaginan. Film KGSP yang terdiri dari
karaginan, gliserol, dan glukomannan yang memiliki stabilitas termal yang
rendah, serta selulosa yang memiliki stabilitas termal yang tinggi mengalami
kehilangan massa 15.672 mg atau 65.573% (Gambar 3d). Transisi suhu pada
termogram TGA film edibel K, KG, dan KGS menunjukkan kurva yang tajam.
Hal ini menunjukkan bahwa film edibel tersebut memiliki homogenitas yang
tinggi. Film edibel KGSP yang terdiri dari 4 komponen, yaitu karaginan, gliserol,
selulosa, dan tepung porang menghasilkan termogram TGA yang sedikit landai.
Hal ini diduga karena pencampuran pada pembuatan film edibel kurang homogen,
disebabkan waktu pengadukan yang kurang sehingga komponen penyusun film
belum tercampur sempurna.
Sifat permeabilitas
Sifat permeabilitas uap air (WVP) film edibel perlu diketahui untuk film
yang diaplikasikan sebagai bahan pengemas makanan. Film edibel yang baik
sebagai bahan pengemas adalah film edibel yang memiliki permeabilitas uap air
yang rendah, karena pergerakan uap air antar lapisan film yang rendah akan
menurunkan pergerakan uap air antara lingkungan dengan produk, sehingga
produk lebih terlindungi dan lebih tahan lama. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa film edibel yang memiliki nilai permeabilitas uap air yang paling rendah
adalah film yang mengandung tepung porang 12.5% (KGSP 12.5%), yaitu 0.0423
ng m m-2 s-1 Pa-1. Film dengan permeabilitas uap air paling tinggi adalah film
edibel K, yaitu 0.0472 ng m m-2 s-1 Pa-1 (Gambar 4 dan Lampiran 6-13).
Permeabilitas uap air pada film edibel karaginan dan kacang hijau yang telah
dilakukan oleh Jayanti (2013) adalah 13.01 ng m m-2 s-1 Pa-1 dan permeabilitas
uap air pada film edibel karaginan dan kacang kedelai yang telah dilakukan oleh
Asy’ari (2013) 9.03 ng m m-2 s-1 Pa-1. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
tepung porang dan selulosa sebagai pengkompatibel pada pembuatan film edibel
berbahan dasar karaginan dapat menurunkan permeabilitas uap air film.
11
SIIMPULAN
N DAN SARAN
S
Simpulan
Film edibel berbahann dasar karraginan den ngan penammbahan tepuung porang
dan selulosa beerhasil dibuuat dan mem miliki sifatt mekanik yang
y lebih baik serta
meabilitas uaap air yang lebih rendaah. Hal ini membuktika
perm m an bahwa seelulosa dan
tepunng porang merupakann bahan yang y kompaatibel denggan karaginnan dalam
pembbuatan filmm edibel. Permeabilitaas uap air film edibell yang paliing rendah
adalaah film yanng menganddung poranng 12.5%, yaitu y 0.04223 ng m m-2 s-1 Pa-1.
12
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Embuscado ME, Huber KC.2009. Edible Films and Coatings for Food
Applications. New York (US): Springer.
Handito.2011. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap sifat fisik dan mekanik
edible film. Agroteksos 21:151-157.
Jayanti RD. 2013. Biofilm berbahan dasar polisakarida dari karagenan dan tepung
kacang hijau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Martins et al. 2012. Synergistic effects between k-carrageenan and locust bean
gum on physicochemical properties of edible films made thereof. Food
Hydrocolloids 29:280-289.
Mindarwati E.2006. Kajian pembuatan edibel film komposit dari karagenan
sebagai pengemas bubu mie instan rebus [Tesis].Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Muller CMO, Laurindo JB, Yamashita F. 2009. Effect of cellulose fibers
additions on the mechanical properties and water vapor barrier of starch-
based films. Food Hydrocolloids 23: 1328-1333.
Pratiwi. 2011. Optimisasi ekstraksi karagenan kappa dari rumput laut eucheuma
cottonii [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Raharjo BA, Dewi NW, Haryani K. 2012. Pemanfaatan tepung glukomannan dari
umbi iles-iles sebagai bahan baku pembuatan edible film. J Tekno Kimia
1:401-411.
Rhim JW, Wang LF.2013. Mechanical and water barrier properties of agar
carrageenan konjac glucomannan ternary blend biohydrogel films. J Carb
Pol 96: 71-78.
Trinetta V, Cutter CN, Floros JD.2011. Effects of ingredient composition on
optical and mechanical properties of pullulan film for food-packaging
applications. Food Science and Techno 44:2296-2301.
Skensved L. 2001. Carrageenan Book. Denmark (DK): CP Kelco Aps.
Sperling LH. 2006. Introduction to Physical Polymer Science. USA (US): John
Wiley & Sons Inc.
Sudaryati HP, Mulyani ST, Hansyah ER. 2010. Physical and mechanical
properties of edible film from porang (Amorphopallus oncophyllus) flour
and carboxymethylcellulose. J. Tekno Pertanian. 11:196-20.
Sumarwoto. 2007.Kandungan mannan pada tanaman iles-iles (Amorphophallus
muelleri Blume.).Biotek 4 : 28-32.
Xu et al.2008. Synthesis and characterization of konjac glucomannan-graft-
polyacrylamide via γ-irradiation. Molecules 13:490-500.
14
Ekstraksi karaginan
Pembuatan film
= 4.351%
Lampiran 7 Permeabilitas uap air film edibel karaginan dan gliserol (KG)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 78.8247
60 78.7272 0.0975 0.000256 2.6774 x 10-10 0.0446
120 78.6279 0.1968 0.000258 2.7021 x 10-10 0.0450
180 78.5271 0.2976 0.000260 2.7241 x 10-10 0.0454
240 78.4302 0.3945 0.000259 2.7083 x 10-10 0.0451
300 78.3283 0.4964 0.000260 2.7263 x 10-10 0.0454
Lampiran 8 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, dan selulosa
(KGS)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 73.2432
60 73.1498 0.0934 0.000245 2.5944 x 10-10 0.0432
120 73.0530 0.1902 0.000249 2.6417 x 10-10 0.0440
180 72.9553 0.2879 0.000252 2.6657 x 10-10 0.0444
240 72.8589 0.3843 0.000252 2.6687 x 10-10 0.0445
300 72.7632 0.4800 0.000252 2.6667 x 10-10 0.0444
Lampiran 9 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 2.5% (KGSP 2.5%)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 69.1790
60 69.0766 0.1024 0.000268 2.8607 x 10-10 0.0477
120 68.9734 0.2056 0.000269 2.8719 x 10-10 0.0479
180 68.8732 0.3058 0.000267 2.8477 x 10-10 0.0475
240 68.7690 0.4100 0.000269 2.8635 x 10-10 0.0477
300 68.6740 0.5050 0.000265 2.8216 x 10-10 0.0470
19
Lampiran 10 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 5.0% (KGSP 5.0%)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 71.7811
60 71.6821 0.0990 0.000259 2.7736 x 10-10 0.0462
120 71.5758 0.2053 0.000269 2.8758 x 10-10 0.0479
180 71.4756 0.3055 0.000267 2.8529 x 10-10 0.0475
240 71.3785 0.4026 0.000264 2.8198 x 10-10 0.0470
300 71.2803 0.5008 0.000263 2.8061 x 10-10 0.0468
Lampiran 11 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 7.5% (KGSP 7.5%)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 89.3515
60 89.2556 0.0959 0.000251 2.7019 x 10-10 0.0450
120 89.1585 0.1930 0.000253 2.7188 x 10-10 0.0453
180 89.0527 0.2988 0.000261 2.8062 x 10-10 0.0468
240 88.9571 0.3944 0.000258 2.7780 x 10-10 0.0463
300 88.8595 0.4920 0.000258 2.7724 x 10-10 0.0462
Lampiran 12 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 10.0% (KGSP 10.0%)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit-1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 76.0380
60 75.9427 0.0953 0.000250 2.7077 x 10-10 0.0451
120 75.8465 0.1915 0.000251 2.7205 x 10-10 0.0453
180 75.7487 0.2893 0.000253 2.7399 x 10-10 0.0457
240 75.6502 0.3878 0.000254 2.7546 x 10-10 0.0459
300 75.5578 0.4802 0.000252 2.7288 x 10-10 0.0455
20
Lampiran 13 Permeabilitas uap air film edibel karaginan, gliserol, selulosa, dan
porang 12.5% (KGSP 12.5%)
Waktu Bobot Kehilangan WVTR (g Permeabilitas uap air (g Permeabilitas uap air
(menit) (gram) bobot (gram) /menit cm2) mm cm-2 menit -1 Pa-1) (ng m m-2 s-1 Pa-1)
0 78.8864
60 78.7960 0.0904 0.000237 2.5829 x 10-10 0.0430
120 78.7068 0.1796 0.000235 2.5657 x 10-10 0.0428
180 78.6176 0.2688 0.000235 2.5600 x 10-10 0.0427
240 78.5237 0.3627 0.000238 2.5907 x 10-10 0.0432
300 78.4422 0.4442 0.000233 2.5383 x 10-10 0.0423
Contoh perhitungan:
erat air yang hilang
(g menit cm )
akt l as film edi el
0.090 g
0menit .3 cm
= 0.000237 g/menit cm2
l
ermea ilitas ap air
( 1 2)
g
0.00023 menit cm 0.03 0 mm
3. 3199 a (100 1 )
= 2.5829 x 10-10g mm cm-2 menit -1 Pa-1
= 0.0430 ng m m-2 s-1 Pa-1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dolok Maraja pada tanggal 14 Mei 1991 dari ayah
Budiman Purba dan ibu Lenseria Saragih. Penulis merupakan putri kedua dari
lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Raya dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk departemen Kimia IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Biologi pada tahun 2012,
asisten praktikum Kimia Polimer pada tahun 2013, dan asisten praktikum Kimia
Fisik pada tahun 2013. Selama kuliah, penulis juga melakukan kegiatan Praktik
Lapang di Puslit Bioteknologi LIPI, Bogor dengan judul laporan “Hidrolisis
Biomassa Mannan Menggunakan Enzim Mananase”.