Lizar
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bengkalis
Jl. Bathin Alam, Sungai Alam Bengkalis Riau – 28711. Telp. +62 (766) 24566
E-mail: lizar_sipil@yahoo.com
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh perbedaan sumber fly ash dan
bottom ash terhadap karakteristik perkerasan lentur, untuk mencapai tujuan tersebut maka
penelitian ini akan menggunakan metode Marshall. Filler yang digunakan adalah fly ash dan
bottom ash yang berasal dari 3 PLTU yaitu PLTU Tanjung Jati, Suralaya dan Petrokimia
Gersik. Kadar aspal optimum yang diperoleh dari hasil pengujian yaitu 5,4% dengan
persentase filler 7%. Jumlah benda uji untuk masing-masing sumber dibuat 3 buah. Nilai
stabilitas yang dihasilkan dari benda uji yang menggunakan filler fly ash dan bottom ash lebih
tinggi bila dibandingkan dengan filler abu batu, hal tersebut disebabkan fly ash dan bottom
ash memiliki sifat pozzoland. Nilai stabilitas tertinggi yaitu 2.634,43 kg menggunakan filler
bottom ash yang berasal PLTU Suralaya sedangkan nilai stabilitas terendah yaitu 1.828,26 kg
menggunakan filler fly ash yang berasal dari PLTU Petrokimia Gersik.
Kata kunci : Pemanfaatan fly ash, bottom ash, material perkerasan jalan, marshall test.
1. PEBDAHULUAN
Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama, selain
karena ketersediaannya yang berlimpah penggunaan batubara sebagai bahan bakar dapat
menghemat biaya operasional PLTU [1].
Dari setiap proses pembakaran batubara pada PLTU akan menghasilkan limbah padat
berupa fly ash dan bottom ash, Jumlah fly ash dan bottom ash yang dihasilkan yaitu 5% dari
setiap satu ton pembakaran batubara, di mana sekitar 10-20% adalah bottom ash dan sekitar
80-90% fly ash dari total abu yang dihasilkan [2].
Kebutuhan batu bara untuk mengoperasikan seluruh pembangkit listrik tenaga uap yang
ada di Indonesia dibutuhkan 82 juta ton batubara sehingga akan menghasilkan 4,1 juta ton
limbah padat (0,82 juta ton bottom ash dan 3,28 juta ton fly ash). Kebutuhan batubara untuk
beberapa tahun kedepan akan terus meningkat secara signifikan, peningkatan tersebut
disebabkan oleh telah dimulainya program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu
megawatt (MW) yang telah direncanakan oleh pemerintah, 60 persen diantaranya berupa
proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) [3].
Fly ash dan bottom ash yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap untuk setiap
daerah berbeda-beda baik warna maupun karakteristiknya. Fly ash dan bottom ash memiliki
beberapa warna yaitu coklat, hitam dan keabu-abuan [4]. Fly ash dan bottom ash
mengandung unsur kimia seperti silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan
kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida
(MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor
oksida (P2O5) dan carbon [5]. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini
yaitu tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran batubara, tipe pemanasan dan
operasi, metoda penyimpanan dan penimbunannya [6].
Fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3 yang berbahaya karena
intinya mengandung oksida logam berat yang akan mengalami pelarutan secara alami dan
mencemari lingkungan [7]. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lain [2].
Fly ash dan bottom ash dapat menyebabkan penyakit silikosis. Silikosis merupakan
penyakit saluran pernapasan akibat menghirup debu silika yang menyebabkan peradangan
dan pembentukkan jaringan parut pada paru-paru [8]. Salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk mengurangi jumlah fly ash dan bottom ash yaitu dengan cara memanfaatkannya
menjadi bahan pada perkerasan jalan, sehingga masalah keterbatasan tempat penumpukan
dan pencemaran lingkungan dapat teratasi .
Filler merupakan bahan pengisi ruang antara agregat kasar dan halus, berbutir halus
yang lolos saringan no.200 minimal 75% [10]. Walaupun komposisi filler yang digunakan
pada campuran aspal relatif kecil, namun filler dapat memberikan pengaruh yang besar
terhadap campuran aspal beton [6]. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya filler rongga
udara dalam suatu campuran beraspal menjadi lebih kecil sehingga menghasilkan tahanan
gesek serta penguncian antar butiran yang tinggi, dengan demikian akan meningkatkan
stabilitas campuran aspal beton [11].
Saat ini penggunaan fly ash dan bottom ash sebagai bahan filler pada campuran aspal
beton masih sangat terbatas, hal tersebut disebabkan sebagian besar karakteristik fly ash dan
bottom ash belum diketahui. Oleh karena itu penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Perbedaan Sumber Fly ash dan Bottom ash Terhadap Karakteristik Perkerasan Lentur” sangat
diperlukan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari beberapa peneliti bahwa
penggunaan fly ash sebagai filler dapat meningkatkan karakteristik campuran aspal beton
selain itu penggunaan fly ash juga dapat menghemat biaya yang cukup besar. Campuran aspal
beton yang menggunakan filler fly ash menghasilkan nilai stabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan campuran aspal beton yang menggunakan filler konvensional.
persentase filler optimum dicapai pada persentase 7% [12].
Penggunaan fly ash sebagai bahan filler dapat meningkatkan nilai stabilitas campuran
aspal beton hal tersebut disebabkan fly ash mengandung senyawa pozzoland, selain itu
penggunaan fly ash juga dapat meningkatkan fleksibelitas campuran aspal beton [13]. Selain
karena dapat menghemat biaya yang cukup, penggunaan fly ash sebagai bahan filler juga
dapat meningkatkan nilai stabilitas campuran aspal beton. Persentase filler yang digunakan
4% [14].
Bila dilihat dari penelitian sebelumnya bahwa pemanfaatan lebih banyak dilakukan
terhadap fly ash sedangkan bottom ash masih sangat sedikit oleh karena itu pada penelitian
ini saya tidak hanya memanfaatkan fly ash tetapi saya juga memanfaatkan bottom ash sebagai
filler pada campuran aspal beton. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk
memanfaatkan fly ash dan bottom ash dengan jumlah yang besar oleh karena itu persentase
filler yang digunakan 7%.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Aspal Beton
Campuran aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (Filler)
dan aspal, untuk mengetahui karakteristik material tersebut maka perlu dilakukan pengujian.
Pelaksanaan pengujiannya mengacu pada Spsefikasi Umum Bina Marga 2010.
1. Agregat Kasar
Agregat kasar yang diuji adalah agregat yang tertahan pada saringan No.8 (2,36 mm).
Agregat kasar merupakan batu pecah mesin dengan ukuran maksimum tertahan saringan
1” (25,4 mm). Pengujian yang dilakukan terhadap agregat kasar yaitu pengujian berat
jenis, penyerapan air, analisa saringan dan keausan [10].
2. Agregat Halus
Agregat halus yang diuji adalah agregat yang lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan tertahan
saringan 200 (0,074 mm). Secara umum pengujian agregat halus sama dengan pengujian
agregat kasar, akan tetapi pada pengujian agregat halus diperlukan ketelitian yang tinggi
karena gradasi yang halus lebih sulit pengujiannya dari pada pengujian agregat kasar [10].
3. Mineral Pengisi (Filler)
Filler merupakan Agregat halus yang lebih kecil dari 75 μm atau lolos saringan No.200
dengan persentase berat yang lolos minimal 75%. Fungsi filler adalah sebagai pengisi pada
campuran aspal beton. Filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash dan
bottom ash yang berasal dari PLTU Suralaya, Tanjung Jati dan Petrokimia Gersik.
Pengujian yang dilakukan terhadap filler yaitu pengujian berat jenis, penyerapan air dan
analisa saringan [10].
4. Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal dengan penetrasi 60/70 yang
produksi PT. Pertamina. Pengujian yang dilakukan terhadap aspal tersebut yaitu pengujian
penetrasi, daktilitas, titik lembek, titik nyala, titik bakar, berat jenis dan kehilangan berat
[10].
2.2. Karakteristik Fisik Fly ash dan Bottom ash
Fly ash adalah limbah padat yang sangat halus, kebanyakan fly ash berbentuk bulat
dengan diameter yang bervariasi yaitu antar 1 µm-150 µm, ukuran rata-rata fly ash adalah 10
µm [4]. Sedangkan bottom ash adalah bahan buangan dari proses pembakaran batu bara pada
pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari pada fly
ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler) dan terkumpul
pada penampung debu (ash hopper) lalu dikeluarkan dari tungku dengan cara disemprot [15].
Fly ash dan bottom ash memiliki warna yang bervariasi yaitu coklat, hitam dan abu-
abu. Perbedaan warna pada fly ash disebabkan oleh besarnya karbon yang tidak terbakar,
semakin terang warna fly ash berarti semakin rendah kadar karbonnya [4].
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perhubungan Teknik Sipil Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode marshall
rendaman dan menggunakan gradasi campuran no. V. Jumlah benda uji untuk setiap sumber
filler adalah 3 sampel pada kadar aspal optimum 5,4%. Proses pencampuran agregat dan
aspal diilakukan pada suhu 1500c dan pemadatan dilakukan pada suhu 1300c sedangkan
jumlah tumbukan adalah 2x75. Sebelum dilakukan uji marshall benda uji terlebih dahulu
direndam didalam water bath selama 30 menit pada suhu 600c.
Flow (mm)
1.459
1500 4.00
4,20 4,25
4,15
3.00 3,75
1000
2.00
500
1.00
0 0.00
4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
Kadar Aspal (%)
Kadar Aspal (%)
(a) (b)
Rongga Terisi Aspal (VFA) Rongga Dalam Agregat (VMA)
100.00
83,48 18.50
76,52 80,21
80.00 70,40 18.00
65,43 17.50 17,89
% VMA
% VFA
60.00 17.00
17,22
16.50
40.00 16,59
16.00 16,35
20.00 15.50 15,85
15.00
0.00 14.50
4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
(c) (d)
Rongga Dalam Campuran (VIM)
6.00
5.00
5,48
4.00 4,84
% VIM
3.00 3,89
3,41
2.00 2,96
1.00
0.00
4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
(e)
Gambar. 1. Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Karakteristik Marshall
3000 4.3
2.634 4,17 4,13
2.383 4.2
2500 2.216 4.1
2.115
Stabilitas (kg)
1.828 4
Flow (mm)
2000 1.782
3.9 3,80
3,75
1500 3.8
3,67 3,63
3.7
1000 3.6
500 3.5
3.4
0 3.3
Abu Batu Fly ash Fly ash Bottom ash Fly ash Bottom ash Abu Batu Fly ash Fly ash Bottom ash Fly ash Bottom ash
Tjg.Jati Suralaya Suralaya Petro Petro Tjg.Jati Suralaya Suralaya Petro Petro
(a) (b)
76.2 76,06 16.7 16,66
76 16.65 16,60 16,59
16,58
VFB (%) 75.8 75,60 16.6
VMA (%)
75.6 16.55 16,49
75.4 16.5
75,12
75.2 74,98 74,97 75,03 16.45 16,40
75 16.4
74.8 16.35
74.6 16.3
74.4 16.25
Abu Batu Fly ash Fly ash Bottom ash Fly ash Bottom ash Abu Batu Fly ash Fly ash Bottom ash Fly ash Bottom ash
Tjg.Jati Suralaya Suralaya Petro Petro Tjg.Jati Suralaya Suralaya Petro Petro
(c) (d)
4.25 4,22
4.2 4,16 4,14
4,13
4.15
4.1 4,03
VIM (%)
4.05
4 3,93
3.95
3.9
3.85
3.8
3.75
Abu Batu Fly ash Fly ash Bottom ash Fly ash Bottom ash
Tjg.Jati Suralaya Suralaya Petro Petro
Sumber Filler
(e)
Gambar. 3. Grafik Pengaruh Perbedaan Sumber Filler Terhadap Karakteristik Marshall
5. KESIMPULAN
Dari Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Persentase aspal yang memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari keseluruhan nilai
karakteristik yang ada seperti stabilitas, flow, VFA, VMA dan VIM adalah 5,4 %.
2. Penggunaan fly ash dan bottom ash sebagai filler dapat meningkatkan stabilitas campuran
aspal beton.
2. Stabilitas tertinggi terdapat pada benda uji yang menggunakan filler bottom ash yang
berasal dari PLTU Suralaya yaitu sebesar 2.824,06 kg sedangkan stabilitas terendah
didapat pada benda uji yang menggunakan filler fly ash yang berasal dari PLTU
Petrokimia Gersiik yaitu 1.828,26 kg, walaupun lebih rendah tetapi nilai stabilitas yang
dihasilkan masih lebih tinggi dibandingkan dengan stabilitas filler abu batu (>800 kg).
3. Semakin tinggi nilai stabilitas maka nilai flow akan semakin kecil dan sebaliknya semakin
rendah nilai stabilitas maka nilai flow akan semakin tinggi. Nilai flow yang terkecil yang
dihasilkan adalah 3,75 mm yang didapat pada benda uji yang menggunakan filler bottom
ash yang berasal dari PLTU Suralaya (> 3 mm).
4. Nilai VFA benda uji yang menggunakan filler fly ash dan bottom ash lebih kecil
dibandingkan dengan benda uji yang menggunakan filler abu batu, nilai VFA terkecil
didapat pada benda uji yang menggunakan filler fly ash yang berasal dari PLTU
Petrokimia Gersik yaitu 75,11%.
5. Nilai VMA benda uji yang menggunakan filler fly ash dan bottom ash lebih besar
dibandingkan dengan benda uji yang menggunakan filler abu batu. Nilai VMA terkecil
yaitu 16,58 % yang terdapat pada benda uji yang menggunakan filler fly ash yang bersal
dari PLTU Petrokimia Gersik (>15 %).
6. Nilai VIM yang dihasilkan dari benda uji yang menggunakan filler fly ash dan bottom ash
lebih besar dibandingkan dengan VIM benda uji yang menggunakan filler abu batu. Nilai
VIM terkecil yang dihasilkan adalah 3,89% sedangkan yang terbesar adalah 4,20% (3,5%-
5%).
Bila dilihat dari hasil yang diperoleh bahwa semua karakteristik seperti stabilitas, flow,
VFA, VMA dan VIM dari benda uji yang menggunakan fiiller fly ash dan bottom ash
memenuhi standar Bina Marga, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa fly ash dan bottom
ash yang berasal dari PLTU Suralaya, Tanjung Jati dan Petrokimia Gersik dapat digunakan
sebagai bahan filler pada campuran aspal beton.
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Slamet and B. Gunawam, “Biobriket Campuran Bottom ash Batu Bara Limbah
PLTU dan Biomassa Melalului Progres Karbonisasi Sebagai Sumber Energi
Terbarukan,” Pros. SNATIF, Univ. Muria Kudus, vol. 3, pp. 43–50, 2016.
[2] S. P. R. Wardani, “Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly ash) untuk Stabilisasi Tanah
maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya dalam Mengurangi Pencemaran
Lingkungan,” 2008.
[3] D. Kresna Duta, “2015, PLN Butuh 82 Juta Ton Batubara untuk Pembangkit Listrik,”
file:///C:/Users/Imran/AppData/Local/Mendeley%20Ltd./Mendeley%20Desktop/Down
loaded/c5539bf6fd88af1ae1f306b375a4d8dc95436474.html, 2015. [Online].
Available: http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150311071443-85-38215/2015-
pln-butuh-82-juta-ton-batubara-untuk-pembangkit-listrik/.
[4] S. Munir, “Penggunaan Bahan Pengisi Abu Terbang Dalam Industri Karet,” in
Penggunaan Bahan Pengisi Abu Terbang Dalam Industri Karet, 2010, pp. 49–53.
[5] A. Retnosari, “Ekstraksi Dan Penentuan Kadar Silika (Sio 2) Hasil Ekstraksi Dari Abu
Terbang (Fly ash) Batubara,” 2013.
[6] I. Asi and A. Assa’ad, “Effect of Jordanian Oil Shale Fly ash on Asphalt Mixes,” J.
Mater. Civ. Eng., vol. 17, no. 5, pp. 553–559, 2005.
[7] P. R. Indonesia, “Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun,” Peratur. Pemerintah
Republik Indones., no. 85, pp. 1–18, 1998.
[8] L. Anisa Kurnia and K. Soedjajadi, “Analisis Risiko Paparan Debu PM 2,5 Terhadap
Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Pekerja Bagian Boiler Perusahaan Lem
Di Probolinggo,” Dr. Diss. Univesitas Airlangga, vol. 5, pp. 118–125, 2013.
[9] K. Sobolev, I. Flores Vivian, R. Saha, N. M. Wasiuddin, and N. E. Saltibus, “The
effect of fly ash on the rheological properties of bituminous materials,” Fuel, vol. 116,
no. 116, pp. 471–477, 2014.
[10] Binamarga, “Perkerasan Aspal,” Spesifikasi Umum Devisi VI, vol. 2010, no. revisi 1,
pp. 1–5, 2010.
[11] Y. Mutohar, “Pengaruh Penggunaan Filler Fly ash Terhadap Nilai Karakteristil
Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR),” 2002.
[12] V. Sharma, S. Chandra, and R. Choudhary, “Characterization of Fly ash Bituminous
Concrete Mixes,” J. Mater. Civ. Eng., vol. 22, no. 12, pp. 1209–1216, 2010.
[13] A. Modarres and M. Rahmanzadeh, “Application of coal waste powder as filler in hot
mix asphalt,” Constr. Build. Mater., no. 66, pp. 476–483, 2014.
[14] R. Mistry and T. K. Roy, “Effect of using fly ash as alternative filler in hot mix
asphalt,” Perspect. Sci., no. 1, pp. 3–5, 2016.
[15] I. Santoso and S. Kumar Roy, “Pengaruh Penggunaan Bottom ash Terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Beton,” Dimens. Tek. Sipil, vol. 6, no. 1, pp. 75–81,
2003.
[16] Binamarga, “Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall,” SNI 06-2489-
1991, no. 1, p. 7, 1991.
[17] M. Aminsyah, “Analisa Kehancuran Agregat Akibat Tumbukan dalam Campuran
Aspal,” J. Rekayasa Sipil, vol. 9, no. 2, pp. 50–71, 2013.
[18] F. Ma’arif and Pramudiyanto, “Uji Kinerja Marshall Agregat Bantak Merapi Dengan
Menggunakan Serat Polypropylene,” 2013.