TINJAUAN TEORI
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan
segala fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran
orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi
mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat bertahan dalam lemari es).
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman ini lebih tahan
terhadap asam lemak (lipid).Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap
terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.
2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex
adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang
mengarah ke diagnosis tuberkulosis.Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-satunya cara untuk
memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada
individu yang menderita batuk Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada
lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan
penurunan berat badan.(Brunner & Suddarth-2002 hal. 585).
5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
5.2 Komplikasi lanjut
1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon,
Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6
sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF),
streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang
di seluruh dunia.Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950,
insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten
obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada
individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH
dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one
yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak
besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol
dan streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat
didapatkan.Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat
kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien
yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai
12 bulan.Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner
& Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and
Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga
kali dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita baru TBC Paru BTA Positif
ü Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
ü Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK.
Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu.Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah
penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita kambuh (relaps)
ü Penderita gagal (failure)
ü Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan
dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat
ini diberikan untuk:
ü Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
ü Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan
masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas
prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu
Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri
dari empat langkah yaitu: pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
a. Riwayat kesehatan keperawatan
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak
dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status
gizi yang kurang baik.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah
sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat
pada malam hari.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui
inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.
Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
a. Kelelahan umum dan kelemahan.
b. Nafas pendek karena bekerja.
c. Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
d. Mimpi buruk.
Tanda :
a. Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
b. Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego
Gejala :
a. Adanya faktor stres lama.
b. Masalah keuangan, rumah.
c. Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
d. Populasi budaya.
Tanda :
a. Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
b. Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.
3. Makanan dan cairan
Gejala :
a. Anorexia.
b. Tidak dapat mencerna makanan.
c. Penurunan BB.
Tanda :
a. Turgor kulit buruk.
b. Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Pernafasan
Gejala :
a. Batuk produktif atau tidak produktif.
b. Nafas pendek.
c. Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.
Tanda :
a. Peningkatan frekuensi nafas.
b. Pengembangan pernafasan tak simetris.
c. Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral
diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels-posttusic).
d. Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
e. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
f. Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).
5. Nyeri dan kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda:
a. Berhati-hati pada area yang sakit.
b. Perilaku distraksi dan gelisah.
6. Keamanan
Gejala:
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial
Gejala:
a. Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
b. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
8. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala:
Riwayat keluarga TB.
a. Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
b. Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
c. Tidak berpartisipasi dalam terapi.
Ø Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia.
Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu penyakit
dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC. Wood,
Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC
Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American Nursing
Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy