Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan


1. Pengertian Proses Penuaan
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas
dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002) dalam buku
Keperawatan Gerontik edisi 2)mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan
tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.
Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2)
Pada orangorang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebutmerupakan bagian dari
proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari
suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi
terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi
pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh
proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada 4
kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999):
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum
terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan
jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor
luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan


Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O 2
yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2
sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan
melembabkan udara.
Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah:
a) Hidung (Nasal)
Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan oleh
septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan
kotoran.Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.Dasar
dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan
dengan sinus para nasalis.Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan,
penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara
oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan oleh
leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Ke atas
berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (koana), kedepan berhubungan
dengan rongga mulut. Rongga faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan
laringofaring.
c) Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus.Bentuknya seperti
kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol.Laring ini dibentuk
oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.
d) Trachea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk
huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya
11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vertebra thorakalis V dan akan
bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa)
yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar.Permukaan mukosa ini selalu basah oleh
karena adanya kelenjar mukosa.Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari
udara pernafasan. Otot polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan
menyempit sehingga timbul sesak nafas.
e) Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari bronchus
kiri dan brochus kanan.Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih
kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus
kanan adalah: bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus
kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.
f) Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya
saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus paru-paru sedangkan
bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi bronchiolus
terminalis yang strukturnya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan
paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus
merupakan jaringan paru-paru.
g) Paru-paru
Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara
paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea, bronchus dan esophagus.
Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah
bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri,
kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini
seperti kubah (segitiga) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis
pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu
bernafas.Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus), alveolus ini
mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler-kalpiler pembuluh
darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2.Jumlah alveolus ini ± 700 juta
banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi
ini kalau direntang adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang
dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan
jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada
dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya,
membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura
parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura
kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura
servicalis.Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra
renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan
menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan
normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu
hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan
memisahlkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada
paru-paru.Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan mengeluarkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan.
Pernafasan menyangkut dua proses :
1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan
pembuangan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan
transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat
pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alveoli berhubungan dengan
darah dalam kapiler pulmonar.Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan
keseluruh tubuh.
Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan
dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam
saluran nafas.
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan
Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:
1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami
osifikasi.
2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami
pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progeseif terjadi emfisema senilis.
3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada akan
merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan
timbul keluhan sesak bernafas.
2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan penumpukan
udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen.
3. Volume dan kapasitas paru menurun.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam darah dari alveoli (difusi) dan transport
O2 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga.
5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor
perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan
pons.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
A. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan
Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan
bahwa perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut:
a) Paru-paru kecil dan kendur.
b) Hilangnya recoil elastic.
c) Pembesaran alveoli.
d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu.
e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h) Kelenjar mucus kurang produktif.
i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

B. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan


Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional pada thoraks dan
paru-paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah.Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh.Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal
menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot
rangka pada toraks dan diafragma.Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan
menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif
menurun.Dekalsifikasi iga dan peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga
terjadi.Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan sekret dan
menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi pernapasan.Menurut Stokslager, 2003 dalam buku
Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit perubahan fisiologis pada sistem pernapasan
sebagai berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium
dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kiposis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
h. Penurunan kapasitas difusi.
i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital.
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis paru
dan peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang mengakibatkan
penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.
m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan sumbat
mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

C. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia


a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi
penumpukan sekret.
c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang
kira-kira 500 ml.
d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m²),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan.
f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang
lama-kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari saluran
nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan
segala fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran
orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi
mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal,
tulang dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002 hal.584).
TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe
humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus).TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya
menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke
(Muhammad Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat bertahan dalam lemari es).
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman ini lebih tahan
terhadap asam lemak (lipid).Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap
terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.

2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex
adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB


(MOTT) atypical adalah:
1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala


Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b) Sesak napas dan nyeri dada.
c) Badan lemah, kurang enak badan.
d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:


1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada
malam hari).
4. Manifestasi Klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang
merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali.
Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari.Biasanya
subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41
0
C.Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga
penderita tidak pernah merasa terbebas dari demam ini.Hal ini juga tergantung dari daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan.Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.Batuk ini timbul setelah penyakit
telah berkembang dalam jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermual.Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat
terjadi batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi
infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas
akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut.
d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis.Bila dijumpai
kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil
nafas (inspirasi), rasa nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk
nyeri ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering ditemukan berupa:
anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul.

Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang
mengarah ke diagnosis tuberkulosis.Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-satunya cara untuk
memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada
individu yang menderita batuk Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada
lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan
penurunan berat badan.(Brunner & Suddarth-2002 hal. 585).

5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
5.2 Komplikasi lanjut
1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon,
Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6
sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF),
streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang
di seluruh dunia.Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950,
insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten
obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada
individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH
dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one
yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak
besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol
dan streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat
didapatkan.Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat
kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien
yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai
12 bulan.Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner
& Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and
Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga
kali dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita baru TBC Paru BTA Positif
ü Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
ü Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK.
Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu.Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah
penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita kambuh (relaps)
ü Penderita gagal (failure)
ü Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan
dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat
ini diberikan untuk:
ü Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
ü Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.

6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:


Nama obat dan Efek samping
1. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat
(gangguan hati).
2. INH
1. Nyeri syaraf
2. Hepatitis (radang hati)
3. Alergi, demam, ruam kulit
4. Pyrazinamid: muntah, mual, diare
5. Kulit merah dan gatal
6. Kadar asam urat meningkat
7. Gangguan fungsi hati
3. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan pendengaran.
4. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.

6.2 Pembedahan pada TB paru


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.Indikasi pembedahan
dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah:
1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara
konservatif.

6.2.2 Indikasi relative pembedahan, yaitu:


1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.
2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.
6.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi
48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan
adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk
rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa menunjukan
nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex: Hyponaremia,
karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal
tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
6.4 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x
seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat:
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan
masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas
prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu
Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri
dari empat langkah yaitu: pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
a. Riwayat kesehatan keperawatan
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak
dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status
gizi yang kurang baik.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah
sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat
pada malam hari.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui
inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.
Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
a. Kelelahan umum dan kelemahan.
b. Nafas pendek karena bekerja.
c. Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
d. Mimpi buruk.
Tanda :
a. Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
b. Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego
Gejala :
a. Adanya faktor stres lama.
b. Masalah keuangan, rumah.
c. Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
d. Populasi budaya.
Tanda :
a. Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
b. Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.
3. Makanan dan cairan
Gejala :
a. Anorexia.
b. Tidak dapat mencerna makanan.
c. Penurunan BB.
Tanda :
a. Turgor kulit buruk.
b. Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Pernafasan
Gejala :
a. Batuk produktif atau tidak produktif.
b. Nafas pendek.
c. Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.
Tanda :
a. Peningkatan frekuensi nafas.
b. Pengembangan pernafasan tak simetris.
c. Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral
diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels-posttusic).
d. Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
e. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
f. Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).
5. Nyeri dan kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda:
a. Berhati-hati pada area yang sakit.
b. Perilaku distraksi dan gelisah.
6. Keamanan
Gejala:
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial
Gejala:
a. Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
b. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
8. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala:
Riwayat keluarga TB.
a. Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
b. Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
c. Tidak berpartisipasi dalam terapi.
Ø Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia.

Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu penyakit
dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed


2.Jakarta:EGC

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC. Wood,
Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC

Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American Nursing
Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy

Anda mungkin juga menyukai