Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK KLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK KOMUNITAS DAN KEGIATAN


KESIAPSIAGAAN BENCANA DI DUSUN PANDANSARI
KRAJAN DESA PANDANSARI KECAMATAN
PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh:

Julius Kristiawan (3A/161382) Zenith Via L (3B/161425)


Agnes Devi N. (3A/161366) Dwi Kusharini (3A/161376)
Agustina Wanti M. (3A/161367) Elvina Ramandha P (3A/161377)
Alvaris Intan P. (3A/161368) Diah Wulandari (3A/161375)
Berti Dwi Wahyu S (3A/161369) Fifi Wulandari (3A/161380)
Saecilia Deka W. (3A/161370) Fira Prima A. W. (3A/161381)
Christina Ayu S. (3A/161371) Afrian Triya I. (3A/161365)
Cita Fransiska (3A/161372) Lucia Freitas G. (3A/161384)
Reynaldi Gatta O. (3A/161389) Dea Wisda Arini (3A/161374)
Vandel Ordo V. (3A/161392) Caecario Dhany A. (3B/161399)
Sonya Kristinia (3A/161385) Meysia Andaraini (3A/161386)
Dionisia Pipit (3B/161403) Elisabeth Patricia V. (3B/161404)
Wirantika (3A/161394) Anisia Puspitarini (3B/161396)
Reza Novita A. (3A/161390)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG


T/A 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia usia lanjut usia, biasa disingkat MANULA, atau disebut saja
kelompok lanjut usia (LANSIA) (ageing/elderly) adalah kelompok penduduk
berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri ini adalah populasi berumur 60 tahun atau lebih
(Bustan, 2015). Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sampai
tidak melakukan tugasnya sehari-hari lagi hingga bagi kebanyakan orang
masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (R.Hasdianah, et
al., 2014).

Menurut WHO dalam bukunya Aspiani (2014) mengelompokkan usia


lanjut atas tiga kelompok yaitu: Usia lanjut yang berumur 60-74 tahun, usia
tua yang berumur 75-89 tahun, dan usia sangat tua yang berumur >90 tahun.
Menurut UU No. 13 tahun 1998, batasan orang yang dikatakan lansia
berumur 60 tahun. Depkes dikutip dari Azis (1994) lebih lanjut membuat
penggolongan lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: (1). Kelompok lansia
dini (55-64 tahun), yakni kelompok yang baru memasuk lansia (2). Kelompok
lansia (65 tahun keatas). (3). Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang
berusia lebih 70 tahun (Aspiani, 2014).

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2016, jumlah Lansia di Indonesia


mencapai 22,4 juta jiwa atau 8,69% dari jumlah penduduk. Sementara
menurut proyeksi BPS tahun 2015, pada tahun 2018 jumlah Lansia
diperkirakan mencapai 9,3% atau 24,7 juta jiwa.

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat kerusakan jaringan yan aktual dan potensial (Judha,
Sudarti, Fauziah, 2012). Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari
bantuan perawatan kesehatan (Smelter & Bare, 2002). Menurut Smelter &
Bare (2002), International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefenisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosi
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan


darah di dalam Arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri
menyebabkan peningkatannya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakann ginjal.

Pengertian kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai


berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang
aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2)
Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak
melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik
secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat
pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai
kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep dasar pada lansia?

2. Bagaimanakah konsep kesiap siagaan bencana?

3. Bagaimanakah asuhan keperawatan kelompok pada lansia di desa


Pandansari?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar pada lansia.

2. Untuk mengetahui konsep kesiap siagaan bencana.


3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kelompok pada lansia di desa
Pandansari.

D. Manfaat

1. Bagi Lansia

Memberikan informasi kepada para lansia tentang mengatasi nyeri,


hambatan interaksi social dan mengurangi resiko jatuh pada lansia

2. Bagi Penulis

Sebagai salah satu sumber untuk melakukan dan mengembangkan


asuhan keperawatan gerontik di Panti Werdha Pangesti

3. Bagi Lahan Praktik


Sebagai salah satu acuan bagi lahan praktik dalam memenuhi
keperluan data yang akan berguna dikemudian harinya nanti. Serta
dapat mempermudah pengelompokan data-data lansia di desa
pandansari khususnya dusun krajan.
BAB II
KONSEP LANSIA DAN KESIAPSIAGAAN BENCANA

A. KONSEP LANSIA

1. Definisi Lanjut Usia


Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu
proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir. Diamana seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosial secara bertahap (Ma’rifatul, 2011).

2. Batasan Lanjut Usia


Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli :
a. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat II
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas”
b. Menurut WHO:
1) Usia pertengahan : 45-59 tahun
2) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
4) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010)

3. Klasifikasi Lanjut Usia


Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI
dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari :
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun,
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak
potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.

4. Karakteristik Lanjut Usia


Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai
dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah
yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial
sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif,
lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

5. Tipe-Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,


lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam dkk, 2008).
Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana : Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri : Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah : Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung : Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
f. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta
tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan


a. Hereditas atau ketuaan genetic
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan stress
f. Stress

7. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1) Perubahan Fisik
a. Sistem Indra: Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi
pada usia diatas 60 tahun.
b. Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada
kulit dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur.
d. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e. Tulang: berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah
bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih
lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
f. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
g. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament
dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
h. Sistem kardiovaskuler : Massa jantung bertambah, vertikel kiri
mengalami hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang
karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan
klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
i. Sistem respirasi : Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang.
j. Pencernaan dan Metabolisme : Perubahan yang terjadi pada sistem
pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang
nyata : kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
k. Sistem perkemihan : Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,
l. Sistem saraf : Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-
hari.
m. Sistem reproduksi : Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki
testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.

2) Perubahan Kognitif
a. Memory (Daya ingat, Ingatan)
b. IQ (Intellegent Quocient)
c. Kemampuan Belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi
3) Perubahan mental
a. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
4) Perubahan spiritual : Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya,
hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
5) Kesehatan Psikososial
a. Kesepian : Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan
b. Duka cita : Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh
pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi : Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,
lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d. Gangguan cemas : Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, depresi, efek samping obat.
e. Parafrenia : Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes : Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan
penampilan perilaku sangat mengganggu.

8. Masalah-Masalah Umum Pada Lanjut Usia


1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati
3) Lahirnya kelompok masyarakat industry
4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan lanjut
usia
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia

9. Penyakit Pada Lanjut Usia


1) Osteo Artritis (OA) : OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat
peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan penipisan rawan sendi,
tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan penyebab utama
ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya karena trauma,
penggunaan sendi berulang dan obesitas.
2) Osteoporosis : Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang
dimana masa atau kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis
osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan tulang selama dua
dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya masa
tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.
3) Hipertensi : Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik
sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari
90mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses
menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke,
kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan
gagal ginjal
4) Diabetes Mellitus : Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi
glukosa dimana gula darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi
puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi diabetes melitus, dimana
kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan kadar
glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang
buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai
ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa
gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat
badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
5) Dimensia : Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan
fungsi intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga
mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis
demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat
keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi,
diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya
demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu dengan
pendidikan rendah.
6) Penyakit jantung coroner : Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga
aliran darah menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah
nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingungan.

10. Masalah Keperawatan


1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi sistem
muskulokeletal
2) Resiko cidera fisik berhubungan dengan penurunan fungsi
penglihatan/persyarafan
3) Gangguan pola tidur berhubbungan dengan stress psikologis
4) Gangguan proses piker berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan
memori sekunder
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi.

11. Mengapa Lansia Perlu Mendapatkan Pemahaman Mengenai Reproduksi


Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut ditandai
dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita pada
usia lanjut kan menyesuaikan diri, akan tetapi hasil yang diperoleh dari
penyesuaian tersebut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang
tidak baik terutama dikarenakan terjadinya kemunduran fisik dan mental yang
berlangsung secara bertahap. Pada saat mengalami penurunan inilah biasanya
terjadi kegelisahan, kegoncangan bahkan bisa terjadi hal-hal yang sangat
merugikan apabial tidak dipersiapkan dan diantisipasi dengan baik dan benar.

Fase ini biasanya dikelompokkan dalam fase klimakterium, menopause, senium,


dan andropause.
a) Klimakterium, yaitu masa sebelum dan sesudah menopause seorang
wanita. Pada fase ini seorang wanita akan mengalami “keacauan” pola
menstruasi serta terjadi perubahan fisik dan psikologis
b) Menopause, yaitu fase akhir dari masa reproduksi wanita yang terjadi
secara alamiah. Memasuki usia 45 tahun seorang wanita akan mengalami
penuaan indung telur, penurunan produksi hormone yang menyebabkan
berbagai perubahan fisik dan psikis
c) Senium dialami oleh wanita berumur diatas 60 tahun dengan kondisi
mampu beradaptasi tanpa estrogen, mudah terjadi osteoporosis dan
gejala kemunduran IQ.
d) Andropause, merupakan istilah untuk laki-laki yang mengalami penuaan.
Untuk mengatasi perubahan dan gejolak jiwa saat datangnya masa-masa
tersebut adalah dengan pengetahuan dan kesadaran tentang kehadiran
menopause maupun pengetahuan tentang KRL.

Pada umumnya dengan pengetahuan yang cukup tentang KRL maka secara dini dapat
diantisipasi secara benar, sehingga kelompok usia lanjut masih perlu mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi.
B. KONSEP KESIAPSIAGAAN BENCANA
1. Pengertian Mitigasi Bencana
Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
2. Bencana berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Bencana alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian peristiwa oleh alam
b) Bencana nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam
c) Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia
3. Bencana alam juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Bencana alam meteorologi (hidrometeorologi). Berhubungan dengan
iklim. Umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus.
b) Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan
bumi seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor
4. Penyebab bencana alam di Indonesia:
a) Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudera besar
b) Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia
(Indo-Australia, Eurasia, Pasifik)
c) Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam

Mitigasi Bencana

1. Tujuan mitigasi bencana


 Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk
 Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup
dan bekerja dengan aman
2. Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya:
a) Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c) Pengembangan budaya sadar bencana;
d) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana;
e) Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman
bencana;
f) Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
g) Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;
h) Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan
lingkungan hidup
3. Robot sebagai perangkat bantu manusia, dapat dikembangkan untuk turut
melakukan mitigasi bencana. Robot mitigasi bencana bekerja untuk mengurangi
resiko terjadinya bencana. Contoh robot mitigasi bencana diantaranya:
a) Robot pencegah kebakaran
b) Robot pendeteksi tsunami
c) Robot patroli/pemantau rumah atau gedung
4. Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4
kategori:
a) Kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)
b) Kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi)
c) Kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)
d) Kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan
perbaikan/rehabilitasi)
5. Contoh upaya dalam mitigasi bencana
a) Mitigasi Bencana Gunung Berapi
Pemantauan aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di
Bandung dengan radio komunikasi SSB.
Tanggap darurat
Pemetaan, peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat
menjelaskan jenis dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah
penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana
gunung berapi. Penyelidikan gunung berapi menggukanan metode
geologi, geofisika, dan geokimia, sosialisasi, yang dilakukan pada
pemerintah daerah dan masyarakat
b) Mitigasi Bencana Gempa Bumi
Sebelum Gempa
 Mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa)
 Kenali lokasi bangunan tempat Anda tinggal
 Tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional
 Siapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll
 Periksa penggunaan listrik dan gas
 Catat nomor telepon penting
 Kenali jalure evakuasi
 Ikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa

Ketika Gempa

 Tetap tenang
 Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke
tanah lapang
 Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
 Turun dari kendaraan dan jauhi pantai.

Setelah Gempa

 Cepat keluar dari bangunan. Gunakan tangga biasa


 Periksa sekitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan
pertama.
 Hindari banugnan yang berpotensi roboh.
 Mitigasi Tanah Longsor
 Hindari daerah rawan bencana untuk membangun pemukiman
 Mengurangi tingkat keterjalan lereng
 Terasering dengan sistem drainase yang tepat
 Penghijauan dengan tanaman berakar dalam
 Mendirikan bangunan berpondasi kuat
 Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat
masuk
 Relokasi (dalam beberapa kasus)

Contoh siklus manajemen bencana:

Tahap prabencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness


(kesiapsiagaan). Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat
setelah terjadi bencana. Pada tahap pascabencana, manajemen yang digunakan
adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.

Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut


sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai
persiapan menghadapi bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan.

Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai


upaya mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan
layak sehingga masyarakat dapat hidup seperti sedia kala sebelum bencana terjadi,
baik secara fisik dan psikologis.

Anda mungkin juga menyukai