BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.1
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. 1
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan
batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara
normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar
solution. Jika rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine
meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat
(supersaturasi) dalam larutan lumpur.
Kelainan kandung empedu dapat mengenai sebagian besar populasi dunia. Lebih
dari 95% penyebab kelainan kandung empedu adan saluran empedu ektrahepatik
adalah kolelitiasis (batu empedu). Sekitar 2% dari anggaran federal Amerika Serikat
di habiskan untuk menangani koletiasis dan komplikasinya.
Batu empedu merupakan masalah signifikan di masyarakat maju, mempengaruhi 10%
hingga 15% dari populasi orang dewasa, artinya 20 hingga 25 juta orang Amerika
memiliki batu empedu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.1
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. 1
sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.1, 2
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1 2
ja
Gambar 2. Anatomi empedu1, 2
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel-sel
thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk
4
a)Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
meran
gsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang
paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b)Neurogen:Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi
dari kandung empedu.,Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphin
cter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.2
5
D. Etiologi
Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan
faktor resiko yang berbeda. Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai
80% dari semua kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari
total berat badan. Dari analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam
kalsium pigmen bilirubin, karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko
pembentukan batu empedu meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak,
trauma tulang belakang, jenis kelamin wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan
estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu hitam dan coklat tergantung komposisi
kimia dan penampakan batu. Batu ini juga dibedakan berdasarkan patogenesis dan
manifestasi klinisnya.9
E. Tipe dan komposisi batu empedu
Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic dan asam
chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.
Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam
dan pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu kolesterol.
Walaupun batu ini predominan terdiri atas kolesterol (51-99%), diantara semua tipe,
memiliki komponen kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari
kalsium karbonat, fosfat, bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan
mukopolisakarida. Batu pigmen hitam terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih
banyak terjadi pada pasien dengan anemia hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat
jarang terjadi, dibentuk dalam saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sama
halnya yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen coklat dibentuk dari stasis
dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan Klebsiella spp.9
a. Batu Pigmen
Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung kolesterol
kurang dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam dan coklat
6
1. Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer terlarut
dengan kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung kolesterol. Mekanisme
pembentukan batu masih belum jelas, tetapi hipersaturasi empedu dengan
bilirubin terkonjugasi, mengubah pH dan kalsium dan overproduksi matrik
organik (glikoprotein) juga berperan. Dari semua kasus, 20-30% kolelitiasis
adalah batu pigmen coklat. Insiden ini meningkat dengan bertambahnya umur.
Batu empedu hitam biasanya menyertai hemolisis kronis, biasanya pada penyakit
sickle cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada katup
jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas menunjukkan
peningkatan prevalensi dengan segala bentuk sirosis khususnya alkoholik.
2. Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan stearat
seperti halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam.
Batu coklat jarang ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di
duktus biliaris dan berhubungan dengan stasisnya empedu dan infeksi empedu.
Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri ditemukan lebih dari 90%.
Pembentukan batu berhubungan dengan dekonjugasi bilirubin diglukuronide oleh
bakteri β-glukoronidase.9
F. Patofisiologi
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan
batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara
normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar
solution. Jika rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine
meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat
(supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh peningkatan rasio
kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi kolesterol konsentrasi tinggi sebagai
inti vesikel unilamelar dalam kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi
kulit luar pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan
kolesterol relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi
7
1000 nm). Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan dalam
bentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.
Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang
memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung
kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat
dan kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang
dipecahkan hanya dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi
penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat
dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan
menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri
ke punggung dan disertai muntah.3
G. Gejala klnis
9
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien
dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan
komplikasi batu empedu. Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi
menjadi 4 stadium yaitu stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan
terbentuknya batu; batu empedu asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis
terkomplikasi. Gejala dan komplikasi kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu ke saluran duktus
biliaris komunis.12
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien
tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.12
Kolik bilier – kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di
epigastrium atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah
punggung kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada
umumnya. Nyeri ini mula-mula timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau
kuadran kanan atas dan menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.
Secara umum, nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan
secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak berhubungan dengan
demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau nyeri bilier
10
lebih lama dari 4 sampai 6 jam, kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik
bilier timbul akibat desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi
kandung empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi
kandung empedu ini timbul akibat pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet
lemak.4 Pada kebanyakan kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung
empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh
muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri ini diikuti oleh mual dan
muntah.12
Gejala komplikasi – kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat
dan terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi
dan inflamasi progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara
spontan hilang timbul dan kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang
banyak pada kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi
pus dalam kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung empedu.
Dinding kandung empedu akan menjadi nekrotik kemudian timbul perforasi dan
abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan
inflamasi dapat ditangani secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik.
Jika serangan akut timbul secara spontan, inflamasi kronis berubah berlangsung lama
dengan eksaserbasi akut.7
H. Diagnosis
11
1. Anamnesis
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.8
2. Pemeriksaan Fisik
Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3, 4
3. Pemeriksaan Penunjang
12
Gambar 4. Tampak gambaran echogenic dan bayangan akustic USG pada lumen
empedu.6
Gambar 5. Gambar CT Scan terlihat bayangan isodense beberapa batu empedu pada
lumen empedu .6
Gambar 6. Terlihat gambaran batu radiolusen pada lumen empedu pada pemeriksaan
Kolesitografi.6
2. Trigge: Trigger di gunakan pada pasien -pasienyang tidak kooperatif dan pasien
anak2.Dalam teknik ini scaning berlangsung saat fase antara inspirasi dan ekspirasi
berlangsung ada jeda beberapa detik, itulah saat scaning. BFFE dibuat pada irisan
axial dan coronal dengan teknik breath hold memberikan gambaran kandung empedu
dengan detail.Sedangkan untuk mengetahui gambaran fat (lemak) diperlukan teknik
khusus yang disebut sebagai T2W_ FS baik axial maupun coronal.Protokol ini
memberikan gambaran yang jelas antara jaringan lunak, lemak dan cairan sehingga
berbatas tegas.Pemeilihan recon slice juga harus di perhatikan agar mendapatkan
gambaran yang bagus.Untuk kasus-kasus tertentu kita juga memerlukan protokol
T1W_FS, batu kandung empedu sangat jelas didapatkan pada teknik ini.Pasien-
pasien yang tidak kooperatif harus di konsulkan anastesi untuk di beri obat tidur atau
semacam injeksi selama proses pemeriksaan.Khusus pasien dengan anatesi kita tidak
bisa menggunakan teknik breath hold sehingga teknik trigger lah yang
berperan.Karena proses pernafasan pada pasien dengan anastesi biasanya lebih stabil
maka teknik trigger ini bisa mendapatkan hasil gambar yang sangat baik.6
traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan
dengan kelahiran maupun kematian.6ERCP merupakan kombinasi antara sebuah
endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang
menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi
keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti
sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan
dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit,
gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan
operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy).
Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage
stents dapat dikerjakan secara perkutan. 6,10 Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu
sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat,
perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun
setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8
jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator
harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.6
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:5
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
18
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya
fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada
bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. 5
J. Penatalaksanaan
19
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :7, 8
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).7, 8
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) – sangat populer digunakan beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini.7, 8
6. Kolesistotomi – dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk
pasien yang sakitnya kritis. 7, 8
K. Prognosis
L. Differential Diagnose
1. Tumor saluran empedu.
2. Cholangiocarcinoma.
3. Cholecystitis.
4. Kanker kantong empedu.
5. Kanker pancreas.
6. Penyakit ulkus peptikum.5
21
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 Tahun
Alamat :BTN Citra Banua Lajaya Blok G No.5
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 18/06/2019
Ruangan : Radiologi Anutapura Palu
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri punggung kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk di RSUD Anutapura Palu dengan keluhan nyeri perut kanan atasyang
dirasakan sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual muntah
(+), ikterus (-/-), anemia (+/+), sesak (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat DM (-)
Riwayat HT (-)
Riwayat Jantung (-)
Kebiasaan (lifestyle) :
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkhohol (-)
Riwayat pengobatan
1. Ranitidin
2. antasida
22
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum :
Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
TD : 130/70 mmHg Pernapasan : 30 kali/menit
Nadi : 70 kali/menit Suhu : 36,70C
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Sukar dicabut
Mata : Anemis +/+
Pupil : Isokor
Telinga : pendengaran normal
Mulut : Tidak ada Keluhan
Leher
KGB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP :-
Massa Lain : Tidak ada
23
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, retraksi dinding dada (-),
Palpasi : Krepitasi (-),
Perkusi : Sonor (+) dikedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas jantung : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Perut kesan cekung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri perut kanan atas (+)
Tes undulasi (-)
Anggota gerak
Atas : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
Bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
D. PEMERIKSAAN Laboratorium
WBC : 12.2^3/uL
PLT : 384^3/uL
HCT : 37,9%
HGB : 13,4 g/dL
GDS : 71 mg/dl
24
E. RESUME
Pasien masuk di RSUD Anutapura Palu dengan keluhan nyeri perut kanan atas
yang dirasakan sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual
muntah (+), ikterus (-/-), anemia (+/+), sesak (-).Riwayat paparan radiasi sebelumnya
(-), riwayat keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama (-). Keadaan umum
:Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis, Tanda vital :TD: 130/70 mmHg,
Pernapasan : 20 kali/menit, Nadi : 70 kali/menit, Suhu: 36,70C
F. Pemeriksaan USG
Gambar 9.
G. DIAGNOSIS KERJA
- Cholelihiiasis
- Cholecystitis
H. ANJURAN
USG Abdomen
I. PENATALAKSANAAN
1. RL 20 TPM
2. Ketorolac 1gram/12 jam
3. Ranitidin 150 mg 4 kali sehari
26
BAB IV
KESIMPULAN
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.
Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam
dan pigmen coklat.
Berdasarkan hasil anamnesis pasien usia 38 tahun masuk dengan keluhan, Pasien
datang dengan keluhan nyeri perut bagian kanan atas sejak ± 1 hari yang lalu..
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati, nyeri dirasakan tiba-tiba. Pasien
mengalami mual dan muntah, pusing. Pasien tidak sesak dan tidak ikterus.
Berdasarkan keluhan yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan radiologs didapatkan cholelith di sertai cholecystitis.
27
DAFTAR PUSTAKA