Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.1
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. 1
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan
batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara
normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar
solution. Jika rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine
meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat
(supersaturasi) dalam larutan lumpur.
Kelainan kandung empedu dapat mengenai sebagian besar populasi dunia. Lebih
dari 95% penyebab kelainan kandung empedu adan saluran empedu ektrahepatik
adalah kolelitiasis (batu empedu). Sekitar 2% dari anggaran federal Amerika Serikat
di habiskan untuk menangani koletiasis dan komplikasinya.
Batu empedu merupakan masalah signifikan di masyarakat maju, mempengaruhi 10%
hingga 15% dari populasi orang dewasa, artinya 20 hingga 25 juta orang Amerika
memiliki batu empedu.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.1
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. 1

Gambar 1. Batu pada kandung empedu1


B. Epidemiologi
Kelainan kandung empedu dapat mengenai sebagian besar populasi dunia. Lebih
dari 95% penyebab kelainan kandung empedu adalah saluran empedu ektrahepatik
adalah kolelitiasis (batu empedu). Sekitar 2% dari anggaran federal Amerika Serikat
di habiskan untuk menangani koletiasis dan komplikasinya.
Batu empedu merupakan masalah signifikan di masyarakat maju, mempengaruhi
10% hingga 15% dari populasi orang dewasa, artinya 20 hingga 25 juta orang
Amerika memiliki batu empedu.2, 10
C. Anatomi dan Fisiologi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya
3

sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.1, 2
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1 2

ja
Gambar 2. Anatomi empedu1, 2
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel-sel
thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk
4

oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus


biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian
keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum
terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.1, 2

a. Pengosongan Kandung Empedu


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung
empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam
duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum. Garam –garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi
lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a)Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
meran
gsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang
paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b)Neurogen:Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi
dari kandung empedu.,Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphin
cter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.2
5

D. Etiologi
Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan
faktor resiko yang berbeda. Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai
80% dari semua kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari
total berat badan. Dari analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam
kalsium pigmen bilirubin, karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko
pembentukan batu empedu meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak,
trauma tulang belakang, jenis kelamin wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan
estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu hitam dan coklat tergantung komposisi
kimia dan penampakan batu. Batu ini juga dibedakan berdasarkan patogenesis dan
manifestasi klinisnya.9
E. Tipe dan komposisi batu empedu
Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic dan asam
chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.
Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam
dan pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu kolesterol.
Walaupun batu ini predominan terdiri atas kolesterol (51-99%), diantara semua tipe,
memiliki komponen kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari
kalsium karbonat, fosfat, bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan
mukopolisakarida. Batu pigmen hitam terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih
banyak terjadi pada pasien dengan anemia hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat
jarang terjadi, dibentuk dalam saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sama
halnya yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen coklat dibentuk dari stasis
dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan Klebsiella spp.9
a. Batu Pigmen
Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung kolesterol
kurang dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam dan coklat
6

1. Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer terlarut
dengan kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung kolesterol. Mekanisme
pembentukan batu masih belum jelas, tetapi hipersaturasi empedu dengan
bilirubin terkonjugasi, mengubah pH dan kalsium dan overproduksi matrik
organik (glikoprotein) juga berperan. Dari semua kasus, 20-30% kolelitiasis
adalah batu pigmen coklat. Insiden ini meningkat dengan bertambahnya umur.
Batu empedu hitam biasanya menyertai hemolisis kronis, biasanya pada penyakit
sickle cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada katup
jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas menunjukkan
peningkatan prevalensi dengan segala bentuk sirosis khususnya alkoholik.
2. Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan stearat
seperti halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam.
Batu coklat jarang ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di
duktus biliaris dan berhubungan dengan stasisnya empedu dan infeksi empedu.
Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri ditemukan lebih dari 90%.
Pembentukan batu berhubungan dengan dekonjugasi bilirubin diglukuronide oleh
bakteri β-glukoronidase.9
F. Patofisiologi
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan
batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara
normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar
solution. Jika rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine
meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat
(supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh peningkatan rasio
kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi kolesterol konsentrasi tinggi sebagai
inti vesikel unilamelar dalam kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi
kulit luar pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan
kolesterol relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi
7

1000 nm). Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan dalam
bentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan


phosphatidylcholine adalah:

1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis kolesterol


(peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol
reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone
selama kehamilan
2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam
empedu pada penyakit Crohn’s atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan
nutrisi parenteral
3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol
ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang
memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung
kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat
dan kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang
dipecahkan hanya dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi


adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang mana


terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan
perantara enzim glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

 Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar


8

 Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya


monoglukoronat
 Dekonjugasi enzimatik (β-glucosidase) oleh bakteri.

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga


terjadi pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam presipitat
sebagai garam kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas,
mengandung komponen tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan
menurunkan kapasitas keasaman dalam kandung empedu.3

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,


phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air,
juga merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan
pengosongan kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena
insufisiensi CCK (tidak ada asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada
insufisiensi pancreas) sehingga rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah,
ataupun karena vagotomy nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin.
Kontraksi kandung empedu melemah juga pada keadaan kehamilan. Saat itu menjadi
waktu yang sangat cukup terjadi endapan kristal untuk membentuk batu yang besar.
Peningkatan sekresi mukus (dirangsang oleh prostaglandin) bisa memicu peningkatan
jumlah inti kristalisasi.3

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi
penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat
dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan
menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri
ke punggung dan disertai muntah.3

G. Gejala klnis
9

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien
dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan
komplikasi batu empedu. Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi
menjadi 4 stadium yaitu stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan
terbentuknya batu; batu empedu asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis
terkomplikasi. Gejala dan komplikasi kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu ke saluran duktus
biliaris komunis.12

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien
tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.12

Batu empedu asimtomatis – mayoritas penderita kolelitiasis secara klinis


tersembunyi dan tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka panjang pasien
asimtomatis, resiko kumulatif timbulnya gejala akan berkembang dengan waktu yaitu
10% dalam 5 tahun, 15% dalam 10 tahun dan 18% dalam 15 tahun. Pada pasien
kolelitiasis asimtomatis ditemukan secara insidental. Pada kebanyakan kasus
kolelitiasis asimtomatis tidak memerlukan penanganan.12

Kolik bilier – kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di
epigastrium atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah
punggung kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada
umumnya. Nyeri ini mula-mula timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau
kuadran kanan atas dan menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.
Secara umum, nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan
secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak berhubungan dengan
demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau nyeri bilier
10

lebih lama dari 4 sampai 6 jam, kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik
bilier timbul akibat desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi
kandung empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi
kandung empedu ini timbul akibat pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet
lemak.4 Pada kebanyakan kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung
empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh
muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri ini diikuti oleh mual dan
muntah.12

Gejala komplikasi – kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat
dan terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi
dan inflamasi progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara
spontan hilang timbul dan kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang
banyak pada kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi
pus dalam kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung empedu.
Dinding kandung empedu akan menjadi nekrotik kemudian timbul perforasi dan
abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan
inflamasi dapat ditangani secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik.
Jika serangan akut timbul secara spontan, inflamasi kronis berubah berlangsung lama
dengan eksaserbasi akut.7

Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi


penyerta migrasi batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung empedu dapat
lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila
batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna
(ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.7

H. Diagnosis
11

1. Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan


yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.8

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.8

2. Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu – apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan


dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrop kandung empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.3, 4

Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3, 4

3. Pemeriksaan Penunjang
12

Pemeriksaan laboratorium – batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya


tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase
serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.6

Pemeriksaan radiologis – foto polos abdomen biasanya tidak memberikan


gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.6

Gambar 3. gambaran radioopaque gallstone dan pembesaran pada gallbladder pada


foto polos abdomen .6
13

Ultrasonografi (USG) – ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan


sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG,
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas
daripada dengan palpasi biasa.6

Gambar 4. Tampak gambaran echogenic dan bayangan akustic USG pada lumen
empedu.6

Computed Tomography (CT) batu ginjal dengan kalsifikasi memberikan


gambaran yang khas pada pemeriksaan CT scan tapi tidak jelas menggambarkan batu
ginjal tanpa kalsifikasi. Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis
juga dapat terlihat pada pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang
utama.6
14

Gambar 5. Gambar CT Scan terlihat bayangan isodense beberapa batu empedu pada
lumen empedu .6

Pemeriksaan Cholecystography untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan


kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral
akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan keadaan tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.6

Gambar 6. Terlihat gambaran batu radiolusen pada lumen empedu pada pemeriksaan
Kolesitografi.6

Pemeriksaan Magentic Resonance cholangiopancreatography(MRCP). MRCP


adalah Magentic Resonance cholangiopancreatography ( pemeriksaan kandung
empedu dan saluran2nya dengan menggunakan medan magnet )Radiologist
mengemukakan mengenai indikasi, metode, dan keunggulan MRCP dan MRI liver
sebagai alternatif pemeriksaan untuk penderita dengan kelainan di bidang
15

gastroenterologi dan hepatologi. Disebutkan bahwa indikasi pemeriksaan ini antara


lain adalah lesi fokal dan staging neoplasma, benign hepatic disease, hemangioma,
hemocromatosis, kelainan gall bladder dan pankreas.6
Ada 2 metode pemeriksaan, yaitu 2 D breath hold dan 3 D breath hold.
Pemeriksaan dengan metode 3 D breath hold mempunyai hasil yang lebih bagus.
Pemeriksaan ini memerlukan waktu yang agak lama (4 menit) dan perlu kerjasama
yang baik dari penderita. Hal ini disebabkan oleh karena kadang-kadang penderita
harus di scan dalam beberapa posisi penderita untuk mendapatkan hasil yang
sempurna.6
Apabila dibandingkan dengan ERCP, pemeriksaan ini mempunyai keunggulan
lebih convinient untuk penderita (karena tidak invasif) serta tidak memerlukan
kontras. Untuk mendeteksi kelainan pada jaringan lunak pemeriksaan ini lebih baik
daripada CT scan.Batu gall bladder akan tampak sebagai defek hitam, dan cairan
empedu tampak berwarna putih karena cairan empedu relatif tidak bergerak,
sedangkan cairan yang bergerak (misalnya pembuluh darah) akan tampak berwarna
hitam. Pemeriksaan ini dapat membedakan arteri dan vena. Gambaran
hemocromatosis, mirip dengan gambaran pada cerebral bleeding, yakni berwarna
putih (sekali) oleh karena hemocromatosis mengandung logam. MRCP dikerjakan
dengan syarat pasien puasa 8 jam untuk mengahasilkan gambaran kandung empedu
yang baik.
ada 2 teknik :
1. Breath hold:
Tujuannya untuk menghindari gambaran kabur dari pergerakan organ.Nah kita
tahu bahwa manusia itu bernapas sehingga ada pergerakan rongga dada dan organ2
dalam cavum abdomen.untuk itu teknik ini di gunakan, biasanya untuk pasien yang
kooperatif.Pasien yang kooperatif bisa mengatur inspirasi dan ekspirasi saat di
instruksikan oleh radiografer,scaning berlangsung saat pasien tahan napas. teknik ini
menggunkan respiratory gatting yang di letakkan di atas perut.6
16

2. Trigge: Trigger di gunakan pada pasien -pasienyang tidak kooperatif dan pasien
anak2.Dalam teknik ini scaning berlangsung saat fase antara inspirasi dan ekspirasi
berlangsung ada jeda beberapa detik, itulah saat scaning. BFFE dibuat pada irisan
axial dan coronal dengan teknik breath hold memberikan gambaran kandung empedu
dengan detail.Sedangkan untuk mengetahui gambaran fat (lemak) diperlukan teknik
khusus yang disebut sebagai T2W_ FS baik axial maupun coronal.Protokol ini
memberikan gambaran yang jelas antara jaringan lunak, lemak dan cairan sehingga
berbatas tegas.Pemeilihan recon slice juga harus di perhatikan agar mendapatkan
gambaran yang bagus.Untuk kasus-kasus tertentu kita juga memerlukan protokol
T1W_FS, batu kandung empedu sangat jelas didapatkan pada teknik ini.Pasien-
pasien yang tidak kooperatif harus di konsulkan anastesi untuk di beri obat tidur atau
semacam injeksi selama proses pemeriksaan.Khusus pasien dengan anatesi kita tidak
bisa menggunakan teknik breath hold sehingga teknik trigger lah yang
berperan.Karena proses pernafasan pada pasien dengan anastesi biasanya lebih stabil
maka teknik trigger ini bisa mendapatkan hasil gambar yang sangat baik.6

Gambar 7. Cholelithiasis dideteksi dengan Magentic Resonance


cholangiopancreatography yang terlihat batu gallbladder tampak hitam, cairan
empedu warna putih.6

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). ERCP terutama


digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran empedu
termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan
terap. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis
17

traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan
dengan kelahiran maupun kematian.6ERCP merupakan kombinasi antara sebuah
endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang
menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi
keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti
sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan
dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit,
gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan
operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy).
Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage
stents dapat dikerjakan secara perkutan. 6,10 Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu
sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat,
perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun
setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8
jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator
harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.6

Gambar 8. Cholelithiasis (panah) dideteksi oleh endoscopic retrograde


cholangiopancreatography (ERCP).6

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:5
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
18

d. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforas


e. Kolesistitis kronis
1. Hidrop kandung empedu
2. Empiema kandung empedu
3. Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus) Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum
karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu,
sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi
duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu
menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,
bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung
empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga
berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan
nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang
berakibat terjadinya peritonitis generalisata.5
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.5

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya
fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada
bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. 5

J. Penatalaksanaan
19

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :7, 8

1. Kolesistektomi terbuka – operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan


pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.7, 8
2. Kolesistektomi laparaskopi – indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis
simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledukus. Secara teoritis,
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering pada kolesistektomi laparaskopi.15
3. Disolusi medis – masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol.
Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan
bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat
ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.7, 8
4. Disolusi kontak – meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol
yang poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
20

empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).7, 8
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) – sangat populer digunakan beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini.7, 8
6. Kolesistotomi – dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk
pasien yang sakitnya kritis. 7, 8

K. Prognosis

Pada cholelithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya


kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabakan karena
adanya komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis tergantung dari ada/tidak dan
berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh
batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa.
Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
yang didapatkan biasanya sangat baik.5

L. Differential Diagnose
1. Tumor saluran empedu.
2. Cholangiocarcinoma.
3. Cholecystitis.
4. Kanker kantong empedu.
5. Kanker pancreas.
6. Penyakit ulkus peptikum.5
21

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
 Nama : Ny. N
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 38 Tahun
 Alamat :BTN Citra Banua Lajaya Blok G No.5
 Pekerjaan : IRT
 Tanggal Pemeriksaan : 18/06/2019
 Ruangan : Radiologi Anutapura Palu

B. ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Nyeri punggung kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk di RSUD Anutapura Palu dengan keluhan nyeri perut kanan atasyang
dirasakan sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual muntah
(+), ikterus (-/-), anemia (+/+), sesak (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat DM (-)
Riwayat HT (-)
Riwayat Jantung (-)
 Kebiasaan (lifestyle) :
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkhohol (-)
 Riwayat pengobatan
1. Ranitidin
2. antasida
22

 Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (+)
Smoker (+)
DM (-)
Tumor (-)

C. PEMERIKSAAN FISIS
 Keadaan umum :
Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital :
TD : 130/70 mmHg Pernapasan : 30 kali/menit
Nadi : 70 kali/menit Suhu : 36,70C

Kepala
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : Sukar dicabut
 Mata : Anemis +/+
 Pupil : Isokor
 Telinga : pendengaran normal
 Mulut : Tidak ada Keluhan

Leher
 KGB : Pembesaran (-)
 Tiroid : Pembesaran (-)
 JVP :-
 Massa Lain : Tidak ada
23

Thoraks
 Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, retraksi dinding dada (-),
 Palpasi : Krepitasi (-),
 Perkusi : Sonor (+) dikedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
 Perkusi Batas jantung : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
 Inspeksi : Perut kesan cekung
 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Perkusi : Timpani (+)
 Palpasi : Nyeri perut kanan atas (+)
 Tes undulasi (-)
Anggota gerak
 Atas : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
 Bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak

D. PEMERIKSAAN Laboratorium
 WBC : 12.2^3/uL
 PLT : 384^3/uL
 HCT : 37,9%
 HGB : 13,4 g/dL
 GDS : 71 mg/dl
24

E. RESUME
Pasien masuk di RSUD Anutapura Palu dengan keluhan nyeri perut kanan atas
yang dirasakan sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual
muntah (+), ikterus (-/-), anemia (+/+), sesak (-).Riwayat paparan radiasi sebelumnya
(-), riwayat keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama (-). Keadaan umum
:Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis, Tanda vital :TD: 130/70 mmHg,
Pernapasan : 20 kali/menit, Nadi : 70 kali/menit, Suhu: 36,70C

F. Pemeriksaan USG

Gambar 9.

Hasil USG Abdomen:


- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas
normal, tidak tampak dilatasi vaskuler maupun bile duct, tidak tampak echo
mass
- GB :dinding tidak menebal, tampak beberapa echo
batu uk 1,4 cm
- Lien dan Pankreas : ukuran dan echo parenkim dalam batas
normal, tidak tampakecho mass
25

- Ginjal kanan : ukuran dalam batas normal, tidak tampak


dilatasi PCS, tidak tampak echo batu maupun mass
- Ginjal kiri : ukura dalam batas normal, tidak tampak echo
batu maupun mass
- VU : dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
Kesan: Cholelith disertai cholecystitis

G. DIAGNOSIS KERJA
- Cholelihiiasis
- Cholecystitis

H. ANJURAN
USG Abdomen
I. PENATALAKSANAAN
1. RL 20 TPM
2. Ketorolac 1gram/12 jam
3. Ranitidin 150 mg 4 kali sehari
26

BAB IV

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.

Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam
dan pigmen coklat.

Berdasarkan hasil anamnesis pasien usia 38 tahun masuk dengan keluhan, Pasien
datang dengan keluhan nyeri perut bagian kanan atas sejak ± 1 hari yang lalu..
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati, nyeri dirasakan tiba-tiba. Pasien
mengalami mual dan muntah, pusing. Pasien tidak sesak dan tidak ikterus.
Berdasarkan keluhan yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan radiologs didapatkan cholelith di sertai cholecystitis.
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Njeze Gabriel E. Nigerian Journal of Surgery: Galstone,; p 49-55. Jul-Dec 2013


2. Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes D, Dupon L,
editors. Kelley’s Textbook of Internal Medicine. 4th ed.
3. HeumanM Douglas. Cholelithiasis. Avaliable from:
http://www.emedicine.com/med/topic836.htm. Last update agust, 2nd 2006.
4. Beckingham, IJ. Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and Gall Bladder.
London: BMJ Books; 2001.
5. MD. Aljaz Ahmad, MD. Ramsey C. Cheung, MD. Emment B. Kee Fee.
American Family Physician: Managemant Of Gallstones and Their
Complication.;p1673-1680. Mar 2016
6. Bell Dr Daniel J Bell, Sorrentino Ds Sajossca wt al. Learn Radiology At Home
With Radiopedia: Galstone
7. NIH: Treatmant For Gallstone. Nov 2017
8. Tanaja J. NCBI: Cholelithiasis. January 2019
9. Petersen.H.A. American Journal Of Surgery: Etiology of cholelithiasis.Vol 32,
issue 2. P 291-297. May 1936
10. Stinton Laura. M, Shaffer Eldo.A. NCBI; Epidemiology Of Gallbladder Disease:
Cholelithiasis and cancer; p172-187. Apr 2012
11. Njoze gabrie. E. Nigrian Journal Of Surgery: Gallstone: P 49-55. Juli 2013

12. Zhang Y et all. Factor Influencing The Prevalence of Gallstones in Liver


Chirrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2006; 62(9): 1455-1458.
13. Greenberger NJ, Paumgartner G, Disease of The Gallbladder and Bile Duct. In:
Kasper et all, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. London:
McGraw-Hill; 2005
28

Anda mungkin juga menyukai