Anda di halaman 1dari 22

Bab 12

HEMOSTASIS

Faal hemostasis ialah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk


mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir
dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh
darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya
1-6
kerusakan pembuluh darah. Faal hemostasis melibatkan berikut:
1. Sistem vaskuler
2. Sistem trombosit
3. Sistem koagulasi
4. Sistem fibrinolisis
Untuk mendapatkan faal baik maka keempat
hemostasis yang
sistem tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang ber-
keseimbangan dan saling mengontrol. Kelebihan atau kekurangan
suatu komponen akan menyebabkan kelainan. Kelebihan fungsi he-
mostasis akan menyebabkan thrombosis, sedangkan kekurangan faal
t'6
hemostasis akan menyebabkan perdarfian (hemonhagi.c diathesi).
LangkahJangkah dalam hemostasis. Faal hemostasis untuk dapat
berjalan normal memerlukan 3 langkah, yaitu:
1. Langkah I: hemostasis primer, yaitu pembentukan "primary
platelet plug."
2. Langkah II: hemostasis sekunder; yaitu pembentukan stable
ltemostatic p lry
(p kte let+fi brin p lug).

3. Langkah III:
fibrinolisis yang menyebabkan lisis dari fibrin
setelah dinding vaskuler mengalami reparasi sempurna sehing-
ga pembuluh darah kembali paten.
Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen, yaitu:
1. Faal koagulasi: yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil.
2. Faal fibrinolisis: yang berakhir dengan pembentukan plasmin.
Faal koagulasi melibatkan 3 komponen, yaitu:
1. Komponen vaskuler
2. Komponen trombosit
3. Komponen koagulasi

233
234 Hematologi Ktinik Ringkas

Bagaimana ketiga komponen ini bekerja sama untuk mengha-


silkan fibrin stabil dapat dilihat pada gambar l2-1.

Faktor Trombosit
tombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koa-
gulasi yang akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit
(pkteht plug). lJnruk itu, trombosit akan mengalami peristiwa: r-6
I. Platelet adhesion
2. Platelet actiuation
3. Platelet agregation
Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:
1. Langkah perrama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik
dan ekstrinsik yang menghasilka\ tenase complex yang akan
mengaktifkan f.X menjadi f.X aktif
2. Langkah kedua adalah pembentukan prothrombin actiuator
(prothrombinase comple) yang akan memecah prothrombin
menjadi thrombin
3. Langkah ketiga: prothrombin actiuator merubah prothrombin
menjadi thrombin
4. Langkah keempat: thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin
serta mengaktifkan F.XIII sehingga timbul fibrin yang stabil.
Pada langkah pertama dikenal 2 jalur:
1. Jalur ekstrinsik (extrinsic pathway)
2. Jalur intrinsik (intrinsic pathway)
Aktivasi jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kontak antara jaringan
subendotil dengan darah yang akan membawa faktor jaringan (tissue
factor) serta aktivasi faktor VII.
Aktivasi jalur intrinsik dimulai dengan aktivasi faktor konrak (con-
tact factor), yaitu faktor XII, HM\7K, dan prekalikrein. Selanjutnya
terjadi aktivasi faktor XI, X, dan IX.

Faktor Koagulasi
Faktor koagulasi atau fakror pembekuan darah adalah protein yang
terdapat dalam darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi.
1-6
Protein ini dalam keadaan tidak aktif (pio.r,ri.r,
^i^u "y-ogri1 itk^
terjadi aktivasi, protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian
Hemostasis 235
Kerusakan
pembuluh
darah

+
Pemaparan Il'ssue
kolagen thrombo
subendotil plastin
F VII
\
\
Vasokonstriksi Platelet adhesion

\
I
^..../.activation
Platelet
ptr3
II ,l
l & secretion Koagulasi
I
I -' darah
I
I I
I

Aliran -----------+ Platelet aggregation I


darah
menurun I I
Platelet fusion Thrombin
(contraction)
\ I I
\ I Fibrin+ Fibrinogen
Platelet plug
I
\
\ I
Stable hemostatic plug

PF3 = platelet fosfolipid 3


Gambar 12-1. Skema umum hemostasis

aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade)


atau, seperti air terjun (waterfall). Jenis-jenis protein tersebut dapat
dilihat pada tabel 12-1.

Kaskade Koagulasi
Proses pembentukan fibrin jika digambarkan secara skemarik mirip
seperti fenomena air terjun (uaterfalt) atau seperti tangga (cascadc).
futinya aktivasi fakror awal akan mengaktifkan faktor berikutnya
236 Hematologi Klinik Ringkas

Tabel 12-1
Faktor-faktor Koagulasi

Nama Fungsi
Faktor kontak aktivasi:
F Xll (Hageman factor\ Mengaktifkan F Xll danPK
HMW Kininogen (high molcular Membawa F Xll & PK pada suatu

F XI(PTA)
weightkininogen),Prekalikrein permukaan

M:ffi:llff:I Fil
Yitamin K- deoendent proenzvmes:
Prothrombin (F ll) Prekursor thrombin
F.X (Sfuart-Prower factor\ Mengaktifkan rothrombin
factor\
F.lX (Chrisfm as Mengaktifkan F.X
F.Yll@roconveftin\ Mengaktifkan F.lX & F.X
Protein C Menonaktifkan F.Va & Vlla
Kofaktor
Iissue facfor (F. lll) Kofaktor untuk FVll & Vlla
Platelet procoagulant Kofaktor untuk F lXa dan F.Xa
phospholipid (PF 3)
F.Vlll (anfi hemophilic factor) Kofaktor untuk F lXa
F.V $troaccelerin)
Protein S Kofaktor untuk protein C
Faktor untuk Deoosisi Fibrin:
Fibrinogen (F.l) Prekursor fibrin
F.Xlll f fibrin stabilizing factorl Crasslinking fibrin

disertai dengan proses amplifikasi sehingga molekul yang dihasilkan


akan bertambah banyak. Gambaran kaskade koagulasi dapat dilihat
pada gambar l2-2.
Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi uascu/ar
injury sehinega tidak terjadi perdarahan berlebihan, tetapi proses
pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada daerah injury,
tidak boleh menyebar ke tempat lain karena akan membahayakan
peredaran darah. Untuk itu, tubuh membuat mekanisme kontrol di
1-6
mana endotil yang intact memegang perana.r pe.rti.rg.
1. Adanya AT III (anti-thrombin III) yang terikat pada permukaan
endotil dengan perantaraan heparan sulfat. AT III akan meng-
inaktifkan thrombin dan faktor Xa.
Hemostasis 237

Extrinsic Pathway

Fador Xa
lntrinsic Pathway Thrombin

Fador lxa

,,1,'n f !,&':^

**.''
I
Fibrin (crosslinked)

Gambar 12-2. Skema kaskade koagulasil

2. Molekul thrombomodulin pada permukaan endotil akan


mengikat thrombin. Kompleks thrombin-thrombomodulin
akan mengaktifkan protein-C (dengan bantuan protein-S seba-
gai kofaktor) akan menginaktifkan faktor Va dan faktor MIIa,
dengan demikian pembentukan thrombin akan berkurang.
Adanya proses pengendali (natural anticoagulanr) di atas serta
pengenceran faktor aktif di luar tempar injury dapat mengendalikan
proses koagulasi sehingga tidak menyebar ke tempat lain.

Proses Fibrinolitik
Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna
untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan arau meng-
hancurkan fibrin setelah proses reparasi dinding pembgluh darah
selesai sehingga pembuluh darah tersebut kembali p"t.n. t-6 Proses
tersebut dapat digambarkan, seperti pada skema gambar I2-3.
238 Hematologi Klinik Ringkas

Adanya injury (melalui kalikrein) mengaktifkan tPA yang selan-


jutnya mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan
memecah fibrin menjadi FDP Untuk mengendalikan proses fibri-
nolisis ini maka terdapat faktor pengendali: plasminogen activator
inhibitor yang menghambat kerja tPA dan alpha-2 antiplasmin yang
menghambat kerja plasmin.

Kalikrein ------*TPA (tlssue ptu"rirog", activator)


I p lasminogen

l.(' '' ''altivator inhibitor

Plasminogen +
i PLASMIN
I
I
I aloha-2
l< anti-plasmin
Fibrin
+ Fibrin Degradation Product (FDP)
-#
Gambar 12-3. Skema proses fibrinolisis

Diatesis Hemoragik
Diatesis hemoragik (hemorrhagic diathesi) adalah keadaan patologik
yang timbul karena kelainan faal hemostasis. Dilihat dari patogenesis-
nya, maka diatesis hemoragik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Diatesis hemoragik karena faktor vaskuler;
2. Diatesis hemoragik karena faktor trombosit;
3. Diatesis hemoragik karena faktor koagulasi.
PEMERIKSAAN FAAL HEMOSTASIS
Pemeriksaan faal hemostasis adalah suatu pemeriksaan yang bertu-
juan untuk mengetahui faal hemostasis serta kelainan yang terjadi.
Pemeriksaan faal hemostasis sangat penting dalam mendiagnosis
t-u
diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri *t"r,
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik bertujuan untuk berikut:
a. mencari riwayat perdarahan abnormal;
Hemostasis 239

b. mencari kelainan yang mengganggu faal hemostasis, misal-


ya penyakit hati kronik, SLE (systemic lupus erythematzsus),
gagal ginjal kronik, keganasan hematologik, dan lainlain;
c. riwayat pemakaian obat;
d. riwayat perdarahan dalam keluarga.
2. Tes penyaring
Tes penyaring terdiri atas:
a. Tes untuk menilai pembentukan hemostatic plug
i. hitung trombosit Qtlatelet count)
ii. apusan darah tepi
iii. bleeding time
iv. tes torniquet (Rumple-Leede)
b. Tes untuk menilai pembentukan thrombin terdiri atas:
i. APTT (actiuating plasma thrombopkstin time) menrlai in-
trinsic pathway
ii., PPT Qtlasma prothrombin time)-menrlai extrinsic pathway.
c. Tes untuk menilai reaksi thrombin-fibrinogen terdiri atas:
i. thrombin time
ii. stabilitas bekuan dalam salin fisiologik dan 5 M urea
d. Tes parakoagulasi
3. Tes khusus
Tes khusus lanjutan, yaitu tes untuk mengetahui penyebab ke-
lainan faal hemostasis tersebut. Tes ini dikerjakan sesuai petunjuk
tes penyaring:
a. tes faal trombosit
b. tes Ristocetin
c. pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
d. pengukuran alpha-2 antiplasmin
' DIATESISHEMORAGIKKARENAFAKTOR
VASKULER
Diatesis hemoragik karena faktor vaskuler adalah penyakit-penyakit
dengan kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan
patologik pada dinding pembuluh darah. Kelainan ini dapat dibagi
. r. 1-6
menJa(lr:
A. Herediter
Hereditary hemonhagic teleangiectasia
240 Hematologi Klinik Ringkas

B. Didapat, terdiri atas:


1. Purpura simpleks
2. Purpura senilis
3. Purpura alergik terdiri atas:
a. Sindrom Henoch-Schonlein
Penyakit ini adalah penyakit yang lebih sering dijumpai
pada anak-anak akibat kompleks imun setelah infeksi
akut. Timbul suatu lgA-mediated uasculitis. Gejalanya be-
rupa: purpura, rasa gatal, pembengkakan sendi, nyeri
abdomen dan hematuria. Biasanya bersifat self limiting,
tetapi kadang-kadang berkembang menjadi gagal ginjal.
b. purpura pada artritis rematoid, SLE, poliarteritis nodosa
dan penyakit kolage lain karena terjadinya vaskulitis.
4. Purpura karena infeksi, misalnya pada sepsis akibat infeksi
meningokokus.
5. Scuruy: defisiensi vitamin C yang menimbulkan kerusakan
bahan interseluler (kolagen) sehingga pembuluh darah mu-
dah pecah sehingga terjadi perifollicular ?etechie.
6. Purpura karena steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan
ikat penyangga kapiler bawah kulit sehingga pembuluh da-
rah mudah pecah.

DIATESIS HEMORAGIK KARENA KELAINAN


TROMBOSIT
Diatesis hemoragik karena kelainan trombosit dapat dibagi menjadi
2 golongan, yaitu' l-6
1. Ti'ombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit
2. Tiombopati, yaitu kelainan fungsi trombosir.
Penyebab Trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4
golongan besar, seperti terlihat pada tabel 12-2, terdiri atas:
a. gangguan produksi trombosist oleh megakariosit dalam sumsum
tulang;
b. penghancuran trombosit di darah tepi;
Hemostasis 241

Tabel 12-2
1-6
Penyebab Trombositopenia

l. Gangguan produksi:
1. Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau
infeksi virus
2. Sebagai bagian dari "bone marrow failure" umum:
a. Anemia aplastik
b. Leukemia akut
c. Sindrom mielodisplastik
d. Mielosklerosis
e. lnfiltrasi sumsum tulang: limfoma, Carcinoma
f. Mieloma multipel
g. Anemia megaloblastik
ll. Peningkatan destruksi trombosit:
1. Autoimmune thrombocytopenic purpura, alau idiopathic throm-
bocytopenic purpura [re)
2. lmmune thrombocytopenic purpura sekunder: misalnya pada:
SLE, CLL, limfoma
3. Alloimmune thrombocytopenic purpura'. misalnya neonatal throm-
bocytopenia
4. Drug induced immune thrombocytopenr'a: quinine dan sulfonamid
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
lll. Distribusi tidak normal:
Sindrom hipersplenism: di mana terjadi poollng trombosit dalam
lien.
lV. Akibat pengenceran (ditutionat toss)
Akibat transfusi masif

c. nraldistribusi, misalnya pooling pada suatu organ;


d. akibat pengenceran, misalnya akibat transfusi masif dengan da-
rah simpan.

PURPURA THROMB O SITOPENIK IDIOPATIK


(ID I O PATHI C T HR O MB O CW O P EN I C
PURPURA = ITP)
ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian
besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut
242 Hematologi Klinik Ringkas

juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura. Secara klinik di-


bagi menjadi 2 kelompok, yairu' r-6
l ITP akut
ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut
atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan, tetapi 5-10%
berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan).
Diagnosis sebagian besar melalui eksklusi. Jika rhrombosir lebih
dari 20xl0e/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika thrombosit
kurang dari 20x\0e ll dapar diberikan steroid atau immunogio-
bulin intravena.
2. lTP kronik
ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun.
Perjalanan penyakit bersifat lcronik, hilang timbul berbulan-bulan
atau bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan sponran.

Patogenesis
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit
diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan
terhadap gpIIb-IIIa atau .Ib. Tiombosit yang diselimuti antibodi
kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibat-
nya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompen-
sasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsu- t'.rl"ng.t-6

Gambaran Klinik
Gambaran klinik ITB yaitu'1-6
I. onset pelan dengan perdarahan melaiui kulit atau mukosa be-
rupa: petechie, echymosit easy bruising, menorrhagia, epistaksis
atau perdarahan gusi
2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal
3. splenomegali dijumpai pada <10%o kasus.

Kelainan Laboratorik
Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa:
1. Darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3
2. Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti
banyak (mubinuclearity) disertai lobulasi
Hemostasis 243

3. Imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit


atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap
gplibillla atau gpib.

Diagnosis
Diagnosis ITP ditegakkan jika dijumpai:1-6
1. Gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa
2. Tlombositopenia
3. Sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat
4. Antibodi antiplatelzt (IgG) posidfl tetapi bukan suatu keharusan.
5. Tidak ada penyebab trombositopenia sekunder:

Terapi
Terapi untuk ITP terdiri atas:l-6
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi pe-
rusakan trombosit
a. Terapi kortikosteroid:
i. untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag)
sehingga mengurangi destruksi trombosit.
ii. mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
iii.menekan sintesis antibodi
Preparat yang diberi: prednison 60-80 mg/hari kemu-
dian turunkan perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pe-
meliharaan. Dosis pemeliharaan sebaiknya kurang dari
15 mg/hari. Sekitar 80%o kasus mengalami remisi setelah
terapi steroid
b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikos-
teroid (thrombosir <30x10e/l; perlu dosis pemeliharaan
"tau
yang tinggi maka diperlukan:
i. splenektomi-sebagian besar memberi respons baik
ii. obat-obat imunosupresif lain: uinuistine, cycbphospbamide
a:av azathio?rim.
2. Terapi suponif, terapi unnrk mengurangi penganfr trombositopenia
a. Pemberian androgen (danazol)
b. Pemberian high dose immunoglobulin unnk menekan fungsi
makrofag
244 Hematologi Klinik Ringkas

c. tansfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada


penderita dengan risiko perdarahan major.

GANGGUAN FAAL TROMBOSIT= TROMBOPATI


Pada gangguan faal trombosit maka jumlah trombosit normal, tera-
pi trombosit tidak berfungsi dengan baik. Kelainan ini dapat dibagi
r r. l-6
men.,aol:
1. Trombopati Herediter terdiri atas:
a. Platelet pool storage disease
Di sini dijumpai gangguan pelepasan ADP dari "dense & alpha
granules" sehingga menimbulkan gangguan agregasi trombosit
b. Thromboasthenia Glanzman
Pada kelainan ini terdapat gangguan reseptor GP IIb-IIIa
pada permukaan trombosit sehingga tidak terjadi agregasi
trombosit. Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif.
c. Sindrom Bernard-Soulier
Timbul akibat gangguan reseptor Gp Ib sehingga tidak terjadi
adhesi dengan v'WF, dan jaringan ikat subendotil, akibatnya
tidak terjadi adhesi trombosit. Bentuk rhrombosir lebih besar
dari normal. Kelainan ini diturunkan secara autosomal resesif.
d. Penyakit von Wrllebrand
Di sini tidakterbenruk v\(/F (faktor von \Willebrand) se-
hingga tidak terjadi adhesi platelet karena v\WF berfungsi
menghubungkan kolagen dengan Gp Ib dan GP IiIa dan
berkurang-nya F.\4IIC (oleh karena vW'F merupakan karier
F.\TIIC dalam darah). Penyakit von Villebrand merupakan
gabungdn trombopati dengan kelainan koagulasi.
2. Bentuk didapat (acquired tbrombopath) terdiri atas:
a. Akibat terapi aspirin yang mengakibatkan gangguan sintesis
thromboxane A2 sehingga mencegah agregasi trombosit;
b. Hiperglobulinemia, seperti pada mieloma multipel dan
makroglobulinemia W'aldenstrom, di mana paraprotein akan
menyelimuti trombosit y^ng akan mengganggu faal
trombosit;
Hemostasis 245

c. Kelainan mieloproliferatif;
d. Gagal ginjal kronik (uremia);
e. Penyakit hati menahun.

PENYAKIT VON WILLEBRAND=VON


WILLEBRAND'S DISEASE (VWD)
Penyakit von 'sTillebrand timbul karena sintesis v'W'F menurun, di
mana fungsi faktor von Willebrand (v\X,{F) adalah: 1-6
1. Menunjang adhesi trombosit pada matrik subendotil karena
v\(/F memperantarai ikatan GpIIb dan GPIIIa pada permu-
kaan trombosit dan jaringan kolagen.
2. Sebagai karier protein dari F. VIIIC dalam darah.
Gangguan struktur atau sintesis v'WF mengakibatkan:
a. gangguan adhesi trombosit
b. menurunnya aktivitas F.VIIIC dalam plasma
KlasifikasivWD
vWD dapat digolongkan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Tipe I-penurunan sintesis v'W'F;
2. Type II a-gangguan sintesis multimer v'S7'F besar dan sedang
iI b-pembentukan multimer v'\(/F besar yang abnormal
sehingga cepat dikeluarkan dari darah;
3. Tipe Ill-sintesis v'S7F sama sekali tidak ada.

Manifestasi Klinik
Di negara Barat v\(/D relatif sering dijumpai, diperkirakan mengenai
l%o penduduk dunia, tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan.
Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Manifestasi kli-
niknya adalah: perdarahan sedang, epistaksis sejak kecil, menorrhagi,
perdarahan dari luka, ekstraksi gigi, atau postoperasi, perdarahan
besar, hematom, tetapi perdarahan sendi jarang dijumpai.l-6

Kelainan Laboratorium
Padi v\X/D kelainan labo.ratorium dapat dijumpai dalam bentuk,
seperri:
246 Hematologi Klinik Ringkas

1. \W'akru perdarahan memanjang.


2. APTT sedikit meningkat.
3. Ristocetin induced platelet aggregation test negaif, kecuali pada
tipe IIb.
4. Elektroforesis: v\(F menurun pada tipe I atau nol pada tipe III
5. Imunoelektroforesis: multimer besar negatif pada tipe IIa, mul-
timer besar negatif, dengan multimer sedang meningkat pada
tipe IIb.

Terapi
Pengobatan untuk v\VD adalah:r-6
1 Infus Desmopressin (DDAVP) y"ttg dapat melepaskan vWF
dari cadangan dalam endotil.
2. Terapi ganti dengan "single donor cryoprecipitate",jangan mema-
kai EVIII concenctrate.
3. Dapat juga diberilan epsibn aminocaproic acid aau asam traneksamat

Diagnosis Diferensial dengan Hemofili


Penyakit von \Willebrand harus dibedakan dengan hemofili A atau
B, di mana pada v'WD:
1. \7aktu perdarahan (bleeding time) memanjang
2. Ristocetin test negaif
3. Kadar v\(/F menurun

GANG GUAN KOAGULASI HEREDITER


HEMOFILI A dan B
Hemofili A dan B merupakan gangguan faal koagulasi herediter
'Willebrand.
yang paling sering dijumpai disamping penyakit von
Insiden penyakit ini adalah I-2 per 10.000 penduduk/tahun.
Hemofili A merupakan 85o/o, sedangkan hemofili B merupakan
157o kasus hemofili.r-6

. Patogenesis
Dasar patogenesis, yaiturt-6
Hemostasis 247

l. Hemofili A disebabkan oleh defisiensi F.YlIl cloning actiuity


(F.VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembentukan
F.VIII. C dengan struktur abnormal.
2. Hemofili B disebabkan karena defisiensi F.IX.
F.VIII diperlukan dalam pembentukan tenlse czm?lex yang akan
mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrin-
sik sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin.
Ai<ibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofili diturunkan
secara sex-linhed recessiue. Lebih dari 30o/o kasus hemofili tidak
disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan.

Derajat Penyakit
Derajat penyakit hemofili ditentukan oleh kadar faktor MII atau
faktor IX dalam darah:l-6
1. berat (seuere): aktivitas F.\lII/F.IX <17o normal akan timbul
gejala klinik berat;
2. sedang (moderate): aktivitas F.VIII/F.IX antara l-5o/o;
3. ringan (mild): aktivitas F.\IIII/F.IX antara 5-30o/o.

GejalaKlinik
Gejala klinik hemofili A dan hemofili B tidak dapat dibedakan.
Hemofili dijumpai pada anak lakilaki, sedangkan anak wanita se-
bagian besar sebagai karier. Gejala klinik dapat timbul berupa:
1, perdarahan sejak kecil: perdarahan saat sirkumsisi, pencabutan
gigi, atau luka postrauma;
2. perdarahan spontan sering terjadi tejrutama perdarahan sendi
(haemarthro). Perdarahan sendi berulang-ulang menyebabkan
kerusakan sendi (anklllose) dan gangguan berjalan. Perdarahan
otot dan hematoma juga sering terjadi.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kasus hemofili adalah:1-6
l Tes penyaring
APTT memanjang, sedangkan waktu perdarahan, PPT dan wak-
tu trombin normal. APTT dapat tidak memanjang (normal)
pada kasus hemofili ringan.
248 Hematologi KLinik Ringkas

2. Tes konfirmatif terdiri atas:


a. pengukuran kuantitatif F.\4II dan F.IX
b jika F. VIII defisiensi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
faktor von Willebrand
3. Pemeriksaan pada karier wanita-juga menunjukkan F.VIIIC
menurun (5Ooto).

Diagnosis Diferensial
Diagnosis banding perlu dilakukan untuk membedakan hemofili A,
hemofili B, dan penyakit von Villebrand, seperti terlihat pada tabel
r2-3.
Tabel 12-3
Diagnosis Dif erensial Hemofili

Hemofili A Hemofili B Penyakit von


Willebrand

l.lnheritance sex linked sex linked autosomal dominan


(inkomplit)
2.Tempat sendi, otot,sendi,
otot, mukosa, luka kulit,
perdarahan postrauma postrauma postrauma /operasi
3.Bteedingtime N N Memanjang
4.PPT N N N
5.APTT Memanjang Memanjang Memanjang
6. F.VlllC Rendah N N
7.F.VlllR:AG N N Rendah
(vWF)
8. F. lX N Rendah N
g.Tesristosetin N N Negatif

Pengobatan
Pada prinsipnya pengobaran hemofili bersifat multidisiplin, dilakukan
oleh ahli klinik (pediatri atau interna), patologi klinik, ahli rehabilitasi
medik, ortopedik dan ahli psikologi:1-6 Modalitas terapi terdiri atas:
1. pemberian F.VIII untuk hemofili A dan F.IX untuk hemofili B
selama hidup;
2. pencegahan kecacatan dengan pendidikan kesehatan;
3. rehabilitasi apabila terjadi kerusakan sendi.
Hemostasis 249

Untuk terapi, preparat yang dapat dipakai adalah:


7. cryoprecipitate mengandung F. VIII, vWF, fibrinogen, F.XIII.
2. Iyophilized F.VIII komersial-dibuat dari pool donor (2000-5000
orang) bahaya penularan hepatitis dan HIV (AIDS)
3. lyophilized FlX-prothrombin czmplex concentrate mengandung
semua uit K-dependent factors.
Pemberian Desmopressin (DDAW):
Pada hemofili ringan, DDAV dapat mengeluarkan cadangan F.VIIIR
AG (faktor von'W'illebrand) untuk mengurangi kebutuhan F.VIIL
Perawatan dan rehabilitasi diberikan berupa berikut:
1. perawatan sendi untuk mencegah terjadinya ankilosis;
2. perawaran gigi;
3. pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma (seminimal;
mungkin), serta hindari pemberian injeksi intramuskuler;
4. hindari pemberian aspirin.

GAN GUAN KOAGULA SI DIDAPAT (AC QUIRED


G
C O AGIILATI ON DIS ORDERS)

Yang termasuk kelompok ini ialah:l-6


1. Defisiensi vitamin K;
2. Gangguan perdarahan pada penyakit hati;
3. Disseminated intrauascular coagulation (DIC);
4. Kelainan akibat timbulnya antibodi terhadap faktor pembeku.

DEFISIENSI VITAMIN K
Kekurangan vitamin K akan menggang$u "uitamin K-dependent
factori': prothrombin, F.VII, F.IX dan F.X sehingga menyebabkan
gangguan pada kaskade koagulasi, rerurama pada extrinsix pathway
dan common patltulay.\-6 Penyebab defisiensi vitamin K, yaitu:
1. Penyediaan vitamin K tidak adekuat
a. penderita dengan nutrisi tidak adekuat
b. penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga
membunuh flora usus
2. Absorpsi terganggu
a.
ikterus obstruktiva
b.
kelainan usus dengan steatorrltea (sprue, ileitis)
3. Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan
250 Hematologi Klinik Ringkas

Kelainan Laboratorium
Pada defisiensi vitamin K dijumpai gangguan fungsi prothrombin,
F.VII, F.IX dan F.X sehingga memberikan manifestasi laboratorik
r l-6
Derupa:
1. PPT memanjang
2. APTT normal
3. Thrombin time normal

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan klinik, Iakukan pemerik-
saan PPT kemudian beri 25 mg vitamin Kl subkutan. Dilakukan
pemeriksaan ulang PPT setelah 24 jam. Jika PPT mendekati normal
maka diagnosis defisiensi vitamin K dapat dibuat.

Terapi
Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mgYira-
min Kl intravena perlahan-lahan. Juga diberikan transfusi plasma
segar atau fesh fozen plasma.r'6
GANGGUAN PERDARAHAN PADA PENYAKIT
HATI
Gangguan hemostasis sangat sering dijumpai pada penyakit hati.
Patogenesisnya sangat kompleks antara lain karena:1-6
1 Gangguan sintesis faktor koagulasi
2. Meningkatnya fibrinolisis oleh:
a. gangguan pembersihan TPA oleh hati
b. 2 anti plasmin
hepatosit juga membentuk alpha
3. Obstruksi bilier mengganggu absorpsi vitamin K sehingga
menggangu fungsi F. II, VII, IX dan X
4. Splenomegali dapat menimbulkan hipersplenisme yang meng-
akibatkan trombositopenia dan gangguan faal trombosit.
5. Gangguan faal fibrinogen (dysfbrinogenemia)
6. Akibat DIC, misalnya pada acute fulminant hepatith Acute
^tav
fatty liuer degeneration' of pregnancy.
Hemostasis 251

KOAGULASI INTRAVASKULER DISEMINTA (KID)=


DISSEMINATED INTRAUAS CULAR C O AGULATION
(DIC)
DIC ialah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh deposisi fibrin
sistemik dan pada saat yang sama terjadi -kecenderungan perdarah-
an. Keadaan ini mengakibatkan berikut:t-u
a. konsumsi berlebihan faktor pembekuan darah dan uombosit
sehingga menimbulkan defisiensi faktor pembekuan dan trom-
bositopenia.
b. fibrinolisis sekunder yang menghasilkan FDP (fibrin/fibrinogen
degradation product) yang bekerja sebagai antikoagulan.
Adanya deposisi fibrin dan kedua hal di atas menyebabkan-terjadi-
.ry" p.rj"r"h"r, d"., thrombosis pada saat bersamaan. Bick25 mem-
berikan definisi minimal sebagai berikut: DIC adalah suatu kelainan
thrombohemoragik sistemik yang dijumpai bersamaan dengan ke'
lainan klinis tertentu dan adanya bukti laboratorik dari (1) aktivasi
prokoagulan; (2) aktivasi fibrinolitik; (3) konsumsi inhibitor; dan
(4) bukti biokimia kerusakan atau gagal end-organ. Nama lain penya-
kit ini adalah Consumptiue coagulopathy atau Defibrination slndrome.

Patogenesis
DIC Lpat dijumpai pada 3 jenis kelainan:r-6
1. Infeksi berat terutama oleh sepsis gram negatif, Closnidium
tuelchii, malaria berat dan infeksi virus tertentu.
2. Pada komplikasi kehamilan terdiri atas:
a. solutio Placentae
b. emboli cairan amnion
c. IIJFD (innauterine foetal death)
d. abortus septik atau abortus yang dirangsang dengan cairan
hipertonik
e. endotoksinemia, misalnya pada septic abortion
3. Pada penyakit keganasan:
a. "mucous tecreting carcinoma": pankreas, prostat' kolon dan paru
b. leukemia promielositik akut
252 Hematologi Ktinik Ringkas

Penyebab lain adalah reaksi transfusi, syok anafilaktik, kerusakan


jaringan yang luas seperri pada trauma atau luka bakar, kerusakan
hati berat dan gigitan ular. DIC akan mengakibatkan antara lain:
1. uombositopenia
2. defisiensi faktor pembeku
3. munculnya FDP dalam plasma
4. microangiopathic haemolttic anemia
Patogenesis DIC dilukiskan pada gambar 124.

+
Masuknya prokoagulan ke peredaran darahlkerusakan endotil yang luas

activatiotl lrssle factor


_\Sirt.*
lt
Cantagt fibrinolisis

ptatelet/ --r Coagulalrbn plasmin


u.":'ino'
r\vr platelet Prothrombin
tJul'Dl'tdtuttrt
Konsumsi -l ..Tt:rl
+ --_
Thrombin
:_ \
\ \
t/\\ L-

/t
Trorlbositopenia Fibnnogei-- riorin rpo
I
Konsumsi
f. pembeku
Koagulasi (anti
I diseminata koagulan)
Defisiensi faklor pembeku \
-:-""-
\
% BLEEDTNG IHROMEOSiS

I
+

Multiple organ failure

Gambar 12-4. Skema patogenesis DIC


Hemostasis 253

GeialaKlinik
Gejala klinik DiC yang dapat dijumpai ialah,r-6
1. Perdarahan: kulit (petechie dan echymoizs), perdarahan mukosa
(epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan lainlain), easy
bruising dan perdarahan organ;
2. Hemorrhagic tissue necrosis dan oklusi multipel pembuluh darah
kecil sehingga menimbulkan muhiple organ failure antara lain:
a. ginjal: menimbulkan gagal ginjal
b. adrenal dan kulit: Vaterltouse-Fredricksen syndrome.
c. pembuluh darah tepi menimbulkan gangren
d. hati menimbulkan ikterus
e. otak menimbulkan kesadaran menurun'
3. Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab DIC
Manifestasi Laboratorik
Manifestasi laboratorik DIC adalah:1-6
1. trombositopenia-dapat diketahui dari hitung trombosit dan
evaluasi trombosit pada apusan darah tepi;
2. APTT, PPT dan thrombin time memaryang, APTT lebih sensitif
dibandingkan dengan PPT pada DIC;
3. fibrinogen plasma menurun;
4. FDP dalam serum meningkat;
5. faktor VIII dan faktor V menurun;
5. apusan darah tepi: anemia mikroangiopatik dengan dijumpai
adanya fragmentosit dan mikrosferosit;
7. DD-dimer (hasil pemecahan fibrin ikat silang) positif;
8. tes parakoagulasi positif.
Diagnosis
Bick membuat kriteria diagnosis berdasarkan kriteria klinis dan la-
borarorik. Kriteria ldinis minimal adalah:')
l. Bukti klinis adanya perdarahan, thrombosis, atau keduanya
2. Gejala tersebut harus terjadi pada setting klinis tertentu' sePerti
yang sudah disebutkan di depan
Kriteria laboratorik untuk DIC adalah:
1. Tes grup I (bukti adanya aktivasi prokoagulasi)
a. peningkatan fragmen prothrombin l+2
254 Hematologi Klinik Ringkas

b. peningkatan fibrinopeptida A
c. peningkatan fibrinopeptida B
d. peningkatan kompleks TAT (thrombin-antithrombin)
e. peningkatan D-dimer
2. Tes grup II (bukti adanya aktivasi sistem fibrinolitik)
a. peningkatan D-dimer
b. peningkatan FDP
c. peningkatan plasmin
d. peningkatan kompleks plasmin-antiplasmin
3. Tes grup III (bukti adanya konsumsi inhibitor)
a. penurunan AT-III
b. penurunan alpha-2-antiplasmin
c. penurunan heparin kofaktor .II
d. penurunari protein C dan S
e. peningkatan kompleks TAT
4. Tes grup IV (bukti adanya kerusakan atau gagal end-organ)
a. peningkatan LDH
b. peningkatan kreatinin serum
c. penurunan pH
d. penurunan pAO,
Untuk menegakkan diagnostik laboratorik DIC hanya diperlu-
kan satu dari masing-masing grup I, II, dan III dan paling sedikit
dua dari grup IV. D-dimer yang paling reliabel untuk pemeriksaan
tes grup I dan II jika diperiksa dengan cara yang benar.

Terapi
Terapi DIC bersifar sangat kompleks, tetapi pada prinsipnya dapat
berupa berikut:l-6
terapi terhadap
^. ling penting; penyakit dasar merupakan tindakan yang pa-
b. terapi suportif dengan darah segar, fesh frozen plasma, fibrino-
gen, atau platelet concentrate;
c. ini pemberian heparin masih
pemberian heparin. Sampai saar
kontroversial karena dapat menimbulkan/menambah perda-
rahan.

Anda mungkin juga menyukai