Anda di halaman 1dari 27

Health Education

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh:
Valentino Joshua Matali
17014101379
Masa KKM 06 Mei 2019 – 14 Juli 2019

Supervisor Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Eddy Suparman, Sp.OG(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu dari tiga rangkaian

penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak

memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil.1 Meskipun telah

dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat

menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum

terpecahkan.2

Secara umum, preeklampsia merupakan suatu hipertensi yang disertai

dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul

setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida.

Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan

ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.1

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada

wanita yang tekanan darah sebelumnya normal. Hipertensi didiagnosa bila terdapat

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita

istirahat. Terjadinya edema tungkai juga sudah tidak digunakan lagi sebagai kriteria

hipertensi karena terlalu banyak ditemukan pada kehamilan normal, kecuali edema

anasarka.6

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi yang disertai proteinuria akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan,

sedangkan yang dimaksud dengan eklampsia adalah kelainan akut pada

preeklampsia dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan

timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf

pusat). Ada pula istilah eclampsia sine eclampsia yakni eklampsia yang ditandai

oleh penurunan kesadaran tanpa kejang.6

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan

sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan

yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronik yang diperberat oleh

preeklampsia atau eklampsia adalah preeklampsia atau eklampsia yang timbul pada

hipertensi kronik dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.6

3
B. KLASIFIKASI

Menurut The International Society for the Study of Hypertension in

Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :

1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,

persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan

non-proteinuri:

- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)

- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)

- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklampsia)

2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit

ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu):

- Hipertensi kronis (without proteinuria)

- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)

- Hipertensi kronis dengan superimpssed

- Pre-eklampsia (proteinuria)

3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria

4. Eklampsia.7

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP

(2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :

 Hipertensi gestasional

 Preeklampsia

 Eklampsia

 Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis

4
 Hipertensi kronis.3,4

C. INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO

- Insidensi

Preeklampsia umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18 tahun atau

> 35 tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada wanita > 35 tahun dapat

menjelaskan mengapa terjadi peningkatan frekuensi preeklampsia diantara gravida

tua.4

Selain itu, meskipun merokok selama kehamilan dapat menyebabkan

berbagai hal yang merugikan, ironisnya merokok telah dihubungkan secara

konsisten dengan risiko hipertensi yang menurun selama kehamilan. Plasenta

previa juga telah dilaporkan dapat mengurangi risiko gangguan-gangguan

hipertensi pada kehamilan.1

Di Amerika Serikat angka terjadinya eklampsia telah menurun karena

sebagian besar wanita sekarang ini menerima perawatan prenatal yang cukup.

Misalnya, pada edisi 13 Williams Obstetrics (1976) selama periode 25 tahun

sebelumnya luas pengaruh dari eklampsia di Parkland Hospital adalah 7 dalam 799

kelahiran. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983 sampai 1986, telah menurun

menjadi 1 dalam 1150 kelahiran, dan selama periode 3 tahun yang berakhir pada

tahun 1999, luasnya pengaruh eklamsi menurun kira-kira menjadi 1 dalam 1750

kelahiran (Alexander dan kawan-kawan, 2004). Dalam National Vital Statistics

Report, Ventura dan kawan-kawan (2000) memperkirakan bahwa terjadinya

eklampsia di Amerika Serikat pada tahun 1998 adalah sekitar 1 dalam 3250

kelahiran. Di Inggris pada tahun 1992, Douglas dan Redman (1994) melaporkan

bahwa terjadinya eklampsia adalah 1 dalam 2000 kelahiran.1

5
- Faktor Risiko

Faktor yang bisa meningkatkan resiko terjadinya preeklmpsia adalah:

1. Resiko yang berhubungan dengan partner lelaki :

a. Primigravida

b. Primipaternity

c. Usia < 18 tahun atau > 35 tahun

d. Partner lelaki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil

dan mengalami preeklampsi.

e. Pemaparan terbatas terhadap sperma.

f. Inseminasi donor dann donor oocyte.

2. Resiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat

penyakit keluarga :

a. Riwayat pernah preeklampsia

b. Hipertensi kronik

c. Penyakit ginjal

d. Obesitas

e. Diabetes gestasional, diabetes mellitus tipe 1

f. Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia.

3. Resiko yang berhubungan dengan kehamilan

a. mola hidatidosa

b. kehamilan multiple

c. infeksi saluran kencing pada kehamilan

d. hydrops fetalis.1

6
D. DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS

Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya.8 Tekanan darah sebaiknya diukur pada

posisi duduk dengan posisi cuff setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava

inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat mengganggu pengukuran

sehingga terjadi pengukuran yang lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil

dianjurkan untuk duduk tenang 5-10 menit.1,6



Hipertensi Gestasional

Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :


1. TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.

2. Tidak ada proteinuria.

3. TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

4. Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.

5. Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri

epigastrium atau trombositopenia.1


 
 Preeklampsia

 Kriteria diagnosis pada preeklampsia terdiri dari :

1. Preeklamspsia ringan, adalah sindroma spesifik kehamilan dengan

penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi

endotel.

Kriteria diagnostik :

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sampai ≤ 160/110 mmHg

7
Kenaikan desakan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik

≥ 15 mmHg tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia

tetapi perlu observasi yang cermat.

b. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick ≥ 1+

c. Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik

kecuali edema anasarka.

2. Preeklampsia berat, ialah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala

dan tanda di bawah ini :

o Desakan darah : pasien dalam keadaan istahat desakan sistolik > 160

mmHg dan desakan diastolik > 100 mmHg

o Proteinuria ≥ 5 gr selama 24 jam atau dipstick 3+

o Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/ 24 jam

o Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/24 jam)

o Trombosit < 100.000/mm3.


o Edema paru dan sianosis

o Nyeri epigastrium dan nyeri kuadaran atas kanan abdomen: disebabkan

teregangnya kapsula glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.

o Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata,

dan pandangan kabur.

Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino


o
transferase.

o Hemolisis mikroangiopatik

o Sindroma HELLP

8
 
Eklampsia

Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak

dapat dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklampsia. Konvulsi

terjadi secara general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah

melahirkan. Pada studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklampsia, terutama

nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah

perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus antepartum dan

intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan

bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam postpartum.1


Superimposed Preeclampsia

Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :


- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum

ada sebelum kehamilan 20 minggu.

- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah

trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau

proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.1,3,6


 
 Hipertensi Kronis

 Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :

- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.

- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali

bila ada penyakit trofoblastik.

- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.1

9
Klasifikasi hipertensi kronis berdasarkan JNC VII,9

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi stadium II ≥ 160 ≥ 100

Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat

meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika

disertai oleh proteinuria, maka preeklampsia yang mendasarinya dapat

didiagnosis. Preeklampsia yang mendasari hipertensi kronis ini sering

berkembang lebih awal pada kehamilan daripada preeklampsia murni, dan

hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan sering menyebabkan

hambatan dalam pertumbuhan janin.1,2

E. TERAPI

Tujuan dasar dari penatalaksanaan dari komplikasi kehamilan dari

preeklampsia adalah:8

 Mencegah terjadinya eklampsia



 Kelahiran anak dengan kemungkinan hidup yang besar

 Persalinan dengan trauma yang seminimal mungkin dengan upaya

menghindari kesulitan untuk persalinan berikutnya



 Mencegah hipertensi yang menetap

10
Prenatal Care

Pada tingkat permulaan, preeklampsia tidak menunjukkan gejala-gejala

sehingga dibutuhkan deteksi dini melalui prenatal care yang baik. Penentuan

pemeriksaan prenatal hendaknya dilakukan setiap 4 minggu sampai minggu ke-28,

kemudian dilanjutkan setiap 2 minggu sampai minggu ke-36, dan selanjutnya setiap

minggu pada bulan-bulan akhir kehamilan. Pada pemeriksaan kehamilan

hendaknya ditentukan tekanan darah, penambahan berat badan, adanya edema, dan

proteinuria. Perhatian harus ditujukan pada ibu hamil yang memiliki faktor

predisposisi terhadap preeklampsia, diantranya;

 Nuliparitas

 Riwayat keluarga preeklampsia dan eklampsia

 Kehamilan ganda

 Diabetes mellitus

 Hipertensi kronis

 Mola hidatidosa

 Hidrops fetalis

Ibu hamil juga harus mengetahui tanda-tanda bahaya, yaitu sakit kepala,

gangguan penglihatan, dan bengkak pada wajah, kaki dan tangan. Jika tanda-tanda

ini muncul hendaknya segera datang untuk memeriksakan diri tanpa harus

menunggu jadwal rutin. Beberapa cara pencegahan dapat dilakukan dengan

perbaikan nutrisi dan intervensi farmakologis seperti obat anti hipertensi, asam

salisilat, heparin, diuretikum, dan lain-lain.9

11
Preeklampsia Ringan

Rawat jalan

 Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya



 Diet reguler: tidak perlu diet khusus

 Tidak perlu restriksi konsumsi garam

 Tidak perlu pemberian diuretik, anti hipertensi dan sedativum

 Kunjungan ulang setiap 1 minggu

Rawat inap

 Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap:



1. Hipertensi menetap selama > 2 minggu

2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu

3. Hasil tes laboratorium abnormal

4. Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat

 Pemeriksaan dan monitoring pada ibu:



1. Pengukuran desakan darah tiap 4 jam kecuali ibu tidur

2. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen

3. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk RS dan

penimbangan dilakukan setiap hari

4. Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending

eklampsia: nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri

kuadran kanan atas perut dan nyeri epigastrium.

 Pemeriksaan laboratorium:

Proteinuria

Hematokrit dan trombosit

12
Tes fungsi hepar

Tes fungsi ginjal

Pengukuran produksi urin tiap 3 jam

 Pemeriksaan kesejahteraan janin:



1. Pengamatan gerakan janin setiap hari

2. NST 2 kali seminggu

3. Profil Biofisik janin bila NST non reaktif

4. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu

5. Ultrasound Doppler arteri umbilicalis dan arteri uterina.10

Preeklampsia Berat

Pengelolaan Preeklampsia Berat:

Rawat bersama dengan bagian yang terkait ( Penyakit dalam, Neurologi,

Mata, Anestesi, dll ).

1. Perawatan Aktif

a. Indikasi

Bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah ini :

I. Ibu : usia kehamilan > 37 minggu, adanya gejala impending eklampsia

II. Janin : adanya tanda – tanda gawat janin, adanya tanda – tanda PJT

yang disertai hipoksia.

13
III. Laboratorik : adanya HELLP syndrome: kenaikan SGOT, SGPT,

LDH, Trombositopenia < 150.000/ml.

b. Pengobatan medisinal

1. Infus larutan Ringer Laktat

2. Pemberian MgSO4

1) Pemberian melalui intravena secara kontinyu ( dengan menggunakan

infusion pump)

Dosis awal : 4 gram ( 20 cc MgSO4 20 % ) dilarutkan kedalam 100 cc ringer

laktat, diberikan selama 15 – 20 menit

Dosis pemeliharaan : 10 gram ( 50cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL,

diberikan dengan kecepatan 1 – 2 gram/jam ( 20 – 30 tetes per menit)

2) Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :

Dosis awal : 4 gram MgSO4 ( 20 cc MgSO4 20% ) diberikan secara i.v. dengan

kecepatan 1 gram/ menit

Dosis pemeliharaan : Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc MgSO4 40%

) i.m. setiap 4 jam tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m. untuk

mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Syarat – syarat pemberian MgSO4 :

1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram

dalam 10 cc ) dibrikan i.v. dalam waktu 3 – 5 menit

2. Refleks patella ( + ) kuat

3. Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali per menit

4. Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya ( 0,5 cc/Kg bb/jam )

14
Pemberian MgSO4 dihentikan bila :

Ada tanda – tanda intoksikasi

Setelah 24 jam pasca salin

Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah ( normotensif)

3. Diuretikum tidak diberkan kecuali bila ada

: Edema paru

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

4. Anti Hipertensi diberikan bila :

- Tekanan darah : Bila tensi 180/110 atau MAP 126.

- Obat – obat antihipertensi

Obat-obat anti hipertensi yang diperlukan:

 Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5mg i.v pelan-pelan

selama 5 menit.

 Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan

darah yang diinginkan.

Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

 Nifedipin: 10mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (max 120mg/24

jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.



 Labetalol 10mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka

dapat diulangi pemberian 20mg setelah 10 menit, 40mg pada 10 menit

berikutnya, diulangi 40mg setelah 10 menit kemudian dan sampai 80mg

pada 10 menit berikutnya.

15
 Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan

dalam 10cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-

mula 5cc i.v perlahan-lahan selama 5 menit. 5 menit kemudian tekanan

darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc

i.v selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes

sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau martos 10%. Jumlah

tetesan dititrasi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan, yaitu

penurunan MAP sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah

dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan,

kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.11

5. Lain-lain

- Obat-obat antipiretik:

Diberikan bila suhu rektal > 38,5 c.

Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol.

- Antibiotika: diberikan atas indikasi.

- Anti nyeri:

Bila pasien karena kontraksi rahim dapat diberikan 50-75 mg 1x saja.

c. Pengelolaan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan :

- Belum Inpartu :

1. Induksi persalinan: amniotomi+tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ 6.

2. Sectio Caesarea, bila :

 tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin.

 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif.

16
- Sudah Inpartu :

Kala I

Fase Laten :

Amniotomi + tetes oksitosin dengans syarat skor bishop ≥ 6

Fase Aktif :

 Amnoiotomi

 Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin

 Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,

pertimbangkan SC

 Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-

kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal

Kala II : Pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.

2. Pengelolaan Konservatif

a. Indikasi :

Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal

Mg SO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO4 40% 8 gram i.m).

Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

c. Pengelolaan Obstetrik

17
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk

mamantau kesejahteraan janin.

2. Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap

sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara

terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.11,12

18
BAB III

PENUTUP
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP

(2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu hipertensi gestasional, preeklampsia, eklampsia,

preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis, dan hipertensi kronis.

Faktor risiko dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko maternal,

faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.

Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklampsia adalah

invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara

jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan

kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh

genetik.

Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan

utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi

90-100 mmHg.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,

Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,

New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808

2. Cunningham, F.G et al: Williams Obstetrics 21st Editions. McGraw-Hill

Medical Publishing Divisions.

3. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 24

Januari 2018. Tersedia di: http : //www.emedicine.com

4. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses

tanggal 24 Januari 2018, Tersedia di: http:

//emedicine.medscape.com/article/261435

5. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses

tanggal 24 Januari 2018, dari http : //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115

6. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman

Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian

pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70

7. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics

& Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234

8. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi

ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting,

Jakarta: EGC, 2003 : 68-82

20
9. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint

National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52

10. Fakultas Kedokteran Univeresitas Padjadjaran. 2005: Obstetri Patologi Ilmu

Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Editor: Prof.Sulaiman S, dr.,SpOG (K);

Prof.DR.Djamhoer M, dr.,MSPH,SpOG(K); Prof.DR.Firman F W,

dr.,SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

11. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan

di Indonesia. Edisi kedua. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005.

12. Krisnadi.S.R., dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi

Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bagian Obstetri Ginekologi FK

UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung, 2005.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai