Anda di halaman 1dari 6

I.

PENGERTIAN STRES
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan
fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi
umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat
diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban
kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus
dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif
terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang
membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003; 158).
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah
respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang
setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut
mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-
keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk
stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan
eustres.
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres,
misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam
sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang
muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres
fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari.
Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam
terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.
Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres
(Papero, 1997):
1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor yang mengurangi
intensitas respons stres.
2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu
berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.
3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan
atau menurunkan intensitas respons stres.
4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah
atau mengurangi respons stres.
TIPE KEPRIBADIAN YANG RENTAN TERKENA STRES
1) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
2) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional).
3) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over confidence)
4) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam.
5) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).
6) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
7) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.
8) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa.
9) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak tercapai
maksudnya mudah besikap bermusuhan.
10) Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel).
11) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
12) Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.

III. TAHAPAN STRES


Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan
stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan
mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan
lingkungansosialnya. Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari
(2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2)
Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada
tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan
energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat
yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan
cadangan energi yang mengalami defisit.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II
adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang
seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3) Lekas merasa capai
menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort); 5)
Detakan jantung lebih keras daribiasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk
terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.
Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-
keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
“maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3)
Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4) Gangguan pola
tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan
tidak dapat kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong
dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi,
atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk
beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat
sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semulamenyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi
membosankan dan terasa lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4) Ketidakmampuan
untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-
mimpi yang menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang ditandai
dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical
dan psychological exhaustion); 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
yang ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal
disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung
dan panik.
Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack)
dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa
ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1)
Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap); 3) Sekujur badan
terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan;
5) Pingsan atau kolaps (collapse).
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh
keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai
akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

IV. PENGUKURAN TINGKAT STRES


Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang dialami
seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan menggunakan Depression
Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of
The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat
skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan
dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status
emosional, tetapi proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang
berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai
stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan pnelitian.
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat.
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,
yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49
yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari
pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119
(berat); >120 (Sangat berat).

V. REAKSI TUBUH TERHADAP STRES


1) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna menjadi
kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian
pula dengan kerontokan rambut.
2) Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur. Hal ini
disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga
mempengaruhi fokus lensa mata.
3) Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
4) Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa dan
seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
5) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak serius, tidak santai,
bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).
6) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada itu pada
tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena
otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.
7) Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit dari sebahagian
tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang
berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan
penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka
seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan
kaki berkeringat (basah).
8) Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas terasa
berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung,
tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot
rongga dada (otot-otot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis
sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas.
Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-
otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami spasme.
9) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya karena stres.
Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit
(constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah
tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa
dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas”
(subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.
10) Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya.
Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam
lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam
istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan padalambun tadi,
gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya
mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.
11) Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu. Yang sering
dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia
bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).

12) Sistem Otot dan tulang


Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang
(musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-
tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula
dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat
awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.
13) Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stres adalah kadar
gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan
menderita penyakit kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada
wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit
(dysmenorrhoe).

IV. REAKSI FISIOLOGIS TERHADAP STRES


Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan system korteks adrenal. Sistem saraf simpatik
berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu :
1) Mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya.
2) sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem
saraf simpatis juga memberi sinyal ke medulla adrenal.
3) Untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran dara.;
4) Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang
bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus.
5) Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah
ke korteks adrenal.
6) Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi
kadar gula darah.
7) ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon.
Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas
neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight.

Anda mungkin juga menyukai