Sinematografi (dari bahasa Yunani 'kinema - κίνημα "gerakan" dan graphein - γράφειν "merekam")
adalah ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan sekaligus menggabung-
gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang memililki kemampuan
menyampaikan ide dan cerita.
Seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual dalam
pembuatan sebuah film. Mencakup interpretasi visual pada skenario, pemilihan jenis Kamera, jenis
bahan baku yang akan dipakai, pemilihan lensa, pemilihan jenis filter yang akan dipakai di depan
lensa atau di depan lampu, pemilihan lampu dan jenis lampu yang sesuai dengan
konsep sutradara dan cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga memutuskan gerak
kamera, membuat konsep visual, membuat floorplan untuk efisiensi pengambilan gambar. Artinya
seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab baik secara teknis maupun nonteknis
di semua aspek visual dalam film.
Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara dan skenario, karena bagaimana pun yang akan
disampaikan ke pada penonton adalah semua informasi dalam bentuk visual yang sesuai dengan visi
sutradara dan visi skenario walaupun di beberapa kasus, sutradara bisa mengubah jalan cerita dalam
skenario demi keindahan bercerita yang sudah merupakan gaya sutradara tersebut.
Sinematografer adalah juga kepala bagian departemen kamera, departemen pencahayaan dan Grip
Departement untuk itulah Sinematogrefer sering juga disebut sebagai Director of Photography atau
disingkat menjadi DoP.
Karena film adalah sebuah kerja tim (Team Work) maka sangatlah penting untuk seorang
sinematografer atau DoP untuk mempunyai tim yang bisa bekerja sama secara tim dengannya.
Artinya tidak bekerja secara individu.
Seorang sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat yang akan
dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka
seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan
pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah
menjadi visi sutradara dan visi cerita atau scenario.
Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan kita
gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya
semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di
inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis
dalam petunjuk di bukunya (manual book).
1. Lens
2. Camera body
3. Magazine/tape compartments
Lensa Pada prinsipnya lensa adalah seperti mata kita atau mata kamera, untuk itu kebersihan dan
kejernihannya harus di jaga, karena lewat lensalah gambar/cahaya akan ditransmisikan ke film atau
pita atau digital. Dalam sinematografi kita mengenal ada tiga jenis lensa yaitu:
Ada lensa yang bisa mengambil sudut pengambilan dari luas ke sempit, lensa seperti ini adalah
merupakan lensa dengan variable focal length atau pada umumnya disebut: Zoom lens. Kelemahan
dari lensa-lensa variable focal length adalah karena banyaknya elemen lensa di dalamnya maka ada
pencurian cahaya yang disebabkan oleh pembiasan cahaya pada setiap elemen lensa tersebut.
Pada setiap lensa yang professional maupun yang semi professional ada 3 buah ring yaitu yang
pertama adalah Focusing ring yang berfungsi untuk mengatur focus dalam sebuah shot. Kemudian
ada Focal length ring ( pada lensa zoom atau variable focal length ) focal length adalah panjang
pendeknya sebuah lensa atau secara tekhnis dikenal sebagai jarak dari titik api lensa ke bidang datar
atau film plane. Yang terakhir adalah F.stop atau Diafragma ring yang berfungsi untuk mengatur
exposure sebuah shot.
Setiap lensa mempunyai cacat atau kelemahan masing-masing karena sifat alamiahnya dan saat
produksi, seperti distorsi, aberasi, dan lain-lain. Kelemahan atau cacat lensa ini tidak selalu dianggap
buruk karena bisa kita gunakan untuk menguatkan efek dramatik yang ada di dalam scenario. Seperti
juga setiap lensa mempunyai daerah ketajamannya masing-masing, daerah ketajaman ini disebut
dengan Depth of Field disingkat dengan DoF. Jadi depth of field adalah daerah ketajaman di mana
subjek/objek terlihat jelas atau tidak blur di kamera.
Penempatan sudut kamera ini sangat dipengaruhi beberapa faktor di antaranya analisis pada
skenario, penggunaan jenis lensa dan sebagainya. Memang lewat pengalaman panjang dan
ketrampilan penempatan kamera bisa di lakukan secara intuisif sifatnya. Akan tetapi jika kita
mempelajarinya tentu akan mempermudah kita dalam membuat sebuah shot.
Penempatan sudut kamera juga berpengaruh pada kondisi psikologis penonton, contohnya adalah
jika kita menggunakan High Angle – kamera lebih tinggi dari garis axis kamera, maka penonton akan
diposisikan lebih tinggi dari subjek, hal ini yang membuat penonton merasa subjek lebih kecil baik
secara fisik atau lebih rendah derajatnya dalam tatanan sosial. Pada film hal ini sering digunakan
untuk memperlihatkan pengemis, rakyat jelata dsb. Sedangkan penggunaan Low Angle – Kamera
lebih rendah dari garis aksis kamera, maka penonton diposisikan lebih rendah dari subjek, hal ini yang
membuat penonton merasa subjek lebih tinggi secara fisik atau lebih tinggi derajatnya dalam tatanan
sosial. Hal seperti ini banyak kita temukan di film untuk memperlihatkan raja, hakim, dan sebagainya.
Kemudian ada juga yang disebut dengan Eye level – kamera sama tingginya dengan level subjek atau
jika subjek berdiri/duduk kamera berada pada aksis yang sama dengan posisi subjek. Bisa dikatakan
sebagai pandangan subjek ke subjek lain dalam sebuah potongan tetapi bukan Point of View.
Angle objektif maksudnya adalah kamera menjadi point of view cerita, artinya penonton melihat semua
elemen visual yang sutradara berikan dalam filmnya. Contoh yang paling gampang adalah dalam film
dokumenter di mana orang-orang tidak melihat ke arah lensa kamera atau dalam candid shot/kamera
tersembunyi.
Angle subjektif maksudnya adalah seperti personal view point artinya penonton berpartisipasi dalam
sebuah shot seperti pengalaman sendiri. Contohnya adalah shot dari udara atau aerial shot yang
memperlihatkan pemandangan kota. Atau birds point of view.
Jika seorang aktor melihat langsung ke arah lensa/penonton maka penonton di sini juga berpartisipasi
dalam sebuah shot tersebut, maka bisa juga disebut angle subjektif.
• Point of view
Point of view adalah pandangan subjektif dari subjek dalam scene. Maksudnya jika kita melihat
seorang aktor melihat ke arah langit kemudian shot selanjutnya adalah arak-arakan mega di langit
maka shot ke dua tersebut adalah point of view subjek tersebut.
Tipe-tipe dari shot dibagi dalam beberapa bagian, hal ini akan sangat membantu pada komunikasi
visual, ketika kita bercerita kepada penonton atau menyampaikan informasi kepada penonton maka
kita memerlukan beberapa penekanan atas informasi penting tersebut, maka dari itu kita memerlukan
detail penyampaian informasi tersebut untuk itulah kita memerlukan beberapa tipe shot, misalnya kita
membuat close up dari sebuah benda agar penonton bisa lebih melihat detail atau menerima dengan
jelas atas informasi yang kita berikan.
Type of shot:
• Long shot
• Medium close up
• Medium shot
• Knee shot
• Full shot
• Close shot
• Extreme close up
• Close up
• Medium Long Shot
• Komposisi[sunting | sunting sumber]
Komposisi adalah bagian yang paling terpenting pada komunikasi visual karena komposisi adalah
usaha untuk menata semua elemen visual dalam frame. Menata elemen visual di sini bisa diartikan
kita mengarahkan perhatian penonton pada informasi yang kita berikan kepada mereka. Atau dalam
arti lain kita mengarahkan penonton pada Point of Interest (POI) dalam gambar yang kita buat. Dengan
mengarahkan penonton pada PoI maka penonton akan bisa mengikuti cerita dalam film kita dengan
emosi sepenuhnya. Jika kita terlalu banyak meletakan Poi dalam sebuah gambar maka mata atau
perhatian penonton akan terbagi-bagi, akhirnya perhatian mereka pada cerita juga akan terganggu.
Dalam film atau dalam komunikasi visual kita harus memanfaatkan waktu seefisien mungkin agar
penonton bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan dalam memahami film kita. Komposisi
memang mempunyai aturan-aturan yang sangat ketat, akan tetapi kita bisa saja melawan aturan
tersebut asalkan tetap bisa mengarahkan perhatian penonton pada Poi. Banyak sekali factor yang
mempengaruhi komposisi di antaranya; warna, garis, tekstur, bentuk, ukuran, dan sebagainya. Yang
menjadi sedikit mempunyai tantangan adalah dalam film kita mengkomposisi gerak. Karena bisa saja
subjek atau kamera bergerak terus menerus sehingga kita harus terus mengatur elemen-lemen visual
tersebut dalam frame kita, sehingga penonton tetap setia pada Poi.
Seni menata cahaya dalam film menjadi bagian yang terpenting karena bisa mempengaruhi juga
perhatian penonton terhadap cerita. Tata cahaya film sangat dipengaruhi oleh pengalaman kita
melihat kondisi cahaya dalam dunia nyata, bagaimanapun juga cahaya dalam film meniru cahaya
alam.
Secara Teori cahaya dalam film adalah 45 derajat tinggi dan jaraknya dari kamera, hal ini dikarenakan
masalah estetis saja, artinya dalam sudut 45 derajat sudut cahaya yang mengenai wajah akan terlihat
seperti yang kita lihat di alam nyata.
Dalam sinematografi kita hanya mengenal dua warna cahaya atau yang sering di sebut
sebagai Daylight atau cahaya matahari dan Tungsten atau cahaya lampu ruangan. Dua jenis warna
cahaya tersebut diukur dengan satuan Kelvin.
Karena hanya ada dua jenis warna cahaya dalam film maka kita bisa membaginya sebagai
menggunakan warna Daylight untuk scene siang dan warna tungsten untuk scene malam. Tentu saja
untuk tujuan kreatif hal ini juga bisa tidak dihiraukan, akan tetapi secara prinsip dua suhu warna
tersebut yang harus kita gunakan dalam bercerita.
Film juga sangat sensitive dalam menangkap beberapa spectrum cahaya yang tak terlihat oleh mata
kita seperti Ultra violet dan Infra red. Maka kita juga harus memperhatikan dua elemen spectrum
tersebut dalam membuat film.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menata lighting adalah bayangan atau shadow karena bayangan
tersebut bisa mengganggu atau membantu gambar kita. Mengganggu dalam arti jika kita salah
menempatkan cahaya maka di wajah aktor/aktris akan terlihat bayangan hidung, dahi, dan
sebagainya hal ini tentu saja bisa mengganggu penonton atau bahkan mengurangi
kecantikan/estetika gambar kita. Pada film horor, sering bayangan digunakan sebagai elemen
bercerita yang sangat efektif. Penonton bisa merasakan kehadiran makhluk halus dengan melihat
sebuah bayangan melintas di depan frame dan sebagainya.
Pada dasarnya Camera Movement terbagi dalam beberapa bagian besar yaitu:
Hal ini berkaitan erat dengan pengadeganan atau mise en scene, di mana penonton akan mengikuti
atau tidak bisa mengikuti cerita dalam film tersebut. Artinya karena gerak kamera terlalu cepat atau
asal bergerak maka cerita yang ingin disampaikan atau informasi yang harus diketahui oleh penonton
akan terlewatkan atau penonton tidak memahami/mendapatkan informasi tersebut. dan pergerakan
kamera tersebut .