Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Engine

Menurut “Rendy Zulkarnain” (2018) Didalam engine terjadi proses


pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan tenaga dan dalam proses pembakaran
tersebut juga menghasilkan temperature yang sangat tinggi di dalam ruang bakar.
Temperatur didalam engine perlu dikontrol agar tidak melebihi batasan temperatur
kerja untuk memaksimalkan efisiensi pembakaran bahan bakar dan memastikan
tingkat temperatur dijaga agar tidak menyebabkan kerusakan terhadap komponen.
Ketika engine beroperasi pada kondisi belum mencapai temperatur kerja (dingin)
akan terjadi keausan lebih cepat pada komponen-komponen tertentu. Pada engine
diesel sangat bergantung pada perawatan sistem pendingin yang baik sehingga engine
dapat mencapai temperatur kerja dengan cepat dan juga dapat menjaga temperatur
kerja tetap konstan sehubungan dengan beban yang diterima oleh engine.

Gambar 2. 1 Engine Diesel

6
Pada engine diesel heat yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
di dalam ruang bakar sekitar 33% diubah menjadi energi sedangkan sisanya dibuang
dengan beberapa cara yaitu: 30% heat dibuang melalui gas buang, 30% diserap oleh
sistem pendingin dan 7% diradiasikan dari engine ke udara sekitar. Pada beberapa
engine menggunakan system pendingin dengan media udara tetapi sebagian besar
engine menggunakan media cairan (liquid). Keuntungan dari media cairan (liquid)
adalah pengontrolan temperatur yang bagus, tidak berisik dan dari segi manufaktur
mudah dalam proses pembuatannya.

2.1.2 Komponen Sistem Pendingin


Komponen utama pada system pendingin yang menggunakan media air yaitu:
1. Water jacket di sekitar sampai dengan bagian atas engine
2. Water temperatur regulator (thermostat)
3. Radiator (atau heat exchanger yang menggunakan media air laut untuk
mentrasfer panas ke udara sekitar)
4. Radiator Pressure cap
5. Water pump untuk mensirkulasikan coolant

Pada beberapa engine yang menggunakan komponen lain sebagai tambahan


yang didinginkan seperti aftercooler, oil cooler, hydraulic oil cooler ataupun
transmission oil cooler, dimana hal tersebut untuk meningkatkan performa kinerja
engine. Beberapa aplikasi engine yang tetap (diam) seperti genset, Kapal laut
(Marine Engine) ataupun engine yang digunakan untuk menggerakkan pompa,
semuanya memiliki sistim pendingin engine yang berbeda dengan unit yang bergerak,
yaitu dengan heat exchanger sebagai pengganti radiator.

7
Gambar 2. 2 Komponen Sistem Pendingin

Gambar 2.2 memperlihatkan komponen-komponen sistem pendingin dan


skema aliran coolant di dalam sistem pendingin. Water pump (1) menghasilkan aliran
(flow) di dalam sistem pendingin. Water pump menghisap coolant yang lebih dingin
dari bagian bawah radiator (5) kemudian mengalirkannya ke seluruh sistem. Pada
sebagian besar high performance diesel engine dilengkapi dengan sebuah engine oil
cooler (2) dimana coolant akan dialirkan melalui oil cooler dan kemudian ke cylinder
block (3) Water temperatur regulator atau thermostat (4) mengatur aliran coolant
menuju radiator. Saat engine dalam kondisi dingin, thermostat menutup aliran air
menuju radiator (5) dimana terpasang pressure cap (6) untuk mengatur tekanan di
dalam sistem pendingin dan coolant dari engine akan dialirkan menuju water pump
melalui bypass tube lalu kembali ke engine. Ini akan membantu agar engine dapat
mencapai suhu kerja dengan cepat.
Saat engine panas, thermostat akan mengalirkan air menuju radiator untuk
didinginkan sebelum memasuki engine. Thermostat tidak secara penuh membuka
atau menutup, tetapi berada dalam posisi keduanya untuk mempertahankan agar suhu
engine tetap konstan. Suhu engine yang tepat sangatlah penting. Engine yang terlalu
dingin tidak akan bekerja menghasilkan suhu yang cukup tinggi untuk mendapatkan
pembakaran yang effisien dan akan menyebabkan munculnya endapan pada sistem
pelumasan engine. Engine yang terlalu panas akan menyebabkan engine panas

8
(overheat) dan menyebabkan kerusakan yang serius pada engine. Hose (7) digunakan
sebagai saluran penghubung yang fleksibel dari radiator dengan engine.

Gambar 2. 3 Pandangan Potongan dari Engi ne Block

Pandangan potongan dari engine block Gambar 2.3 memperlihatkan saluran


bagian dalam dari sistem pendingin yang disebut water jacket sebagai saluran untuk
mendinginkan cylinder liner.

Gambar 2. 4 Sal uran di Dal am Cylinder Head

Gambar 2.4 menunjukkan saluran di dalam cylinder head sebagai saluran


untuk mendinginkan komponen-komponen cylinder head seperti injector dan valve.

9
Gambar 2. 5 Aliran Coolant

Gambar 2.5 memperlihatkan aliran coolant yang dialirkan melewati oil cooler
menuju cylinder block. Coolant dialirkan di sekeliling dinding liner menuju cylinder
head kemudian aliran coolant akan dialirkan ke saluran valve dan saluran gas buang
(exhaust) di dalam cylinder head menuju water outlet housing pada cylinder head.
Temperatur dari coolant dikontrol oleh thermostat. Jika temperatur coolant di dalam
engine masih rendah, thermostat tertutup dan mengarahkan sebagian coolant kembali
menuju bagian saluran bypass ke water pump. Temperatur engine block akan naik
dengan cepat karena coolant yang dialirkan tidak dingin. Ketika temperatur coolant
mencapai suhu settingan pembukaan thermostat, maka thermostat akan terbuka dan
mengalirkan coolant ke radiator sehingga coolant dapat didinginkan. Ini merupakan
proses yang terus menerus dan membantu dalam menjaga temperatur kerja serta dapat
juga untuk mempercepat tercapainya temperatur kerja engine.

2.1.3 Water Pump

Gambar 2. 6 Water Pump

10
Water pump yang terpasang pada engine diesel adalah jenis centrifugal pump
seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.6 Impeller berbentuk kipas yang akan
menghasilkan area bertekanan rendah pada bagian tengah hub ketika impeller
berputar.

Gambar 2. 7 Komponen Wat er Pump

Keterangan Gambar :
1. Curved blade
2. Impeller
3. Housing and outlet
4. Input shaft
5. Center of housing
Water Pump seperti yang ditunjukkan Gambar 2.7 biasanya terpasang pada
bagian depan dari cylinder block. Water pump terdiri dari sebuah housing dengan
saluran inlet dan outlet. Ketika impeller berputar, coolant terhisap masuk ke bagian
inlet dari pompa (pada bagian tengah shaft (4) dari pompa), menuju blade (1) dan
terlempar keluar oleh gaya sentrifugal (3) dan didorong menuju outlet pompa (3)
kemudian menuju cylinder block. Saluran inlet pompa terhubung dengan sebuah hose
ke bagian bawah dari radiator,dan coolant dari radiator masuk menuju pompa
menggantikan coolant yang didorong ke sisi outlet. Shaft yang mengikat impeller
menggunakan bearing. Oleh karena itu shaft tersebut membutuhkan pelumasan oli

11
engine. Drive shaft mungkin terpasang dengan Vee Belt atau secara langsung
digerakkan oleh timing gear. Sebuah spring loaded khusus, carbon faced seal
(terpasang antara impeller dan housing) digunakan untuk mencegah coolant bocor.
Water pump memiliki sebuah lubang pada shaft housing (secara umum pada bagian
belakang pompa) yang membiarkan kebocoran coolant mengalir ke bagian luar jika
carbon faceseal rusak.

2.1.4 Radiator

Gambar 2. 8 Radiator

Radiator terdiri dari dua buah tanki yang di dalamnya dilengkapi dengan core.
Core terdiri dari pipa sebagai saluran coolant ketika mengalir melalui radiator untuk
didinginkan Gambar 2.8.

Gambar 2.9 Core Radiator

Pada sekitar bagian core pada radiator yang ditunjukkan pada Gambar 2.9
dilengkapi dengan sirip–sirip. Berdasarkan rancangannya ada dua jenis core yaitu:

12
core dengan center fin yang ditunjukkan pada dan core dengan horizontal fin.
Sebagian besar untuk aplikasi alat-alat berat menggunakan jenis radiator dengan
horizontal fin. Fin berfungsi agar proses perpindahan panas lebih bagus. Udara yang
dihembuskan karena pergerakan machine atau dihembuskan oleh kipas akan melewati
pipa (tube) dan sirip (fin) akan menyerap panas dari coolant. Proses perpindahan
panas coolant pada radiator sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara yang
melewati pipa (tube) dan sirip (fin) yang ada pada radiator.

2.1.5 Hose
Hose radiator menghubungkan water pump dan engine block (umumnya pada
thermostat housing). Fungsinya adalah sebagai saluran penghubung aliran coolant
yang akan ke radiator dan yang akan mengalir dari radiator ke water pump. Bentuk
dari hose dan sambungan lain biasanya identik dengan kondisinya. Jika sebuah hose
yang lunak dan kenyal serta mudah melipat ketika ditekan, hal ini mengindikasikan
bahwa hose mengalami kerusakan pada bagian dalam dan harus diganti. Jika sebuah
hose yang keras dan tidak fleksibel lagi sebagai akibat dari panas, hose harus diganti.
Beberapa hose mempunyai penguat pada bagian dalamnya (spring) untuk mencegah
hose terlipat ketika temperatur di dalam sistem pendingin turun (drop). Clamp hose
harus diperiksa secara berkala dari kebocoran atau kekencangan pengikatannya.

2.1.6 Water Temperatur Regulator /Thermostat

Gambar 2. 10 Thermostat

13
Water temperatur regulator atau thermostat akan mengatur aliran coolant
menuju radiator. Design dari Water temperatur regulator pada setiap engine dapat
berbeda–beda tetapi prinsip kerjanya sama saja gambar 2.10

Gambar 2. 11 Pengaturan ali ran cool ant ol eh thermostat

Water temperatur regulator atau thermostat akan mengatur aliran coolant


menuju radiator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Saat engine dalam
kondisi dingin, thermostat menutup aliran air menuju radiator dan coolant dari
engine akan dialirkan menuju water pump melalui bypass tube lalu kembali ke
engine. Ini akan membantu agar engine dapat mencapai suhu kerja dengan cepat. Saat
engine panas, thermostat akan mengalirkan air menuju radiator untuk didinginkan
sebelum memasuki engine. Thermostat tidak secara penuh membuka atau menutup,
tetapi berada dalam posisi keduanya untuk mempertahankan agar suhu engine tetap
konstan. Suhu engine yang tepat sangatlah penting. Engine yang terlalu dingin tidak
akan bekerja menghasilkan suhu yang cukup tinggi untuk mendapatkan pembakaran
yang effisien dan akan menyebabkan munculnya endapan pada sistem pelumasan
engine, karbon dan lapisan deposit pada dinding liner serta dapat menimbulkan
engine blowby. Jika temperatur terlalu rendah dapat menyebabkan timbulnya
kondensasi di ruang bakar dan membentuk asam pada daerah sekitar ring piston.
Engine yang terlalu panas akan menyebabkan engine panas (overheat) dan
menyebabkan kerusakan yang serius pada engine.

14
Gambar 2. 12 Temperatur pada thermostat

Thermostat hanya mengontrol temperatur minimum coolant. Temperatur


maksimal tergantung pada kapasitas coolant dan panas yang dihasilkan oleh
pembakaran di dalam ruang bakar engine. Temperatur normal coolant diantara 71°C
(160°F) dan 107°C (225°F). Temperatur pembukaan dari thermostat tertera pada
thermostat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12. Thermostat merupakan komponen
penting untuk menjaga engine beroperasi pada temperatur kerja operasi. Jangan
pernah mengoperasikan engine tanpa thermostat pada sistem pendingin karena akan
aliran coolant pada sistem pendingin akan selalu mengalir ke radiator akan
menyebabkan engine akan bekerja di bawah temperatur kerja operasi lama.

Gambar 2. 13 thermost at kondisi t ert utup dan t erbuka

Pada gambar 2.13 menunjukkan Thermostat dalam kondisi terbuka (open) dan
tertutup (closed) Jika temperatur meningkat, wax pellet akan memanjang dan
menekan rubber diaphragm. Dengan begitu maka pin akan terdorong tetapi karena
pin tersebut fixed dan tidak dapat bergerak sehingga pellet container akan bergerak ke
bawah. Kondisi ini akan menggerakan valve off pada dudukannya, membuka valve

15
dan mengijinkan coolant mengalir ke radiator. Ketika temperatur engine turun, wax
pada pellet akan menyusut sehingga spring akan membuat valve menutup dan aliran
coolant ke radiator akan tertutup. Thermostat didesain untuk membuka pada
temperatur tertentu. Contoh, desain thermostat pada 85°C unit akan mulai membuka
antara 84°C (184°F) dan 86°C (187°F) dan akan membuka penuh pada 100°C
(212°F). Desain thermostat dengan lapisan lilin (wax) dimaksudkan bahwa jika
thermostat rusak maka thermostat akan tetap berada pada posisi terbuka (open).
Lapisan lilin akan cenderung tetap dalam keadaan mengembang dengan demikian
menjaga valve tetap terbuka. bervariasi antara 48 -165 Kpa (7 – 24 psi). Ketika
temperatur coolant naik maka tekanan sistem pendingin juga akan naik karena sistem
menggunakan sistem tertutup.

2.1.7 Radiator Pressure Cap


Pressure cap Gambar 2.14 memiliki relief valve yang menjaga agar tekanan
pada sistem pendingin tidak melebihi tekanan yang diinginkan. Pressure
capmempertahankan tekanan pada sistem pendingin. Dengan menaikkan tekanan
sebesar 1 psi, titik didih air akan naik sebesar 1.8°C (3,25°F), yang memungkinkan
air tidak mendidih pada suhu 212°F (100°C). Umumnya radiator cap memiliki relief
valve yang sanggup menahan tekanan sistem pendingin bervariasi antara 48 -165 Kpa
(7 – 24 psi). Ketika temperatur coolant naik maka tekanan sistem pendingin juga
akan naik karena sistem menggunakan sistem tertutup.

16
Gambar 2. 14 Radia or Pressure cap

Di dalam radiator cap terdapat pressure spring, pressure valve dan saluran ke
resevoir Gambar 2.15 Pada saat tekanan mencapai nilai pembukaan relief valve maka
air dan udara yang bertekanan akan dibuang atau ditampung bila engine
menggunakan reservoir. Proses ini berlangsung untuk mencegah tekanan yang
berlebihan pada sistem pendingin.

Gambar 2. 15 Cara Kerja Radi ator Cap

Vacuum valve pada radiator cap berfungsi untuk mencegah terjadinya ke


vakuman pada sistem pendingin, valve membuka ketika tekanan di sistem lebih
rendah 1 Psi dibawah tekanan atmosfer dan membiarkan udara masuk ke dalam
sistem atau coolant yang ditampung pada reservoir kembali masuk ke radiator.
Vehicle menggunakan expansion tank (reservoir) yang dihubungkan dengan saluran

17
ventilasi pada bagian kanan dari Gambar 2.16 Pada saat engine tidak dioperasikan
dan sistem pendingin masih dingin maka coolant dari expansion tank akan mengalir
ke dalam radiator melalui saluran yang ada pada radiator cap

2.1.8 Ductile
Patah Ulet (Ductile Fracture). Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan
oleh beban statis yang diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka
penjalaran retak akan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi
disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga
permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain
itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan
karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur
bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah.

Gambar 2. 16 Gambar Ductil e dan Britile

2.1.9 Brittle
Patah Getas (Brittle fracture). Patah getas terjadi dengan ditandai penjalaran
retak yang lebih cepat dibanding patah ulet dengan penyerapan energi yang lebih

18
sedikit, serta hampir tidak disertai dengan deformasi plastis. Permukaan patahan pada
komponen yang mengalami patah getas terlihat mengkilap, granular dan relatif rata.
Patah getas dapat mengikuti batas butir ataupun memotong butir. Bila bidang
patahannya mengikuti batas butir, maka disebut patah getas intergranular, sedangkan
bila patahannya memotong butir maka disebut patah getas transgranular Gambar
brittile bisa di lihat pada Gambar 2.16

2.2 Sejarah Dan Profil Komatsu Ltd


Komatsu Ltd. Ltd. Merupakan perusahaan alat berat yang didirikan pada 13
Mei 1921 di Jepang. Komatsu Ltd. Memiliki visi menjadi perusahaan yang
berorientasi pada pelanggan atau konsumen serta menjadi perusahaan manufaktur
kelas dunia dalam buckets and blade. Sedangkan cara atau strategi dalam
mewujudkan visi tersebut atau dikenal dengan misi dari Komatsu Ltd. Adalah:
1. Mendengarkan dan memahami kebutuhan konsumen serta memberikan nilai
tambah produk kepada konsumen.
2. Memperluas jaringan distribusi untuk menjangkau konsumen lebih banyak
dan memperluas tingkat kisaran produk Komatsu Ltd.
Produk yang dihasilkan antara lain mesin konsutruksi dan pertambangan,
mesin utilitas, mesin kehutanan, mesin industry, kendaraan (truk) dan lain
sebagainya. Komatsu Ltd. Berkomitmen untuk menyediakan peralatan yang aman,
berkualitas, produk dan jasa yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan dan harapan
konsumen di seluruh dunia.
Seperti pada perusahaan Jepang pada umumnya, dalam mengembangkan
usahanya agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan, Komatsu menerapkan Komatsu
Way sebagai langkah penerapan nilai-nilai yang harus dipahami dan dilaksanakan
setiap keputusan yang diambil atau diterapkan. Komatsu Way terdiri dari tujuh
indikator penting, diantaranya:
1. Komitmen pada kualitas dan daya tahan produk

19
2. Orientasi pada konsumen
3. Defining root cause
4. Filosofi tempat kerja
5. Kebijakan dalam pekerjaan
6. Kolaborasi dengan rekan bisnis
7. Pengembangan sumber daya manusia.
Penerapan serta perumusan Komatsu Way tentunya tidak lepas dari sejarah
perusahaan yang menjadi bagian dari perkembangan perusahaan. Berikut ini
merupakan ringkasan sejarah Komatsu Ltd.

Tabel 2.1 Sejarah Komatsu Ltd.


No Tahun Keterangan
1 1917 Industri Pertambangan Takeuchi (didirikan pada 1894) mendirikan
Komatsu Iron Works untuk memproduksi peralatan mesin dan
peralatan pertambangan untuk digunakan di rumah.
2 1921 Komatsu Iron Works dipisahkan dari Takeuchi Mining Co menjadi
Komatsu Ltd
3 1924 Komatsu membangun pers pertamanya
4 1931 traktor pertanian jenis crawler diproduksi pertama kali di Jepang
5 1938 Membangun pabrik Awazu
6 1948 Mulai produksi mesin diesel
7 1951 Merelokasi kantor pusat dari Ishikawa (Kota Komatsu) ke Tokyo
8 1952 Mendirikan pabrik Kawasaki dan Himi serta mengakuisisi
Manufaktur Perusahaan Ikegai Automobile dan Chuetsu Electro
Chemical Co, Ltd
9 1961 Memperkenalkan program perusahaan yaitu wide quality control
(QC).
10 1963 Mengadakan lisensi teknologi tie-up dengan Bucyrus-Erie dari
Amerika Serikat mengenai excavator hidrolik
11 1964 Menerima penghargaan Deming mengenai kontrol kualitas
12 1967 Mendirikan NV Komatsu Eropa SA, anak perusahaan luar negeri
pertama Komatsu di Belgia.
13 1981 Menerima penghargaan Jepang mengenai kontrol kualitas

20
14 1982 Mendirikan PT Komatsu Indonesia
15 1984 Memperkenalkan mesin laser di pasar
16 1985 Mendirikan Komatsu manufacturing dan industri di AS serta
Komatsu Ltd. Di Inggris
17 2002 Mendirikan “Manufaktur Operasi Newberry,” fasilitas untuk
peralatan utilitas, di AS
18 2002 5 pabrik di Jepang meraih “zero emission” atau bebas emisi
19 2005 Mengembangkan teknologi mesin “ecot t3”
20 2008 Memperkenalkan kepada dunia untuk pertama kalinya tentang
hybrid hydraulic excavator.
21 2011 Gigaphoton Inc. Telah menjadi anak perusahaan yang sepenuhnya
dimiliki oleh Komatsu

2.2.1 Pembahasan Komatsu Ltd.


1. Manajemen Kualitas
Salah satu prinsip dasar atau dikenal dengan Komatsu Way adalah kualitas dan
reliabilitas atau daya tahan produk. Dalam mewujudkannya, Komatsu menempatkan
konsumen pada poin pertama dalam kebijakan dasar manajemen dengan memberikan
kepuasan maksimum kepada konsumen sebagai pondasi utamanya. Komatsu Ltd.
menggunakan proses dan perbaikan berkelanjutan atau terus menerus dengan seluruh
divisi untuk menempatkan kebijakan kualitas dalam praktek baik pada
pengembangan, manufaktur, penjualan, pelayanan purna jual atau manajemen.
Kualitas merupakan hal yang benar-benar ditekankan dan diperhatikan dalam
Komatsu Ltd., sehingga perusahaan menempatkan kualitas pada struktur dasar atau
acuan dalam menentukan tindakan, strategi, dan kebijakan yang dilakukan oleh
perusahaan. Beberapa strategi dan kebijakan yang dilakukan adalah dengan
melakukan alur pengembangan produksi, menetapkan standar keamanan untuk
produk, serta memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan sehingga
tujuan Komatsu Ltd. dalam meningkatkan kualitas dapat terwujud.

21
Gambar 2.17 Cakupan manajemen kualitas Komatsu Ltd

Dalam prakteknya, Komatsu Ltd. mempertimbangkan cakupan manajemen


kualitas untuk jaminan kualitas produk. Komatsu Ltd. menerapkan beberapa prinsip
kualitas produk dan jasa dimana seluruh anak perusahaan dan karyawan harus
menerapkan dan bertanggung jawab untuk melakukan praktek quality assurance
tersebut. Prinsip-prinsip yang dilakukan oleh Komatsu Ltd. dalam jaminan
kualitasnya yaitu menempatkan konsumen sebagai prinsip yang utama karena
kepuasan konsumen merupakan wujud kualitas produk sehingga konsumen akan
loyal menggunakan produk perusahaan. Melalui kekuatan unik Komatsu yaitu sistem
Monozukuri, perusahaan mampu mengenalkan produk kompetitif di pasar dengan
meliputi kinerja yang memuaskan serta memberikan produk dan sistem yang
substansial. Dalam mekanisme jaminan kualitas Komatsu Ltd., setiap tahap sistem
pengembangan dan produksi, perusahaan melakukan meeting untuk mengevaluasi
produk dan aktivitas guna memastikan tujuan spesifik perusahaan telah tercapai.
Berikut merupakan mekanisme yang jaminan kualitas Komatsu Ltd

Gambar 2.18 Mekanisme Jaminan Kualitas

22
Dalam mencapai process excellence terdapat berbagai elemen utama dalam
mencapai kepuasan konsumen. Guna menjamin kualitas produknya, Komatsu Ltd.
menerapkan continuous improvement (kaizen) guna terus melakukan perbaikan atas
seluruh produksi dan produk-produknya melalui 5s, yaitu: Seiri (sorting), Seiton
(organizing), Seisou (cleaning), Seiketsu (orderliness), Shitsuke (training). Komatsu
Ltd. melakukan beberapa transformasi pada pabriknya sebagai salah satu process
excellence untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan. Seiri merupakan suatu
langkah yang dilakukan Komatsu Ltd. untuk menghilangkan seluruh alat, komponen
dan instruksi yang tidak jelas. Dengan demikian Komatsu Ltd. melakukan penataan
ulang atau penyusunan terhadap seluruh alat dan komponen untuk diletakkan pada
lokasi yang cepat serta mudah dijangkau. Selain itu, dilakukan juga Seisou untuk
membersihkan mesin dan pabrik agar tidak mengganggu proses produksi sehingga
meningkatkan efisiensi.
Pada awalnya proses gas cutting dilakukan oleh Komatsu Ltd. sendiri atau
dikenal dengan istilah operation in-house. Namun, karena adanya ketidakefektifan
tersebut maka Komatsu Ltd. melakukan outsourced terhadap gas cutting tersebut. Hal
itu dimaksudkan selain efisensi biaya, terdapat efisiensi pada pabrik yaitu menjadikan
pabrik Komatsu Ltd. menjadi lebih efisien karena dinilai kurang efektif proses
produksi tersebut. Langkah tersebut merupakan bagian dari sorting yang dilakukan
oleh Komatsu Ltd. Perusahaan juga melakukan Seiton pada pabriknya dimana dengan
merubah frame batch production menjadi frame line serta merevolusi boom batch
production menjadi boom line. Dengan transformasi pabrik ke frame line dan boom

23
line, proses produksi menjadi lebih terorganisir karena melalui satu jalur saja
sehingga lebih mudah untuk dilakukan pengawasan terhadap kualitas barang.
Sedangkan pada batch production terlihat proses produksi lebih rumit dan tidak
terorganisir sehingga sulit untuk dilakukan kontrol kualitas.

Gambar 2.19 Transformasi Batch Production ke Single Piece Flow Line

Metode kualitas lain yang digunakan oleh Komatsu adalah Seisou, disini
Komatsu Ltd. melakukan cleaning pada lini perakitan. Cleaning dilakukan tidak
hanya pada pabrik saja namun juga pada mesin yang digunakan. Dengan demikian,
proses produksi dapat menjadi lancar karena tidak adanya gangguan akibat kotoran
pada pabrik, mesin dan peralatan. Metode keempat yang digunakan oleh komatsu
Ltd. adalah Seiketsu atau orderliness dimana menetapkan standardisasi seperti
peringatan tertulis pada pabrik dan membuat tanda dalam pelaksanaan proses
produksi untuk meminimalisir kesalahan atau kecelakaan kerja atau dengan kata lain
adalah SOP. Tujuan dari metode Seiketsu ini agar tidak terjadinya kerusakan produk
dan mesin produksi serta untuk mencegah agar tidak terjadi kesalahan lagi. Metode
kelima adalah Shistuke atau pelatihan. Komatsu Ltd. melakukan pelatihan bagi setiap
karyawannya mengenai manajemen kualitas yang diterapkan oleh perusahaan.
Dengan adanya pelatihan, karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan benar sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan serta mengembangkan perilaku karyawan di tempat
kerja baik di kantor maupun pabrik. Tujuan dari metode ini adalah membangun sikap
disiplin dalam diri karyawan pabrik dan kantor. Dengan sikap disiplin tersebut,

24
karyawan dapat berhati-hati dalam melaksanakan proses produksi untuk menghindari
cacat produk. Dengan dilakukannya pengimplementasian kaizen, Komatsu Ltd. dapat
mengurangi biaya kualitas sebesar 50%. Biaya kualitas tersebut termasuk biaya
pencegahan serta biaya kegagalan produksi.

2.3 Sejarah FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )


Menurut “Ayu Diah Gunardi” (2015) Prosedur untuk melakukan FMEA
digambarkan di United State (US) angkatan bersenjata dengan prosedur militer
dikumen MEL-P-1629 pada tahun 1949; direvisi pada tahun 1980 sebagai MIL-STD-
1629A. Pada awal 1960 , kontraktor untuk US National Aeronautics and space
administration (NASA) yang menggunakan varian FMEA. Program NASA
menggunakan varian FMEA termasuk Apollo, Viking, Volyager, Magellan, Galileo,
dan Skylab. Industri penerbangan sipil adalah adopter awal FMEA, dengan Society
for Automotive Enginers (SAE) penerbitan ARP926 pada tahun 1967. Setelah dua
revisi, ARP926 dengan digantikan oleh ARP4761, yang sekarang secara luas
digunakan dalam penerbangan sipil. Industri otomotif mulai menggunakan FMEA
pada pertengahan 1970.
The Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industrv otomotif
untuk keselamatan dan pertimbangan peraturan. Ford menerapkan pendekatan yang
sama untuk proses PFMEA untuk mempertimbangkan proses potensial yang
disebabkan kegagalan sebelum meluncurkan produksi. The SAE J1739 pertamakah
diterbitkan standar terkait pada tahun 1994. Standar ini juga sekarang dalam edisi
keempat. Meskipun awalnya dikembangkan oleh militer, metodelogi FMEA sekarang
banyak digunakan dalam berbagai industrI termasuk pengolahan semikonduktor,
pelayanan makanan, plastic, perangkat lunak, dan kesehatan.

2.3.1 Pengertian FMEA

25
FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah
sebanyak mungkin mode kegagalan. FMEAdigunakan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah. Terdapat dua penggunaan
FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses).

2.3.2 Langkah Dasar FMEA


Aktifitas utama dalam melakukan FMEA di rumah sakit antara lain
1. Analisa Failure mode
Failure mode adalah proses atau subproses yang melalui berbagai cara dapat
gagal memberikan hasil yang diharapkan.
2. Analisa masalah (hazard analysis)
Adalah proses mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai
masalah yang berkaitan dengan proses yang dipilih (area menjadi focus
FMEA) dengan tujuan memperoleh daftar masalah atau kesalahan yang
significant, yang paling sering menyebabkan cidera atau sakit.
3. Menetapkan control yang efektif
Adalah menentukan langkah pencegahan (barrier) untuk menhilangkan atau
mengurangi secara significant semua kemungkinan terjadinya masalah atau
problem dalam aktifitas sehari-hari.

2.3.3 Langkah-langkah FMEA (Join Comission Resource):


1. Menetukan proses yang mempunyai risiko tinggi dan membentuk turn
(Select a high risk process and assemble a team)
2. Menyususn diagram proses (Diagram the process)

26
3. Brainstorming potential failure modes and akibat-akibat yang ditimbulkan
( Brainstorm potential failure modes and determine their effect)
4. Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure mode (identify root causes of
failure modes)
6. Menetukan rancangan ulang proses
7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and
monitor the new process)

2.3.4 Identifikasi Element-Element FMEA Proses


Element FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa.
Beberapa element-elemant FMEA adalah sebagai berikut:
a. Nomer FMEA (FMEA Number)
Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi dokumen.
b. Jenis (item)
Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan
dilakukan analisa FMEA.
c. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility)
d. Adalah nama departemen’bagian yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses.
e. Fungsi Proses (Process Fungtion)
Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem
akan dianalisa.
f. Bentuk Kegagalan Potensial (Pontential Failure Mode)
Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potential
gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.

27
g. Effek Potensial dari kegagalan (potential Effect of Failure)
Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana
setiap perubahan dalam variable dipengaruhi proses akan menyebabkan
proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi.
h. Tingkat Keparahan (Se\’erity)
Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
i. Klasifikasi (Classification)
Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses
untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut.
j. Effect Potensial dari kegagalan (Potential Failure Mode)
Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial
gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.
k. Keterjadian (Occurrance)
Adalah sesring apa penyebab kegagalan spesifik terjadi.
l. Pengendalian Proses saat ini (Current Process Control)
Merupakan penilaian deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah
atau memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi
terjadinya bentuk kegagalan tersebut.
m. Deteksi (.Detection)
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi
penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan
n. Nomer Prioritas Resiko (Risk Priority Number)
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perbaikan Severity,
Occurrence, dan Detection.
RPN = S * O * D
o. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)
Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPN nya , maka tindakan
perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai
RPN tinggi.

28
p. Tindakan Yang diambil (Action Taken)
Setelah tindakan diiplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian
tindakan tersebut serta tanggal effektifnya.
q. Hasil RPN (.Resulting RPN)
Setelah tindakan perbaiakan diidentifikasi., perkiraan dan rekam Occurrence,
Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru.
Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan.
r. Tindakan Lanjut (Follow Up)
Dokumentasi proses FMEA akan menjadi dokumen hidup dimana akan
dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan.

2.3.5 Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System analysis)


Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemapuan alat ukur yang dipakai
untuk mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan
didapatkan Gage repeatability, reproducibility\ dan nilai number of distinct category.

2.3.6 Cause and Effect Diagram


Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya
seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang
menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari jepang. Diagram ini digunakan
untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan
dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab
yang sesungguhnya dari suatu masalah.

29
Gambar 2.20 Diagram Ishikawa (Ayu Diah Gunardi (2015)

2.3.7 Pareto Diagram


Untuk mengidentifikasi penyebab terbesar yang terjadi dapat digunakan
pareto diagram. Pareto digunakan untuk menstrafikasi data ke dalam kelompok-
kelompok dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan bentuknya berupa diagram
batang, pareto berguna untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab
masalah yang paling umum. Analisa paretro didasarkan pada hokum 80/20 yang
berarti bahwa 80% kerugian hanya disebabkan oleh hanya 20% masalah tersebar.

2.3.8 Penggunaan Failure Mode and Effect Anah sis (FMEA)


Penggunaan FMEA awalnya pada desain proses yang memungkinkan teknisi
untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keandalan, keamanan dan produk
yang sesuai keinginan konsumen.

2.3.8 Tipe-Tipe FMEA sebagai berikut:


a. Sistem yang berfokus pada fungsi sistem secara global

30
b. Desain, yang berfokus pada kompenen dan dan subsistem
c. Proses, yang berfokus pada manufaktur dan perakitan
d. Service, yang berfokuspada fungsi pelayanan
e. Software, yang berfokus pada fungsi Software
FMEA adalah suatu dokumen hidup sepanjang siklus hidup pengembangan
produk selalu berubah dan diperbarui. Perubahan ini dapat sering juga
memperkenalkan gaya kegagalan baru. Oleh karena itu perlu untuk meninjau ulang
dan memperbarui FMEA ketika :
a. Suatu produksi baru atau proses sedang diaktifkan
b. Perubahan dibuat kepada kondisi operasi proses atau produk diharapakn untuk
berfungsi.
c. Suatu perubahan dibuat baik untuk produk maupun proses mendesain
d. Peraturan baru dibuat Umpan balik pelanggan menandai permasalahan dalam
produk dan proses.

2.4 Menentukan Nilai Severity


Severity (keparahan) adalah nilai yang terkaitdengan efek yang paling serius
untuk modus kegagalan yang diberikan pada satu komponen yang berpengaruh pada
hasil kerja suatu alat. Peringkat nilai severity dapat dilihat dengan menggunakan skala
1 sampai dengan 10 yang mencerminkan nilai tingkat bahaya dari yang paling kecil
sampai yang paling besar. Penentuan nilai severity dari setiap mode kegagalan
dilakukan berdasarkan efek yang ditimbulkan oleh kegagalan yang terjadi.

2.2 Tabel Indeks Skala Severity


Akibat Skala Kriteria

31
Tidak adanya akibat 1 Tidak adanya kegagalan pekerjaan
Sangat sedikit akibat 2 Karakteristik kualitas pekerjaan tidak terganggu
Sedikit akibat 3 Akibatnya sedikit mengganggu pekerjaan
Akibatnya kecil 4 Proses pekerjaan mengalami gangguan kecil
cukup berakibat 5 Kegagalan mengakibatkan tidak puasan pada
pekerjaan
Cukup berakibat 6 Kegagalan mengakibatkan ketidaknyamanan
Akibatnya besar 7 Kualitas pekerjaan tidak memuaskan
Extrim 8 Kualitas pekerjaan sangat memuaskan
Serius 9 Potensi menimbulkan akibat buruk proses
pekerjaan
Sangat beresiko 10 fatal terhadap proses pekerjaan

2.5 Menentukan Nilai Occurrence


Untuk menenetukan nilai occurrence maka kita harus mementukan Ppk
(Probability Process Control) melalui perhitungan statistik sebagai berikut:

..............................................................................................................2.1
Sumber:Analisa Kerusakan Pada Forklift Elektrik Nichiyufb20-75c Dengan Metode
Fmea Heri Suwandono

.......................................................................................2.2
Sumber:Analisa Kerusakan Pada Forklift Elektrik Nichiyufb20-75c Dengan Metode
Fmea Heri Suwandono

32
..................................2.3
Sumber:Analisa Kerusakan Pada Forklift Elektrik Nichiyufb20-75c Dengan Metode
Fmea Heri Suwandono
Tabel 2.3 Indeks Skala Occurence
Akibat Skala Kriteria
Hamper tidak pernah 1 Sejarah menunjukkan tidak ada kegagalan
Jarang 2 Kemungkinan kegagalan sangat langka
Sangat kecil 3 Kemungkinan kegagalan sangant sedikit
Sangat kecil 4 Beberapa kemungkinan kegagalan
Rendah 5 Kemungkinan kegagalan ada
Sedang 6 Kemungkinan kegagalan sedang
Cukup tinggi 7 Kemungkinan kegagalan cukup tinggi
Tinggi 8 Tingginya jumlah kemungkinan kegagalan
Sangat tinggi 9 Jumlah yang sangat tinggi dari kemungkinan
kegagalan
Hamper pasti 10 Kegagalan hampir pasti terjadi

2.6 Menentukan Nilai Detection

33
Detection (deteksi) ini berhubungan dengan control yang digunakan untuk
mendeteksi penyebab terjadinya kegagalan serta tindakan perbaikannya. Pendekatan
yang disarankan
Tabel 2.4 Indeks Skala Detection
AKIBAT SKALA KRITERIA
Hampir pasti 1 Kontrol pasti dapat mendeteksi
Sangat tinggi 2 Kontrol hampir pasti mendeteksi
Tinggi 3 Kontrol mempunyai peluang yang besar
untuk mendeteksi
Cukup tinggi 4 Kontrol mungkin mendeteksi cukup tinggi
Sedang 5 Kontrol mungkin mendeteksi sedang
Rendah 6 Kontrol mungkin mendeteksi rendah
Sedikit 7 Kontrol mempunyai peluang yang kecil
untuk mendeteksi
Sangat sedikit 8 Kontrol mempunyai peluang yang kecil
untuk mendeteksi
Jarang 9 Kontrol mungkin tidak mendeteksi
Hampir mustahil 10 Kontrol pasti tidak mendeteksi

2.7 Menghitung Nilai RPN


RPN (Risk Priority Number) merupakan salah satu pendekatan untuk
membantu dalam menentukan aksi prioritas dengan cara mengalikan nilai dari
Severity, Occurrence, Detection.

RPN = Severity (S) x Occurrence (O) x Detection (D)

34
2.8 Tahap Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data ini akan dilakukan pengolahan data baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dan kuantitatif, antara
lain:

2.8.1 Pengolahan Data Kualitatif


Data kualitatif terdiri dari data fungsi mesin, data kegagalan, data penyebab
kegagalan dan data efek yang ditimbulkan apabila kegagalan terjadi. Pengolahan data
kualitatif dilakukan dengan mengunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
Adapun tahapan FMEA, antara lain:
1. Identifikasi failure
2. Identifikasi function failure
3. Identifikasi failure mode
4. Identifikasi failure effects
5. Perhitungan severity
6. Perhitungan occurance
7. Perhitungan detection
8. Perhitungan RPN

35
4

Anda mungkin juga menyukai