Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

“KOLELITIASIS”

Oleh
Wahidah Hardyanti Sukaji
H1A014079

Pembimbing
dr. Lalu Ahmadi Jaya, SpPD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

NUSA TENGGARA BARAT

2018
Pendahuluan
Kolelitiasis biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur – unsur
padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran,bentuk,
dan komposisi yang bervariasi. Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Prevalensi kolelitiasis berkisar antara 5-25%, dengan angka kejadian yang
lebih sering pada populasi negara barat, perempuan, dan usia lanjut. Batu empedu
secara klasik dikategorikan berdasarkan kandungannya menjadi batu kolestrol
(>80% kasus), batu pigmen, dan campuran.
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam
saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.
Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Pada sekitar 80% dari kasus,
kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu
ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu-
batu ini murni dari satu komponen saja.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, diagnosis, tatalaksana dan prognosis dari kolelitiasis.
Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu
merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang
terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah
menyimpan dan memekatkan empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu
kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat,
dan batu campuran. 1
Epidemiologi
Prevalensi kolelitiasis berkisar antara 5-25%, dengan angka kejadian yang
lebih sering pada populasi negara barat, perempuan, dan usia lanjut. Batu empedu
secara klasik dikategorikan berdasarkan kandungannya menjadi batu kolestrol
(>80% kasus), batu pigmen, dan campuran. 2
Di masyarakat barat komposisi utama batu empedu adalah kolestrol,
sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73%
pasien dan batu kolestrol pada 27%. 3
Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan pada tahun 2010-2011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57
kasus (56,44%) pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011. 1
Data RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012-
Oktober 2014. Penderita batu empedu berdasarkan jenis kelamin, paling banyak
ditemukan pada wanita dengan 124 kasus (55,1%). Penderita batu empedu
terbanyak pada kelompok umur 46 – 55 tahun (26,2%). 4
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu. 5
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. 5
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya
dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. 5

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan


batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu. 5

Patofisiologi
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran
empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu, batu kolestrol, batu
pigmen, batu campuran. 2

1. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion
yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena
adanya enzim glokuronil tranferase, bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut maka akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.
Sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi. 6

2. Batu Kolestrol
Ada tiga faktor yang berperan pada patogenensis batu kolestrol, yaitu
hipersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung
empedu. 3
a. Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22%
fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3%
bilirubin.Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam
empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin
rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung
empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol) sehingga terjadi
pengendapan yang kemudian akan menjadi batu.
b. Pembentukan inti kolesterol
Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih
besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol
baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu
memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel.
Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu
dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam
bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi
kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel
akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel
berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel
multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal
kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem
(disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.
c. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung
empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung
empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan
membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan
lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan
semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses
pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan
di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak
akan dapat dibuang keluar ke duodenum.
3. Batu campuran
Batu empedu kolesterol dapat berkolonisasi dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim litik dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis konjugat bilirubin dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu
ke waktu, batu kolesterol dapat menumpuk dan terakumulasi dengan kalsium
bilirubinate dan garam kalsium lainnya, sehingga dapat memproduksi batu
empedu campuran.6

Manifestasi Klinis
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
2,5,7
gejala. Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari
inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus
koledokus. Gejala yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri
viseral ini bersifat nyeriyang hebat, menetap atau berupa tekanan di epigastrium
atau di abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke daerah inter-
skapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan menetap
dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau
dengan cepat. Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan muntah-muntah
dan pada sebagian pasien diikuti dengan ke naikan bilirubin serum bilamana batu
migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam atau menggigil yang menyertai
kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau
pankreatitis.Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak. 7
Diagnosis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
radiologis, terutama pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultasonografi mempunyai
spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung
empedu. Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk
membentuk gambaran (image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut
pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding
kandung empedu, cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak
dengan USG. 4
Tatalaksana
1. Pasien asimtomatis
Belum terdapat bukti yang mendukung internsi bedah pada kasus
asimtomatis. Tata laksana berupa intervensi gaya hidup, antara lain olahraga,
menurukan berat badan dan diet rendah kolestrol. 2
2. Pasien simtomatis
Pilihan terapi utama berupa intervensi bedah untuk mengeluarkan batu,
terapi farmakologi masih belum menunjukkan efikasi yang bermakna. 2
a. Kolesistektomi laparoskopi
Direkomendasikan pada pasien dengan gejala berat atau frekuensi sering,
ukuran batu sangat besar (>3cm) atau disertai kompliksi/ penyulit.
b. Prosedur ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreotography)
Bertujuan untuk mengeluarkan batu melalui tinja atau mulut bersama
instrumen ERCP
c. Terapi farmakologi dengan asam ursodeksikolat (dosis 10-15
mg/kgbb/hari)
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kolesistitis akut, koledokolitiasis,
kolangitis, pankeratitis akut, keganasan kandung empedu. 2
Prognosis
Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu akan menjadi batu
empedu dengan simtomatis. Tingkat kematian untuk kolesistektomi adalah 0,5%
dengan kurang dari 10% morbiditas. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh
dalam saluran empedu. Sekitar 10-15% dari pasien memiliki choledocholithiasis.
Prognosis pada pasien dengan choledocholithiasis tergantung pada keberadaan
dan tingkat keparahan komplikasi. 6

Kesimpulan
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,
menyebabkan distensi kantung empedu.
Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kendung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis).
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di
dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan
komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu
berusia 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu :
obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Girsang Jojorita Herlianna, Hiswani, Jemadi. Karakteristik Penderita


Kolelitiasis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Pada Tahun 2010-2011. Available from :
http://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrSbmy4.SVY5eQAfkJXNyoA;_ylu=X3
oDMTEya3ViYnY4BGNvbG8DZ3ExBHBvcwMyBHZ0aWQDQjI4MjJf
MQRzZWMDc3I-/RV=2/RE=1478912569/RO=10/RU=http%3a%2f
%2fjurnal.usu.ac.id%2findex.php%2fgkre%2farticle%2fdownload
%2f450%2f264/RK=0/RS=SiGBrca86DkTGlLscXZ.LnhnybA-
2. Tanto Christ dkk, editor. Kapita Selekta. ED ke 4. Jakarta Pusat:Media
aesculapius; 2014

3. Setiati S, dkk, editor. Ilmu penyakit dalam. Ed ke 6. Jakarta Pusat : Interna


Publishing; 2014

4. Gagola, Patrick C. D., dkk. Gambaran Ultrasonografi Batu Empedu Pada


Pria & Wanita Di Bagian Radiologi Fk Unsrat Blu Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Oktober 2012- Oktober 2014. Jurnal e-
clinic;2015. Available from :
http://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrSbDr6_SVY.SIABZFXNyoA;_ylu=X3
oDMTEyaWc3MGthBGNvbG8DZ3ExBHBvcwMxBHZ0aWQDQjI4MjJf
MQRzZWMDc3I-/RV=2/RE=1478913658/RO=10/RU=http%3a%2f
%2fejournal.unsrat.ac.id%2findex.php%2feclinic%2farticle%2fdownload
%2f7399%2f6942/RK=0/RS=L4iilt7Xmg4uMMLEmmFAn2r4zOA-

5. Price S.A danWilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses


Penyakit. Ed ke 6. EGC;2006

6. Heuman D.M. Gallstones. Medscape;2016. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#a2

7. Nurman A. Tata Laksana Batu Empedu. Availabe from :


http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.1_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai