Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Epidemiologi
Konstipasi atau sembelit merupakan gejala proses defekasi yang bermasalah, ditandai
dengan berkurangnya frekuensi defekasi kurang dari 2 kali seminggu, dengan konsistensi
feses yang keras, disertai rasa sakit waktu mengejan (Dharmika,2009)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sembelit kurang mengkonsumsi makanan
berserat, kurang minum air, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, perubahan rutinitas
hidup dan kurang aktivitas. Sembelit dapat juga akibat efek sampang penggunaan obat-obat
tertentu, dan adanya penyakit-penyakit tertentu (Tjay dan Kirana, 2007). Sembelit apabila tidak
dapat diatasi secara non farmakologis. Dapat diatasi dengan terapi farmakologis baik secara
konvensional maupun dengan oba tradisional. Terapi dengan obat tradisional saat ini sedang
trend digunakan hal ini mendapat dukungan langsung dari pemerintah dengan diterbitkannya
PerMenKes RI No.003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan (Seminar Nasional Farmasi, 2010).
Jamu merupakan obat tradisional Indonesia dan telah lama digunakan oleh
masyarakat, serta merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun. Tujuan
diadakannya Saintifikasi jamu antara lain untuk penelitian dan pengembangan untuk
mendukung bukti-bukti empiris obat tradisional yang sudah dipergunakan oleh masyarakat.
Salah satu obat tradisional yang secara empiris banyak digunakan oleh masyarakat adalah
obat untuk melancarkan buang air besar. Tanaman obat yang digunakan untuk melancarkan
buang air besar salah satunya adalah kelembak (Rheum officinale Baill). “PT. B” yang
merupakan produsen jamu modern memproduksi jamu dengan indikasi untuk
melancarkan buang air besar dengan menggunakan simplisia akar kelembak. (Rhei rad
ix) .
1.2 Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian swamedikasi.
2. Untuk mengetahui definisi sembelit.
3. Untuk mengetahui klasifikasi sembelit.
4. Untuk mengetahui epidemiologi sembelit
5. Untuk mengetahui etiologi / penyebab sembelit.
6. Untuk mengetahui patofisiologi sembelit
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala sembelit
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Swamedikasi


Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap
penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas dipasaran
yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah,
2004). The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau
self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas
inisiatifnya sendiri (FIP, 1999).
Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi atau pengobatan sendiri
merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun
obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit.
Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobati penyakit ringan dan
lebih terfokus pada penanganan terhadap gejala penyakit secara cepat dan efektif tanpa
intervensi sebelumnya oleh konsultan medis kecuali apoteker (WHO, 1998)
2.2 Definisi Sembelit (Konstipasi)
Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar
pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak
adanya gerakan peri staltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar
dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami
stasis usus besar sehingga menim bulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang
keluar jadi terlalu kering dan keras (Uliyah, 2008).
Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di masyarakat dikenal dengan istilah
sembelit, merupakan suatu keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang
keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air besar tetapi tidak dapat
mengeluarkannya), atau jarang buang air besar. Seringkali orang berpikir bahwa mereka
mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar setiap hari yang disebut normal
dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu (Herawati, 2012).

2.3 Klasifikasi Sembelit (Konstipasi)


Klasifikasi Konstipasi Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu konstipasi
akut dan konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari
4 minggu. Sedangkan bila konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu disebut
konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kroonik biasanya lebih sulit disembuhkan (Kasdu
2005 ).

2.4 Epidemiologi Sembelit (Konstipasi)


Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan keluhan ini dengan bertambahnya usia; 30-40% orang berusia di atas 65 tahun
mengeluh konstipasi. Di Inggris, 30% orang berusia 60 tahun merupakan konsumen yang
teratur menggunakan obat pencahar. Di Australia, sekitar 20% dari populasi berusia di atas 60
tahun mengeluh mengalami konstipasi dan lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan pria. Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang berusia diatas 65 tahun
menunjukkan sekitar 34% perempuan dan 26 % pria yang mengeluh konstipasi (Pranaka,
2009).
Konstipasi mempengaruhi 2% hingga 27% (rata-rata 14,8%) dari populasi orang dewasa
di Amerika Utara sekitar 63 juta orang. Konstipasi lebih mempengaruhi perempuan dari pada
laki-laki dan kulit hitam lebih sering dari pada kulit putih. Hal ini terjadi pada semua
kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 65 tahun
dan umur dibawah 4 tahun (Orenstein, 2008).
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian Loening
Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17 tahun adalah 22,6%,
sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4 tahun hanya sebesar 16%.
Penelitian Rasquin dkk . (2006) didapatkan bahwa 16% anak usia 9-11 tahun menderita
konstipasi. Sebanyak 90-97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak merupakan suatu
konstipasi fungsional (Van Den Berg dkk,2006) dan kejadiannya sama antara laki-laki dan
perempuan (Loening-Baucke,2004). Hal ini berbeda dengan penelitian yang di lakukan oleh
Borowitz dkk.(2003),konstipasi lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan
perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia pernah dilakukan pada anak sekolah taman kanak-
kanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi didapatkan sebesar 4,4%
(Firmansyah,2007).
Konsensus menyimpulkan bahwa konstipasi kronis memiliki estimasi prevalensi 5-21% di
wilayah Amerika latin, dengan rasio perempuan dan laki-laki 3:1. Individu dengan Konstipasi,
75% menggunakan beberapa jenis obat. (Weissermann, 2008).
2.5 Etiologi Sembelit (Konstipasi)
Adapun etiologi dari konstipasi sebagai berikut :
1.Pola hidup ; diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur,
kurang olahraga.
a. Diet rendah serat :
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah
serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lambat di saluran cerna. Meningkatnya
asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut
(Siregar, 2004)
Diet rendah serat : Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan National Academy
of Sciences (Drummond and Brefere,2007):
1. Anak-anak
a. 1–3 tahun : 19 gram/hari
b. 4–8 tahun : 25 gram/hari
2. Pria
a. 9–13 tahun : 31 gram/hari
b.14–18 tahun : 38 gram/hari
c. 19–30 tahun : 38 gram/hari
d. 30–50 tahun : 38 gram/hari
e. >50 tahun : 30 gram/hari
3. Wanita
a. 9–13 tahun : 26 gram/hari
b. 14–18 tahun : 26 gram/hari
c. 19–30 tahun : 25 gram/hari
d. 30-50 tahun : 25 gram/hari
e. >50 tahun : 21 gram/hari

b. Kurang cairan/minum :
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang
adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang
intestinal, sehingga meningktakan reabsorbsi dari chyme (Siregar, 2004).
c. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan
BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, reflex-refleks
ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk
defekasi habis. Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan. Klien yang dirawat inap bisa menekan
keinginan buar air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang
tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik
untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam kehidupan (Siregar,
2004).
2. Obat–obatan
Banyak obat yang menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya
seperti ; morfin, codein sama halnya dengan obat obatan adrenergic dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan dari kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian,
menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja
yang lebih secara local pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga
mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang
(Siregar,2004).
3. Kelainan struktural kolon ; tumor, stiktur, hemoroid, abses perineum, magakolon.
4. Penyakit sistemik ; hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus.
5. Penyakit neurologik ; hirschprung, lesi medulla spinalis, neuropati otonom.
6. Disfungsi otot dinding dasar pelvis.
7. Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronis.
8. Irritable Bowel syndrome tipe konstipasi (Djojoningrat, 2009).

2.6 Patofisiologi Sembelit (Konstipasi)


Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat
dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan masuk kedalam usus besar ( kolon ) sebagai massa
yang tidak mampat serta basah. Di sini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap
oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum (dubur), yang dalam keadaan normal
mendorong terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluara n feses secara normal, terjadi
sekali atau dua kali setiap 24 jam (Akmal, dkk, 2010).
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar feses ke rectum
untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari rekum diikuti relaksasi
dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran feses secara spontan, terjadi
reflex kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dipersarafi
oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsangan keinginan untuk buang air besar dan sfingter
anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isi nya dengan
bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut,
relaksasi sfingter dan otot-otot levator ani (Pranaka, 2009).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras.
Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam
usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil yang disebut diverticula.
Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi (Wardlaw,
Hampl, and DiSilvestro, 2004).
Hampir 50% dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya,
menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini memiliki gejala
ketegangan atau jarang defekasi (Basson, 2010)
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebab multipel mencakup beberapa faktor
yaitu:
1. Diet rendah serat , karena motalitas usus bergantung pada volume isi usus. semakin
besar volume akan semakin besar motalitas.
2. Gangguan refleks dan psikogenik. Hal ini termasuk
a. fisura ani yang terasa nyeri dan secara refleks meningkatkan tonus sfingter ani sehingga
semakin meningkatnya nyeri;
b. Yang disebut anismus (obstruksi pintu bawah panggul), yaitu kontraksi (normalnya relaksasi)
dasar pelvis saat rectum terenggang.
3. Gangguan transport fungsional, dapat terjadi karena kelainan neurogenik, miogenik,
refleks, obat-obatan atau penyebab iskemik (seperti trauma atau arteriorsklerosis arteri
mesentrika).
4. Penyebab neurogenik. Tidak adanya sel ganglion di dekat anus arena kelainan kongenital
(aganglionosis pada penyakit Hirschsprung) menyebabkan spasme yang menetap dari
segmen yang terkena akibat kegagalan relaksasi reseptif dan tidak ada refleks penghambat
anorektal (sfingterani internal gagal membuka saat rektum mengisi).
5. Penyakit miogenik. Distrofi otot, sclerosis derma, dermatomiosistis dan lupus eritamatosus
sistemik.
6. Obstruksi mekanis di lumen usus (misal, cacing gelang, benda asing, batu empedu).
7. Pada beberapa pasien konstipasi dapat terjadi tanpa ditemukannya penyebabnya. Stress
emosi atau psikis sering merupakn faktor memperberat keadaan yang disebut
irritable colon (Silbernag, 2006).

2.7 Tanda dan Gejala


Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang umum ditemukan
pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita sembelit sebagai berikut:
a. Perut terasa begah, penuh dan kaku;
b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga malas mengerjakan
sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk;
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi, mengakibatkan stress, rentan
sakit kepala bahkan demam;
d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri, tidak bersemangat,
tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas, dan produktivitas kerja;
e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit daripada biasanya;
f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat bersamaan tubuh
berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan atupun menekan-nekan perut terlebih
dahulu supaya dapat mengeluarkan dan membuang feses (bahkan sampai mengalami
ambeien/wasir);
g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal sesuatu disertai rasa sakit
akibat bergesekan dengan feses yang kering dan keras atau karena mengalami wasir sehingga
pada saat duduk tersa tidak nyaman;
h. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada biasanya;
i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau usia lanjut), ada bunyi saat
air diserap usus, terasa seperti ada yang mengganjal, dan gerakannya lebih lambat daripada
biasanya;
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar; Adapun untuk sembelit kronis (obstipasi),
gejalanya tidak terlalu berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:
a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas;
b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil;
c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu;
d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat;
e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri;

Anda mungkin juga menyukai