Anda di halaman 1dari 11

NAMA : KRISTINA NATALIA SIBARANI

NIM : P00933015025

PENGOLAHAN LIMBAH SAMPAH BERBAHAYA


(HAZARDOUS WASTE)

Pembuangan Limbah B3
Pembuangan limbah B3 (hazardous waste disposal) secara bebas dapat diartikan sebagai
kegiatan menyingkirkan dan menghancurkan limbah B3. Kegiatan ini merupakan tahap terakhir dari
lingkup kegiatan pengelolaan limbah B3. Berdasarkan Basel Convention, kegiatan ini meliputi
pengolahan, pemanfaatan dan penimbunan akhir limbah B3. Dalam implementasinya, masing-masing
negara yang meratifikasi Basel Convention memiliki “cara” tersendiri dalam menginterpretasikan dan
melaksanakan pembuangan limbah B3 ini. Sebagai contoh, di Amerika Serikat kegiatan pembuangan
limbah B3 ini dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu pengolahan atau treatment yang mencakup juga
kegiatan daur ulang limbah B3 untuk dimanfaatkan, dan penimbunan yang tetap menggunakan istilah
disposal. Sedangkan di Indonesia kegiatan pembuangan limbah B3 dibagi menjadi tiga, yaitu
pengolahan (treatment), pemanfaatan (utilization) dan penimbunan (disposal) yang mengacu pada
kegiatan pembuangan limbah B3 Australia.
Outlet dari kegiatan pembuangan limbah B3 adalah lingkungan itu sendiri, sehingga akan
berdampak terhadap kualitas lingkungan itu sendiri termasuk interaksi makhluk hidup di dalamnya.
Oleh sebab itu kegiatan pembuangan limbah B3 harus dilakukan dengan baik dan benar serta
memperoleh izin dari Pemerintah seperti halnya kegiatan pengelolaan limbah lainnya.

Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan atau
setidaknya menurunkan sifat bahaya dari suatu limbah B3. Pengolahan limbah B3 tidak
menghilangkan polutan yang terkandung di dalamnya, melainkan menurunkan
konsentrasinya hingga mencapai baku mutu yang aman untuk dilepas ke lingkungan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, biologi, termal, ataupun
kombinasi dari keempatnya, dengan berdasarkan pada karakteristik limbah yang akan diolah.
Masing-masing metode inipun memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.
Metode fisika umumnya paling sederhana, namun kurang mampu memenuhi baku
mutu secara cepat dan signifikan karena tidak dapat menghilangkan kandungan polutan
dalam limbah; pengolahan dengan metode fisika hanya mengubah bentuk suatu limbah B3
sehingga lebih mudah untuk dikelola lebih lanjut. Pengolahan dengan metode kimia
umumnya mampu memenuhi baku mutu secara cepat dan signifikan, namun dalam beberapa
kasus justru menghasilkan suatu matriks yang memiliki massa dan volume lebih besar dari
pada limbah asalnya karena adanya penggunaan bahan kimia sebagai reagen. Tidak jarang
pula reagen yang digunakan merupakan bahan kimia berbahaya seperti asam kuat dan
oksidator, sehingga memerlukan pengendalian khusus dalam prosesnya. Pengolahan dengan
metode biologi relatif lebih aman untuk dilakukan karena umumnya diaplikasikan pada
limbah-limbah yang mudah terurai dan tidak mengandung polutan yang sangat berbahaya,
namun prosesnya sangat sensitif di mana kondisi lingkungan harus dijaga dengan baik agar
mikroorganisme yang digunakan dapat tetap hidup. Pengolahan dengan metode termal secara
umum merupakan yang paling praktis digunakan karena mampu mengurangi massa dan
volume limbah secara signifikan serta memerlukan lahan yang tidak terlalu luas. Namun
metode ini masih cukup mahal dan memerlukan tenaga ahli khusus untuk
mengoperasikannya.

Pemanfaatan Limbah B3
Pada dasarnya pemanfaatan limbah B3 merupakan kegiatan pengolahan limbah B3 yang
bertujuan untuk mengubah bentuk limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan limbah B3 berpedoman pada prinsip daur ulang, yaitu penggunaan kembali limbah B3
sebagai bahan baku pada proses selanjutnya dalam rangkaian proses produksi di industri, pemanfaatan
sebagai bahan pengganti dalam suatu proses produksi komersial, atau perolehan kembali suatu
kandungan yang masih bernilai dari limbah B3 melalui serangkaian proses pengolahan.
Saat ini pemanfaatan limbah B3 sangat digalakkan, karena selain dapat menghilangkan sifat
bahaya dari limbah B3, kegiatan ini dapat pula membantu menjaga kelestarian lingkungan melalui
pengurangan penggunaan sumber daya alam.

Penimbunan Limbah B3
Penimbunan limbah B3 merupakan kegiatan menempatkan suatu limbah B3 pada
suatu area yang didesain khusus untuk menimbun limbah B3. Kegiatan ini merupakan
metode pembuangan limbah yang paling tua dan paling umum digunakan.
Terdapat bermacam-macam metode untuk menimbun limbah B3, antara lain landfill,
deep well injection, dam tailing hingga ditimbun di dasar laut. Semua limbah yang akan
ditimbun harus dipastikan sudah inert dan tidak lagi memiliki sifat bahaya; jika masih
memiliki sifat bahaya maka limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Mengingat sifat
bahaya dari limbah B3 yang akan ditimbun, maka lokasi penimbunan limbah B3 juga harus
dipilih sedemikian rupa: stabil dari berbagai potensi bencana alam, bukan lahan subur untuk
kegiatan bercocok tanam dan jauh dari keramaian/aktivitas manusia.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan
dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya;
b. bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
c. bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta
pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan,
perlu mengatur Rumah Sakit dengan Undang-Undang;
d. bahwa pengaturan mengenai rumah sakit belum cukup memadai untuk dijadikan
landasan hukum dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d serta untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan
Rumah Sakit, perlu membentuk Undang-Undang tentang Rumah Sakit.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SAKIT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
 Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
 Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
 Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung di Rumah Sakit.
 Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
 Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
Undang – Undang Mengenai Limbah B3

Pengelolaan Limbah B3

1. Uu 23/1997, Pengelolaan Lingkungan Hidup


2. Pp No.18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun
3. Pp No. 85 Tahun 1999 Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
4. Permen Lh Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
5. Permen Lh Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana Perizinan Dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Oleh Pemerintah Daerah
6. Uu Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
7. Kep No. 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin
Penyimpangan Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan
dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
8. Kep No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
9. Kep No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3
10. Kep No. 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah B3
11. Kep No. 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan
Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas
Penimbunan Limbah B3
12. Kep No. 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Sampel dan Label Limbah B3
13. Kep No. 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
14. Kep No. 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah
15. Kep No. 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan Kemitraan dalam
Pengolahan Limbah B3
16. Kep No. 04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan Prioritas Limbah B3
17. Kep Men LH No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak
Bumi Secara Biologis
18. Per Men LH No. 3 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan
Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan
19. Per Men LH No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
20. Per Men LH No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan
Label Bahan Berbahaya dan Beracun
21. Per Men LH No. 5 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan
22. Per Men LH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
23. Per Men LH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun oleh Pemerintah Daerah
24. Per Men LH No. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan
Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
25. Per Men LH No. 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem Elektronik
Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Rangka Indonesia Nasional
Single Window di Kementerian Lingkungan Hidup

Undang-undang lingkungan hidup

1. Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protokol


2. Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3. Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
4. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
5. Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention
on Persistent Organic Pollutants
6. Undang-Undang RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
7. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LINGKUNGAN HIDUP

1. PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun
2. PP RI No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan
Laut
3. PP RI No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
4. PP RI No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
5. PP RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.
18/1999 tentang Pengolahan Limbah Berbahaya dan Beracun
6. PP RI No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk
Produksi Biomassa
7. PP RI No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran
Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan
8. PP RI No. 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun
9. PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
10. PP RI No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif
11. PP RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
12. PP RI No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
13. PP RI No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
14. PP RI No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
15. PP RI No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
16. PP RI No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
17. PP RI No. 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan
18. PP RI No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
19. PP RI No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan
20. PP RI No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

Pengertian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat
radioaktif (Depkes, 2006).
Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak
dikelola dengan baik.

Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah
yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri
yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu:

1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi
limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan
harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair — Limbah cair harus dikumpulkan dalam container
yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan
Air Limbah sendiri.
A. Limbah Padat Rumah Sakit
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit
adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang
umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990).

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan
MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :

1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologi. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
hitam.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari :
a. limbah infeksius dan limbah patologi, penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik kuning.
b. limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik coklat.
c. limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan kemoterapi.
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
d. Limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat
medis lainnya. Penyimpanannya pada safety box/container.
e. Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset
di laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif. Penyimpanannya
pada tempat sampah berplastik merah.

PENANGANAN, PENYIMPANAN, DAN PENGANGKUTAN LIMBAH MEDIS


Cara terbaik untuk mengurangi risiko terjadinya penularan adalah dengan menjaga agar
sampah medis tersebut tetap tertutup dengan rapat. Ada beberapa prinsip dasar dan prosedur
yang dapat membantu pencapaian tujuan pengurangan dari pemakaian.
Prinsip-prinsip dan prosedur tersebut adalah :

1. Sampah dikemas dengan baik.


2. Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan
hal-hal yang dapat merobek atau memecahkan kontainer limbah.
3. Menghindari kontak fisik dengan limbah.
4. Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb )
5. Usahakan agar sedikit mungkin memegang limbah.
6. Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.

PENGOLAHAN LIMBAH MEDIS


Pemusnahan limbah medis haruslah dengan menggunakan cara pembakaran, perlu dijaga
keutuhan kemasannya pada waktu sampah tersebut ditangani. Banyak sistem pembakaran
atau insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik. Namun, usahakan untuk melakukan
pengolahan limbah medis yang sesuai dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah
lingkungan.
B. Limbah Cair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif
serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah)

Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni buangan kamar
dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif (Said, 1999).

Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan, yang
lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industri. Jadi, hati-hatilah dengan
limbah medis tersebut. Lakukan penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan
limbah medis dengan konsep ramah lingkungan.

Undang-Undang dan Peraturan terkait Pengelolaan Sampah


dan Limbah
Beberapa peraturan dan undang-undang di Indonesia yang terkait dengan pengelolaan limbah
antara lain :

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 163 tentang
Kesehatan Lingkungan : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 : Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup; memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundangundangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; memasukkan limbah yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia; memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia; membuang limbah ke media lingkungan hidup; membuang
B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup; melepaskan produk rekayasa genetik ke
media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
izin lingkungan; melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; menyusun amdal
tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/ atau memberikan informasi
palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
Pada asal 88 : Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan
B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa
perlu pembuktian unsur kesalahan. Sedangkan pada Pasal 58 : Setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pasal 22
tentang Pengelolaan, Penanganan Sampah:
Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah.
Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan
sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir.
Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Keputusan menteri kesehatan Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit: Bahwa Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan,
tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan;
Sedangkan beberapa peraturan ataukesepakatan internasional yang terkait dengan pengelolaan
limbah sebagai berikut (WHO, 2005):
The Basel Convention, Konvensi ini membahas tentang pergerakan limbah berbahya
lintas negara. Hanya limbah berbahaya resmi yang dapat diekspor dari negara yang
tidak memiliki fasilitas atau keahlian untuk memusnahkan limbah tertentu secara aman ke
negara lain
The “populler pays” Principle, merupakan prinsip pencemar yang membayar, dimana semua
penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab untuk menggunakan
metode yang aman dan ramah lingkungan di dalam pembuangan limbah yang mereka
hasilkan.
The “precautionary” principle, merupakan sebuah prinsip pencegahan, dimana prinsip kunci
yang mengatur masalah perlindungan kesehatan dan keselamatan.
The “duty of care” principle, merupakan prinsip yang menetapkan bahwa siapa saja yang
menangani atau mengelola zat berbahaya atau peralatan yang terkait dengannya, secara etik
bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi di dalam menjalankan
tugasnya.
Pengelolaan Limbah Medis
The ”proximity” principle, sebuah prinsip kedekatan, dimana penangananan
pembuangan limbah berbahaya sebaiknya dilakukan di lokasi yang sedekat mungkin dengan
sumbernya untuk meminimalkan risiko yang mungkin ada dalam pemindahannya. Semua
penduduk harus mendaur ulang atau membuang limbah yang dihasilkan di dalam area lahan
milik mereka.

Anda mungkin juga menyukai