DEMAM TIFOID
DISUSUN OLEH :
Suc Malinda Makmur
Yakdi Rosadi
Fira Ramadhani
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah Demam akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri
pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam tifoid bdi indonesia juga
berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya riwayat keluarga yang terkena
demam tifoid, tidak adanya sabun untuk cuci tangan, menggunakan piring yang
sama, dan tidak tersedia tempat untuk buang air besar dalam rumah.
tinggi, denyut jantung lemah, sakit kepala) hingga berat (perut tidak nyaman,
komplikasi pada hati dan limfaPenyebab yang sering terjadi yaitu faktor
lalat yang sebelumnya hinggap di feses atau muntah penderita demam tifoid
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
2.2 Etiologi
Antigen H (antigen flagella) : terletak pada flagella, fibriae, atau pili kuman
3
2.3 Epidemologi
2.4 Patofisiologi
4
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise myalgia,
sakit kepala, sakit perut, gangguan vascular, mental dan koagulasi.
5
2.5 Gambaran Klinis
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-
lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-
gejala menjadi lebih jelas berupaa dema, bradikardi relatif, lidah yang
berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegaly,
splenomegaly, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma,
delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
6
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri S.
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi antara antigen S. typhi dengan
antibodi yang diseut aglutinin. Antigen yang digunakan adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Uji widal
ini akan menentukanadaya aglutinin yang terdapat dalam tubuh yang
dicurigai mengalami demam tifoid. Aglutini tersebut antara lain Aglutinin
O ( dari tubuh bakteri), aglutinin H ( dari flagela), dan aglutinin Vi dari
kapsul bakteri. Namun yang hanya aglutini O dan H yang digunakan
untuk mendiagnosis demam tifoid. Semakintinggi titernya semkin tinggi
kemungkinan besar untuk terinfeksi.
Pembentukan aglutini mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam. Kemungkinan meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat dan tetap tingggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut mula-mula timbul aglutinin O kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masi tetap dijumpai 4-6 bulan,
sedangkan aglutini H 9-12 bulan, oleh karena itu widal bukan menetukan
kesembuan peyakit .
Adapun beberpa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu 1.)
pengobatan dini dengan antibiotik, 2.) ganguan pembentukan antibodi
atau pemakai kortikosteroid, 3.) wakt pengambilan darah, 4.) Daerah
7
endemik atau non.endemik, 5.) riwayat vaksinasi, 6.) Reaksi anamnestik,
yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat
infeksi demam tifoid mala lalu atau vaksinasi, 7.) faktor tehnik
pemriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silam, dan strain
salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Kultur
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan kultur
Salmonella Typhi. Kultur kuman ini dapat dilakukan dengan
melakukan biakan dari berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat
ditegakkan melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua minggupertama
sakit , kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari
pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin dan feses
kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi
septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari
aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, tetapi
prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek
seharihari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan spesimen empedu
yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
8
2.7 Tatalaksana
Terapi Farmakologi
1. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin mempunyai mekanisme menghambat sintesis
asam nukleat sel mikroba. Fluroquinolones yaitu Ciprofloxacin
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk anak – anak
dan orang dewasa yang terinfeksi dengan resistensi sensitif dan
multi-obat,Salmonella typhi dan paratyphiSefalosporin generasi
ketiga yaitu Ceftriaxone menjadi penggunaan alternatif untuk
kasus seperti halnya resistensi multi-obat (resistensi terhadap
kloramfenikol, amoksisilin dan cotrimoxazole). Pada penelitian
prospektif India utara ada perkembangan bertahap resistensi
terhadap Fluroquinolones 4,4 % resistensi diamati pada
Sparfloxacin, resistensi 8,8 % pada ofloxacin dan resistensi yang
tinggi 13 % pada Ciprofloxacin . Golongan quinolon
(ciprofloxacin) ini tidak dianjurkan untuk anak-anak, karena dapat
menimbulkan efek samping pada tulang dan sendi, bila diberikan
pada anak akan menggganggu pertumbuhan tulang pada masa
pertumbuhan anak
9
2. Cefixime
3. Amoksisilin
4. Kloramfenikol
10
5. Tiamfenikol
6. Ceftriaxone
11
12
Terapi Non Farmakologi
2.9 Prognosis
13
DAFTAR PUSTAKA
Siti Setiati, I. A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.2014
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
14
Nama : Tn. T
Tanggal Lahir : 08/08/1981 (38 Tahun)
Alamat : Jl. Pepaya
Agama : Islam
Tgl.MRS : 19/07/2019
B. Subjective
Keluhan utama: Demam
Anamnesis terpimpin:
Pasien masuk dengan keluhan demam, sejak kurang lebih 1 bulan yang
lalu, tidak terus menerus meningkat pada sore hari disertai menggil dan
berkeringat banyak, batukberdahak ada sejak 2 minggu yang lalu berwarna
putih, pasien sering terbangun karena batuk yang mengganggu, mual ada,
muntah tidak ada. Penurunan berat badan 10 kg dalam 1 bulan. Pasien
tidak memiliki riwayat batuk yang lama dengan pengobatan 6 bulan.
Riwayat pengobatan mengkonsumsi antipiretik, antibiotic amoxisilin dan
minum obat herbal. Pasien tidak pernah ke tempat endemis malaria
sebelumnya, 1 hari sebelum demam pasien ke jeneponto. Pasien bekerja
sebagai supir angkutan umum dan sering makan makanan yang dijual
diluar. Tetangga pasien satu bulan sebelumnya juga mengalami hal serupa
dan didiagnosa dengan demam typhoid. Pasien belum pernah mengalami
hal serupa. DM dan hipertensi tidak pernah diperiksakan. BAK normal,
BAB encer konsistensi cair dengan ampas sedikit frekuensi lebih 2 kali
sehari.
C. Objetive
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
15
Suhu : 370C
Nadi : 80 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 20 kali/menit, tipe thoracoabdominal
Pemeriksaan Fisik :
Kepala
• Bentuk : Normosefal
• Muka : Simetris kiri dan kanan
• Deformitas : Tidak ada
• Rambut : Sukar dicabut
Mata
• Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
• Gerakan : Dalam batas normal
• Kelopak : Edema palpebra (-)
• Konjungtiva : Pucat tidak ada
• Sklera : Ikterik tidak ada
• Kornea : Jernih
• Pupil : Isokor Φ2,5 mm/2,5 mm
Telinga
• Pendengaran: Dalam batas normal
• Pendarahan (-), Otore (-)
Hidung
• Perdarahan : (-)
• Sekret : (-)
Mulut
16
• Faring : Hiperemis (-)
Leher
• Kelenjar getah bening : Pembesaran KGB coli tidak ada
• Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran kelenjar
• DVS : R+1 cm H2O
• Pembuluh darah : Dalam batas normal
• Kaku kuduk : Negatif
• Tumor : Tidak ada (-)
• Trakea : Deviasi (-)
Dada
Perkusi : Sonor
Jantung
• Perkusi :
17
Abdomen
Punggung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama kiri dan kanan. Nyeri tekan (-)
Extremitas
Pemeriksaan Lab
18
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
RBC 5.3 (106/ mm3) P: 4.00 - 5.50 106/ mm3
L: 5.00 - 5.80 106/ mm3
HGB 15.6 (g/dL) 12.0 - 16.0 g/dL
MCV 85.1 fL 80 - 100 fL
MCH 29.5Pg 27.0 - 34.0 pg
MCHC 34.7 (g/dL) 31.0 - 36.0 g/dL
WBC 6.37 (103/uL) 4.00 - 10.0 103/uL
NEUT 83 % 50.0 - 70.0 %
LYMP 12 % 20.0 - 40.0 %
MONO 5% 3.0 - 12.0 %
EOS 0% 0.5 – 5.0%
BASO 0% 0.0 - 1.0 %
HCT 45.1 % 40.0 - 50.0 %
PLT 216 (103/uL) 150 - 450 103/uL
HbsAg Non reaktif Non reaktif
SGOT 169 0 – 37 U/I
SGPT 162 0 – 42 U/I
NA 132 3,5-5,50 mmol/L
K 2.7 135-145 mmol/L
Cl 89 96-106 mmol/L
GDS 185 70 – 140 mg/dL
19
Diagnosis
Demam Tifoid
Hipokalemia
Peningkatan enzim hati
Tatalaksana
Infus NaCl 0.9 % 20 tpm/iv
Novalgin 2 amp/12 jam/iv
N-Ace 200mg /8 jam/oral
Curcuma 3 dd 1 / oral
Cotrimoxazole
20