Pada saat ini istilah budaya organisasi banyak digunakan dalam organisasi
perusahaan, bahkan beberapa perusahaan memasang tulisan yang menunjukkan
budaya organisasi mereka di tempat-tempat yang menarik perhatian. Misalnya di
depan pintu masuk kantor, atau di dekat tempat para karyawan melayani pelanggan.
Konsep budaya organisasi mulai berkembang sejak awal tahun 1980-an. Konsep
budaya organisasi diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada
disiplin ilmu antropologi (Sobirin, 2007:128-129).
Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132) adalah pola asumsi
dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka
mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan
integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan
mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan
organisasi.
1. Perhatian (attention)
Perhatian para pemimpin berarti para pemimpin di dalam menjalankan
kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian
mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan
kritik. Pemimpin yang memarahi seorang bawahan karena tidak mengetahui
masalah yang terjadi di unit kerjanya, misalnya, akan memiliki efek yang kuat dalam
mengkomunikasikan nilai-nilai dan perhatian. Pemimpin yang tidak menanggapi
sesuatu maka hal ini menyampaikan pesan bahwa hal itu tidak penting. Sebagai
contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena secara
berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia mengejar-ngejar
lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati hidangannya tidak
terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai bahwa
perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
3. Pemodelan Peran
Para pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui
tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang
memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi
apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau
prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka
dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting
atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu,
misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu
merupakan hal yang penting dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin
yang selalu meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin
maka sekeras apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan
menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.
4. Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-
imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang
dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara
seremonial dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta
prioritas seorang pemimpin. Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan
keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang
penting. Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-orang tertentu juga
mengkomunikasikan tentang apa yang penting dalam perusahaan. Pembedaan
status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa organisasi tidak
menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Misalnya saja perusahaan-perusahaan di
Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan status dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa
ruang makan dan tempat parkir khusus.
Daftar Pustaka :
Brown, R. 1998. Organizational Culture. Prentice Hall Inc, Toronto.
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada
satupun manusia di dunia ini yang dapat hidup tanpa tergantung ataupun
memerlukan bantuan orang lain. Manusia selalu hidup berkelompok, bersuku-suku
hingga berbangsa-bangsa. Oleh karena itu konsekuensinya setiap individu harus
dapat beradaptasi dengan kelompok, agar dapat diterima dan merasa aman serta
nyaman didalamnya. Untuk menjadi orang yang diterima orang lain, diperlukan
usaha-usaha tertentu untuk mencuri hati orang lain tersebut. Hal ini merupakan arah
seseorang untuk menjadi pemimpin dari kelompoknya. Diharapkan nantinya
kepemimpinan seseorang dapat menyentuh berbagai segi kehidupan manusia
seperti cara hidup, kesempatan berkarya, bertetangga, bermasyarakat bahkan
bernegara.
Antara kepemimpinan dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat
erat. Kepemimpinan dan budaya organisasi merupakan fenomena yang sangat
bergantung, sebab setiap aspek dari kepemimpinan akhirnya membentuk budaya
organisasi. Bila kita memasuki ruang perkantoran suatu organisasi akan berbeda
dengan kantor organisasi lain yang memiliki pemimpin yang berbeda. Fenomena
yang kita dapatkan pada suatu organisasi, seperti : etos kerja karyawan, team work,
kesejukan, ketenangan, sikap, keramah tamahan, integritas, dll, yang kesemuanya
menggambarkan kepemimpinan yang ada dalam organisasi tersebut dan juga
menggambarkan budaya yang ada dalam organisasi. Sehingga dikatakan bahwa
melihat kepemimpinan suatu organisasi itu sama dengan melihat budaya yang ada
dalam organisasi tersebut, perumpamaannya bagaikan dua sisi mata uang yang
memiliki nilai yang sama. Dalam hal ini ada dua konsep berbalik, yaitu :
a. Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya.
b. Pemimpin-pemimpin diciptakan oleh budaya.
Bila perilaku bawahan sesuai dengan program yang telah digariskan oleh pimpinan,
maka nilai yang diperolehnya adalah tinggi, dan sebaliknya bila perilaku individu
dalam organisasi jauh dari kebenaran sebagaimana yang dituangkan dalam program
kerja oleh pemimpin, maka disitu nilainya rendah. Dengan demikian budaya
diciptakan oleh pemimpinnya.
Dari uraian diatas, nampak jelas bahwa antara kepemimpinan dengan budaya
organisasi mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Sehingga dikatakan
bahwa melihat kepemimpinan suatu organisasi itu sama dengan melihat budaya
yang ada dalam organisasi tersebut.
Sumber :
Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, M.PA. dan Dr. M. Sobry Sutikno, Kepemimpinan
Sekarang dan Masa Depan Dalam Membentuk Budaya Organisasi Yang Efektif,
Prospect, 2009
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda
oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, Kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Tujuan Kepemimpinan
Nampaknya sukar dibedakan antara tujuan dan fungsi kepemimpinan, lebih-lebih
kalau dikaji secara praktis kedua-duanya mempunyai maksud yang sama dalam
menyukseskan proses kepemimpinan namun secara definitif kita dapat
menganalisanya secara berbeda. Tujuan kepemimpinan merupakan kerangka ideal /
filosofis yang dapat memberikan pedoman bagi setiap kegiatan pemimpin, sekaligus
menjadi patokan yang harus dicapai. Sehingga tujuan kepemimpinan agar setiap
kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang inginkan secara efektif dan
efisien.
Fungsi kepemimpinan
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi
utama ; (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-
maintenance”) atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran
penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu
yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar- persetujuan dengan
kelompok lain, pnengahan perberdaan pendapat, dan sebagainya.
Manajemen dan Organisasi
1) Manajemen
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya –
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Atau lebih jelasnya manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja
dengan orang-orang untuk menentuakn, menginterpretasikan, dan pengorganisasian
(organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan
kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
2) Organisasi
Menurut Chester Bernard, Organisasi adalah sistem kegiatan kerjasama
(cooperative activities) dari dua orang atau lebih.
Menurut Dwight Waldo, Organisasi adalah struktur antar hubngan pribadi yang
berdasarkan atas wewenang formal dan kebiasaan-kebiasaan di dalam suatu
system adminstrasi.
Menurut G.R. Terry, Organisasi adalah berasal dari kata organism yaitu suatu
struktur dengan bagian-bagian yang demikian dintegrasi hingga hubungan mereka
satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan orang terdiri
dua bagian pokok yaitu bagian-bagian dan hubungan-hubungan.
Jadi Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang
terkait dalam hubungan formal dalam rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian di atas ada tiga unsur yang menonjol dan perlu
diperhatikan, yakni :
· Bahwa organisasi bukanlah tujuan, mulainkan hanya alat untuk mencapai
tujuan atau alat untuk melaksanakan tugas pokok. Berhubungan dengan itu susunan
organisasi haruslah selalu disesuaikan dengan perkembangan tujuan atau
perkembangan tugas pokok.
· Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang
terikat dalam hubungan formal.
· Dalam organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki, artinya dalam suatu
organisasi selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan apa yang dinamakan
bawahan.
Fungsi-Fungsi Organisasi :
· Mengatur tugas dan kegiatan kerjasama sebaik-baiknya ;
· Mencegah kelambatan-kelambatan kerja serta kesulitan yang dihadapi ;
· Mencegah kesimpangan kerja ;
· Menentukan pedoman-pedoman kerja.
Keuntungan-keuntungan Organisasi :
Organisasi yang baik memberikan keuntungan sebagai berikut :
· Setiap orang akan mengerti tugasnya masing-masing ;
· Memperjelas hubungan kerja para anggota organisasi ;
· Terdapat koordinasi yang tepat antar unit kerja ;
· Menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan minat ;
· Agar kegiatan administrasi dan manajemen dapat dilakuakn secara efektif
dan efisien.
Unsur-unsur Organisasi :
Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang, kerjasama dan tujuan
bersama.
KHARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN
Tipe-tipe Kepemimpinan
Dilihat bagaimana pemimpin itu menggunakan kekuasaannya, ditentukan tiga buah
tipe dasar, yakni :
1) Tipe Otoriter (autocratic)
Pemimpin yang bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan
perintah dan mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif.
Dengan segala kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahannya dengan
jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, dan hadiah untuk
seorang bawahan yang bekerja dengan baik (correct).
2) Tipe Demokratis atau Partisifasi
Pemimpin demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya mengenai
tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan / dikehendaki oleh
pimpinan serta berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif
melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan itu.
3) Sedang pada tipe yang terakhir,
Pemimpin sangat sedikit menggunakan kekuatannya, bahkan memberikan suatu
tingkatan kebebasan yang tinggi terhadap para bawahannya atau bersifat “Free rein”
(Laissez Faire) di dalam segal tindakan mereka. Pemimpin demikian biasanya
mempunyai ketergantungan yang besar pada anggota kelompok untuk menetapkan
tujuan-tujuan dan alat-alat / cara mencapainya. Mereka (para pemimpin ‘ laissez
faire’) menganggap bahwa peranan meraka sebenarnya sebagai orang yang
berusaha memberikan kemudahan (fasilitas) kerja para pengikut, umpama dengan
jalan menyampikan informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai
penghubung dengan lingkungan yang ada di luar kelompok.
Unsur-unsur Manajemen
Unsur dasar yang merupakan sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
dalam manajemen adalah :
· Man (manusia)
· Material (bahan)
· Machine (mesin / alat)
· Methods (tata kerja)
· Money (uang)
· Market (pasar)
Unsur Manusia dalam Manajemen
Manusia salah satu dari unsur manajemen yang merupakan motor penggerak bagi
sumber-sumbe dan lat-alat baik yang bersifat “ Human Resources “ maupun “Non
Human Resources” dalam suatu organisasi.
Tingkatan Manajemen
Manajemen dalam organisasi, Pemimpin (manajer) dapat dibedakan menurut
tingkatan dan jenis pekerjaannya, yakni :
1) Menurut tingkatannya (hierarchie), pimpinan dalam organisasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
· Manajemen Puncak (Top Management)
· Manajemen Media (Middle Management)
· Manajemen Rendah (Lower Management)
2) Apabila dilihat dari Pembagian Kerjanya,. Yaitu antara kerja “pikir” dan kerja
“fisik”, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Admistrative Management, pada tingkat “Top Management
b) Middle Management, pada tingkat “Pimpinan Menengah”
c) Supervisory Management, ada di tingkat “Paling Bawah”
Ciri-cirinya :
· Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan
tertinggi ke berbagai tingkat operasional.
· Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua
kegiatannya.
· Otoritas dan tangungjawab tertinggi pada puncak makin lama makin
berkurang menurut jenjang.
· Organisasinya kecil, begitu pula karyawannya sedikit.
· Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan bersifat langsung.
· Tujuan, alat-alat yang digunakan dan struktur organisasinya masih
sederhana.
· Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan tertinggi.
Ciri-ciri Pokok :
· Organisasinya besar dan kompleks.
· Jumlah karyawannya banyak.
· Terdapat dua kelompok karyawan (lini dan staf) sebagaimana dijelaskan di
atas.
· Karena organisasi sudah semakin besar / kompleks, maka hubungan
langsung di sini sudah tidak mungkin lagi terjadi antar anggota maupun antara
pemimpin dan bawahan.
· Nampak adanya spesialisasi yang dikembangkangkan dan dipergunakan
secara optimal.
Kebaikan-kebaikannya :
· Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang
melaksanakan tugas pokok organisasi, dan kelompok staf yang melaksanakan
kegiatan penunjang.
· Asas spesialisasi dapat dijalankan, menurut bakat bawahan yang berbeda-
beda.
· Prinsip “the right man in the right place” dapat diterapkan dengan mudah.
· Koordinasi mudah dijalankan dalam setiap unit kegiatan.
· Tipe organisasi demikian dapat dipergunakan oleh organisasi-organisasiyang
lebih besar / kompleks.
Keburukannya :
· Pemimpin lini sering mengabaikan advis staf.
· Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan.
· Ada kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya.
· Perintah-perintah lini, nasihat-nasihat dan perintah-perintah staf sering agak
membingungkan anggota. Hal ini dapat terjadi, karena kedua jenis hirarki ini tidak
selalu seirama dalam memandang sesuatu.
Meskipun terdapat kelemahan-kelemahan organisasi tipe lini dan staf ini, namun
untuk organisasi yang semakin kompleks seperti dewasa ini lebih cenderung
menggunakan bentuk lini dan staf.
c. Bentuk Fungsional
Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi dimana kekuasaan dari pimpinan
dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan-satuan dibawahnya dalam
suatu bidang pekerjaan tertentu. Tiap-tiap kepala dari satuan ini mempunyai
kekuasaan untuk memerintah semua pejabat bawahan sepanjang mengenai
bidangnya (The Liang Gie, dkk., 1981, hal. 136). Ciri lain dari organisasi demikian
adalah bahwa didalam organisasi tidak terlalu menekankan pada hirarki struktural,
akan lebih banyak didasarkan pada sifat dan macam fungsi yang harus dijalankan.
Sebenarnya bentuk ini tidak populer, dan kebanyakan hanya dipergunakan dalam
lingkungan usaha swasta seperti toko serba ada, dan yang sejenisnya.
Kebaikan-kebaikannya :
· Ada pembagian yang tegas antara kerja pikir dan fisik.
· Dapat dicapai spesialisasi yang baik.
· Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama pada
umumnya tinggi.
· Moral serta disiplin kerja tinggi.
· Koordinasi antara orang-orang yang ada dalam satu fungsi mudah dijalankan.
Kelemahannya :
· Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri
dalam satu bidang saja.
· Koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar diadakan, karena orang-orang
yang bergerak dalam satu bidang mementingkan fungsi saja
· Inisiatif perorangan mudah tertekan, karena sudah dibatasi pada suatu fungsi.
Ciri-cirinya :
· Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya terdiri dari
ketua, sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para petugas.
· Struktur organisasinya secaa relatif tidak permanen. Organisasi tipe panitia
hanya dipakai sewaktu-waktu ada kegiatan khusus (proyek-proyek tertentu), dan
setelah kegiatan-kegiatan itu selesai dikerjakan, maka panitia dibubarkan.
· Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif.
· Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab
yang sama.
· Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk
satuan tugas (task force).
Kelemahannya :
· Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala sesuatunya harus
dibicarakan lebih dulu dengan para anggota organisasi.
· Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau diminta pertanggung
jawabannya melebihi dari yang lain.
· Para pelaksana sering bingung karena perintah tidak datang dari satu orang
pimpinan saja.
· Kreativitas nampaknya sukar dikembangka, karena pelaksanaan didasarkan
pada kolektifitas.
Materi Kepemimpinan
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang
peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan,
kepemimpinan adalah inti darimanagemen.
Di dalam kenyataan, tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki
kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak
orang yang memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan
untuk menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Sedang
pengertian ‘kepala’menunjukan segi formal dari jabatan pemimpin saja, maksudnya
secara yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat mengepalai sesuatu usaha
atau bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat pengangkatan), walaupun
belum tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan mempengaruhi dan
membimbing bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan melaksanakan
tugas-tugas untuk mencapai tujuan.
1. Jenis-jenis kepemimpinan
Sepanjang perjalanan sejarah manusia, selalu ditemui adanya pemimpin-pemimpin
dalam berbagai bidang kegiatan yang pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 4
jenis kepemimpinan:
Kepemimpinan di bidang rohaniah
Kepemimpinan di bidang politik
Kepemimpinan di bidang militer, dan
Kepemimpinan di bidang managerial
Adapun yang menjadi pokok dalam pembahasan masalah ini adalah jenis
kepemimpinan yang terakhir atau kepemimpinan di bidang manajerial khususnya
dalam kepemimpinan yang berada dalam ruang lingkup bidang seni pertunjukan.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli- Kata budaya (Culture) sebagai suatu
konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al
(dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai,
anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan
mengikat suatu masyarakat.
Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku
organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua bidang
itu dengan memakai istilah budaya organisasi
Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak
tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan
baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan,
kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi
mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang
menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur
organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-
nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut
1. Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan
fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
3. Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri,
tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat
organisasi mereka
1) Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan
fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2) Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks
tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara
anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota
menyadari perspektif ini.
3) Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat
organisasi dalam menjalankan misinya
4) Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok
atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha
(1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
2. Sebagai pengikat suatu masyarakat
3. Sebagai sumber
4. Sebagai kekuatan penggerak
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
6. Sebagai pola perilaku
7. Sebagai warisan
8. Sebagai pengganti formalisasi
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga
terbentuk nation – state
Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan
pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan
tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita
kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam
pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-
orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang
bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi. Menurut Robbins (1999: 296) Budaya
organisasi merupakan hasil dari interaksi antara
1. Bias dan asumsi pendirinya
2. Apa yang telah dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang
dipekerjakan oleh pendiri
Begitu juga Nimran (2004: 138) menulis bahwa pembinaan budaya organisasi dapat
dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut :
1. seleksi pegawai yang obyektif
2. penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan
dan bidangnya (the right man on the place)
3. perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
4. pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
5. penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
6. cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan
kebanggaan
7. pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Sikap Rasulullah yang penyayang berdasarkan pada Al-Qur’an surat Ali-Imran :159
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dsari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mareka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah
ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu
kemudian apabiila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Daftar Pustaka - Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli >> Definisi
dan Contohnya
Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum
adanya kesepakatan atas konsep budaya organisasi menyebabkan munculnya
pemahaman yang bervariasi dan kontroversi. Bidang studi budaya organisasi ini pun
dapat dikatakan masih berusia muda.
Robbins (1996) mengatakan budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya dan yang membedakan antara satu
organisasi dengan lainnya. Robbins (1994) memberi pengertian budaya organisasi
antara lain sebagai: (1) Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi (Deal &
Kenney 1982), (2) Falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap
pegawai dan pelanggan (Pascale & Athos 1981), (3) Cara pekerjaan dilakukan di
tempat itu (Bower 1966), (4) Asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara
anggota organisasi (Schein 1985). Dari beberapa pendapat di atas nampak ada
kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu yang membedakan
organisasi itu dari organisasi – organisasi lain (Robbins 1996).
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan
segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sejumlah peran penting yang
dimainkan oleh budaya perusahaan adalah: (a) Membantu pengembangan rasa
memiliki jati diri bagi karyawan, (b) Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan
pribadi dengan organisasi, (c) Membantu stabilitas organisasi sebagai suatu sistem
sosial, (d) Menyajikan pedoman perilaku sebagai basil dan norma perilaku yang
sudah dibentuk.
Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah,
memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota
dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi
(Kempton, 1995, dalam Nurfarhati, 1999) atau sosialisasi, yaitu melalui proses
transformasi budaya organisasi (Robert; 1994, dalam Nurfarhati, 1999). Sosialisasi
organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak
kepada penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain
komitmen, kepuasan dan kinerja (Nelson, 1991: Young & Lunberg, 1996, dalam
Nurfarhati, 1999). Menurut Luthans (1995), beberapa langkah sosialisasi yang dapat
membantu dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui seleksi calon
karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penilaian kinerja dan
pemberian penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan
cerita dan berita, pengakuan kinerja dan promosi.
Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan
karyawan yang bekerja sesuai dengan budaya organisasi, memberi imbalan sesuai
dukungan yang diberikan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan
kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan
serta kemungkinan keluar dari pekerjaan (Peters, 1997, dalam Nurfarhati, 1999).
Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi untuk mempertahankan budaya
organisasi adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang
diinginkan dan menyosialisasikannya melalui contoh (Hellriegel, 1996, dalam
Nurfarhati, 1999).
Pada awalnya orang berpendapat bahwa budaya organisasi yang sudah ditanamkan
oleh pendiri dan sekaligus pemimpin tidak dapat atau sulit untuk berubah. Namun,
perkembangan menunjukkan bahwa perubahan budaya bukanlah suatu hal yang
tidak mungkin.
Bahkan apabila terjadi perubahan lingkungan, melakukan perubahan adalah suatu
keharusan apabila tidak ingin tertinggal dalam perkembangan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kinerja organisasi dapat meningkat karena adanya perubahan
budaya organisasi.
Perubahan budaya organisasi di satu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun
di sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan dikelola
dengan benar. Namun, apabila tidak melakukan perubahan budaya organisasi,
sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami kegagalan. Paling tidak
perubahan harus dilakukan untuk dapat mempertahankan diri dari tekanan
persaingan.
Namun, yang perlu diwaspadai adalah mengetahui kapan waktu yang tepat untuk
melakukan perubahan budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi diperlukan
apabila terjadi perkembangan lingkungan yang tidak dapat dihindari. Di sisi lain
perubahan sering menjadi kebutuhan internal organisasi, dirasakan sebagai
kebutuhan. Dalam lingkungan yang semakin kompetitif diperlukan peningkatan
efisiensi untuk mempertahankan daya saing atau meningkatkan pelayanan kepada
pelanggan.
Demikian pula diperlukan pemahaman tentang bagaimana proses yang tepat untuk
menjalankan perubahan organisasi dan hambatan apa yang mungkin akan dihadapi.
Kesalahan dapat berakibat pada timbulnya resistensi dan kegagalan usaha
perubahan budaya organisasi.
Makalah Tentang Kepemimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup,
manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia
hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan
yang harmonis anggota kelompokharuslah saling menghormati & menghargai.
Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan.
Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan
lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk
memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah
manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social
manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk
memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok &
lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif
pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil
keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang
penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka ruang
lingkup karya tulis ini terbatas pada pembahasan mengenai kepemimpinan dan
kearifan lokal
.BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu
mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan
pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu
posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak
memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang
terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai
pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat
amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau
mengatur orang lain.
o Kecerdasan
Teori Kelompok
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori
kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan
(Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya
dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah
cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang
lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa
berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau
orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang
positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka
memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan
pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah
digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang
diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Partisipasif
Demokrasi
Kendali Bebas
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari
Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi
pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang
efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau
bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena
bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya,
akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi
apapun yang dimiliki pemimpin.
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum
memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau
apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan
apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya
terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan
kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan,
pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada
bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang
sudah dikerjakan.
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi
juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya
yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu
membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
Supporting
Delegating
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat
tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan
dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational
leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin
harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh
adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai
efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu
disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan
situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan
situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin
memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan
baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita
tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat
pula yang dipimpin.
A. Karakter Kepemimpinan
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –
ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang
melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan
mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri
pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang
dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan,
kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya.
B. Metode Kepemimpinan
C. Perilaku Kepemimpinan
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak
bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan
penghormatan dan pujian (honor & praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin
dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin.
Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada
kerendahan hati (humble).
Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek
visioner maupun aspek manajerial.
Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa
Mandarin yang berarti kehidupan).
Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah
seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat
mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa
bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan
kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam
hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan
metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only way
that I can keep leading is to keep growing. The the day I stop growing, somebody
else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya cara agar
saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya
berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tsb.
Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan
pengetahuan, kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam
pengambilan keputusan dan berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative
pelik dan rumit,
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras,
serasi dan seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita.
Kehidupan yang dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan
yang teratur dan terarah yang dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan
suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh
didiamkan. Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki
jiwa kepemimpinan, seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang
muncul.
Sebagai pemimpin lokal, pihak Camat Kuta, I Gede Wijaya sebelumnya telah
melakukan sosialisasi terkait pembangunan gorong – gorong. Camat Kuta secara
langsung dan tertulis telah menyampaikan hal tersebut kepada pengusaha serta
pemilik bangunan dalam surat No. 620/676/ke/07 , tertanggal 27 desember 2007
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar
melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri
seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
III.2 SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa
kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk
memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin
memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan
baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita
tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat
pula yang dipimpin.
Tipe-Tipe Kepemimpinan
Setelah kemaren membahas tentang Definisi Kepemimpinan, maka pada kesempatan kali
ini saya juga akan membahas mengenai Tipe-Tipe Kepeminpinan, yang mana tipe
kepemimpinan sering kali menjadi perdebatan para tokoh-tokoh besar. Karena
kepemimpinan sangat berguna sekali dalam kehidupan kita, minimal bagi seorang laki-laki
nantinya akan memimpin sebuah keluarga. Langsung saja tidak usah terlalu panjang basa-
basinya, Menurut beberapa kelompok sarjana (dalam Kartono, 2003); Shinta (2002)
membagi Tipe Kepemimpinan berbagai macam.
Macam – macam Tipe Kepemimpinan:
1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat
besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik
dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang
superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang
kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat
besar.
2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan
dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia
yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap
terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah
memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan
daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan
paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat
sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang
yang berlebih lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun
sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem
perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2)
menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-
upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin
yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan
kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan
dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain
tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu
ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana
dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah
diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin
berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku,
(10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya
dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam
kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan
teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu
melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif.
Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau
karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit
dan kacau balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak
mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini
mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-
tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan
administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien
dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis
yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang
efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan,
dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama
yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat
dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-
masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat
dan kondisi yang tepat.
Refleksi dari Tipe Kepemimpinan tsb:
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-
masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter,
walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh
karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan
manfaat.
Tipe Dan Gaya Kepemimpinan Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip
oleh Prasetyo (2006) ditemukan bahwa kinerja kepemimpinan sangat tergantung
pada organisasi maupun gaya kepemimpinan (p. 27). Apa yang bisa dikatakan
adalah bahwa pemimpin bisa efektif ke dalam situasi tertentu dan tidak efektif pada
situasi yang lain. Usaha untuk meningkatkan efektifitas organisasi atau kelompok
harus dimulai dari belajar, tidak hanya bagaimana melatih pemimpin secara efektif,
tetapi juga membangun lingkungan organisasi dimana seorang pemimpin bisa
bekerja dengan baik.
Lebih lanjut menurut Prasetyo (p.28), gaya kepemimpinan adalah cara yang
digunakan dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku
kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai
dengan apa yang dia inginkan. Selain itu menurut Flippo (1987), gaya
kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang
untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai
suatu tujuan tertentu (p. 394).
Menurut University of Iowa Studies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002), Lewin
menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya
kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas) (p.
406)
Lebih lanjut Sukanto (1987) menyebutkan ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (pp.
196-198):
1. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin.
2. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu,
sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang
luas.
3. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
Tipe-Tipe Kepemimpinan
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan.
Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang
menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan
organisasi.
Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada
bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas,
inisyatif dan prakarsa dari bawahan.
Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa
tidak mudah untuk menjadi pemimpin demokratis.
Teori Kepemimpinan
Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang
pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya.
Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya
yang paling menonjol yaitu sebagai berikut :
1. Teori Genetie
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made".
bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia
telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang
ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk
itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.
2. Teori Sosial
Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", make
penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu :
3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial.
Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi
pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat
kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang
teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk
mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial
dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun
demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat
mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul
sebagai pemimpin yang baik.