Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan

Ulkus Diabetik

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-
kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung (Zuyina, 2011).
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat
di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Zuyina, 2011).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 %; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “
anti insulin like activity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glucagon (Zuyina, 2011).
Anatomi Pankreas
Sumber : (Zuyina, 2011).

2. Fisiologi Pankreas
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih
tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan
normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa
dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan
glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis.
Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih
aktif (Zuyina, 2011).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja
insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin. (Zuyina, 2011).

3. Anatomi kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar


tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg
dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai
0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Zuyina, 2011).
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans
dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di
tubuh, paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Fungsi
Epidermis: proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
allergen (sellangerhans) (Zuyina, 2011).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua
lapisan yaitu :
1) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis: struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi (Zuyina, 2011).
c. Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi
Subkutis/hypodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver (Zuyina,
2011).
d. Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang
vena.
4. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf
seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada
pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. (Zuyina, 2011).
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit,
paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau
kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas. (Zuyina, 2011)

B. Pengertian
Ulkus kaki diabetikum (Diabetic foot ulcer/DFU) adalah suatu infeksi,
ulserasi dan/atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait gangguan
neurologis dan vaskuler pada tungkai yang terjadi pada penderita diabetes
(Azhari, 2016).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

C. Etiologi/Penyebab
Menurut Rebolledo (2011), beberapa etiologi yang dapat menimbulkan
ulkus diabetikum diantaranya adalah neuropati, penyakit arteri perifer, trauma,
dan infeksi.
1. Neuropati
Neuropati merupakan komplikasi yang paling sering dialami
penderita DM (30-50%). Serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri.
Neuropati yang paling banyak dialami penderita DM adalah neuropati perifer.
Polineuropati sensori perifer simetris merupakan salah satu bentuk neuropati
perifer, yang menyerang saraf sensorik terutama di bagian distal. Gangguan
ini menyebabkan hilangnya ransang sensori secara simetris, kebanyakan
terjadi pertamakali pada ekstermitas bawah. Hilangnya sensori pada
ekstermitas bawah dapat meningkatkan potensi trauma dan menimbulkan
ulkus kaki diabetikum (diabetic foot ulcer). Hal ini disebabkan karena pada
neuropati terjadi penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa,
sehingga tidak terasa saat terkena benda tajam, tumpul, alas kaki yang tidak
tepat dan penekanan berulang pada salah satu bagian kaki, kemudian
menimbulkan ulserasi.
2. Penyakit Arteri Perifer
Penyakit arteri perifer disebabkan oleh adanya arteriosklerosis dan
aterosklerosis. Penyakit ini terjadi 15 pada sekitar 45-65% pasien yang
memiliki masalah kaki diabetes. Arteriosklerosis adalah penurunan
elastisitas pada arteri. Sedangkan arterosklerosis adalah adanya akumulasi
“plaques” yang dapat berupa lemak, kalsium, sel darah putih, sel otot halus
di dalam dinding arteri. Salah satu penyebab dari kedua penyakit tersebut
adalah hiperglikemia. Hiperglikemia menimbulkan peningkatan viskositas
darah, dan juga menyebabkan disfungsi sel endotelium arteri perifer. Saat
kaki mengalami cedera kecil atau lecet, bagian tersebut membutuhkan suplai
darah yang adekuat untuk regenerasi, jika terdapat iskemia maka pemulihan
cedera kecil akan terhambat dan berkembang menjadi ulkus kaki diabetikum
yang jika tidak ditangani dapat membentuk gangren.
3. Trauma
Penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa, akibat
neuropati, dapat menyebabkan terjadinya trauma. Penurunan sensasi pada
kaki dapat menimbulkan tekanan berulang, cedera, kelainan struktur kaki,
misalnya terbentuk kalus, kaki charcot, claw toes, hammer toes. Tidak
terasanya sensasi panas maupun dingin, penggunaan alas kaki yang tidak
tepat, cedera akibat benda tajam maupun tumpul dapat menimbulkan
ulserasi.
4. Infeksi
Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi dan kelemahan otot kaki
sehingga terjadi penekanan berlebih pada salah satu area kaki, lama
kelamaan membentuk kalus. Kalus adalah kulit yang menebal, keras, dan
pecah-pecah. Kalus merupakan tempat berkembang biaknya bakteri, yang
dapat menjadi ulkus yang terinfeksi. Selain itu suplai darah dan oksigenasi
jaringan yang buruk akibat iskemia mengurangi kemampuan respon imun
jaringan sehingga bakteri mudah berkembang. Infeksi banyak disebabkan
karena bakteri golongan Mcycobacterial dan Clostridium, serta infeksi karena
fungi.

D. Faktor Risiko Ulkus Diabetik


Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1. Umur ≥ 60 tahun.
2. Lama DM ≥ 10 tahun.
Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
1. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2. Obesitas.
3. Hipertensi.
4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5. Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6. Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan
Trigliserida tidak terkontrol.
7. Kebiasaan merokok.
8. Ketidakpatuhan Diet DM.
9. Kurangnya aktivitas Fisik.
10. Pengobatan tidak teratur.
11. Perawatan kaki tidak teratur.
12. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
E.
F. Klasifikasi
Menurut Misnadiarti (2009) Sistem klasifikasi yang paling banyak
digunakan pada ulkus diabetikum adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner
Meggit, sistem ini menilai luka berdasarkan pada kedalaman luka.

Gambar 1. Ulkus Kaki Diabetikum Berdasarkan Sistem Klasifikasi Ulkus


Wagner-Meggit
G. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh).

H. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik
neuropati sensorik, motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran
darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetes.
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi
turbulen yang meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut,
seluruh lumen arteri akan tersumbat dan menyebabkan aliran kolateral tidak
cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren yang luas. Manifestasi
vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada tungkai bawah.
Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami vaskulopati
adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian
distal arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis
pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi kurang baik dan timbul
ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering
sangat sulit ditangani dan memerlukan amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat
dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang
serabut saraf terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai
fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan bahwa semakin panjang
saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan
ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu mengalami neuropati.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol
dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan
aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia,
bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa 
sorbitol  fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada jaringan saraf akan
mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kerusakan
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-
saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem
saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi.
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya
terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di
bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi
ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan:
1. Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2. Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3. Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4. Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan,
khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid.
Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot
juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki, menyebabkan perubahan atau
pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan ulserasi, yang meningkatkan
kebutuhan diamputasi.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:
1. Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
2. Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
3. Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama
adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak
ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis,
ulkus, maupun gangren. (Misnadiarly, 2009).
H. Komplikasi
Ulkus kaki diabetikum dapat menimbulkan komplikasi jika tidak ditangani
dengan baik, komplikasi yang dapat ditimbulkan diantaranya (Ashok 2011):
1. Infeksi
Infeksi kaki diabetes (Diabetic Foot Infections / DFIs) merupakan
masalah yang serius namun sering terjadi pada penderita diabetes melitus.
Infeksi kaki diabetes awalnya disebabkan dari ulkus kaki diabetikum yang
kurang terawat, sehingga mikroorganisme berkembang biak dengan cepat,
menyebabkan inflamasi, timbul nanah, dan bau tidak sedap. Tanda-tanda
infeksi yang akan muncul adalah adanya kemerahan di area luka
(erythema), hangat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan
mengeluarkan sekret yang purulen.(6) Menurut Doupis dan Veves, infeksi
ulkus kaki diabetes dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu (36): a) Non-limb
threatening : ulkus < 2 cm dan tidak mencapai tulang dan sendi b) Limb
threatening : ulkus >2cm dan mencapai tulang dan sendi, dan terdapat
infeksi sistemik.
2. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah inflamasi atau infeksi pada tulang dan
sumsum tulang. Osteomyelitis terjadi pada sekitar 15% penderita ulkus kaki
diabetikum, dan 20% pada pasien dengan infeksi kaki diabetes.
Osteomyelitis disebabkan karena adanya patthogen dari infeksi pada ulkus
yang menyebar ke tulang yang ada di dekat ulkus. Infeksi tersebut dapat
mengakibatkan jaringan tulang menjadi nekrosis, sehingga diperlukan
tindakan eksisi jaringan atau amputasi untuk menghilangkan jaringan
nekrosis tersebut.
3. Gangrene
Gangren adalah salah satu jenis kematian jaringan yang
disebabkan karena kehilangan suplai darah ke jaringan tersebut. Darah
membawa nutrisi seperti glukosam asam amino, asam lemak, dan oksigen
yang diperlukan jaringan untuk befungsi secara normal. Selain itu sel darah
putih diperlukan jaringan untuk melawan infeksi. Adanya hambatan dalam
aliran darah akan menyebabkan fungsi jaringan menurun, dan berhentinya
aluran darah akan membuat jaringan kehilangan kemampuan untuk
berfungsi dan mati. Hambatan suplai darah dapat disebabkan karena
adanya penyakit arteri perifer, infeksi, dan cedera pada pembuluh darah.
I. Diagnosis Ulkus Diabetik
Diagnosis ulkus diabetika meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan
tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang,
palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
2. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya.

J. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ashok (2011) dasar dari perawatan ulkus kaki diabetikum
meliputi tiga hal, yaitu debridement, offloading, dan infection control. Ulkus kaki
diabetikum harus dirawat dengan baik untuk mengurangi resiko infeksi dan
amputasi, memperbaiki fungsi fisik, meningkatkan kualitas hidup penderita, dan
mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
1. Debridemen
Debridemen adalah suatu tindakan membuang jaringan nekrosis,
kalus, dan jaringan fibrotik. Debridemen merupakan teknik untuk
mempersiapkan dasar luka yang paling penting, yaitu agar luka memiliki
warna dasar merah dan granular. Debridemen bertujuan untuk
meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan jaringan sehat dan
membantu proses penyembuhan luka. Prosedur dilakukan dengan
menghilangkan jaringan mati yang sekitar 2-3mm dari tepi luka ke jaringan
sehat. Metode debridemen yang sering dipakai adalah surgical debridemen,
autolitik, enzimatik, kimia, mekanis, dan biologis debridemen. Metode
surgical, autolitik, dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (selective
debridemen), sedangkan metode mekanis debridemen membuang jaringan
nekrosis maupun jaringan hidup (nonselective debridemen).
2. Pressure Offloading
Offloading adalah suatu metode untuk mengurangi tekanan pada
ulkus. Ulkus kaki diabetikum kebanyakan terjadi pada area telapak kaki yang
mendapat tekanan tinggi dari beban tubuh. Total Contact Casting (TCC)
merupakan metode offloading yang paling efektif, yaitu dengan memakai
gips khusus yang dibentuk untuk menyebarkan beban pasien keluar dari
area ulkus. Kerugian dari metode ini adalah membutuhkan keterampilan,
waktu, dan dapat menimbulkan iritasi dari gips yang dapat mengakibatkan
ulkus baru, dan menyulitkan dalam pengecekan kondisi ulkus tiap harinya.
3. Infection Control
Ulkus kaki diabetikum dapat menjadi jalan masuknya bakteri ke
dalam tubuh, serta menimbulkan infeksi. Diagnosis infeksi ditegakkan
berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, nyeri, lunak, hangat, dan keluar
pus dari ulkus.(35) Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kultur
bakteri dan kemampuan toksistas antibiotik tersebut. Pada infeksi non-limb
threatening kebanyakan ditimbulkan oleh 20 bakteri staphylococcus dan
streptococcus Pengobatan infeksi ini menggunakan antibiotik oral, seperti
cephalexin, amoxilin-clavulanic, mixifloxin, atau clindamycin, infeksi ini dapat
dirawat di poliklinik. Sedangkan pada infeksi berat kebanyakan disebabkan
oleh infeksi polimikroba, seperti staphylococcus, streptococcus,
enterobacteriaceae, pseudomonas, enterococcus, bacteriodes, peptococcus,
dan peptostreptococcus, infeksi ini harus dirawat di rumah sakit, penderita
akan diberikan terapi antibiotik yang mencakup gram positif dan gram
negatif, maupun aerob dan anaerob. Antibiotika diberikan melalui intravena,
berupa imipenemcilastatin, B-lactam, B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin spektrum luas. Selain itu
menurut Collins dan Sloan penanganan ulkus kaki diabetikum juga dapat
melalui kontrol nutrisi dan kontrol glikemik. Kenaikan kadar glukosa darah
lebih dari normal atau hiperglikemi dapat menyebabkan penyembuhan ulkus
menjadi lebih lambat. Sehingga kontrol glikemik yang optimal sangat penting
untuk penyembuhan luka.
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan
fisik, pola kegiatan sehari-hari. Wawancara tentang pemakaian alas kaki,
pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala
neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah
adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,
penampakan ulkus, temperatur dan bau.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-
pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula;
bentuk kuku; adanya rambut pada kaki.
Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki;
deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan
gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
3. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
4. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
5. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
6. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
7. Neurosensori
Dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz,
pinprick sensation, reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran,
tekanan dan sensasi.
8. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
9. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
10. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
11. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Dx. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji luka/ulkus dan
1. Integritas keperawatan selama 3×24 laporkan tanda
Jaringan jam, integritas jaringan klien kesembuhan yang
Berhubungan membaik, dengan kriteria buruk.
Dengan Ulkus hasil: b. Ajarkan pada
DM a. Jaringan secara umum keluarga tentang luka
tampak utuh dan bebas dan perawatan luka
dari tanda-tanda infeksi c. Ajarkan pada
dan, tekanan dan keluarga tentang luka
trauma. dan perawatan luka
b. Luka yang terbuka d. Laksanakan
berwarna merah muda perawatan luka
memperlihatkan sesuai dengan
repitelisasi dan bebas perskripsi medik.
dari infeksi. e. Oleskan preparat
c. Luka yang baru sembuh antibiotik topikal dan
teraba lunak dan licin.- memasng balutan
Bersihkan luka/ulkus sesuai ketentuan
setiap hari. medik.
f. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
g. Berikan dukungan
nutrisi yang
memadai.
Dx. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian
2. berhubungan keperawatan nyeri secara
dengan agen selama 3x24jam nyeri klien komprehensif
injuri biologis berkurang, dengan kriteria termasuk lokasi,
(iskemik jaringan) hasil: karakteristik, durasi,
a. Mengontrol nyeri. frekuensi, kualitas
b. Melaporkan bahwa nyeri dan ontro presipitasi.
berkurang skala 1-3. b. Observasi reaksi
c. Mampu mengenali nyeri nonverbal dari
(skala, intensitas, ketidaknyamanan.
frekuensi dan tanda c. Gunakan teknik
nyeri). komunikasi
d. Menyatakan rasa terapeutik untuk
nyaman setelah nyeri mengetahui
berkurang. pengalaman nyeri
e. Mengkaji karakteristik klien sebelumnya.
nyeri: lokasi, durasi, d. Kontrol lingkungan
intensitas nyeri dengan yang mempengaruhi
menggunakan skala nyeri seperti suhu
nyeri (0-10). ruangan,
f. Mempertahankan im- pencahayaan,
mobilisasi. kebisingan.
e. Kurangi presipitasi
nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
g. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri.
h. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
i. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
j. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.

Dx. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan a. Kaji intake klien


3. an nutrisi kurang keperawatan selama 3×24 b. Tingkatkan intake
dari kebutuhan jam, kebutuhan nutrisi kurang makan melalui
tubuh dari kebutuhan klien c. Kurangi gangguan
berhubungan membaik, dengan kriteria dari luar
dengan ketidak hasil: d. Sajikan makanan
mampuan a. Nafsu makan meningkat dalam kondisi hangat
mengabsorbsi b. Kebutuhan nutrisi e. Selingi makan
nutrien tercukupi dengan minum
c. Porsi makan klien habis f. Jaga kebersihan
mulut klien
g. Berikan makan
sedikit tapi sering
h. Kolaborasi dengan
ahli giziikan diet dan
makanan ringan
dengan tambahan
makanan yang
disukai bila ada

Dx. Kelemahan Setelah dilakukan tindakan a. Pastikan keterbatasan


4. mobilitas fisik keperawatan selama 3×24 gerak sendi yang
berhubungan jam, kelemahan mobilitas dialami
dengan adanya fisik membaik, dengan b. Kolaborasi dengan
ulkus pada kaki kriteria hasil: fisioterapi
a. pasien mampu c. Pastikan motivasi klien
untuk
melakukan mobilitas fisik mempertahankan
pergerakan sendi
d. Pastikan klien untuk
mempertahankan
pergerakan sendi
e. Pastikan klien bebas
dari nyeri sebelum
diberikan latihan
f. Anjurkan ROM
Exercise aktif: jadual;
keteraturan, Latih
ROM pasif.
g. Bantu
identifikasi program
latihan yang sesuai
h. Diskusikan dan
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
i. Anjurkan dan Bantu
klien duduk di tempat
tidur sesuai toleransi
j. Atur posisi setiap 2
jam atau sesuai
toleransi
k. Fasilitasi penggunaan
alat Bantu

Dx. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemampuan


5. diri berhubungan keperawatan selama 3×24 pasien terhadap
dengan jam, defisit perawatan diri perawatan diri
kurangnya membaik, dengan kriteria b. Monitor kebutuhan
pengetahuan hasil: akan personal
a. Pasien mampu hygiene, berpakaian,
memenuhi aktivitas toileting dan makan
perawatan diri secara c. Beri bantuan sampai
mandiri klien mempunyai
b. Pengetahuan pasien kemapuan untuk
tentang perawatan diri merawat diri
meningkat d. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin
e. Evaluasi kemampuan
klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
f. Berikan reinforcement
atas usaha yang
dilakukan dalam
melakukan perawatan
diri sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA

Ashok D. Why Diabetic Foot Ulcers do not heal ? FOOT ULCERS CAN BE.
2011;24(4):205–6
Azhari Luthfi Nur. 2016. Manajemen stress pasien dengan ulkus diabetikum di
Rsud Kota Semarang. [skripsi]. Universitas Dipenogoro
Dabak C. Diabetic Foot Ulcers : A Special Problem [Internet]. 2013 [diakses 2017
September 16]. Available from:
http://www.silvercrest.org/silvercrest_wound_ care.php
Luklukaningsih, Zuyina. 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Misnadiarly. Diabetes Melitus : Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi, dan Mencegah Infeksi. Jakarta: Pustaka Obor; 2009.
Rebolledo FA, Soto JMT, Escobedo J, Peña D. The Pathogenesis of the Diabetic
Foot Ulcer : Prevention and Management. 2011;
.

Anda mungkin juga menyukai