Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak dengan
angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan kelainan yang kompleks dengan banyak factor
berperan dalam patogenesisnya. Oleh karena itu, tidak mudah untuk membuat definisi secara
sederhana yang memuaskan semua pihak. Para perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002,
mendefinisikan asma sebagai mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai
berikut; timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, setelah
aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.

Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor
lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Jumlah prevalensi asma di seluruh dunia
diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan bervariasi antara negara. Prevalensi Asma di Indonesia
berdasarkan penelitian pada tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun adalah 6-7%. Prevalensi asma
bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia, antara lain dipengaruhi oleh definisi asma yang
digunakan oleh peneliti dan metode dalam melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan
menggunakan kuesioner umumnya lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian
klinik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi
asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia
sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.

Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan operasionalnya
menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul
secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta
adanya riwayat asma dan atopi pada pasien atau keluarganya.

Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof. R.D Kandouw
Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di Negara maju
maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin memacu dunia kesehatan khususnya
keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan dalam membantu program
pemerintah dengan upaya mengurangi angka kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.

2. Tujuan

Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan mampu
mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.

1. Faktor Predisposisi

- Genetik

Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit
alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus.

2. Faktor Presipitasi

- Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri, dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.

- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.Hal ini berhubungan
dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

- Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah
ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang
berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. Patofisiologi

1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon
terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
2. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi
tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel
mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya.
Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.

3. Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan
terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif
jalan nafas beberapa minggu atau bulan.

4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.

5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini
menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan
dapat menimbulkan distres pernafasan

6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada
jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas
menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan
p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas
selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan
akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut
menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).

Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE
yang sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang ( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )


Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan
dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.

Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.

Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya
intake cairan

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita
disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan
tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1) Tingkat I :

a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.

2) Tingkat II :

a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.

b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.


3) Tingkat III :

a) Tanpa keluhan.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4) Tingkat IV :

a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V :

a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :

Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran

F. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:

1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.

2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen

4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.

5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

G. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi
pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.

- Pengobatan

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1) Pengobatan non farmakologik

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi

e. Beri O₂ bila perlu

2) Pengobatan farmakologik

- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)

Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).

b. Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)

Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.

- Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian 1 bulan.

- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dosis 2 kali 1
mg/hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

H. Pencegahan Serangan Asma pada Anak

1. Menghindari pencetus

Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada
keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk menghindari pencetus
karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:

- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih sering.Lebih baik
tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain anak.Jangan memelihara binatang.

- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan makan coklat,
kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang mengandung zat pewarna.

- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang sedang
terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.

2. Kegiatan fisik

Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga.namun olahraga perlu diatur
karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan dengan cara:

- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang mendadak

- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-batuk, kegiatan
diteruskan.

- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau menghirup
aerosol terlebih dahulu.

I. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:

- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.

c. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:

- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation

- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)

- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.

d. Scanning Paru

Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

e. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel.Pemeriksaan spirometri tdak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

J. Asuhan Keperawatan
1. pengkajian

· Identitas

Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus
saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodikyang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3
tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan
tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma
kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas
terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis
kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.

· Keluhan utama

Batuk-batuk dan sesak napas

· Riwayat penyakit sekarang

Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.

· Riwayat penyakit terdahulu

Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.

· Riwayat penyakit keluarga

Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.

· Riwayat kesehatan lingkungan

Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh
binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan
asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan
dengan percepatan terjadinya serangan asma.

· Riwayat tumbuh kembang

a. Tahap pertumbuhan

i. Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam


kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia
3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata
– rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada
usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB
pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan

a) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari
pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak
peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.

b) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya
senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan
ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).

c) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4
tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep
sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.

d) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial :
sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan
peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.

e) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar
yang benar – salah untuk menghindari hukuman.

f) Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi, baik-nakal, bermain
sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.

g) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa
mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi
perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.

h) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun.
Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti
binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah
sederhana.

i) Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul,
mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia
mempunyai lingkungan luar.

j) Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang
mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

· Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II,
III; dan campak.

· Riwayat nutrisi

Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300
kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.

c. Status Gizi

Klasifikasinya sebagai berikut :

i. Gizi buruk kurang dari 60%

ii. Gizi kurang 60 % - <80 %

iii. Gizi baik 80 % - 110 %

iv. Obesitas lebih dari 120 %

· Dampak Hospitalisasi

Sumber stressor :

a. Perpisahan

i. Protes : pergi, menendang, menangis

ii. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi

iii. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi

b. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan


menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.

c. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.

d. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

· Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem

a) Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel
chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi
hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.

b) Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.

c) Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran :
gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
d) Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak
nafas

e) .Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi
terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.

f) Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa 1 :

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

Tujuan :

Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang,
tanda vital dalam batas norma,l keadaan umum baik.

Intervensi :

a. Auskultasi bu nyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama
strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan
memperbaiki upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.

e. Berikan air hangat.

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.


f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.

Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).

Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 :

Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi
paru mengembang.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada

2.Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.

Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.

5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.

6. Kolaborasi

- Berikan oksigen tambahan

- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer


Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 :

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan
porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).

Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.

2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.

3. Timbang berat badan dan tinggi badan.

Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.

4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.

Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.

5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

6. Kolaborasi

- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Vitamin B squrb 2×1.

Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.


- Antiemetik rantis 2×1

Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 :

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan :

Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Kriteria hasil :

KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada
skala sedang

Intervensi :

1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.

3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.

4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.

Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Diagnosa 5 :

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

Kriteria hasil :

Mencari tentang proses penyakit :

- Klien mengerti tentang definisi asma

- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma

- Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi :

1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.

Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan.

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi
atau mengikuti program medik.

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.

Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.

4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.

Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.

5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan
aktivitas seimbang, diet baik.

Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

3. Evaluasi

a. Jalan nafas kembali efektif.

b. Pola nafas kembali efektif.

c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.


e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah

DAFTAR PUSTAKA

- Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.

- Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.

- Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

- Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.

- Sari Pediatri, Vol 7, No 1, Juni 2005

Diposkan oleh Kapevi Hatake di 11:16 AM

http://macrofag.blogspot.co.id/2013/02/askep-atsma-asma-bronchiale-pada-anak.html

Anda mungkin juga menyukai