Anda di halaman 1dari 28

PAPER NAMA : PASCA SARI N.

TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER
CYSTOID MACULAR EDEMA

Disusun oleh:
PASCA SARI NAULI TAMBA

080100121

Pembimbing:
Dr. Vanda Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2013

1
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar
yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, karya tulis ini disusun sebagai
rangkaian tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Haji Adam Malik Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda Virgayanti, M.Ked
(Oph), Sp.M, yang bersedia meluangkan waktunya untuk membaca dan memberi
pengarahan dalam penyempurnaan karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dr. Deza Yumardika yang mengarahkan penulis mulai dari
awal penyusunan karya tulis ini.
Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru,

dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk membuat karya

tulis yang berjudul “Cystoid Macular Edema”. Semoga karya tulis ini dapat

memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.

Medan, Oktober 2013

Penulis

2
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................. ii


Daftar Isi.............................................................................................. iii
Daftar Gambar.................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..………………………………… 3


2.1. Anatomi Neurosensori Retina..................................... 3
2.2. Cystoid Macular Edema................................................ 7
2.2.1. Definisi................................................................ 7
2.2.2. Epidemiologi....................................................... 8
2.2.3. Etiologi dan Patogenesis..................................... 8
2.2.4. Manifestasi Klinis............................................... 14
2.2.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang............... 14
2.2.6. Penatalaksanaan.................................................. 18
2.2.7. Komplikasi.......................................................... 21
2.2.8. Prognosis............................................................. 21
2.2.9. Pencegahan.......................................................... 21

BAB 3 KESIMPULAN .................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 23


SUMBER

DAFTAR GAMBAR

3
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Nomor Judul Halaman


Gambar 1. Makula Anatomikal……………………...…………… .. 5
Gambar 2. Potonga Melintang Fovea………………………............. 5
Gambar 3. Batas Fovea,Foveola, dan Umbo..................................... 6
Gambar 4. Sediaan Histologi Cystoid Macular Edema (CME)........ 7
Gambar 5. Gambaran Fotograf Fundus CME................................... 15
Gambar 6. CME pada slit-lamp biomicroscopy................................ 15
Gambar 7. Cystoid Macular Edema.................................................. 16
Gambar 8. Optical Coherence Tomography (OCT) CME................. 17

BAB 1

4
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENDAHULUAN

Cystoid macular edema (CME) atau edema makula kistoid menunjukkan


sejumlah sekuele patologis pada retina dan terjadi dalam berbagai kondisi
patologis seperti inflamasi intraokuler, oklusi vena retina sentral maupun perifer,
retinopati diabetik, dan yang paling sering terjadi setelah ekstraksi katarak. Secara
histologis, pada CME dijumpai ruang-ruang kistoid yang berisi cairan jernih dan
dideteksi secara klinis di daerah makula. Kista-kista ini tampaknya merupakan
daerah retina yang sel-selnya telah berubah.1
Edema makula kistoid masih merupakan salah satu penyebab utama
penurunan fungsi penglihatan pada pasien-pasien yang menjalani operasi katarak.
Pada kondisi ini, CME disebut juga dengan istilah Irvill e-Gass syndrome.2
Penyebab pasti peyakit ini masih belum jelas. Namun, banyak peneliti
berpendapat bahwa peningkatan sintesis prostaglandin sebagai akibat proses
inflamasi merupakan faktor etiologi utama pada CME.3 Pasien-pasien yang
menjalani ekstraksi lensa intrakapsular, insidensi terjadinya CME mencapai 60%.
Puncak insidensi CME pada pasien pasca ekstraksi katarak terjadi 6-10 minggu
pasca operasi, dengan resolusi spontan terjadi secara klinis pada sekitar 95% dari
kasus yang tidak ada komplikasi dalam jangka waktu 6 bulan. 2
Penyebab-penyebab lain dari perubahan makula yang lebih jarang antara
lain X-linked hereditary retinoschisis, Goldmann-Favre disease, beberapa kasus
retinitis pigmentosa, dan nicotinic acid maculopathy.2
Untuk menunjang diagnosis CME, dapat dilakukan pemeriksaan mulai
dari yang sederhana dengan menggunakan slit-lamp, funduskopi, dan metode
diagnostik CME dengan alat-alat modern antara lain fluoroangiografi, dan metode
yang paling modern untuk pemeriksaan makula seperti ocular coherence
tomography (OCT) dan multifocal electroretinography.1,4,5
Pengobatan CME dilakukan berdasarkan pada etiologinya. Secara umum,
terapi antiinflamasi nonsteroid dan/ atau steroid topikal dapat mempercepat
pemulihan ketajaman penglihatan pada pasien edema makula pascaoperasi kronik.
Vitreolisis laser YAG atau vitrektomi dapat dipertimbangkan bila ada traksi

5
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

vitreus maupun pada kasus-kasus tertentu. Pada kasus-kasus yang resisten,


terdapat juga pengobatan dengan injeksi intravitreal triamcinolone acetonide dan
anti-VEGF factorsseperti bevacizumab (Avastin), ranibizumab (Lucentis),
pegaptamid (Macugen), dan lain-lain.1
Komplikasi dari CME yang paling sering terjadi adalah macular hole.
CME membutuhkan waktu pengobatan berulan-bulan. CME dapat pula hilang
dengan sembuhnya uveitis. Namun, bahkan dengan resolusi komplit dari
inflamasi, perubahan pada makula sebagai akibat dari CME kronik dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan permanen. Perbaikan ketajaman penglihatan
lebih sering dialami pasien-pasien yang menderita CME kurang dari 6 bulan. 6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

6
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.1. Anatomi Neurosensori Retina


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior.
Retina terdiri dari 10 lapisan. Struktur dari dalam, bagian yang berdekatan dengan
vitreus, ke bagian luar menuju nervus optikus yaitu:7
 Membran limitans interna
 Lapisan serabut saraf
 Lapisan sel ganglion
 Lapisan pleksiform dalam
 Lapisan inti dalam
 Lapisan pleksiform luar
 Lapisan inti luar
 Membran limitans eksterna
 Lapisan fotoreseptor sel batang dan sel kerucut
 Epitelium pigmen retina (Retinal Pigmen Epithelium/RPE)
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm, yang
secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang
pembuluh darah retina temporal.2,7 Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi
sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang
ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung
pigmen luteal kuning (xantofil). Karotenoid teroksigenasi dalam zat lutein dan
zeaxanthin terkumpul disepanjang pusat makula dan menyebabkan warna
kekuningan. Karotenoid ini memiliki kemampuan antioksidan dan juga berfungsi
sebagai penyaring panjang gelombang cahaya sehingga dapat mencegah
kerusakan akibat cahaya.2
Bagian tengah 1,5 mm dari makula merupakan fovea sentralis, yang secara
anatomi dan komposisi fotoreseptornya berfungsi untuk ketajaman penglihatan
yang tinggi dan untuk penglihatan berwarna.2 Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini
merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. 2,7 Secara histologis,
fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa

7
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor
berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat
dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di sepanjang fovea
merupakan daerah tanpa pembuluh darah yang dikenal dengan foveal avascular
zone (FAZ). Pusat geometri dari FAZ sering dianggap sebagai pusat makula dan
merupakan titik fiksasi; bagian ini penting sebagai dasar angiografi fluoresensi.2,4
Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang
berdiameter 0,35 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop
sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.2,7 Fotoreseptor dominan
pada foveola dan umbo merupakan sel kerucut. Konsentrasi terbanyak sel kerucut
terdapat di umbo.8
Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi
visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang
2,7
ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di makula.
Di foveola terdapat sudut kecil yang dikenal dengan umbo. Disekeliling fovea
merupakan cincin berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal area, dimana
lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam, dan lapisan pleksiform luar adalah yang
paling tebal. Disekeliling zona ini, cincin berukuran sekitar 1,5 mm disebut
perifoveal zone.4,7

8
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 1: Makula anatomikal, disebut juga area sentralis atau kutub posterior.
Fovea dan foveola anatomikal terdapat di tengah makula
Sumber: AAO

Gambar 2: Potongan melintang Fovea


Sumber: kanski

9
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 3: Batas fovea, foveola, dan umbo


Sumber: Yanoff

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat
di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari arteri centralis retina, yang mendarahi dua pertiga
dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap
kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar
darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah-
retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,7
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi,
dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum
informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.
Struktur yang berlapis-lapis tersebut memungkinkan lokalisasi fungsi atau
gangguan fungsional pada suatu lapisan atau sekelompok sel. Namun, persepsi
warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di dalam korteks.7

10
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2. Cystoid Macular Edema (CME)/ Edema Makula Kistoid

2.2.1. Definisi
Edema makula kistoid (CME) merupakan edema makula setempat, akibat
timbunan cairan dalam ruang-ruang mirip sarang lebah pada lapisan inti dalam
dan lapisan pleksiform luar.2,7,9 Pengumpulan cairan ini terdapat di dalam lapisan
pleksiform luar (lapisan Henle) dan lapisan inti dalam retina yang berada disekitar
pusat foveola.5 CME akut atau jangka pendek biasanya tidak menyebabkan
kerusakan, namun kasus yang berlama-lama biasanya menyebabkan ruang-ruang
mikrokistik menyatu menjadi rongga yang besar dan secara bertahap membentuk
lubang lamellar di fovea dengan kerusakan ireversibel pada pusat penglihatan. 4,10

Gambar 4: Sediaan Histologi menunjukkan ruang kistik antara Lapisan


pleksiform luar dan lapisan inti dalam retina
Sumber: Kanski

Perubahan makroskopik pada CME pertama sekali dideskripsikan oleh


Irvine tahun 1953. Hilangnya refleks foveolar pada makula ditunjukkan oleh
pasiennya disertai penurunan ketajaman penglihatan yang berhubungan dengan
prolapsus dari vitreus pada kamera okuli anterior setelah ekstraksi katarak
intrakapsular (Intracapsular Cataract Extraction). Tahun 1966, Gass dan Norton

11
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

menggunakan angiografi fluoresens intravena untuk mendemonstrasikan


penurunan visus pada CME berhubungan dengan akumulasi zat warna fluoresens
pada pusat macula. Kelainan tersebut sampai saat ini dikenal dengan Irvine-Gass
Syndrome. Sejak saat itu, edema makula telah diidentifikasi sebagai penyebab
penurunan visus pada banyak penyakit mata. Faktanya, kelainan ini merupakan
gangguan pada makula yang paling sering berhubungan dengan uveitis.6

2.2.2. Epidemiologi
Pasien-pasien yang menjalani ekstraksi lensa intrakapsular, insidensi
terjadinya CME mencapai 60%. Literatur lain menyebutkan insidensi CME pada
pasien pasca ekstraksi lensa intrakapsular (ICCE) sekitar 50-70%, sementara
insidensinya pada pasien pasca ekstraksi lensa ekstrakapsular (ECCE) sekitar 20-
30%.9 Puncak insidensi CME pada pasien pasca ekstraksi katarak terjadi 6-10
minggu pasca operasi, dengan resolusi spontan terjadi secara klinis pada sekitar
95% dari kasus yang tidak ada komplikasi dalam jangka waktu 6 bulan.
Kebanyakan kasus-kasus CME bersifat ringan dan asimptomatik. Insidensi CME
meningkat dengan adanya uveitis pasca operasi yang bermakna dan dengan
komplikasi operasi seperti hilangnya vitreus atau prolapsus iris. Insidensi yang
meningkat juga berhubungan dengan komplikasi lensa intraokuler (IOL) dan efek
cahaya. 2
Penyebab-penyebab lain dari perubahan makula yang lebih jarang antara
lain X-linked hereditary retinoschisis, Goldmann-Favre disease, beberapa kasus
retinitis pigmentosa, dan nicotinic acid maculopathy.1,9

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis


CME berhubungan dengan sejumlah penyakit. Oleh sebab itu, patogenesis
penyakit ini berdasarkan pada etiologi penyakit yang mendasarinya. Beberapa
penyebab-penyebab paling sering adalah sebagai berikut.
2.2.3.1. CME akibat komplikasi Pasca Operasi
Dalam literatur, bentuk CME pasca operasi didefinisikan dalam beberapa
istilah. Histologic CME merujuk kepada adanya kista diantara lapisan pleksiform
luar dan lapisan inti dalam dari fovea, dimana terkadang dapat meluas hampir

12
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

mencapai membran limitans interna. Clinical CME menggambarkan penebalan


retina dan ruang kistik berisi cairan jernih di fovea yang dapat dideteksi secara
oftalmoskopi. Angiographic CME yaitu kebocoran fluoresens intraretina di fovea,
yang secara khas tampak berbentuk petalloid. Clinically significant CME
didefinisikan sebagai ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/40 dan
berhubungan dengan angiographic CME. Namun, saat ini peneliti berpendapat
bahwa pasien yang memiliki visus yang lebih baik dari 20/40 belum tentu tidak
menderita CME, karena pasien dengan CME dapat memiliki visus yang relatif
baik. 9
Sekitar 20% pasien yang menjalani ektraksi ekstrakapsular dijumpai
adanya CME secara angiografi. Namun, penurunan visus yang bermakna hanya
terjadi pada 1% kasus. Jika pada ekstraksi katarak dipersulit dengan adanya
ruptur kapsul posterior dan hilangnya vitreus, trauma iris berat atau traksi vitreus,
insidensi CME meningkat. CME yang bermakna secara klinis terjadi 3-12 minggu
pasca operasi, tetapi pada beberapa kasus, onsetnya dapat sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun setelah operasi. Resolusi spontan dari CME dengan perbaikan
visus secara bertahap dapat terjadi dalam 3-12 bulan pada 80% pasien.1
Banyak peneliti mempertimbangkan inflamasi sebagai penyebab utama
perkembangan CME setelah operasi katarak. Inflamasi berhubungan dengan
kerusakan dari sawar darah-retina. Patogenesis dari kerusakan sawar darah-retina
masih belum sepenuhnya dipahami. Sejumlah teori terfokus pada 3 penyebab
utama: paparan sinar ultraviolet (UV), traksi mekanis oleh vitreus pada satu atau
lebih struktur mata, dan inflamasi intraokuler. 9
Sinar UV dianggap berperan pada CME pasca operasi karena
kemampuannya untuk membentuk radikal bebas di retina, yang dapat
menyebabkan oksidasi lemak jaringan dan menyebabkan pembentukan
prostaglandin. 9
Sejumlah peneliti juga mengemukakan bahwa traksi viterus dan
degenerasi vitreus yang biasanya terjadi setelah operasi katarak dapat
menyebabkan beberapa kasus CME pasca operasi. Teori ini didasarkan pada
observasi saat ICCE, dimana sering terjadi herniasi cairan vitreus ke camera oculi

13
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

anterior. Dikemukakan bahwa konstriksi dan dilatasi fisiologis normal


menyebabkan protrusi dari vitreus melalui pupil, menyebabkan tekanan
ditransmisikan dari daerah vitreus secara bertahap ke makula.9
Teori yang paling sering dikemukakan saat ini adalah inflamasi
intraokuler pasca operasi.1 Setelah operasi, mediator inflamasi (prostaglandin,
sitokin, dan faktor permeabilitas vaskular lainnya) dikeluarkan dari segmen
anterior mata dan menyebar ke ruang vitreus dan retina dan memicu perusakan
sawar darah-retina serta kebocoran cairan secara bertahap melewati dinding
pembuluh darah retina dan melalui epitelium pigmen retina (retinal pigmen
epithelium) masuk ke jaringan retina perifovea dan menimbulkan edema makula.
Manipulasi operasi, yang terjadi selama operasi katarak selalu menyebabkan
trauma pada iris. Diketahui bahwa iris merupakan jaringan yang aktif secara
metabolik yang mengeluarkan mediator inflamasi ketika mengalami trauma. Pada
sekitar 90% pasien dengan edema makula setelah operasi katarak, dijumpai
adanya resolusi spontan dari edema dan perbaikan visus. Pada kondisi tertentu,
kebocoran masif terjadi, yang menyebabkan gangguan visus yang berat dan
ireversibel.1,9

2.2.3.2. CME pada Inflamasi Intraokuler


 CME pada Uveitis
Patogenesis pasti dari CME masih belum jelas. CME terbentuk ketika
cairan yang berlebihan mengumpul di makula retina. Hal ini dapat terjadi
karena rusaknya sawar darah-retina (blood-retina barrier). Jika sawar
darah-retina rusak, cairan terkumpul di retina, intraseluler maupun
ekstraseluler. Akumulasi cairan ekstraseluler mengganggu fungsi sel dan
arsitektur retina. Sel Muller yang terdapat pada membran limitans interna
dari lapisan retina diduga berperan penting sebagai pompa metabolik
yang menjaga makula dalam keadaan dehidrasi. Namun demikian,
akumulasi cairan intraseluler pada sel Muller juga dapat terjadi pada
CME dan lebih jauh akan mengurangi fungsi makula retina. Pada mata
dengan uveitis, kerusakan dari integritas sawar darah-retina menyebabkan
kebocoran zat warna pada pemeriksaan angiografi floresens yang akan

14
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

berkumpul di daerah makula. Sejumlah sitokin sel T yang berbeda telah


diidentifikasi pada cairan intraokuler dari mata yang inflamasi dan biopsi
jaringan mata yang terkena dan diperkirakan bahwa sitokin seperti
interferon, interleukin-2, interleukin-10, dan tumor necrosis factor
merupakan kunci utama terjadinya inflamasi intraokuler. Mediator
inflamasi lainnya seperti prostaglandin dan kemokin yang disekresikan
oleh berbagai tipe sel yang terlibat dalam inflamasi okuler juga
merupakan mediator inflamasi yang penting pada mata.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sawar darah-retina dapat
mengalami kerusakan dalam berbagai tingkatan. Kerusakan yang lebih
buruk pada suatu daerah di retina memungkinkan protein makromolekul
masuk ke retina, sementara di daerah berdekatan yang kerusakannya
lebih ringan menyebabkan masuknya molekul yang lebih kecil.
Mekanisme pasti lewatnya cairan dan molekul ke dalam retina belum
diketahui, mungkin terjadi melalui jalur transeluler. Ketika prises
inflamasi mulai berkurang, produksi sel T juga berkurang, swar darah-
retina tidak lagi rentan dan masuknya cairan yang berlebihan ke dalam
retina terhenti. Visus dapat kembali normal jika cairan intraretina
diresorpsi dan integritas sawar darah-retina kembali utuh. Namun, jika
edema terjadi secara kronik dan berat, dapat terjadi kerusakan yang
permanen pada sel-sel di makula retina, disertai penipisan dan fibrosis
retina, dan pada kondisi ini, ketika edema berkurang, visus sulit kembali
menjadi normal. Sebagai contoh, endoftalmitis bakteri atau jamur sering
meninggalkan sekuele penurunan visus akibat CME setelah mata berhasil
diobati.1
 CME dan pars planitis
Edema makula dan penurunan visus merupakan komplikasi yang
sering dan serius dari pars planitis. Edema makula persisten selama lebih
dari 6 sampai 9 bulan menyebabkan perubahan makula kronik, dengan
gangguan pusat penglihatan permanen.1

 CME, HIV, dan Immune Recovery Uveitis

15
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pada beberapa pasien yang sistem imunnya membaik setelah


pengobatan AIDS, dapat terjadi reaksi inflamasi di segmen anterior dna
viterus yang menyebabkan komplikasi pada fungsi penglihatan termasuk
CME. Kondisi inflamasi lain yang memungkinkan terjadinya CME
termasuk HLA-B27 associated acute anterior uveitis, sarcoidosis,
Behcet’s syndrome, toxoplasmosis, Eales’ disease, idiopathic vitritis,
Vogt-Koyanagi-Harada syndrome, dan skleritis.1

2.2.3.3. CME akibat Penyakit Vaskular Retina


 Diabetic Macular Edema
Salah satu penyebab tersering penurunan visus pada pasien diabetes
adalah edema makula diabetik (Diabetic Macular Edema/DME).
Derajatnya mulai dari yang ringan/ asimptomatik sampai hilangnya
fungsi penglihatan.DME ditentukan secara funduskopi dengan
dijumpainya penebalan retina.vitreoretinaEdema fokal sering berhubungan
dengan adanya eksudat (deposit lipoprotein) yang terjadi akibat
kebocoran dari mikroaneurisma. Edema difus mengarah kepada
terjadinya kerusakan ekstensif dari sawar darah-retina dengan kebocoran
dari mikroaneurisma dan kapiler retina.1,9
Terjadinya DME dipengaruhi oleh prinsip-prinsip hidrodinamik,
hukum Starling dan hukum LaPlace. Hukum Starling mengemukakan
bahwa gerakan cairan dan molekul melewati dinding pembuluh darah
ditentukan oleh keseimbangan antara tekanan hidrostatik intraluminal,
yang menekan cairan keluar dari pembuluh darah, dan tekanan
osmotikkoloid plasma yang mempertahankan cairan tetap dalam
pembuluh darah. Tekanan hidrostatik intraluminal biasanya meningkat
pada mata diabetik, yang memungkinkan terjadinya edema. Hukum
LaPlace mengemukakan bahwa pembuluh darah akan bereaksi terhadap
peningkatan tekanan hidrostatik intraluminal dengan berdilatasi. Sebagai
akibatnya, taut antar sel yang menyusun sel endotel di makula retina
menjadi meregang, menyebabkan terjadinya edema makula. 1

16
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 Oklusi Vena Retina


Pada pasien dengan oklusi vena retina sentral (CRAO), CME
merupakan penyebab utama terjadinya penurunan visus. Edema ini, jika
berat atau kronik (> 8 bulan) menyebabkan penurunan visus permanen
sebagai akibat rusaknya hubungan intraretina mikroskopik dank arena
kerusakan intraseluler elemen-elemen penglihatan. CME persisten dapat
berhubungan dengan perlekatan vitreumakular atau riwayat
hyperlipidemia. CME iskemik akibat oklusi pada percabangan dari vena
retina sering bersifat transien dan prognosisnya lebih baik. Tanda dari
CME yang penting akibat retinopati vena obstruktif adalah perkembangan
cairan darah di dalam rongga kistoid. Meskipun cairan darah dapat
kadang-kadang terlihat pada edema makula akibat diabetes,
aphakic/pseudophakic, angka kejadiannya lebih sering terjadi pada oklusi
vena retina. Oleh sebab itu, pasien-pasien dengan diabetes yang
menunjukkan adanya tanda ini harus disangkakan juga memiliki suatu
penyakit vena obstruktif.1

2.2.3.4. CME akibat Obat-obatan5


CME dapat terjadi setelah penggunaan obat-obatan tetes mata adrenalin 2%,
5,910
khususnya pada pasien setelah operasi katarak pada 20% kasus. Dapat juga
terjadi pada penggunaan latanoprost topikal, agen farmakologi baru untuk
pengobatan glaucoma, namun datanya masih terbatas. Niasin( asam nikotinat)
sistemik juga dapat menyebabkan CME bergantung kepada dosis dan biasanya
reversibel jika medikasi dihentikan.9,10

2.2.3.5. CME akibat Distrofi Retina5


Salah satu CME akibat distrofi pada retina yaitu retinitis pigmentosa.
Pathogenesis bagaimana retinitis pigmentosa dapat menyebabkan CME masih
belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan pada retinitis pigmentosa
terjadi kerentanan dari sawar darah-retina yang memungkinkan terjadinya
penumpukan cairan untuk terjadinya edema. 5,9

17
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.4. Manifestasi Klinis5


Penurunan visus merupakan gejala utama yang dikeluhkan pasien yang menderita
CME. Awalnya terjadi penurunan visus yang minimal sampai sedang, dan tidak
berhubungan dengan gejala-gejala lainnya. Umumnya, pasien mengalami
9,10
penurunan visus yang bervariasi, dalam rentang antara 20/40 sampai 20/100.
Jika edema menetap, akan terjadi penurunan visus yang permanen.5

2.2.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis CME
yaitu:
 Oftalmoskopi
Dapat dijumpai gambaran ‘honey-comb appearance’ di makula (akibat
rongga kistoid). CME paling baik diperiksa dengan lensa kontak fundus pada
273,vitreoretinal
slit lamp atau lensa +90D. Visualisasi yang lebih baik lagi jika
menggunakan lensa kontak seperti lensa macular Goldmann atau lensa -64,5D
Hagg-Streit. 9

Gambar 5: Gambaran fotograf Fundus menunjukkan CME


Sumber: 273

18
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 6: CME pada slit lamp biomicroscopy


Sumber: kanski, disease of macula

 Angiografi Fluoresens
Angiografi fluoresens menunjukkan kebocoran kapiler parafoveal dengan
terkumpulnya zat warna dalam konfigurasi petaloid di fovea.

19
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 7: Cystoid Macular Edema. a)klinis; b) Tahapan angiografi fluoresens


menunjukkan bintik hiperfluoresens; c) dan d) fase lanjut menunjukkan
peningkatan hiperfluoresens dengan pola ’flower-petal’
Sumber: Kanski

 Pencitraan (Imaging)
 Optical Coherence Tomography (OCT)
Pemeriksaan ini menggunakan gelombang optic resolusi tinggi,
pencitraan retina secara melintang yang dapat mendeteksi ketebalan retina.
Tebal fovea normal sekitar 120-150 µm pada dewasa muda dan 175-220
µm pada dewasa tua. Pada mata dengan rongga kistoid yang tampak pada
oftalmoskopi dan visus yang kurang dari 20/40, ketebalan fovea pada OCT
terukur antara 400-600 µm.1,9
Pemeriksaan OCT serial telah digunakan untuk memantau ketebalan
makula dan penyembuhan edema setelah pengobatan.11 Namun,

20
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

pemeriksaan ini masih sangat terbatas karena harganya yang mahal dan
membutuhkan keahlian khusus dalam mengoperasikannya.9

Gambar 8: OCT menunjukkan penebalan retina, rongga kistoid terutama pada


lapisan inti dalam dan pelepasan sedikit fotoreseptor dari RPE pada pusat fovea
(panah merah)
Sumber: kanski

 Retinal Thickness Analyzer (RTA)


RTA merupakan alat skrining yang memetakan secara detail ketebalan
retina. Pemeriksaan ini menghasilkan rekonstruski 3D dari retina.
Keuntungan utama retina adalah untuk melihat area yang luas dari retina
dalam waktu yang singkat. 1,9

 Scanning Laser Ophthalmoscope (SLO)


Merupakan pemeriksaan cepat dan noninvasif yang memberikan
analisis kuantitatif dari kista makula yang tidak dapat terlihat secara klinis.
Keuntungan utama dari SLO adalah dapat memfokuskan dan
menghasilkan gambar dengan intensitas yang tinggi. 1,9

 Focal Macular Electroretinography (ERG)


Pemeriksaan ini dapat menilai fungsi makula dengan pengukuran
secara objektif dari fungsi fotoreseptor dan sel bipolar di kutub posterior
retina. Pemeriksaan ini memberikan informasi objektif ada atau tidaknya

21
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

gangguan organik di makula dengan memetakan lapisan-lapisan retina


secara mendetail.1,11

2.2.6. Penatalaksanaan
2.2.6.1. Obat-Obatan
 Anti Inflamasi Non-Steroid (NSAIDs)
NSAIDs berguna untuk menghambat enzim siklooksigenase, yang
dibutuhkan untuk produksi prostaglandin sebagai hasil degradasi dari produk
asam arakhidonat. Diklofenak pada konsentrasi tinggi menghambat
pembentukan produk lipooksigenase. NSAIDs topikal, seperti ketorolak
tromethamine 0,5%, indomethacin 1%, dan diklofenak 1%, tersedia dan
telah digunakan untuk pengobatan edema makula setelah operasi katarak atau
sebagai profilaksis untuk mencegah edema. 1,3,9,12
 Carbonic Anhydrase Inhibitor
Inhibitor karbonik anhydrase dapat mempengaruhi polaritas sistem
transport ion pada retinal pigmen epitelium melalui inhibisi karbonik
anhydrase dan γ-glutamyltransferase. Sebagai hasilnya, terdapat peningkatan
transport cairan melewati retinal pigmen epitelium dari ruang subretina ke
koroid sehingga edema berkurang. Agen yang sering digunakan ialah
Acetazolamide. Protocol pengobatan yang disarankan adalah dosis inisial
CAI 500 mg/hari, yang harus dilanjutkan sedikitnya 1 bulan untuk melihat
efek terapetiknya. Pasien dapat mengurangi dosis selama terapi bila telah
diperoleh respon terapi yang diharapkan. 1,9,13
 Steroid
Steroid menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim
fosfolipase A2, yang penting untuk mengkatalisis konversi lipid membran
menjadi asam arakidonat. Melalui proses ini, steroid menghambat sintesis
prostaglandin dan leukotrin. Kortikosteroid dapat diberikan secara topical
dengan injeksi periokuler, secara oral, dan parenteral. Kortikosteroid topikal
menembus epitelium kornea dan mencapai camera okuli anterior. Efek
antiinflamasi dari kortikosteroid topical dapat mengobati CME yang
disebabkan oleh iritis kronik atau iridocyclitis. Injeksi intravitreal

22
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

triamcinolone acetonide merupakan pengobatan yang popular.


Triamcinolone acetonide dilaporkan sebagai pengobatan yang efektif pada
edema makula, karena menekan inflamasi, mengurangi ekstravasasi cairan
dari pembuluh darah yang bocor, menghambat proliferasi fibrovaskular, dan
menurunkan produksi VEGF. Triamcinolone dapat diberikan dengan
beberapa cara, termasuk injeksi depot intravitreal, injeksi periokuler, injeksi
subtenon posterior dan implant intravitreal. Setelah injeksi depot, kerja
steroid mencapai puncak dalam 1 minggu, dengan aktivitas terus berlangsung
selama 3 sampai 6 bulan. Injeksi intravitreal triamcinolone berhubungan
dengan efek samping yang bermakna seperti peningkatan tekanan intraokuler
pada mata yang diinjeksikan dan pembentukan katarak, endopthalmitis, dan
lepasnya retina. Efikasi penggunaan triamcinolone intravitreal dapat dinilai
dengan ERG dan OCT dan hasilnya menunjukkan perbaikan yang bermakna
dari ketebalan retina sentral dan peningkatan aktivitas elektrik dari fovea dan
perifovea setelah 6 bulan pengobatan. Injeksi periokuler mengurangi resiko
komplikasi serius seperti endophthalmitis, tetapi durasi kerjanya lebih
pendek.1,9
2.2.6.2. Pembedahan
 Laser Photocoagulation
Pasien-pasien yang telah menderita gangguan struktural seperti traksi
vitreus jarang mengalami resolusi spontan dan lebih direkomendasikan untuk
koreksi secara pembedahan. 14
Fotokoagulasi merupakan teknik terapetik yang menggunakan sumber
cahaya yang kuat untuk memadatkan jaringan. yanof Sebuah hipotesis
menyatakan bahwa laser dengan menghancurkan fotoreseptor akan
mengurangi konsumsi oksigen dari retina bagian luar dan memungkinkan
oksigen berdifusi dari koroid ke retina bagian dalam, sehingga memperbaiki
hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen akan menyebabkan konstriksi arteriol
retina dan meningkatkan resistensi arteriol, sehingga menurunkan tekanan
hidrostatik di kapiler dan venula. Penurunan tekanan hidrostatik akan
menyebabkan konstriksi pembuluh darah berdasarkan hukum LaPlace,
pemendekan pembuluh darah dan berkurangnya aliran cairan dari pembuluh

23
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

darah ke jaringan seperti yang dikemukakan pada hukum Starling. DME dan
edema makula karena oklusi cabang vena retina dapat membaik setelah laser
fotokoagulasi. Pengobatan laser fokal bertujuan untuk mengobliterasikan
mikroaneurisma yang disebabkan oleh kebocaran fokal pembuluh darah.1
 Vitrektomi
 Diabetic Macular Edema
Vitrektomi dapat berguna bagi mata dengan DME jika terjadi traksi
vitreomakular.vitrektomi disertai eliminasi membran limitans interna dapat
memberikan perbaikan terhadap fungsi penglihatan pada pasien dengan
DME difus yang persisten. Namun tindakan ini memiliki komplikasi
seperti pembentukan katarak, ablasio retina, dan perdarahan vitreus
rekuren yang nantinya dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan
memicu terjadinya glaucoma.1
 Aphakic/Pseudophakic Macular Edema
Vitrektomi pada kasus aphakic CME menunjukkan perbaikan visus
yang bermakna. 1,13
2.2.6.3. Pengobatan Terbaru: anti-VEGF
Kerusakan sawar darah-retina yang menyebabkan edema makula terjadi
melalui sejumlah proses aktif yang dapat diintervensi secara farmakologik. Pada
diabetes mellitus, hiperglikemia merupakan penyebab peningkatan diasilgliserol,
yang mengaktifkan jalur protein kinase C(PKC). PKC merupakan sinyal bagi
growth factor, khususnya vascular endothelial growth factor (VEGF) yang
berperan penting dalam kebocoran vaskular retina dan pembentukan edema
makula. Dari penelitian, blokade aksi VEGF dengan menghambat PKC dapat
mencegah terjadinya kerusakan vaskular retina. Namun penggunaan anti-VEGF
pada CME masih terbatas pada CME akibat diabetes dan masih dalam penelitian.
Beberapa anti VEGF yang saat ini masih diteliti antara lain molekul pegaptanib,
ranibizmab, dan bevacizumab.1

2.2.7. Komplikasi
CME yang persisten dan tidak mengalami resolusi akan berkembang
menjadi lamellar macular hole.5

24
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.8. Prognosis
CME pasca operasi umumnya memiliki prognosis yang baik. Resolusi
spontan dengan perbaikan visus secara bertahap terjadi dalam 3-12 bulan pada
80% pasien. Penelitian lainnya menunjukkan hasil yang sama, yaitu bahwa 90%
edema kembali normal dalam waktu 2 tahun. Namun, edema makula yang
persisten, atau sering mengalami remisi dan eksaserbasi dapat menyebabkan
kerusakan fotoreseptor dengan disertai gangguan visus yang permanen.15

2.2.9. Pencegahan
Pencegahan CME yang saat ini dapat dilakukan masih terbatas pada CME
yang berhubungan dengan operasi katarak. Pengobatan profilaksis bertujuan pada
pasien preoperatif bertujuan untuk mengurangi produksi mediator inflamasi.
NSAIDs merupakan profilaksis yang direkomendasikan. Oral NSAIDs dengan
regimen indometasin 25 mg tiga kali sehari 1 minggu sebelum operasi dan 3
minggu setelah operasi atau ibuprofen 200 mg preoperatif dan postoperatif
diberikan kepada pasien untuk mencegah CME. Beberapa literatur lain
menyebutkan adanya efikasi NSAIDs topical seperti flurbiprofen 0,003%,
diclofenac 0,1%, dan ketorolac 0,5%, untuk digunakan sebagai profilaksis dan
setelah operasi untuk mengurangi inflamasi.1,9

BAB 3
KESIMPULAN

Edema makula kistoid/CME merupakan salah satu penyebab utama


penurunan fungsi penglihatan pada pasien-pasien yang menjalani operasi katarak.
Namun selain akibat pasca operasi, CME juga berhubungan dengan inflamasi
intraokuler, penyakit vaskular retina, induksi obat-obatan, dan distrofi retina.
Beberapa penyebab lain dari perubahan makula yang lebih jarang antara lain X-

25
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

linked hereditary retinoschisis, Goldmann-Favre disease, beberapa kasus retinitis


pigmentosa, dan nicotinic acid maculopathy.
Pasien-pasien dengan penurunan visus khususnya jika memiliki riwayat
operasi katarak harus disangkakan untuk telah terjadinya CME. Pada pasien
dengan dugaan CME harus dilakukan evaluasi secara komprehensif agar dapat
dilakukan deteksi dini, dan diharapkan dengan diagnosis yang cepat, fungsi
penglihatan pasien dapat dipertahankan kembali normal.
Pasien-pasien dengan riwayat operasi katarak maupun operasi lainnya
harus dipertimbangkan untuk mendapatkan profilaksis terhadap terjadinya CME,
mengingat sampai saat ini, komplikasi paling sering dari tindakan operasi tersebut
ialah edema makula kistoid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rotsos, Tryfon G. and Moschos, Marilita M. Cystoid Macular Edema.


Clinical Ophthalmology 2008:2(4) 919–930
2. Skuta, Gregory L., Cantor, Louis B., and Weiss, Jayne S. Retinal Vascular
Disease: Cystoid Macular Edema. In: American Academy of Ophthalmology:
Retina and Vitreous. Section 12. LEO, Singapore. 2011: 167-169

26
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

3. Sivaprassad S. Bunce C. and Wormald R. Non-streoidal Anti Inflammatory


Agents for Cystoid Macular Edema following Catarract Surgery: A Systematic
Review. Br J Ophthalmol 2005 89: 1420-1422
4. Kanski Jack J. Acquired Macular Disorders and Related Conditions. In:
Clinical Ophthalmology, 6th Edition. Butterworth Heinemann Elsevier. 2007:
651-654
5. Khurana AK. Cystoid Macular Edema: Disease of the Retina. In:
Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Age International (Ltd)
Publishers. 2007: 273-274
6. Ellen N.YU. Cystoid Macular Edema- A Case Report.
7. Flethcher C Emily, Chong, Victor. Retina. In: Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 17th edition. Paul R.E, Whitcher J.P. McGraw Hill Lange,
2007.
8. Schubert Hermann D. Structure and Function of the Neural Retina. In: Myron
and Jay S., Yanoff & Duker Ophthalmology, 2 nd edition. Elsevier Inc,
Philadelphia, USA, 2009. 511-514
9. Custis, Peter H. Cystoid Macular Edema. In: Regill Carl D., Brow Gary C.,
Flynn, Harry W. Vitreoretinal Disease- the Essentials. Thieme. New York.
1999: 161-173
10. Kanski Jack J. and Milewski Stanislaw A. Acquired Macular Disorders. In:
Disease of the Macula. Mosby. Philadelphia.2002: 42-45
11. Schneider U. Macula. In: Schlote T., Rohrbach J., Grueb M., and Mielke J.
Pocket Atlas of Ophthalmology.Thieme. New York. 2006: 188-189
12. Steve A. Arshinoff and Yvonne A.V. Opalinski. The Pharmacotherapy of
Catarract Surgery. In: Myron and Jay S., Yanoff & Duker Ophthalmology, 2 nd
edition. Elsevier Inc, Philadelphia, USA, 2009. 438
13. Lobo, Concecao. Pseudophakic Cystoid Macular Edema. Ophthalmologica.
2011:1-7
14. Thomas Kohnen, Li Wang, Neil J. Friedman and Douglas D. Koch.
Complication of Catarract Surgery. In: Myron and Jay S., Yanoff & Duker
Ophthalmology, 2nd edition. Elsevier Inc, Philadelphia, USA, 2009. 491

27
PAPER NAMA : PASCA SARI N. TAMBA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 080100121
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

15. Tsilimbaris, Miltiadis K., Tsika, Chrysanthi, Diakonis, Vasilios, Karavitaki ,


Aleksandra and Pallikaris, Ioannis. Macular Edema and Catarract Surgery.
323-336

28

Anda mungkin juga menyukai