Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup

sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Puskesmas sebagai unit

pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan merupakan ujung

tombak dalam pelayanan kesehatan dalam menunjang keberhasilan. Keberhasilan

ini sangat dipengaruhi oleh penataan dan pengelolaan tenaga untuk melaksanakan

kegiatan pokok puskesmas. Masyarakat dengan kondisi geografik di pedesaan

cenderung kurang mendapat perhatian dari pemerintah yang menaungi daerah

tersebut (Manuaba, 2012).

Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas

pada saat ini. Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu

dari segi variasi, petugas yang kurang tanggap dengan pasien, keramahan yang

kurang dari pemberi layanan, sehingga masyarakat kurang puas setiap berobat

ke pusat pelayanan kesehatan ini. Di samping itu program puskesmas yang

kurang berjalan menjadi pemicu rendahnya mutu pelayanan puskesmas di mata

masyarakat (Koentjoro, 2011).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun

swasta antara lain karena inefisiensi dan buruknya kualitas dalam sektor

kesehatan, buruknya kualitas infrastruktur dan banyaknya pusat kesehatan yang

tidak memiliki perlengkapan yang memadai, jumlah dokter yang tidak memadai di

1
daerah terpencil dan tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta

kurangnya pendidikan tenaga kerja kesehatan. Untuk mengantisipasi hal itu,

sebaiknya puskesmas mampu meningkatkan kualitas pelayanan profesi (quality of

care) dan kualitas pelayanan manajemen (quality of service) karena mutu

pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pelanggan dan

pelanggan akan memanfaatkan ulang dan merekomendasikan pelayanan kesehatan

tersebut kepada orang lain (Muninjaya, 2013).

Salah satu keluhan yang sering terdengar dari masyarakat yang

berhubungan dengan aparatur pemerintah adalah selain berbelit-belit akibat

birokrasi yang kaku, perilaku oknum aparatur yang kadang kala kurang

bersahabat, juga kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan dalam hal ini

ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan, kuantitas dan kualitas pelayanan

yang masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan kurangnya minat masyarakat

untuk melakukan kunjungan pengobatan ulang ke puskesmas dan hanya

mempercayakan dukun atau orang pintar dalam menyembuhkan penyakitnya,

selain karena alasan lebih murah, pengobatan melalui dukunpun sudah menjadi

tradisi turun temurun dan dipercaya lebih mujarab (Sulastomo, 2011).

Dukun atau yang sering juga disebut dengan ‘orang pintar’, adalah suatu

profesi yang tidak asing kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada

umumnya. Walaupun nama atau istilahnya berbeda antar satu daerah dengan yang

lainnya, dukun adalah profesi yang sangat populer di masyarakat. Keterlibatan

mereka dalam kehidupan masyarakat selama ini sangat kuat. Bagi orang yang

belum pernah berinteraksi dengan dukun secara langsung, atau minta bantuannya

2
dan memanfaatkan jasanya, umumnya mendengar profesi perdukunan ini dari

radio atau dari mulut ke mulut, membaca iklan di majalah, tabloid, koran atau

buku-buku, atau pernah melihat sosok di antara dukun yang bertebaran dalam

tayangan layar kaca atau televisi (Marwa, 2011).

Jumlah masyarakat (usia 20 tahun ke atas) yang berada di Desa Tambu

hingga saat ini sebanyak 997 orang. Jumlah kunjungan pasien di Puskesmas

Tambu tahun 2016 sebanyak 4.891 orang. Tahun 2017 terjadi penurunan menjadi

sebanyak 4.029 orang, dan pada bulan Januari-Juni tahun 2018 sebanyak 1.720

orang (Puskesmas Tambu, 2018). Penurunan jumlah kunjungan di Puskesmas

Tambu bisa saja dikarenakan kepuasan masyarakat yang menurun terhadap

pelayanan kesehatan di Puskesmas Tambu, sehingga masyarakat cenderung

memilih dukun sebagai sarana pengobatannya.

Berdasarkan hasil wawancara awal peneliti tanggal 2-3 Juli tahun 2018

pada 5 masyarakat yang masih sering memanfaatkan dukun dalam pengobatannya,

menunjukkan bahwa 4 dari 5 orang tersebut berpendapat bahwa melakukan

pengobatan lewat dukun lebih mujarab dibanding melakukan pengobatan di

fasilitas kesehatan, semua berpendapat bahwa pengobatan lewat dukun lebih

murah bahkan ada yang gratis dibanding pengobatan di fasilitas kesehatan, serta 3

dari 5 orang tersebut berpendapat bahwa pengobatan lewat dukun lebih nyaman

karena dukun lebih dekat dengan masyarakat dan tidak memandang status sosial

dalam melayani pasien.

3
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Determinan yang Berhubungan dengan Pemilihan Sarana

Pengobatan di Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakada ada hubungan antara persepsi masyarakat tentang pelayanan

kesehatan di puskesmas dengan pemilihan sarana pengobatan di Desa Tambu

Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala?

2. Apakada ada hubungan antara budaya dengan pemilihan sarana pengobatan di

Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan pemilihan

sarana pengobatan di Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi masyarakat tentang pelayanan

kesehatan di puskesmas dengan pemilihan sarana pengobatan di Desa Tambu

Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala.

b. Untuk mengetahui hubungan antara budaya dengan pemilihan sarana

pengobatan di Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Desa Tambu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan msukan bagi pihak Desa Tambu

dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas

kesehatan sebagai tempat yang paling tepat dalam melakukan pengobatan.

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan refrensi di perpustakaan

dan sebagai pedoman untuk mahasiswa lain yang ingin meneliti dengan

masalah yang sama.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, pemahaman serta

pengalaman peneliti tentang masalah yang ada pada masyarakat yang berkaitan

dengan pelayanan kesehatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Sarana Pengobatan

1. Puskesmas

a. Definisi Puskesmas

Menurut Azwar (2011) puskesmas adalah suatu keseatuan organisasi

fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada

masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk-bentuk usaha

kesehatan pokok.

b. Tujuan Puskesmas

Tujuan puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan

pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di

wilayah kerja puskesmas (Azwar, 2011).

c. Fungsi Puskesmas

Pusat pembangunan berwawasan kesehatan. Mengupayakan program-

program pembangunan yang berwawasan kesehatan, yaitu (Azwar, 2011):

1) Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah

kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan

kesehatan

2) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan

setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

6
3) Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa

mengabaikan penyembuhan dan pemulihan

4) Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat.

d. Manfaat Puskesmas

Manfaat dari puskesmas menurut Azwar (2011) adalah:

1) Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

2) Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

2. Dukun

Dukun adalah seseorang yang membantu masyarakat dalam upaya

penyembuhan penyakit melalui tenaga supranatural. Pengetahuan dan

keterampilan seorang dukun tidak diperoleh melalui pendidikan formal yang

tinggi, karena hingga saat ini di Indonesia belum ada sekolah atau perguruan

tinggi yang membuka program studi keahlian perdukunan. Kalau pun ada,

mungkin hanya sebatas kursus privat yang sangat terbatas (eksklusif), yang

hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu (Marwa,2011).

Dukun adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi

jampi-jampi seperti mantra, guna-guna, dan lain sebagainya. Dukun juga ada

yang disebut dukun bayi yaitu bidang keahliannya adalah menolong orang yang

melahirkan bayi dimana mulai ada tanda-tanda bayi akan lahir si dukun bayi ini

dipanggil ke rumah pasien untuk menolong kelahiran. Untuk selanjutnya

adalah memandu proses kelahiran pada ibu yang sedang dalam fase

pengeluaran bayi (Suryadi, 2013).

7
B. Tinjauan Umum Tentang Persepsi

1. Pengertian

Secara etimologis persepsi atau dalam bahasa Inggris perception

berasal dari bahasa latin yaitu perception, dari percipere yang artinya

menerima atau mengambil (Alex Sobur dalam Pahriyah, 2014), menurut

Konentjaraningrat (2011) berpendapat bahwa “persepsi adalah seluruh proses

akal manusia yang sadar dalam menggambarkan tentang lingkungan

sekitarnya”. Kemudian pengertian persepsi menurut Sarwono (2012) “persepsi

adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan,

memfokuskan suatu objek yang ada di lingkungan sekitarnya”.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Dalam memberikan tanggapan atau persepsi terhadap suatu objek,

masing-masing individu atau perorangan tentunya akan berlainan. Hal ini

dikarenakan pandangan seseorang dipengaruhi oleh wawasan, pengalaman

serta pengetahuannya terhadap suatu objek yang dihadapkan. Menurut

Slamento (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah:

a. Relation, yaitu hubungan antara orang yang mempersepsikan dengan objek

yang dipersepsikan. Seseorang biasanya tidak menagkap seluruh rangsangan

yang ada di sekitarnya sekaligus, tetapi akan memfokuskan perhatiannya

terhadap satu atau dua objek yang sama.

b. Set, yaitu harapan seseorang akan rangsangan yang timbul.

c. Kebutuhan, kebutuhan sesaat akan kebutuhan yang tetap pada diri seseorang

akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

8
d. Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh pula

pada persepsi seseorang.

Robbin (2011) menyatakan terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Keadaan pribadi orang yang mempersepsi

Merupakan faktor yang terdapat dalam individu yang

mempersepsikan. Misalnya kebutuhan, suasana hati, pendidikan,

pengalaman masa lalu, sosial ekonomi, jenis kelamin dan umur.

b. Karakteristik target yang dipersepsi

Target tidak dilihat sebagai suatu yang terpisah, maka hubungan

antar target dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal-hal yang

dipersepsi dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

c. Konteks situasi terjadinya persepsi

Waktu dipersepsinya suatu kejadian dapat mempengaruhi persepsi,

demikian pula dengan lokasi, cahaya, panas, atau faktor situasional lainnya.

3. Proses Pembentukan Persepsi

Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses pengamatan atau

pengetahuan mengenai suatu objek atau kejadian tertentu dengan

menggunakan alat-alat indera tertentu sebagai perantaranya. Persepsi

menunjuk bagaimana manusia melihat, mendengar, mencium, merasakan dunia

sekitar kita. Proses terbentuknya persepsi menurut Handayani (2012) yaitu:

9
a. Stimulus atau situasi yang hadir

Awal mula terjadinya persepsi ketika seseorang dihadapkan pada

stimulus atau situasi. Stimulus atau situasi tersebut biasanya berupa stimulus

penginderaan dekat dan langsung atau berupa lingkungan sosiokultural dan

fisik yang menyeluruh dari stimulus tersebut.

b. Regristasi

Merupakan suatu gejala yang nampak yaitu mekanisme fiksik untuk

mendengar dan melihat suatu informasi maka mulailah orang tersebut

mendaftar, mencerna, dan menyerap suatu informasi.

c. Interpretasi

Tahap selanjutnya setelah informasi terserap proses terakhirnya

adalah penafsiran terhadap informasi tersebut. Interpretasi ini merupakan

suatu aspek kognitif dari persepsi yang amat penting karena proses

tergantung pada proses pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang

berbeda dengan orang lain sehingga interpretasi seseorang terhadap

informasi atau stimulus akan berbeda dengan orang lain.

d. Umpan balik

Merupakan suatu proses yang terakhir dimana setelah seseorang

menafsirkan informasi tersebut akan memunculkan reaksi yaitu reaksi

positif dan negatif, maka akan muncul reaksi memberikan apabila

jawabannya bersifat menerima maka reaksi yang muncul akan berbentuk

positif pula.

10
4. Persepsi Positif dan Negatif

Menurut Robbin (2011) bahwa persepsi positif merupakan penilaian

individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif

atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari

aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu

terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif,

berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari

aturan yang ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang karena

adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber

persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman

inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab

munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu

terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan

individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan.

C. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian

Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap

upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok dan atupun masyarakat.

11
2. Jenis Pelayanan Kesehatan

Menurut Hodgetts dan Casio dalam Notoatmodjo (2012), jenis

pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

a. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang

dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu

organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan

keluarga.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan

masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian

yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan

utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

penyakit dan sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

3. Kegiatan Pelayanan Kesehatan

Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal 52

ayat (2) UU Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a. Pelayanan kesehatan promotif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat

promosi kesehatan.

12
b. Pelayanan kesehatan preventif, suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan/penyakit.

c. Pelayanan kesehatan kuratif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat

berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

masyarakat, semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya (Siswati,

2013).

4. Bentuk Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (2010), bentuk pelayanan kesehatan adalah:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan

dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:

1) Dokter umum (tenaga medis)

2) Perawat/mantri (tenaga paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan

kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang

pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan

kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan

kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta

13
masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan

ini sifatnya berobat jalan (ambulatory services). Diperlukan untuk

masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk

meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.

Contohnya: Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat

spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih

terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary

health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan

lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit,

mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A. Pelayanan

kesehatan dilakukan oleh:

1) Dokter spesialis

2) Dokter subspesialis terbatas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan

rawat (inpantient services) dan diperlukan untuk kelompok masyarakat yang

memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh

pelayanan kesehatan primer.

Contoh: Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.

14
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih

mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis luas. Pelayanan

kesehatan dilakukan oleh:

1) Dokter subspesialis

2) Dokter subspesialis luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan

atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Diperlukan untuk kelompok

masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan

kesehatan sekunder.

Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.

5. Upaya Pelayanan Kesehatan

Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan

berbagai upaya kesehatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan

berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,

pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat. Upaya kesehatan terbagi menjadi 2, yaitu (Entjang, 2011):

a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan

atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah & menanggulangi timbulnya masalah kesehatan

di masyarakat.

15
b. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

UKP adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

serta mencegah & menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan.

6. Syarat-syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah (Azwar,

2010):

a. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta

bersifat berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan.

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat.

c. Mudah dicapai

Dipandang dari sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan

kesehatan yang baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat

penting.

d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat

diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat.

16
e. Bermutu

Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditetapkan

D. Tinjauan Umum Tentang Budaya

1. Pengertian

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki

bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke

generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem

agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan

karya seni (Jenks, 2010). Budaya adalah segala hal yang diciptakan oleh

manusia dengan pemikirannya dan budi nuraninya untuk kehidupan

bermasyarakat (Kuntowijoyo, 2009).

2. Pembagian Budaya

Budaya dibagi menjadi dua yaitu (Kuntowijoyo, 2009):

a. Budaya Material

Budaya material dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian,

seni, benda-benda kepercayaan.

b. Budaya Non Material

Mencakup kepercayaan, pengetahuan, sikap serta nilai.

17
1) Kepercayaan

Menurut Rousseau yang di kutip Andi (2010), kepercayaan adalah

bagian psikologis terdiri dari keadaan pasrah untuk menerima

kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain.

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar

pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2014).

3) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2014), sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakans

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

4) Nilai

Nilai adalah merupakan suatu hal yang nyata yang dianggap baik

dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah dan benar atau

salah (Samuel, 2009).

18
3. Unsur Budaya

Adapun unsur-unsur dari budaya adalah (Jenks, 2010):

a. Sistem Religi

Terdiri dari sistem kepercayaan kesusastraan suci, sistem upacara

keagamaan, kelompok keagamaan, ilmu gaib, serta sistem nilai dan

pandangan hidup.

b. Sistem dan Organisasi Masyarakat

Terdiri dari sistem kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat,

asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan dan sistem kenegaraan.

c. Sistem Pengetahuan

Terdiri dari pengetahuan tentang sekitar alam, pengetahuan tentang

alam flora, pengetahuan tentang zat-zat bahan mentah, pengetahuan tentang

tubuh manusia dan pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan.

d. Bahasa

Terdiri dari bahasa lisan dan tulisan.

e. Kesenian

Terdiri dari seni patung, seni relief, seni lukis/gambar, seni rias, seni

vokal, seni instrumenseni kesusastraan dan seni drama.

f. Mata Pencaharian

Terdiri dari berburu dan meramu, perikanan, bercocok tanam di

ladang, bercocok tanam menetap, peternakan dan perdagangan.

19
g. Teknologi dan Peralatan

Terdiri dari alat-alat produktif, alat-alat distribusi dan transport,

wadah-wadah atau tempat untuk menaruh, makanan dan minuman, pakaian

dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta senjata.

E. Landasan Teori

Menurut Konentjaraningrat (2011) berpendapat bahwa “persepsi adalah

seluruh proses akal manusia yang sadar dalam menggambarkan tentang

lingkungan sekitarnya”. Kemudian pengertian persepsi menurut Sarwono (2012)

“persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan,

memfokuskan suatu objek yang ada di lingkungan sekitarnya”.

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).

Budaya adalah segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan

pemikirannya dan budi nuraninya untuk kehidupan bermasyarakat (Kuntowijoyo,

2009).

Pandangan yang berkembang di masyarakat terkait rendahnya jumlah

kunjungan masyarakat ke puskesmas ialah buruknya citra pelayanan di

puskesmas, di antaranya yaitu masyarakat yang mengatakan pegawai puskesmas

tidak disiplin, kurang ramah, kurang profesional, pengobatan yang tidak manjur,

fasilitas gedung maupun peralatan medis dan non medis kurang memadai dimana

masyarakat harus dirujuk untuk melanjutkan pengobatan atau pemeriksaan yang

20
sebenarnya masih dapat dilakukan di puskesmas, atau untuk membeli obat-obatan

yang tidak tersedia di puskesmas padahal kondisi geografis dibeberapa tempat

tidak mendukung akibat jauhnya jarak tempuh, tidak ada transportasi, jam buka

puskesmas yang terbatas, selain itu masyarakat masih mempercayakan

pengobatannya pada dukun (Anwar, 2012).

F. Kerangka Pikir

Banyak masyarakat yang masih mengandalkan dukun dalam mengobati

penyakitnya, sehingga mengurangi minat mereka untuk berobat di puskesmas atau

fasilitas kesehatan lainnya, hal ini karena masyarakat sudah menjadikan

kebudayaan turun temurun untuk berobat di dukun, selain itu persepsi masyarakat

yang masih kurang baik terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas. Adapun

kerangka pikir dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Persepsi Tentang Pelayanan


Kesehatan
Pemilihan Sarana
Pengobatan
Budaya

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

G. Hipotesis

1. Ada hubungan antara persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan dengan

pemilihan sarana pengobatan di Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten

Donggala.

21
2. Ada hubungan antara budaya dengan pemilihan sarana pengobatan di Desa

Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan Cross

sectional, yaitu penelitian yang pengumpulan datanya baik variabel independen

maupun variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan (Sastroasmoro,

2010).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2018 di Desa

Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah persepsi masyarakat

tentang pelayanan keseahatn dan budaya.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah pemilihan sarana

pengobatan.

2. Definisi Operasional

a. Persepsi

Persepsi pada penelitian ini adalah tanggapan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak puskesmas.

23
Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = Kurang baik, jika total skor jawaban responden < median

1 = Baik, jika total skor jawaban responden ≥ median.

b. Budaya

Budaya pada penelitian ini adalah tradisi turun-temurun yang berlaku

dalam lingkungan masyarakat tentang pemilihan sarana pengobatan.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Budaya positif, jika kebiasaan di lingkungan masyarakat

melakukan pengobatan di puskesmas atau fasilitas

kesehatan lain.

0 = Budaya negatif, jika kebiasaan di lingkungan masyarakat

melakukan pengobatan pada dukun.

c. Sarana pengobatan

Sarana pengobatan pada penelitian ini adalah fasilitas yang akan

ditempuh atau dipilih masyarakat jika sedang menderita suatu penyakit.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

24
Hasil ukur : 1 = Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya, jika lebih

memilih berobat di puskesmas atau fasilitas kesehatan

lainnya

0 = Dukun, jika lebih memilih berobat di dukun.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang

peneliti ambil secara langsung dari responden dengan menggunakan bantuan

kuesioner. Kuesioner berisi daftar pernyataan tentang persepsi masyarakat

tentang pelayanan kesehatan di puskesmas, budaya dan sarana pengobatan.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari

laporan Puskesmas Tambu.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai masyarakat di

Desa Tanbu yang terpilih menjadi reponden dan telah menandatangani

persetujuan menjadi responden. Kuesioner yang telah terisi, diperiksa kembali

untuk mengecek kelengkapannya.

E. Pengolahan Data

Sebelum dilakukan analisis data maka data yang telah diperoleh diolah

dengan tahap sebagai berikut:

25
1. Editing: Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan

oleh pengumpulan data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi

kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah

diselesaikan sampai sejauh mungkin.

2. Coding: Yang dimaksud dengan coding adalah mengklasifikasikan jawaban-

jawaban dari responden ke dalam kategori-kategori, biasanya klasifikasi

dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-

masing jawaban.

3. Entry: Memasukkan data ke komputer kemudian dianalisa

4. Tabulating: Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel, jawaban-jawaban yang

sudah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan dalam tabel.

5. Cleaning: Yaitu membersihkan data dengan melihat variabel-variabel yang

digunakan apakah data-data sudah benar atau belum.

6. Describing: Yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah

dikumpulkan.

F. Analisa Data

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data akan diolah dengan

menggunakan metode uji statistik yaitu:

1. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara

mendeskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu melihat

distribusi frekuensinya dengan menggunakan rumus:

26
f
P = n x 100 %

Keterangan:

P = Persentase

f = Frekuensi tiap kategori

n = Jumlah Sampel

2. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen dengan nilai kemaknaan 0,05 dengan tingkat kepercayaan

95%. Adapun uji yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-Square

dengan interprestasi sebagai berikut:

a. Ada hubungan jika p ≤ 0,05 dengan demikian H0 ditolak

b. Tidak ada hubungan p > 0,05 dengan demikian H0 diterima

Dalam melakukan analisa data menggunakan bantuan program

komputer.

G. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang

disertai dengan penjelasan sehingga memudahkan untuk dianalisis.

H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

masyarakat berusia 20 tahun ke atas yang berada di Desa Tambu dengan

jumlah sebanyak 997 orang.

27
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2010). Penentuan

sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin

sebagai berikut:

N
n =
1 + N (d)2

Keterangan:

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat Kepercayaan (0,15)

997
n =
1 + 997 (0,15)2

997
=
1 + 22,4325

997
=
23,4325

= 42,54 = 43 sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

simple random sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak

sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang

sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.

28
DAFTAR PUSTAKA

Andi, R, M. 2010. Antropologi Budaya Suatu Persepektif Kontemporer. Erlangga.


Jakarta.

Anwar, I. 2012. Mutu Pelayanan Puskesmas. Erlangga. Surabaya.

Azwar, A. 2010. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Aplikasi Prinsip Lingkaran


Pemecahan Masalah. Kedokteran, EGC. Jakarta.

-----------. 2011. Pengantar Administrasi Kesehatan. EGC. Jakarta.

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Entjang, I. 2011. Ilmu Kesehatan Mayarakat. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Handayani, N. 2012. Psikologi Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Jenks, C. 2010. Culture Studi Kebudayaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Koentjoro, T. 2011. Regulasi Kesehatan di Indonesia. Nuha Medika. Yogyakarta.

Konentjaraningrat. 2011. Pengantar Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.

Kuntowijoyo. 2009. Budaya dan Masyarakat. Tiara Wacana. Yogyakarta.

Manuaba I, B, G. 2012. Ilmu Pengentar Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.

Marwa, H. 2011. Antropologi Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Muninjaya, G. 2013. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.

--------------------. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

--------------------. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pahriyah, S, S, R. 2014. Persepsi PNS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Penggunaan


Kendaraan Umum Bagi Pejabat dan Pegawai di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Skripsi. Universitas Negeri
Jakarta. Jakarta.

Panggabean P, Wartana K, Subardin, Sirait E, Rasiman N.B, Pelima R.V. 2017.


Pedoman Penulisan Proposal Skripsi. STIK-IJ. Palu.
29
Puskesmas Tambu. 2018. Laporan Puskesmas Tambu.

Robbin, S, P. 2011. Perilaku Organisasi. PT Indeks Gramedia. Jakarta.

Samuel. 2009. Kebangkitan Peran Budaya Bagaimana Nilai-nilai Membentuk


Kemajuan Manusia. LP3ES. Jakarta.

Sarwono, S, W. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Pers. Jakarta.

Sastroasmoro. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto.


Jakarta.

Siswati, S. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan dalam perspektif undang-undang


kesehatan. PT Rajagrafindo persada. Jakarta.

Slamento. 2009. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta.


Jakarta.

Sulastomo. 2011. Manajemen Kesehatan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryadi. 2013. Antropologi Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai