Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

Tumor Otak Sekunder

Disusun oleh :
Fahira Adipramesti
1102015068

Pembimbing :
dr. Joko Nafianto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R.S. SUKANTO
PERIODE 29 JULI – 30 AGUSTUS 2019

BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 57 tahun
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Cibubur
Tanggal masuk RS : 5 Agustus 2019
Tanggal pemeriksaan : 6 Agustus – 7 Agustus 2019
Ruang Perawatan : Ruang Nuri 1

II. Anamnesis
Secara autoanamnesis dan alloanamnesis (adik pasien) pada tanggal 6
Agustus dan 7 Agustus 2019 di ruang Nuri 1
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan lemas pada sisi kiri tubuh sejak satu bulan
yang lalu.
Keluhan tambahan :
Tidak makan sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
berdahak, dan penglihatannya buram.
Riwayat penyakit sekarang :
Tn. H berusia 57 tahun datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan lemas
pada tubuh sisi sebelah kiri. Satu bulan yang lalu, pasien merasa nyeri
kepala yang disertai lemas pada tangan kiri yang diikuti dengan bicara
pelo. Pasien dibawa ke RS PON dan dilakukan pemeriksaan CT Scan
ditemukan massa multipel pada otak sebelah kanan dan kiri. Sejak saat
itu, kelemahan pada tubuh sisi kiri pasien semakin memburuk.
Selain itu, pasien tidak makan sejak tiga hari sebelum masuk rumah
sakit karena tidak bisa menelan. Menurut keterangan adik pasien, setiap
pasien diberikan minum satu sendok, pasien akan mengeluarkannya
kembali. Pasien juga mengalami batuk berdahak.
Saat ini, pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak dapat
menggerakan ektremitas atas dan bawah sebelah kiri, bicara hanya satu
sampai dua kata dan kurang jelas, penglihatannya buram, dan
menggunakan NGT. Pada saat pemeriksaan pasien kurang kooperatif.
Riwayat penyakit dahulu :
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat Jantung : disangkal
 Riwayat Trauma : disangkal
 Riwayat Epilepsi : disangkal
 Riwayat Kejang : disangkal
 Riwayat Maag : Ada
 Riwayat TB : disangkal
 Riwayat Psikiatri : Ada, Skizofrenia
Riwayat Penyakit Keluarga :
Disangkal adanya sakit serupa dalam keluarga
Riwayat Kebiasaan
 Alkohol : Terakhir 10 tahun yang lalu.
 Narkoba : Pernah menggonsumsi ganja 20 tahun
yang lalu
 Merokok : Berhenti 1 bulan yang lalu

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2019
 Status Generalis
o Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
o Kesadaran :
o Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,1 °C
o Kepala
Normocephal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
o Mata
Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, RCL +/
+, RCTL +/+
o Hidung
Bentuk normal, tidak ada deviasi, terpasang NGT.
o Mulut
Bibir mukosa dan faring tidak hiperemis. Lidah atrofi.
o Telinga
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada serumen, tidak
terdapat cairan yang keluar.
o Leher
Pembesaran KGB (-), letak trakhea ditengah, tidak terdapat massa.
o Thoraks (Cor)
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
o Thoraks (Pulmo)
Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular +/+, rhonki -/-, hepatomegali (-),
splenomegali (-)
o Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
o Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT < 2
detik.

 Status Neurologis
o GCS : 13
E = 4, M = 6, V = 3 (Saat Pemeriksaan)
o Tanda Rangsang Meningal :
Kanan Kiri

Kaku kuduk - -

Kernig sign - -

Laseque sign - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

o Saraf Kranial
Kanan Kiri

N I (OLFAKTORIUS) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N II (OPTICUS)

Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang Pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III, IV, VI (OCULOMOTORIUS, TROCHLEARIS, ABDUCENS)

M. Obliqus inferior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

M. Obliqus superior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

M. Rectus inferior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

M. Rectus superior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

M. Rectus medial Tidak dilakukan Tidak dilakukan

M. Rectus lateralis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks cahaya langsung (+) (+)


Refleks cahaya tidak
(+) (+)
langsung

N. V (TRIGEMINUS)

Sensorik

V1 Normal Normal

V2 Normal Normal

V3 Normal Normal

Motorik

Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Membuka rahang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VII (FACIALIS)

Sensorik (pengecapan 2/3


Tidak dilakukan
anterior lidah)

Motorik

Mengerutkan dahi Simetris

Mengangkat alis Simetris

Menggembungkan pipi Tidak dilakukan

Mencucu Tidak dilakukan

Meringis Tidak dilakukan

N. VIII (VESTIBULOCOCHLEAR)

Gesekan jari Normal Normal

Detik jam Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Garpu Tala

Rinne Tidak dilakukan


Weber Tidak dilakukan

Schwabach Tidak dilakukan

Romberg Tidak dilakukan

Post-pointing Tidak dilakukan

N. IX (GLOSSOPHARYNGEAL)

Refleks Menelan Tidak bisa menelan

Pengecapan 1/3 posterior


Tidak dilakukan
lidah

N.X (VAGUS)

Refleks Muntah Tidak dilakukan

Letak Uvula Tidak dilakukan

N. XI (ACCESSORY)

Mengangkat bahu Baik Baik

Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. XII (HYPOGLOSSUS)

Deviasi lidah Normal

Atrofi lidah Atrofi lidah

o Pemeriksaan Motorik
Kanan Kiri

Kekuatan

Ekstremitas atas 3333 0000

Ekstremitas bawah 3333 0000

Klonus
Patella - -

Kaki - -

Refleks Fisiologis

Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++

Refleks Patologis

- -
- -
Hoffmann + -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Gordon
Oppenheim

o Pemeriksaan Sensorik
Kanan Kiri

Raba Halus

Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Abdomen atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Abdomen bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Suhu

Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Getar

Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Otonom
BAB Tidak BAB 2 minggu

BAK Normal

Hidrosis (berkeringat) Normal

o Fungsi Luhur
Memori Tidak dilakukan

Kognitif Tidak dilakukan

Visuospatial Tidak dilakukan

o Koordinasi
Disdiadokokinesis Tidak dilakukan

Tes jari-hidung Tidak dilakukan


IV. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Hematologi
5-6-2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 12,8 13.0-16.0 g/dL

Hematokrit 37 40 – 48 %

Leukosit 13,5 5-10 103/L

Trombosit 474 150 – 400 103/L

Kimia Klinik
5-6-2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Natrium 148 135-145 mmol/l

Kalium 3,8 3,5-5,0 mmol/l

Chlorida 116 98-108 mmol/l

Kolestrol Total 154 < 200 mg/dL

Trigliserida 81 < 200 mg/dL

Ureum 69 10-50 mg/dL

Kreatinin 0,6 0,5-1,3 mg/dL

Estimasi GFR 112 >= 90 mL/min/1.73 m2


(CKD-EPI)
Asam Urat 8,3 3,4-7,0 mg/dL

GDS 137 <200 mg/dL

SGOT 14,8 <37 U/L

SGPT 22,7 <40 U/L


Urin Lengkap
5-6-2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Warna Kuning Tua

Kejernihan KERUH

Reaksi/pH 5,0 5-8,5

Berat Jenis 1.030 1.000-1.030

Protein - Negatif

Bilirubin - Negatif

Glukosa - Negatif

Keton ++ Negatif

Darah/Hb ++ Negatif

Nitrit - Negatif

Urobilinogen 1,0 0,1-1,0 IU

Leukosit - Negatif

Sedimen leukosit 1-3 0-5 /LPB

Sedimen eritrosit 45-47 1-3 /LPB

Sedimen sel epitel + /LPK

Sedimen silider -

Kristal -

Lain-lain Bakteri : +
 Pencitraan
o Rontgen Thorax

Kesan: Kardiomegali, pneumonia dextra.


o CT Scan (20 Juli 2019)
o MRI (23 Juli 2019)
Kesan : Lesi ektraaksila multipel fossa posterior kanan-kiri, disertai lesi
intraaksial multipel kedua hemisfer cerebri. Penebalan jaringan lunak yang
menyangat region frontal kiri. => proses metastasis.

 Lain-lain :-

V. Follow up
7 Agustus 2019

S BAB (-), penglihatan buram

O E4M6V3, BU (+), motorik atas 3333/0000 bawah 3333/0000, RP


(-)

A SOL Mestastasis

VI. Resume
Seorang laki-laki berusia 71 tahun datang ke IGD RS POLRI dengan
keluhan kedua kaki lemas tidak dapat dibuat jalan sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dengan gejala tambahan berupa kesemutan dan tidak
BAB. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi (+), jatung (-), paru
(-), dan diabetes (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan
GCS E4M6V5, tekanan darah pasien 120/80 mmHg, frekuensi
pernapasan 20 /menit, denyut nadi 81x/menit dan suhu tubuh 36,3°C.
Status generalis pada pemeriksaan abdomen ditemukan hipertimpani
dan bising usus (-). Pada pemeriksaan motorik melemah pada
ekstremitas bawah 3333/4444, reflex ekstremitas bawah -/- dan saraf
otonom ditemukan pasien sudah tidak BAB selama 7 hari.
VII. Diagnosis
Diagnosis klinik : paraparesis, konstipasi
Diagnosis topis : Lesi UMN setinggi vertebrae thoracal 1-4
Diagnosis etiologis : Infeksi Mycobacterium tuberculosa
Diagnosis Patologi : Spondilitis Tuberculosis

VIII. Diagnosis Banding

IX. Penatalaksanaan
 Medikamentosa
 Non-medikamentosa :

X. Prognosis
Quo ad vitam :
Quo ad sanationam :
 Quo ad functionam :

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumor sekunder

Definisi

Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma,
perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang. SOL Intrakranial
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta
hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak.
Tumor intrakranial termasuk dalam SOL yang memberikan tanda dan gejala
akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat
mengakibatkan ‘brain death’ (siska kalorina)

Tumor sistem saraf pusat terbagi kedalam tumor primer dan tumor sekunder.
Tumor primer berasal dari sel-sel sistem saraf pusat sendiri sedangkan tumor
sekunder merupakan metastasis dari tempat lain. Lesi yang multipel dengan
gambaran edema yang luas merupakan ciri khas dari tumor metastasis (Kapsel)

Epidemiologi

Metastasis otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat kali
melebihi jumlah tumor otak primer. Di Amerika Utara terdapat 98.000- 170.000
kasus baru metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan terus bertambah
dengan meningkatnya populasi lanjut usia serta meningkatnya tatalaksana
diagnostik yang lebih baik dan kemajuan terapi mutakhir pada keganasan lokal
dan sistemik. Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara
(15-25%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien
metastasis otak tidak diketahui lokasi tumor primernya. (PNPKO) menurut
buku kapita selekta (kapsel), metastasis ke SSP paling sering terjadi pada pasien
kanker payudara dan prostat.
Diagnosis (ppokotak)

Diagnosis ditegakkan berdasarkananamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan tanda dan gejala seperti pada
tumor otak primer, yang dapat berupa:

1. Tanda peningkatan tekanan intracranial (Sakit kepala dan Mual/muntah)

2. Gejala fokal (Kelumpuhan/paresis tanpa gangguan sensorik dan Penekanan


saraf kranialis)

3. Kejang

4. Perubahan perilaku, letargi, penurunan kesadaran

Pemeriksaan penunjang

 CT Scan

Pada 50% kasus pemeriksaan CT scan otak terdapat gambaran lesi metastasis
soliter (tunggal) sejak pasien pertama kali mendapatkan gangguan klinis
neurologis. Gambaran CT scan umumnya dapat berupa lesi bulat, berbatas tegas
dengan peritumoral edema yang lebih luas (fingers of edema). Bila terdapat lesi
multipel maka jumlah lesi terbanyak yang tampak adalah jumlah yang paling
benar (Chamber’srule).

 MRI Otak

Bila dilanjutkan dengan MRI otak hanya <30% pasien didapatkan lesi soliter.
Pemeriksaan MRI lebih sensitif daripada CT scan terutama di daerah fossa
posterior.

Work-up diagnostik tumor primerSebelum dilakukan pengambilan sampel


tumor metastasis di otak, dilakukan pencarian lokasi tumor primer antara lain:

1. Foto toraks atau CT scan toraks untuk menyingkirkan tumor paru

2. Mammografi pada wanita

3. Tumor marker

Tatalaksana

 Pembedahan

Konfirmasi diagnosis merupakan langkah penting dalam terapi metastasis otak,


oleh karena itu apabila tumor primer tidak diketahui maka perlu dilakukan
pengambilan sampel tumor di otak. Pada metastasis soliter dapat dilakukan
operasi kraniotomi dan eksisi tumor apabila lokasi dapat dicapai melalui operasi
terbuka, terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan tekanan
intrakranial), dan diagnosis tidak diketahui.

Pada metastasis soliter dapat dilakukan operasi kraniotomi dan eksisi tumor
apabila:

1. Lokasi dapat dicapai melalui operasi terbuka

2. Terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan


tekanan intrakranial)

3. Diagnosis tidak diketahui


Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat dipertimbangkan bila:

1. Satu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi tersebut
menyebabkan gejala klinis yang jelas dan atau mengancam jiwa

2. Bila semua lesi dapat dambil semua saat operasi

3. Diagnosis tidak diketahui

Operasi biopsi stereotaktik dapat dipertimbangkan apabila:

1. Lesi letak dalam

2. Lesi multipel berukuran kecil

3. Toleransi pasien kurang baik

4. Penyakit sistemik yang berat

5. Diagnosis tidak diketahui

Radiasi ekterna

Whole Brain Radiotherapy (WBRT)

WBRT dapat diberikan sebagai terapi utama, kombinasi dengan


Stereotacticradiosurgery (SRS), atau setelah operasi.

WBRT dapat diberikan dengan teknik konvensional 2D lapangan opposing


lateral atau dengan radioeterapi konformal 3D. Lapangan radiasi harus
mencakup keseluruhan isi intrakranial. Pastikan bahwa fossa kranii anterior,
fossa kranii media, dan basis kranii masuk ke dalam lapangan.

Sampai saat ini masi belum ada kesepakatan mengenai dosis dan fraksinasi
paling optimal untuk WBRT. Namun umumnya digunakan dosis adalah 30 Gy
dalam 10 fraksi diberikan selama 2 minggu.Untuk pasien dengan performa yang
buruk, 20 Gy/5 fraksi merupakan pilihan yang baik untuk dapat
dipertimbangkan.

Stereotactic Radiosurgery (SRS)

SRS sebagai alternatif dari pembedahan melalui pemberian radiasi dengan


konformalitas sangat tinggi dengan rapid dosefall-off sehingga dapat diiberikan
dosis tinggi pada tumor.

Stereotacticradiosurgery dapat dilakukan sebagai terapi tunggal atau sebagai


terapi kombinasi dengan whole brain radiotherapy (WBRT), dengan atau tanpa
operasi.

SRS dapat dilakukan dengan linear accelerator (linac-based SRS), gamma knife
(Cobalt-based SRS), atau proton.

Dosis biasanya dipreskripsikan pada isodosis 50% untuk gamma knife, dan
80% untuk linac-based SRS. Dosis marginal maksimal adalah 24, 18 atau 15 Gy
sesuai dengan volume tumor yang direkomedasikan.
Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak sekunder, antara
lain:

1. Pemberian kortikosteroid untuk gejala klinis akibat edema otak. Dosis


awal deksametason 10-20 mg iv, kemudian 4x5 mg iv selama 2-3 hari
sampai gejala klinis membaik. Tappering off dimulai setelah gejala
klinis terkontrol.

2. Pemberian antagonis H2 seperti ranitidine 2x150 mg

3. Pemberian antikonvulsan seperti fenitoin

Algoritma tatalaksana tumor metastasis multipel
Penurunan kesadaran

Definisi

Kesadaran merupakan manifestasi dari normalnya aktivitas otak. Kesadaran


ditandai dengan adanya awareness (sadar) terhadap diri sendiri dan lingkungan,
serta memiliki kemampuan untuk merespons stimulus internal maupun
eksternal. Menurut Plum dan Posner, kesadaran memiliki dua aspek, yaitu:
derajat dan kualitas, sehingga berhubungan dengan tingkat kewaspadaan
(alertness) atau tingkat keterjagaan (wakefulness). (buku neuro jilid 1 putih)

Menurut Plum, gangguan kesadaran yang maksimal (koma) didefinisikan


sebagai “unarousable unresponsiveness” yang berarti “the absence of any
psychologically understandable response to external stimulus or inner need”,
tiadanya respons fisiologis terhadap stimulus eksternal atau kebutuhan dalam
diri sendiri. (jurnal no 8 kak husna)

Patofisiologi

Terdapat dua struktur anatomi yang mempengaruhi derajat


kesadaran, yaitu kedua hemisfer otak dan brainstem reticular
activating system (RAS). Kedua struktur ini berperan dalam proyeksi
dan penerimaan impuls aferen. Ada dua lintasan yang digunakan untuk
menyampaikan impuls aferen ke korteks cerebri, yaitu :
a. Lintasan sensorik spesifik menghantarkan impuls dari reseptor
ke satu titik di korteks sensorik primer. Lintasan ini melalui
traktur spinotalamikus, lemniscus medialis, lemniscus lateralis,
atau radiasio optika.
b. Lintasan sensorik non spesifik, terdiri atas serabut-serabut yang
ada pada formatio retikularis. Serabut ini memanjang di
sepanjang batang otak. Formatio reticularis menerima serabut
aferen, lalu memproyeksikan serabut eferen dari dan ke korda
spinalis, nucleus saraf kranial, serebelum dan hemisfer serebri.
Beberapa nucleus yang ada di formatio retikularis, khususnya
yang ada di midbrain, diproyeksikan ke pusat yang lebih tinggi
(kedua hemisfer otak) dan menerima input kolateral dari
berbagai serabut asending (seperti traktus spinotalamikus,
traktus spinalis nervus trigeminal, traktus solitaries, dan
serabut dari nucleus vestibuler serta koklear). Berdasarkan
beberapa studi diketahui bahwa system ini memiliki peran
mengatur derajat kesadaran pada manusia dan menjaga siklus
tidur – bangun (sleep-wake cycle) Selanjutnya system tersebut
dikenal dengan nama ascending reticular activating system
(ARAS) (Gambar 1) .6 (hal. 16 buku putih)
Sumber : Buku Ajar Neurologi (Buku 1), 2017
Klasifikasi

Penurunan kesadaran dapat dibagi berdasarkan etiologi,


lokasi dan karakteristik lesi.
Berdasarkan etiologi  penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh
kelainan structural (lesi diskret pada bagian atas batang otak dan
bagian bawah diensefalon atau lesi yang mengenai kedua hemisfer)
dan kelainan metabolic (yang mengakibatkan gangguan aktivitas
neuron) .6 (hal. 17 bagian sisi kiri)
Berdasarkan lokasi lesi, penurunan kesadaran dapat terjadi akibat :6
a. Lesi difus kedua hemisfer
b. Yang bisa diakibatkan oleh kelainan metabolic
c. Lesi diensefalon atau hipotalamus di mesensefalon (midbrain) atas
d. Pons atas seperti pada emboli di arteri basilar
e. Pons
Penurunan kesadaran juga dapat disebabkan oleh lesi kompresi dan lesi destruksi. Penurunan
kesadaran akibat lesi kompresi, yaitu :
1) lesi secara langsung mengakibatkan distorsi ARAS; 2) lesi menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial secara difus sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak;
3) lesi menyebabkan iskemia local; 4) lesi menyebabkan edema otak; dan 5) lesi
menyebabkan herniasi. Contoh lesi kompresi adalah tumor, hematoma, dan abses. Lesi
kompresi umumnya hanya mengenai satu bagian korteks atau substansia alba, namun
seringkali menyebabkan kerusakan struktur yang lebih dalam. Kerusakan structural ini
umumnya diakibatkan oleh pergeseran salah satu atau beberapa bagian otak akibt efek desak
ruang. Pergeseran ini mengakibatkan herniasi dan kompresi pada mesensefalon dan RAS.6
(hal. 17-18 buku putih)
Sementara itu, penurunan kesadaran pada lesi destruksi disebabkan oleh kerusakan langsung
struktur RAS, seperti lesi pada diensefalon atau batang otak yang bilateral, atau dapat juga
fokal namun mengenai mesensefalon atau kaudal diensefalon. Lesi destruksi kortkal dan
subkortikal harus bersifat bilateral dan difus untuk dapat mengakibatkan penurunan
kesadaran, misalnya lesi akibat gangguan metabolic, infeksi dan trauma. () buku putih

Anda mungkin juga menyukai