https://www.researchgate.net/publication/317078182_PEMBELAJARAN_BERBAS
IS_MASALAH_DAN_PERANGKAT_LUNAK_GEOMETRI_DINAMIS/download
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru
di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi
bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip,
sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan
rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang
pembelajaran dengan pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali (re-
invention), dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika.
Menurut penulis, prinsip penemuan ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang
menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari
guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri
pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
c)Kontribusi siswa.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang
dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah.
Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari
siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan
dihargai.
d)Interaktif.
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat
pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti:
negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika
informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
e)Keterkaitan.
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit
pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih
bermakna. Dalam tesis ini karakteristik ini tidak muncul.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat dikatakan
bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan
abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam
kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan
segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran
dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada
pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.
C. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai
berikut.
1.Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah
kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2.Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa
mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara
memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian
tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3.Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban
masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal.
Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
4.Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan
waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki
dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan
pembelajaran.
5.Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah
dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara
individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan masalah/soal yang belum
dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan
kondisi masalah/soal yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah
ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak
dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
http://zachariasak.blogspot.com/2017/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah mempelajari bahwa
segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan struktur-struktur internal
dan pengaturan diri adalah latihan. Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan mendatangkan
perhatian. Kemudian langkah terakhir termasuk penggunaan isyarat dan memecahkan masalah
tanpa bantuan orang lain. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu:
1. Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam masing-masing zone of
proximal development mereka.
2. Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi teori belajar
vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif social yaitu interaksi
antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-
konsep dan pemecahan masalah.
Perancah (scaffolding) dan hubungan timbal balik anatar guru sebagai pembimbing dan
peserta didik adalah strategi efektif untuk mengakses zona proksimal perkembangan. Guru
berperan sebagai fasilitator yang memberi peluang bagi anak untuk mengingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya. Guru harus memerhatikan minat anak, menyederhanakan tugas,
mengontrol, dan memotivasi anak. Selanjutnya, guru harus mencari solusi atas kemungkinan
pertentangan antar-usaha anak, dan mengontrol perilaku anak (frustasi dan risiko), dan model
suatu tindakan yang diidealkan (Hausfather, 1996). Pengajaran timbal balik menciptakan suatu
dialog antara anak dan para guru. Komunikasi dua arah melalui diskusi dan dialog anatara anak
dan para guru. Komuniakasi dua arah melalui diskusi dan dialog terbuka ini menjadi suatu
strategi yang efektif dalam meningkatkan interaksi sosial.
Model pembelajaran kolaboratif menurut pandangan Vygotsky dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai budaya-sosiokultural. Dalam kaitan model pembelajaran kolaboratif,
nilai-nilai budaya siri’ yang sekiranya sesuai untuk dikembangkan dalam lingkup persekolahan
mencangkup semangat sipakataui (saling menghormati dan saling menghargai yang diiringi
sikap rendah hati), pace/pesse (empati/kesetiakawanan terhadap sesame manusia), allemupureng
(kejujuran), kerelaan berkorban dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa(Farid, 1989; Hamid,
1985; Mattulada, 1985; Rahim, 1992).
Karya Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual berkembang
pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa
yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan
intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator
pembelajaran siswa.
Secara singkat dikemukakan bahwa teori Vygotsky berfokus pada 4 hal pokok, yakni
pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan, scaffolding (perancah atau pemberian bantuan),
modeling, zone of proximal development (perbedaan antara apa yang dapat dikerjakan sendiri
oleh anak dan apa yang dapat dikerjakan dengan bantuan oranglain). Vygotsky memandang
bahwa model pembelajaran kooperatif yang sarat dengan nilai-nilai budaya, dan scaffolding atau
pemecahan masalah yang berfokus pada anak (student centered education) merupakan faktor
utama perkembangan kognitif, model pembelajaran koorperatif menekankan interakti sosial
dalam upaya pengembangan kehidupan sosial dalam wilayah perkembangan proksimal anak.
Teori-teori belajar, sekalipun telah diuji secara empiris melalui kajian ilmial, namun tentu saja
memerlukan penyesuaian dalam aplikasinya sesuai karakteristik dan latar budaya peserta didik.
Pembelajaran koorperatif berdasar teori sosiokultural Vygotsky diharapkan memberikan
kontribusi dalam perkembangan Bahasa, dan kepribadian anak. Perpaduan dengan teori
perkembangan lainnya, tentu saja akan lebih bermakna terhadap perkembangan dan pembinaan
kepribadian anak pada umumnya.
seorang siswa mengatakan bahwa untuk semua bilangan real x dan real y berlaku = +,
dalam hal ini guru sebaiknya tidak langsung memberitahukan kesalahannya, tetapi guru
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/3292
https://www.academia.edu/37480433/PENDEKATAN_DAN_STRATEGI_PEMBELAJARAN_MATEMATIK
A
Pendekatan Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang salah satu artinya
adalah “Pendekatan”. Dalam pengajaran, approach diartikan sebagai a way of beginning
something ‘cara memulai sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara
memulai pembelajaran. Dan lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi mengenai
cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu, suatu
filsafat, atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya. Pendekatan ini bersifat
aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran teori yang digunakan tidak dipersoalkan lagi.
Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai aktifitas guru dalam
memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas dan juga
mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa
untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran
yang menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teorItis tertentu.
Dilihat dari pendekatan sudut pandangnya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dimana pada pendekatan
jenis ini guru melakukan pendekatan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Adapun yang termasuk pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa antara lain :
1. Pendekatan Saintific
Pendekatan saintific adalah Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta
didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan
mengamati , menanya, menalar, mencoba, dan menbentuk jejaring untuk semua mapel.
1. Menilai data lebih objektif, karena tidak boleh terpengaruh oleh nilai atau kepercayaan
periset atau orang lain ( harus value free )
2. Dari segi kemudahan mendapatkan data ,data sekunder yang tersedia dapat digunakan
3. Eksternal validiti lebih tinggi karena dapat melibatkan permasalahan yang lebih luas
menggunakan waktu yang lebih panjang dan jumlah observasi yang lebih banyak sebagai
objek penelitian karena tersedia di data sekunder.
2. Pendekatan Proses
Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk
pengembangan pengetahuan dan masa depan.
Pendahuluan proses bersifat kreatif, siswa aktif, dapat meningkatkan keterampilan
berfikir dan cara memperoleh pengetahuan.
Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan pengajaran yang
ditetapkan dalam kurikulum.
Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua sekolah dapat
menyediakannya.
Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancangkan suatu percobaan untuk
memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak semua siswa mampu
melaksanakannya.
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru , dimana pada pendekatan
jenis ini guru menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Adapun yang termasuk
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa antara lain :
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US
Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,
manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan
menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan
membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan
komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu
:
1. Mengaitkan. adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa
dengan informasi baru.
2. Mengalami. merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan
serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan
relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang
signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi
masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya
membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan focus
pada pemahaman bukan hafalan
Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan
pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
Guru yang berwawasan. Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan
pendekatan.
Materi dalam pembelajaran.Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran
yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar.Dalam hal ini adalah bagaimana seorang
guru membuat siswa bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan
realitas, lebih aktual, nyata/riil, dsb.
Media pendidikan.Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat
peraga, film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai dan belajar lebih
bermakna.
Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti peralatan dan perlengkapan,
laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk melakukan pelatihan perlu disediakan.
Proses belajar dan mengajar. Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang
bernuansa pembelajaran kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran kontekstual.
Kancah pembelajaran.Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diinginkan.
Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran ini menuntut
pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara- cara yang tepat dan variatif, tidak hanya
dengan pensil atau paper test.
Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh karena dapat
mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan kehidupan nyata di lingkungan siswa.
1. Saling menunjang.
2. Menyenangkan, tidak membosankan.
3. Belajar dengan bergairah.
4. Pembelajaran terintegrasi.
5. Menggunakan berbagai sumber.
6. Siswa aktif.
7. Sharing dengan teman.
8. Siswa kritis guru kreatif.
9. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor dan lain-lain.
10. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang
siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
a. Pendekatan Deduktif
Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir
yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus
dengan menggunakan logika tertentu.”
Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa: Pendekatan deduktif
adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai
pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan
contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.
Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau
menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-
teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau
mengambil contoh-contoh.
Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan deduktif adalah cara
berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif
dalam pembelajaran adalah
Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,
Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-
contohnya,
Guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara
keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,
Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan
khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
Adapun kelebihan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :
b. Pendekatan Induktif
Berbeda dengan pendekatan deduktif yang menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang
bersifat umum, maka pendekatan induktif (inductif approach) menyimpulkan permasalahan dari
hal-hal yang bersifat khusus.. Metode induktif sering digambarkan sebagai pengambilan
kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan
pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan
kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang
bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.
Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa: Pendekatan induktif dimulai dengan
pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip.
Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau
menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut.
Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa
dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip
atau fakta yang pasti.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan
pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat
disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.
Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata
pelajaran tersebut,
Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan
pengambilan keputusan,
Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil
mengulang pertanyaan, dan sabar,
Waktu yang tersedia cukup panjang.
Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran
dengan pendekatan induktif yaitu:
Memilih dan mementukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan
sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.
Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga
memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.
Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan
membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.
Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang
telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh
siswa.
Adapun kelebihan dari pendekatan induktif dibandingkan dengan pendekatan antara lain adalah :
Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau menemukan sendiri
suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih baik.
Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau terjadi keraguan
mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih awal.
Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
2. BERMAKNA
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai aspek seperti yang dijelaskan di atas,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang
disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
Rujukan yang nyata dari semua konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-
konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya, hal ini akan
mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya
untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya.
3. OTENTIK
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep
yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil
belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang
diperoleh sifatya lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui
eksperimen. Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa bertindak sebagai
aktor pencari informasi dan pemberitahuan.
4. AKTIF
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik,
mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan
mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk
terus-menerus belajar. Dengan demikaian, pembelajaran terpadu bukan hanya sekedar
merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajran yang saling terkait.
Pembelajaran terpadu bisa saja dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan
melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema
tersebut.
Selain itu, Hilda Karli dan Margaretha (2002:15) mengemukakan beberapa ciri
pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut :
1. Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari
beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
2. Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang
dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah- masalah nyata di dalam kehidupannya.
3. Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inquiri. Peserta didik
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi
anak untuk belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pembelajaran terpadu meliputi:
1. Berpusat pada anak
Pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Sehingga
siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu
pengetahuan yang harus dikuasainya dan dibutuhkannya sesuai dengan perkembangannya.
Dalam pembelajaran terpadu peran guru lebih banyak sebagai fasilitator dan siswa dituntut untuk
selalu aktif dalam pembelajaran.
Contoh:
Guru melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator, salah satunya menciptakan suasana kelas yang
menyenangkan. Sehingga kelas lebih terasa nyaman dan mengasyikan untuk belajar. Selain itu,
guru dapat berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan praktikum. Guru hanya memberi petunjuk
dan mengarahkan proses pelaksanaan praktikum. Siswa melaksanaakan praktikum sendiri sesuai
dengan arahan dari guru. Siswa mencatat hasil praktikumnya. Guru meluruskan konsep yang
salah. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil praktikum.
2. Otentik
Pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa secara otentik (langsung) pada
konsep dan prisip yang dipelajari. Kegiatan tersebut memungkinkan siswa belajar dengan
melakukan kegiatan secara langsung sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara
langsung sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar memperoleh
informasi dari gurunya. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang
nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
Contoh:
Guru mengajak siswa ke tempat sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari, misalnya
museum, pantai, gunung, kebun, dan lain sebagainya. Dengan pengalaman langsung tersebut,
siswa dapat mengetahui dengan jelas serta memahami materi yang dipelajari.
3. Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan suatu peristiwa dari beberapa
mata pelajaran sekaligus. Pemisahan antara bidang studi tidak ditonjolkan. Sehingga
memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi. Fokus
pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
Contoh:
Guru bercerita “Menjenguk Teman yang Sakit”.
“Jam 06.30, Andi pergi ke sekolah. Sebelum berangkat, tidak lupa Andi berpamitan kepada
kedua orang tuanya. Sesampainya disekolah, Andi dan teman-temannya dikejutkan dengan
berita bahwa Jery teman sekelasnya tidak masuk sekolah karena mengalami kecelakaan lalu
lintas. Jery melanggar peraturan lalu lintas karena ia mengendarai sepeda di sebelah kanan
jalan. Andi dan teman-temannya iuran untuk menjenguk Jery. Uang iuran terkumpul
Rp.100.000,00. Uang tersebut dibelikan 2 bungkus Roti tawar, masing-masing seharga Rp.
7.500,00. Selain itu membeli buah-buahan : 1 kilogram Apel seharga Rp.20.000,00 dan 2
kilogram jeruk seharga Rp. 30.000,00 dan sisanya ditaruh di dalam amplop untuk diberikan
kepada Jery.
4. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang
membentuk semacam jalinan antarskema yang dimiliki oleh siswa, keterkaitan antara konsep-
konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari secara utuh dan diharapkan
anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di
dalam kehidupannya.
Contoh:
Siswa belajar tentang jual beli dengan menggunakan metode bermain peran. Ada yang berperan
sebagai penjual dan pembeli. Dalam bermain permain peran tersebut, terjadi interaksi antara
penjual dan pembeli. Dalam berinteraksi sebagai penjual dan pembeli terdapat komunikasi. Jadi,
siswa dapat belajar bagaimana cara berkomunikasi yang baik (mata belajaran Bahasa Indonesia),
materi tentang pasar tersebut (penjual, pembeli, tawar-menawar) termasuk dalam mata pelajaran
IPS dan tawar menawar harga yang terjadi antara penjual dan pembeli termasuk dalam
pembelajaran matematika. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran tersebut terdapat kebermaknaan
antar konsep mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain.
5. Bersikap luwes
Pembelajaran terpadu bersifat luwes, sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu
bahan ajar dengan mata pelajaran lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
Contoh:
Guru dengan fleksibel dapat mengaitkan beberapa bahan ajar. Dalam mengaitkan beberapa
bahan ajar tersebut, guru menyesuaiakan dengan lingkungan sekitar siswa. Misalnya dalam
pelajaran olahraga, siswa sedang bermain bola. Kemudian dalam pembelajaran IPA materi
gravitasi bumi, guru membahas kembali kegiatan ketika olah raga. Guru menanyakan mengapa
bola dilempar akan jetuh ke tanah?
6. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
minat dan kebutuhannya. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran
terpadu bertolak dari minat dan kebutuhan siswa. Menggunakan prinsip belajar menyenangkan
bagi siswa. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi,
dan tanggap terhadap gagasan orang lain.