STEMI ANTERIOR
Pembimbing:
dr.Windhi, Sp.JP
Disusun oleh:
,
LEMBAR PENGESAHAN
STEMI ANTERIOR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Wahyu Tri Anggono 1820221157
Arum Ridharrahman G4A018067
Mengetahui
Pembimbing,
,
,
BAB I
PENDAHULUAN
aorta, yang merupakan suplai arteri utama darah yang kaya oksigen dari jantung ke
organ dan jaringan tubuh. Ini dapat terjadi di bagian atas aorta di dada, yang dikenal
sebagai aneurisma aorta toraks, atau di bagian bawah aorta di perut, yang dikenal
sebagai aneurisma aorta abdominal. Pada daerah aorta yang memiliki area yang lebih
lemah dibanding dinding aorta lainnya, mereka rentan terhadap ekspansi, robek atau
diseksi di dalam dinding dan akhirnya pecah, yang dapat menyebabkan perdarahan
dan kematian yang signifikan. Deteksi dini, pengawasan dan manajemen sangat
penting dalam mencegah komplikasi dari kondisi yang mengancam jiwa ini (Harris et
al., 2016).
seluruh dunia, di mana 10% di antaranya terjadi pada kelompok usia lanjut
(Kuivaniemi et al., 2008). Prevalensi aneurisma aorta torakalis diduga >3-4% pada
individu >65 tahun dengan perkiraan 6 kasus per 100.000 orang-tahun. Insidensi
ruptur aneurisma aorta torakalis yaitu 3.5 per 100.000 orang, dan angka ini bisa jadi
lebih tinggi pada populasi lanjut usia. Kematian akibat pecahnya aneurisma aorta
torakalis adalah salah satu dari 15 penyebab utama kematian (Tseng, 2018). Data
terbaru yang tersedia dari Centers for Disease Control and Prevention
,
mengindikasikan penyakit aneurisma menjadi penyebab kematian ke-18 yang paling
umum secara individu dan ke-15 paling umum pada individu yang lebih tua dari usia
65 tahun, terhitung 13.843 dan 11.147 kematian dalam 2 kelompok ini (Eledteriades
dan Farkas. 2010). Namun, data epidemiologi aneurisma aorta di Indonesia hingga
Aneurisma aorta toraks sering terjadi secara perlahan seiring waktu tanpa
menimbulkan gejala pada pasien. Pasien dengan aneurisma aorta sering terdeteksi
secara kebetulan dari tes pencitraan dilakukan karena alasan lain. Jika ada risiko
tinggi perkembangan aneurisma berdasarkan faktor risiko atau jika ada gejala,
sejumlah tes pencitraan dada dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
tomography (CT) dan resonansi magnetik pencitraan (MRI) dada (Harris et al.,
2016).
,
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 40 tahun
No RM : 02013977
Agama : Islam
B. Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : Nyeri dada bagian tengah
b. Lokasi : dada bagian tengah
c. Onset : 2 jam, dirasakan nyeri saat dini hari 02.00-
05.00
d. Kuantitas : skala nyeri saat ditanyakan 7
e. Kualitas : mengganggu aktifitas dan tidur, hilang timbul
f. Faktor memperberat : saat posisi tidur
g. Faktor memperingan : dengan duduk sedikit menunduk
h. Keluhan tambahan : punggung dirasa pegal dan suara serak
i. Kronologi :
,
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan nyeri dada bagian tengah
sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri hilang timbul dan
terasa seperti ditekan tekan. Nyeri dirasakan pada seluruh bagian dada. Batuk
(-), sesak (-), saat di anamnesis tanggal 25 juli 2019 pasien mengaku nyeri
dada yang dikeluhkan tidak menjalan sampai lengan dan punggung, dirasakan
memberat pada jam 03.00-05.00, mual (-) muntah (-), keringat (+). Pasien
juga mengeluhkan punggung yang pegal dan suara serak. Sebelumnya pasen
memiliki riwayat jantung yaitu aneurisma aorta sejak tahun 2017. Pasien rutin
kontrol ke dr jantung dr. Yusuf Suseno, Sp. JP dan diberikan obat rutin
bisoprolol dan amlodipin 10 mg.
,
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Penyakit dengan keluhan sama : disangkal
b. Darah tinggi : (+)
c. Kencing manis : disangkal
d. Asma : disangkal
e. Alergi obat : disangkal
f. Alergi makanan : disangkal
g. Penyakit kuning : disangkal
h. Penyakit jantung : disangkal
i. Penyakit ginjal : disangkal
4. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien rutinn kontrol HT, terdiagnosis aneurima aorta sejak tahun
20197 dan diberikan obat rutin bisoprolol dan amlodipine 10 mg.
5. Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pegawai bank BRI kota Purbalingga.
Pasien tinggal di Pemalang. Pasien mengaku setiap hari pergi dan pulang kerja
dengan mengendarai motor. Pasien tinggal bersama dengan istri dan anak
hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga baik. Pasien mengaku tidak
mengonsumsi kopi, hanya saja memiliki kebiasaan makan gorengan dan
bersantan. Namun beberapa tahun terakhir sudah mengurangi kebiasaan
tersebut.
C. Pemeriksaan Fisik
D. KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS = E4V5M6)
E. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 75 x/menit, isi dan tegangan cukup
Laju pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 37 oC
,
F. Status generalis
Kepala : mesosefal, distribusi rambut merata, venektasi temporal (-)
Mata : edem palpebra (-/-), prosis (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-), deformitas (-/-)
Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), sariawan (-)
Leher : deviasi trakea (-), tiroid dalam batas normal, limfonodi tidak teraba
besar
G. Status lokalis
Paru
Inspeksi : hemithoraks dextra = sinistra, ketinggalan gerak (-/-), retraksi
intercostae (-/-), jejas (-/-)
Palpasi : vokal fremitus apex dextra = sinistra
vokal fremitus basal dextra = sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS, kuat angkat (+)
Perkusi : batas jantung
Kanan atas : SIC II LPSD
Kiri atas : SIC II LPSS
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC V, 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (+), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :datar, supel
Auskultasi : bising usus (+) normal
,
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : tidak teraba pembesaran
Lien : tidak teraba pembesaran
Ekstremitas
Tabel 2.1 Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas
Pemeriksaan superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning (ikterik) - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep +2 +2 +2 +2
Patela +2 +2 +2 +2
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Lab Darah Lengkap RSMS 23-07-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematokrit 42 40 - 52
MCH 24.4 L 26 - 34
,
MCHC 33.0 32 – 36
Segmen 69.3 50 – 70
Limfosit 22.5 L 25 – 40
GDS 97 <=200
Cl 104 96 - 108
,
b. EKG RS MARGONO SOEKARJO 23 Juli 2019
,
d. Hasil Echo RSUP dr. Kariadi tanggal 31 Juli 2017
Kesan :
- Dilatasi arkus aorta
- LV konsentrik remodeling dengan fungsi sistolik baik 72%
- Disfungsi diastolic grade 1
- Fungsi sistolik RV baik
- TR mild, MR mild dengan low probability for PH
,
e. Hasil CT-Scan Pusat Geriatri & Paviliun Abiyasa 14 Juli 2017
,
f. Hasil CT Scan Angiografi 12 Juni 2017
I. Diagnosis Kerja
1. Stemi Anterior
J. Terapi
1. Non farmakologis
O2 4 LPM
Infus NaCl 0,9% 10 tpm
2. Farmakologis
Miniaspi 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Atorvastatin 1x20 mg
ISDN 3x5 mg
Laxadin 1xC2
Alprazolam 1x0.5 mg
K. Prognosis :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
,
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Perkembangan Pasien
Tanggal S O A P
,
11/7/2018 Nyeri KU/Kes:Sedang/E4M5V6 Stemi Anterior Miniaspi 1x80 mg
dada,Pusing, TD : 140/90 mmHg RR: 18 x/menit Clopidogrel 1x75 mg
sesak nafas, Atorvastatin 1x20 mg
N : 72 x/menit T :36.9.°C
mudah lelah ISDN 3x5 mg
Mata : CA -/-, SI -/-
Laxadin 1xC2
Cor : BJ I,II reg M(-)G(-)
Alprazolam 1x0.5 mg
Pulmo :SD vesikuler +/+, Rh -/- Wh -
/-
,
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dilatasi dari aorta masih diperdebatkan, namun dilatasi dari aorta dianggap
sebagai suatu aneurisma apabila adanya kriteria peningkatan diameter aorta
sedikitnya 50% lebih besar dibandingkan nilai ekspetasi untuk segmen aorta
yang sama pada individu normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama
B. Etiologi
Aneurisma aorta disebabkan adanya kelemahan di dinding aorta. Kelemahan
ini dapat ditemukan saat lahir atau dapat berkembang sebagai akibat dari penyakit
atau cedera. Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya aneurisma aorta
antara lain (Bhimji 2018):
Aterosklerosis. Pada aterosklerosis, zat berlemak (kolesterol) yang disebut
plak menempel pada lapisan dinding pembuluh darah dan menyebabkan
kelemahkan dinding. Aterosklerosis juga merupakan penyebab paling umum
penyakit jantung dan serangan jantung.
Hipertensi memberi tekanan pada dinding aorta. Selama bertahun-tahun, stres
ini dapat menyebabkan penonjolan dinding pembuluh darah. Ini adalah faktor
utama dalam pengembangan aneurisma aorta toraks.
Diabetes yang tidak terkontrol merusak pembuluh darah sehingga rentan
terhadap pembentukan aneurisma.
,
Trauma pada dada atau perut dapat merusak area aorta. Ini membuat aorta
rentan terhadap pembesaran
Inflamasi vascular. Kondisi peradangan atau vaskulitis, seperti psoriasis dan
rheumatoid arthritis dapat menyebabkan peradangan pada dinding pembuluh
darah namun lebih sering mengenai pembuluh darah yang kecil
Cystic medial necrosis. Pada keadaan ini struktur dinding pembuluh darah
melemah. Ini biasanya disebabkan oleh kelainan genetic yang langka yaitu
sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos
C. Epidemiologi
Jarang dijumpai pada rasras afrika, amerika dan Asia
Merupakan penyebab kematian nomor 18 pada semua individu menurut
Centers for disease control and prevention dan nomor 15 pada individu
diatas umur 65 tahun
D. Faktor Resiko
a. Rokok
b. Emfisema
c. Hipertensi,
d. Hiperlipidemia
e. Riwayat keluarga dengan aneurisma aorta
,
E. Patofisiologi
F. Klasifikasi
Klasifikasi Aneurisma aorta berdasarkan bentuknya (Dzau & Creager 2000)
o True Aneurism
Dilatasi dari pembuluh darah aorta yang terjadi pada 3 lapisan sehingga
terdapat bulging pada aorta. Terbagi atas :
Aneurisma fusiformis
,
Aneurisma yang mempengaruhi seluruh lingkaran segmen pembuluh
darah yang mengakbatkan pembuluh darah aorta dilatasi secara difus
Aneurisma sakular
Tipe aneurisma yang hanya mengenai bagian lengkung dari aorta yang
menyebabkan kantong keluar dari pembuluh darah.
o False Aneurism
Dilatasi dari aorta yang hanya mengenai 2 lapisan pembuluh darah yaitu
lapisan intima dan lapisan media.
,
o Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA)
Merupakan bentuk aneurisma yang paling sering dijumpai. Mengenai 3-
9% pada pria usia diatas 60 tahun. Ruptur aneurisma menyebabkan
kematian sekitar 15.000 orang pertahun di Amerika serikat. Hampir
seluruhnya mengenai aorta infra-renal dan terdapat juga pada dorta
pararenal dan aorta visceral. AAA juga berkaitan dengan perokok.
Perokok memiliki 5 kali risiko lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak perokok.
o Anurisma Aorta Torakalis (AAT)
Aneurisma tipe ini lebih sedikit kejadiannya dibanding AAA. AAT dapat
mengenai aorta ascending dan atau aorta descending. AAT sering
,
mengenai aorta descending (60%) dan aorta ascending (35%) dan arkus
(<10%).
Lokasi anatomis bagian yang dapat mengenai AAT (AHA, 2010)
G. Gejala Klinis
Aneurisma aorta biasanya tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi, ketika
aneurisma membesar akan menjadi nyeri. Pembesaran dari aorta ini akan
menyebabkan kompresi pada organ sekitas sekitarnya sehingga akan
menimbulkan gejala dari organ yang ditekan oleh pembesaran aorta (Dzau &
Creager 2000).
Gejala yang dapat ditimbulkan oleh aorta antara lain (PERKI 2016) :
Gejala penekanan intra torakal oleh aorta : nyeri dada, batuk dan serak
Gejala regurgitasi aorta akibat dilatasi aorta ascenden : gagal jantung
,
Rasa berdenyut pada abdomen
H. Diagnosa
a. Anamnesis
Adanya keluhan berupa nyeri dada, batuk dan suara serak dan rasa
berdenyut pada abdomen
b. Pemeriksaan Fisik
i. Massa yang berdenyut (pulsatile) pada abdomen
ii. Gangguan neurologis
iii. Bunyi murmur pada pemeriksaan auskultasi
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratarium
1. Darah lengkap
2. Kimia Klinis seperti Ureum dan Kreatinin
3. Protrombin time (PT) dan APTT
4. SGOT dan SGPT
ii. EKG
iii. Pencitraan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam menilai aneurisma antara
lain (Tseng dkk, 2019)
1. Rontgen Thorax
,
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat adanya aneurisma aorta
thorakal. Indikasi adanya aneurisma pada foto rontgen dapat
dilihat adanya bayangan anterior dan sedikit ke kiri untuk arcus
aorta dan bayangan posterior serta ke kiri untuk aneurisma toraks
descenden.
2. Echocardiography
Echocardiography terbagi atas dua yaitu TTE (Transthoracic
echocardiographic) dan TEE (transesophageal
Echocardiography). Pemeriksaan ini melihat adanya gangguan
katup pada jantung terutama katup aorta.
3. USG
Dapat digunakan untuk melihat apakah ada gangguan aneurisma
aorta abdominal. Namun pemeriksaan ini tidak terlalu membantu
seperti pemeriksaan foto rontgen pada aneurisma aorta thoracalis
4. Aortagraphy
,
5. CT Scan
,
J. Tata Laksana
a. Non farmakologi
i. Edukasi mengenai faktor resiko
ii. Kontrol tekanan darah dengan target 140/90 mmHg untuk pasien tanpa
diabetes dan 130/80 untuk pasien DM
iii. Optimalisasi profil lipid
b. Farmakologi
i. Obat anti Hipertensi
ii. Obat untuk dyslipidemia dengan target LDL kolestrol 70 mg/dL untuk
penyakit aterosklrotik seperti Statin
c. Bedah dapat dilakukan berupa Endovasscular dan Open surgical
i. Endovascular aneurism repair (EVAR) yaitu berupa tindakan insersi
pada transfemoral dari stent endovascular ke daerah aneurisma.
Kelebihan dari EVAR adalah tidak adanya insisi torak dan kebutuhan
ii. Open surgical
K. Prognosis
Tergantung pada ukuran aneurisma. Untuk aorta dengan diameter dibawah 4 cm,
rata-rata kejadian diseksi lebih kecil dari 3% tahun. Untuk aorta dengan diameter
lebih dari 6 cm, perkiraan ruptur atau diseksi adalah 6,9%/tahun. Angka kematian
dari keseluruhan angka mortalitas 11,8%/ tahun.
,
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
,
dapat timbul keadaan umum cemas, keluar keringat dingin, takikardia, atau
tanda gagal jantung
E. Pada pemeriksaan EKG, regio anterior dinding ventrikel akan ditemukan
elevasi segmen ST di sadapan V1-V6, regio inferior akan ditemukan elevasi
segmen ST di sadapan II, III, avF, regio lateral akan ditemukan elevasi
segmen ST di sadapan I, avL, dan V6. Pada pemeriksaan biomarka dapat
terjadi peningkatan enzim troponin I, T, dan CK-MB.
F. Tatalaksana pasien STEMI dibagi menjadi tatalaksana pra rumah sakit dan
tatalaksana awal di rumah sakit. Pada STEMI, pengobatan utama adalah terapi
reperfusi yang terdiri dari IKP Primer dan Terapi Fibrinolitik. Fibrinolisis
bermanfaat untuk diberikan pada STEMI dengan onset < 12 jam dan tidak ada
kontraindikasi pemberian terapi fibrinolitik.
DAFTAR PUSTAKA
Pathogenesis of Atherosclerosis.http://sphweb.bumc.bu.edu/otlt/MPH-
Modules/PH/PH709_Heart/PH709_Heart3.html
,
,