Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DM

1. Diabetes melitus
a. Pengertian
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada
tahun 2015 & American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2016,
diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin atau keduanya.
b. Klasifikasi
Penyebab diabetes melitus di kelompokan menjadi empat (Nabyl pada
tahun 2012), yaitu:
1) Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin (insulin dependent diabetes
mellitus). Merupakan 5-10 % dari semua kasus diabetes, diabetes tipe
1 biasanya di temukan pada anak atau orang dewasa muda. Diabetes
janis ini, pankreas mengalami kerusakan dan tidak ada pembentukan
insulin sehingga penderita memerlukan suntikan insulin setiap hari.
Umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel beta pulau langerhans yang
disebabkan oleh virus dan autoimun.
2) Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tidak tergantung insulin (non insulin dependent diabetes
mellitus). Merupakan tipe diabetes yang lebih umum dengan jumlah
penderita lebih banyak mencapai 90-95 % dari seluruh populasi
diabetes. Biasanya di temukan pada lansia. Berdasarkan etiologi
diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena obesitas, gaya hidup, faktor
usia, dan faktor genetik.
3) Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes mellitus)
Adalah kehamilan normal yang disertai peningkatan resistensi
insulin (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Diabetes
melitus gestasional (DMG) didapatkan 2-5 % pada ibu hamil.
Biasanya gula darah kembali normal setelah persalinan. Frekuensi
DMG 3-5 % hingga mencapai keparahan, penderita tersebut beresiko
terkena diabetes melitus dimasa yang akan datang.
4) Diebets melitus yang lain
Merupakan diabetes yang timbul akibat penyebab dari penyakit
lain yang mengakibatkan gula darah meningkat, misalnya pada infeksi
berat, pemakaian obat kortikosteroid dan lainnya, seperti pada
kelainan genetik atau fungsi sel beta individu mengalami hiperglikemi
akibat kelainan spesifik.
c. Etiologi
1) Penyebab diabetes tipe 1 menurut Hasdinah & suprapto 2016,
adalah berikut:
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri.
Seringkali bersifat menurun atau mewarisi suatu predisposisi.
Kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1.
Kecenderungan genetik ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen human leucoclyte antigen (HLA).
b) Faktor imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dianggap berperan sebagai penyebab
diabetes tipe 1 adalah infeksi virus atau toksin dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2) Penyebab diabetes mellitus tipe 2 sebagai berikut.
Faktor penyebab diabetes mellitus tipe 2 sepenuhnya belum
terungkap dengan jelas. Namun faktor genetik dan lingkungan
berpengaruh cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM
tipe2. Faktor genetik dari pada kasus DM tipe 2 bersumber dari
agregasi penyakit pada keluarga yang jelas, gen adalah sifat
pembawa yang diturunkan dari orang tua, hal tersebut yang
menyebabkan resiko dua kali lebih besar mengidap penyakit DM
pada individu yang memiliki riwayat keluarga dengan diabetes
melitus. Faktor lingkungan seperti mikroorganisme, virus yang
dapat menimbulkan infeksi, sehingga terjadi kegagalan atau
kerusakan pada sel-sel beta pankreas. DM tipe 2 terjadi karena
kemunduran progresif fungsi sel β ditambah dengan peningkatan
resistensi insulin. Defek utama fungsi sel β pada DM tipe 2
ditandai dengan penurunan respon insulin fase I dan II terhadap
glukosa intravena dan respon lambat atau tumpul terhadap
makanan campuran, selain itu terjadi perubahan kecepatan dan
irama pelepasan insulin. Faktor lain yang dapat menyebabkan
diabetes seperti, gangguan sistem imun, faktor usia (degeneratif),
dan gaya hidup. diet tinggi lemak dan serat, kurang beraktifitas.
Kiranya kegemukan atau obesitas menjadi salah satu pradisposisi
utama. (Bilous & Donelly, 2014).
d. Patofisiologi
Sebagian besar gambar patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kekurangan insulin (Hasdianah & Suprapto
tahun, 2016), berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel dalam tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200
mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak didaerah penyimpanan yang
menyebabkan terjadi metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh
Klien mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan.
Pada hiperglikemi yang parah yang melebihi ambang ginjal yang
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan
timbul glukosa karena tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis asmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi.
Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah asteni atau kekurangan energi
sehingga penderita semakin cepat lelah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia
yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer, hal tersebut akan
memudahkan terjadinya gangren.
e. pathway
f. Gejala klinis
Gajala DM muncul secara tiba-tiba, sebab akibat kelainan genetik
sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik (Irianto, 2014).
Gejala yang dapat di jumpai sebagai berikut:
1) Sering kencing dengan jumlah yang banyak (poliuri)
2) Terus menerus timbul rasa haus (polidipsi) dan rasa lapar
(polifagi).
3) Penglihatan kabur
4) Meningkatnya glukosa dalam darah dan air seni (urine).
Diabetes melitus tipe 1 cenderung ditemukan pada usia di bawah 20
tahun. Sedangkan DM tipe 2 timbul secara perlahan sampai menjadi
gangguan yang jelas. Pada tahap awal mirip pada DM tipe 1, yaitu:
1) Sering kencing (poliuri).
2) Sering merasa haus (polidipsi), dan lapar (polifagi).
3) Kelelahan yang berkepanjangan tanpa diketahui penyebab lain
dengan pasti.
4) Mudah sakit dan berkepanjangan.
Gejala lain yang dapat muncul tanpa diwaspadai, dianggap biasa
sehingga sering terabaikan, yaitu:
1) Luka yang lama atau bahkan tidak kunjung sembuh, sampai
membusuk.
2) Kaki terasa kebas, gatal, atau terasa terbakar.
3) Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita
4) Impotensi pada pria
Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun, secara
umum gejala diabetes telah berlangsung lama (kronis) antara lain:
1) Gangguan penglihatan, berupa pandangan yang kabur sehingga
penderita sering ganti-ganti kaca-mata.
2) Gatal-gatal (hives) dan bisul (furunkel), biasanya dirasakan pada
lipatan ketiak, payudara, dan alat kelamin.
3) Gangguan saraf tepi (perifer), berupa kesemutan, terutama pada
kaki dan terjadi pada malam hari.
4) Rasa tebal pada kulit, sehingga kadang-kadang penderita sering
tidak menggunakan pengalas kaki.
5) Gangguan fungsi seksual, berupa gangguan ekskresi.
6) Keputihan pada penderita perempuan.
g. Penyulit diabetes melitus menurut PERKENI pada tahun 2015, yaitu:
1) Penyulit akut
a) Krisis hiperglikemi
Ketoasidosis diabetik (KDA) adalah komplikasi akut
diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600mg/dl), disertai tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
neningkat (300-220 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion
gap.
Status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat
tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml),
plasma keton (+/), anion gap normal atau sedikit meningkat.
b) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah ≤ 70 mg/dl. Hipoglikemia dalah penurunan konsentrasi
glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
otonom, seperti adanya whipple’s triad, yang pertama terdapat
gejala-gejala hipoglikemia, kedua kadar glukosa darah yang
renda, dan yang ketiga gejala dapat berkurang dengan
pengobatan.
Sebagai pasien dengan DM dapat menunjukan gejala
glukosa darah rendah tetapi menunjukan kadar glukosa darah
normal. Dilain pihak tidak semua pasien diabetes mengalami
gejala hipoglikemia.
Klasifikasi Hipoglikemia
1. Hipoglikemia berat: hal ini penderita membutukan
bantuan dari orang lain untuk pemberian karbohidrat,
glukagon, atau resusitasi lainnya.
2. Hipoglikemia simtomatik apabila gula darah sewaktu
(GDS) ≤ 70mg/dl disertai gejala hipoglikemia.
3. Hipoglikemia asimtomatik apabila GDS ≤ 70mg/dl tanpa
gejala hipoglikemia
4. Hipoglikemia relatif apabila GDS ≥ 70 mg/dl dengan
gejala hipoglikemia
Hipoglikemia berat dapat dapat ditemui pada berbagai
keadaan antara lain:
1. Kendali glikemik terlalu ketat
2. Hipoglikemia berulang
3. Hilangnya respon glukagon terhadap hipoglikemia setelah
lima tahun terdiagnosis DM tipe 1
4. Neuropati otonom
5. Tidak menyadari hipoglikemia
6. Gangguan fungsi hati
7. Malnutrisi
8. Mengkonsumsi alkohol tanpa makanan yang tepat
2) Penyulit menahun (kronik)
a) Makroangiopati
1. Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
2. Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering
terjadi pada penyandang DM.Gejala tipikal yang biasa
muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang pada istirahat (claudicatio intermitten), namun
sering juga tanpa di sertai gejala ulkus. Iskemik pada kaki
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.
b). Mikroangiopati
1. Retinopati diabetik
2. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progresi retinopati.
Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.
3. Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progres inefropati.
Untuk penderita penyakit ginjal dengan diabetik
cenderung dapat menurunkan asupan protein sampai di
bawah 0.8gram/kgBB/hari tidak direkomendasikan karena
tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler dan menurunkan
glomerular filtration rate (GFR) ginjal.
4. Neuropati
Neuropati perifer hilangnya sensasi distal merupakan
faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki yang meningkatkan risiko amputasi, gejala yang
sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari, setelah
diagnosis DMT2 ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skinning untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal yang simetris dengan melakukan
pemeriksaan neorologi sederhana (menggunakan
monofilamen 10 gram). Pemeriksaan ini kemudian
diulang paling sedikit setiap tahun, pada keadaan
polineuropati distal perlu dilakukan perawatan kaki yang
memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus dan
amputasi, pemberian terapi antidepresan atau pregabalin
dapat mengurangi rasa sakit, semua penyandang DM yang
disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki, untuk
pelaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama
dengan, bidang/disiplin ilmu lain.

h. Pencegahan diabetes
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tapi
berpotensi untuk terkena DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor risiko DM sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yakni:
a) Faktor yang tidak dapat dirubah
1. Ras dan etnik
Diabetes melitus dengan prevalensi sangat tinggi seperti
amerika, asia dan beberapa negara lainnya. Hal tersebut
disebabkan oleh tingginya angka hipertensi, obesitas dan
diabetes pada populasi tersebut.
2. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus
Riwayat diabetes, jika terdapat salah satu anggota keluarga
yang mengalami penyakit tersebut maka resiko lebih besar
menyandang penyakit diabetes.
3. Umur
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan dengan meningkatnya usia. Usia ≥ 45 tahun dilakukan
pemeriksaan diabetes melitus gastesional (DMG).
4. Riwayat lahir dengan berat badan renda
Lahir dengan berat badan renda,kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
b) Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
1. Berat badan lebih atau obesitas
Obesitas atau kegemukan disinyalir menjadi penyebab
diabetes. Lemak yang menumpuk dalam tubuh dapat
mengakibatkan resistensi insulin, Terutama timbunan lemak
diperut yang ditandai lingkar pinggang lebih dari batas normal.
2. Kurang aktivitas fisik
Olahraga sangat penting untuk membantu menjaga berat
badan. Menggunakan glukosa sebagai energi, meningkatkan
energi, memperbaiki kadar glukosa dalam darah, menurunkan
resiko diabetes dan penyakit lain, memperbaiki peredaran darah
dan lain-lain.
3. Diet tidak sehat (unhealthy diet)
Diet dengan tinggi glukosa dengan rendah serat akan
meningkatkan resiko menderita prediabetes atau intoleransi
glukosa dan diabetes melitus tipe2
c) Faktor lain yang terkait dengan diabetes melitus
1. Penderita Polycytic Ovary syndrom (PCOS) atau keadaan
klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.
2. Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya.
3. Penderita yang dimiliki riwayat penyakit kardiovaskular,
seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJK), atau
peripheral arterial disease (PAD).
i. Diagnosis
Menurut PERKENI pada tahun 2015, diagnosis DM ditegakan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis dapat ditegakan atas dasarnya glukosuria. Selain dilakukan
pemeriksaan menggunakan glukometer, diagnosis DM dapat ditegakan
dengan adanya kecurigaan apa bila terdapat gejala yang ditemukan seperti:
1) Keluhan klasik DM yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2) Keluhan lain yaitu badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada
wanita.
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2016, memaparkan
kriteria diaknosis DM dapat ditegakan berdasarkan:
1) Apa bila gulah darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/l)
dimana puasa diartikan sebagai tidak ada asupan selama lebih dari
8 jam
2) Tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/l).
TTGO dilakukan dengan pemberian 75g glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air 250ml air
3) HbA1c ≥ 6,5% (48 mmol/mol).
4) Gejala klasik hiperglikemik dengan kadar glukosa darah acak ≥
200 mg/dl (mmol/l).
j. Komplikasi
Komplikasi pada DM, dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi
kronis (Irianto, 2014). Komplikasi kronis, berupa kronis vaskuler dan non
vaskuler.
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan gejala
berupa gelisah, tekanan darah menurun, lapar, mual, lemah, lesu,
keringat dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir dan
tangan gemetar, sampai terjadi koma.
b) Hiperglikemia
Kelebihan gula darah yang biasa disebabkan oleh pola makan
berlebihan, stres emosional, penghentian obat DM secara
mendadak. Gejala berupa penurunan kesadaran serta kekurangan
cairan (dehidrasi).
c) Ketoasidosis diabetikum
Peningkatan senyawa keton yang bersifat asam dalam darah
yang berasal dari asam lemak bebas hasil dari pemecahan sel
lemak jaringan. Gejala dan tanda berupa nafsu makan menurun,
merasa haus, banyak minum, banyak kencing, mual dan muntah,
nyeri perut, nadi cepat, pernafasan cepat dan dalam, nafas berbau
khas (keton), hipotensi, penurunan kesadaran sampai koma.
2) Komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler
a) Rasa tebal pada lidah, gigi dan gusi, yang mempengaruhi rasa
pengecapan.
b) Gangguan pendengaran, timbul rasa berdering pada telinga.
c) Gangguan saraf (neuropati diabetic) berupa rasa tebal pada
kaki, kesemutan pada betis. Pada tahap lebih lanjut dapat
terjadi gangguan saraf pusat sehingga mulut moncong
kedepan, mata tertutup sebelah, kaki pincang dan sebagainya.
d) Gangguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh
darah, yaitu mikroangiopati maupun makroangiopati.
Mikroangiopati, berupa retinopati, gejala penglihatan kabur
hingga kebutaan, dan kelainan fungsi ginjal.
Makroangiopati, berupa penyempitan pembuluh darah
jantung dan pembuluh darah otak dengan berbagai
menifestasi.
e) Gangguan seksual, biasanya berupa gangguan ekskresi
(disfungsi ekskresi) pada pria maupun wanita.
f) Kelainan kulit, berupa bekas luka berwarna merah atau
kehitaman terutama pada kaki akibat infeksi yang berulang
atau luka sukar sembuh.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada
darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode
dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa
deproteinisasi
2) Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa
darah >160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara
eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada
orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3) Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam
asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang
dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4) Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti
sel insula langerhans ( islet cellantibody)
l. Penatalaksanaan
1) Medis
a) Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea
- kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra
pancreas
- kerja OAD tingkat reseptor
b. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
a) Menghambat penyerapan karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
d) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan
jumlah reseptor insulin
e) Biguanida pada tingkat pascareseptor :
mempunyai efek intraseluler
b) Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada ketika tertentu tidak dapat
dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
2. Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a. Penurunan berat tubuh yang cepat.
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c. Ketoasidosis diabetik.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2) Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap
ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan
luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau
larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin
dibutuhkan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001:
1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah untuk menghindari
terjadinya komplikasi.
a) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
kadar insulin.
b) Pemantauan
Dengan melaksanakan pemantaunan kadar glukosa darah
secara berdikari diharapkan pada penderita diabetes dapat
mengatur terapinya secara optimal.
c) Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan
dan pada malam hari.
d) Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini ialah agar pasien dapat
mempelajari keterampilan dalam melaksanakan
penatalaksanaan diabetes yang berdikari dan bisa
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
- Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan
cara menekan, jangan digosok
- Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering,
bersisik dan ukiran yang berlebih
- Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan
dipotong
- Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak
sempit
- Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak
sempit
- Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan
dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10
menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir
jangan dikelupas.
f) Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan
hipoalbuminemia akan kuat dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan
selulitis atau gangren dibutuhkan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat menyebabkan fluktuasi kadar
gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada infeksi atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi
turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada
ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai
crutch, dingklik roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus.
Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata
kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini dibutuhkan karena kaki pasien sudah tidak
peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi syok
berulang ditempat yang sama menyebabkan basil masuk pada
tempat luka.
h) Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan
sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
DAFTAR PUSTAKAH

American Diabetes Association (ADA) (2016), Standards Of Medical Care In


Duabetes.. dari
http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2015/12/21/39.Supplement_
1.DC2/2016-Standards-of-Care.pdf. Diakses pada tanggal 19 desember
2017
Hasdianah & Suprapto (2016), Patologi Dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta:
Nuha Medika
International Diabetes Federation (IDF). 2013, 2015, & 2017. Dari
https://www.idf.org/e-library/epidemiology-research/diabetes-atlas.html
Diakses pada tanggal 2 november 2017.

Iranto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Bandung: Alfabeta

Nabil R.A (2012). Panduan Hidup Sehat Mencegah Dan Mengobati Diabetes
Melitus. Yogyakarta : Aulia Publishing

PERKENI (2015). Konsensus Penggolongan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia dari http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf. Diakses
pada tanggal 05 januwari 2018.

Anda mungkin juga menyukai