Anda di halaman 1dari 17

DAMPAK PSIKOLOGIS KORBAN BENCANA ALAM DAN PERAN

PERAWAT JIWA DALAM MENANGGULANGI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Program Studi Profesi Ners yang Dibina Oleh

Ibu Esti Widiani, S.Kep, Ns, M.Kep.

Disusun Oleh

Erine Fibriani (P17212195040)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

MALANG

2019
DAMPAK PSIKOSOSIAL AKIBAT BENCANA
LUMPUR LAPINDO

(Psychosocial Impact of Lapindo Mud Disaster)

PENDAHULUAN

Peristiwa meluapnya lumpur Lapindo di Sidoarjo sejak 29 Mei 2006


merupakan fenomena yang khas, baik dari sisi penyebab, lama kejadian,
maupun penanganan penghentian luapan lumpur. Peristiwa ini telah
mengakibatkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis serta dampak sosiologis yang akan dialami akibat program
relokasi. Perpindahan penduduk ketempat baru atau relokasi ini akan membawa
pengaruh yang signifikan pada proses dan struktur masyarakat, hubungan
sosio-kultural, ekonomi, kekeluargaan dan pranata sosial juga akan
mengalami kemunduran atau ketidakteraturan lagi bahkan sangat potensi untuk
terjadi konflik sosial di tempat yang baru (Mirdasy, 2007). Masyarakat korban
luapan lumpur Lapindo, ditinjau dari wilayah atau areanya dikelompokkan menjadi
lima, yaitu daerah bencana, daerah bencana terdampak, daerah bencana menyusul,
daerah bencana langsung dan daerah bencana tidak langsung (Mangoenpoerojo,
2008). Berbagai bentuk respon psikologis dan sosial yang dialami masyarakat
korban berbeda tergantung pada persepsi dan mekanisme koping yang digunakan.
Dalam konteks bencana ini, fenomena dampak psikososial akibat lumpur
Lapindo belum bisa dijelaskan secara mendalam terutama bagi daerah bencana
terdampak yang hingga kini sebagian masyarakatnya masih bertempat tinggal di
sekitar luapan lumpur Lapindo. Penelitian ini fokus pada daerah bencana
terdampak yaitu desa Pajarakan kecamatan Jabon Sidoarjo. Selain desa Pajarakan,
yang termasuk daerah bencana terdampak adalah desa Besuki Barat, dan desa
Kedungcangkring. Dari tiga desa tersebut terdapat 1.666 keluarga atau 6.094 jiwa.
Penentuan desa terdampak dilakukan pada bulan Juli 2008 setelah tiga desa
tersebut dinyatakan tidak layak huni oleh Badan Penanggulangan Lumpur di
Sidoarjo (BPLS). Dengan penentuan status sebagai desa terdampak berarti
masyarakat di desa tersebut harus meninggalkan tanah dan rumahnya karena
daerah tersebut akan di jadikan penampung lumpur.
Penelitian ini fokus pada masalah psikososial yang terjadi pada usia
dewasa (20–50 tahun) dan usia lanjut. Pada tahap usia dewasa akan terjadi
”konflik” antara Generativity vs Stagnation. Generativity adalah kepedulian yang
tinggi, lebih luas daripada intimacy. Perkembangan yang baik pada fase ini akan
memunculkan sikap responsif, peduli dan partisipatif terhadap kebutuhan orang
lain atau lingkungan. Sedangkan Stagnation merupakan terbatasnya atau tidak
adanya kepedulian kepada orang lain. Perkembangan psikososial pada usia
lanjut menurut Erikson masuk tahap integeritas diri versus putus asa (ego
integrity versus despair). Perkembangan periode ini dimulai pada usia 45/60
tahun ketika mulai meninggalkan aktivitas di masyarakat. Perkembangan yang
baik pada masa ini diwujudkan dengan integeritas diri yang baik, lebih matang,
dan tidak takut mati karena telah melalui kehidupan dengan baik. Namun bila
hidup yang dilalui tidak semestinya, maka akan muncul perasaan putus asa,
penyesalan dan marah dengan dirinya sendiri karena merasa gagal menjalani hidup.
Kondisi masyarakat korban saat ini memang tidak dalam ancaman kematian,
namun perubahan yang dialami akibat lumpur dan ketidakpastian masa depan
menyebabkan rentan terhadap masalah kesehatan, baik masalah kesehatan fisik,
psikis, sosial, budaya dan spiritual. Berdasarkan pertimbangan dan realita yang
terjadi pada masyarakat korban lumpur Lapindo, maka peneliti melakukan
penelitian dengan desain kualitatif fenomenologi deskriptif dengan alasan dampak
psikososial merupakan pengalaman hidup yang sifatnya subyektif, masing-masing
individu berbeda, dan tindakan masing-masing individu hanya dapat dipahami
melalui pemahaman terhadap dunia kehidupan individu masing-masing.
1. Populasi
Desa Pajarakan kecamatan Jabon Sidoarjo. Selain desa Pajarakan, yang
termasuk daerah bencana terdampak adalah desa Besuki Barat, dan desa
Kedungcangkring. Dari tiga desa tersebut terdapat 1.666 keluarga atau 6.094 jiwa.
2. Intervensi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian kualitatif


dengan metode fenomenologi deskriptif. Populasi yang menurut Sugiono
(2007) dalam penelitian kualitatif diistilahkan sebagai situasi sosial (social
situation) dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Pajarakan yang
mengalami dampak psikososial akibat Lumpur Lapindo. Sampel dalam penelitian
ini adalah anggota masyarakat desa Pajarakan yang mengalami masalah
psikososial. Proses seleksi sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel atau sumber data dengan pertimbangan tertentu
sebagaimana yang diinginkan peneliti, dengan kriteria inklusi sebagai Bisa
membaca dan menulis, Berusia antara 20 tahun sampai dengan 65 tahun,
Sedang mengalami masalah psikososial, yang dibuktikan dengan penilaian status
kejiwaan, dengan skor penilaian kuesioner < 60, Mampu berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa dengan baik, Bersedia menjadi
partisipan. Partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria inklusi.
Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 7 orang yang terdiri dari 6 laki-
laki dan 1 perempuan. Hasil penilaian berdasarkan kuesioner status kesehatan
jiwa yang diberikan kepada masing- masing partisipan (P) diperoleh skor P1 = 46;
P2 = 52; P3 =55; P4 = 56; P5 = 41; P6 = 58; dan P7=56. Berdasarkan hasil skor
kuesioner tersebut berarti semua partisipan memenuhi syarat sebagai partisipan
dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
triangulasi (gabungan) dari beberapa teknik, yaitu wawancara mendalam
(indepth interview) dan kuesioner. Teknik wawancara mendalam (indepth
interview) dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka (open – ended
interview), yaitu memberikan kesempatan kepada partisipan untuk
menjelaskan sepenuhnya pengalaman mereka tentang fenomena yang sedang
diteliti (Speziale dan Carpenter, 2003), yaitu pengalaman partisipan selama
mengalami korban lumpur Lapindo.

3. Comparasi
Jurnal 2:

EVALUASI PENGETAHUAN PERAWAT JIWA TENTANG KESIAPSIAGAAN


MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI Evaluation of
mental health nurses’ knowledge about disaster preparedness for earth quake and
tsunami Idea Nursing Journal Vol IV No. 3 2013 ISSN: 2087-2879

Hasil:

Hasil uji statistik menujukkan bahwa ada perbedaan hasil sebelum dan setelah
penyegaran pengetahuan tentang manajemen bencana gempa bumi dan tsunami
pada perawat kesehatan jiwa masyarakat, dengan selisih mean 3,66 (p-value =
0,001) antara pre test dan post test. Hasil uji statistic menujukkan bahwa ada
perbedaan hasil sebelum dan setelah penyegaran pengetahuan tentang analisa risiko
bencana gempa bumi dan tsunami pada perawat kesehatan jiwa masyarakat, dengan
selisih mean 1,22 (p-value = 0,001) antara pre test dan post test. Hasil uji statistik
menujukkan bahwa ada perbedaan hasil sebelum dan setelah penyegaran
pengetahuan tentang dampak bencana gempa bumi dan tsunami pada perawat
kesehatan jiwa masyarakat, dengan selisih mean 3,08 (p-value = 0,001) antara pre
test dan post test. Hasil uji statistik menujukkan bahwa ada perbedaan hasil sebelum
dan setelah penyegaran pengetahuan tentang keterampilan bencana gempa bumi
dan tsunami pada perawat kesehatan jiwa masyarakat, dengan selisih mean 1,56 (p-
value = 0,001) antara pre test dan post test.

Kesimpulan:

Pengambil kebijakan atau penanggung jawab kesehatan jiwa kabupaten/kota


agar memberikan penyegaran secara berkala terhadap pengetahuan tentang
manajemen bencana, analisa risiko, dampak serta keterampilan dalam menghadapi
bencana gempa bumi dan tsunami kepada perawat kesehatan jiwa masyarakat di
Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
DAMPAK PSIKOSOSIAL DALAM BENCANA

A. Dampak psikologis pada individu


Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam merespon
bencana, ada banyak variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang tindih. Oleh
karena itu munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung
banyak factor, namun bisa mencapai 90% atau bahkan lebih korban akan
menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis yang negatif setelah beberapa
jam paska bencana . Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi
tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.

1. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada tahap
inikegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan penyintas dan
berusaha untuk menstabilkan situasi. Penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang
aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis,
serta makanan dan air yang cukup.

Gejala-gejala dibawah ini dapat muncul pada tahap tanggap darurat:

1. Kecemasan berlebihan
2. Rasa bersalah
3. Ketidaksatbilan emosi dan pikiran
2. Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi lain,
euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi
dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai
menghadapi realitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul,
misalnya "Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".

3. Post Trauma Depresi


Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum dalampenelitan
terhadap penyintas trauma. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan
Post Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan
yang lambat, insomnia (ataupun kebalikannyahipersomnia), kelelahan atau
kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan
dengan konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak
menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan
sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah hidup tidak
dapat dibatalkan, dan lekas marah.

4. Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupan yang
stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun banyak korbanmungkin
telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan
tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen.
Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat, kelelahan kronis, ketidakmampuan
untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan
berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah menyerang orang lain
termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini pada akhirnya merusak
hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.

B. Dampak Bencana Pada Komunitas


Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas.
Paska bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal
sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal
sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan kekerasan (padahal
sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan mampu
merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat
lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka yang
terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang padahal
sepanjang hidupnya adalah nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai akibat jangka
panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan tingkat perceraian pada tahun-
tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga meningkatnyakekerasan intra-keluarga
(kekerasan pada anak dan pasangan).

Pemberian bantuan yang tidak terpola pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan
terjadi ketergantungan pada pemberi bantuan. Bencana fisik bisa menghancurkan
lembaga masyarakat, seperti sekolah dan komunitas agama, atau dapat mengganggu
fungsi mereka karena efek langsung dari bencana pada orang yang bertanggung
jawab atas lembaga-lembaga, seperti guru atau imam. Saat guru, tokoh adat atau
tokoh agama menjadi korban dari bencana dan tidak dapat mejalankan fungsinya,
maka sarana dukungan sosial dalam komunitas menjadi terganggung.

C. Dampak Psikososial Bencana Pada Anak-anak dan Remaja


Untuk anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang tidak sekuat
orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman bencana. Rasa aman
utama anak-anak adalah orang dewasa disekitar mereka (orang tua dan guru) serta
keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak juga sangat terpengaruh oleh reaksi
orang tua mereka dan orang dewasa lainya . Jika orangtua dan guru mereka bereaksi
dengan panik, anak akan semakin ketakutan. Saat mereka tinggal di pengungsian
dan kehilangan ketaraturan hidupnya. Tidak ada jadwal yang teratur untuk kegiatan
belajar, dan bermain, membuat anak kehilangan kendali atas hidupnya.

a. Kerentanan Psikologis Pada Anak Pra sekolah


Tanda-tanda anak pra sekolah (1-4 tahun) mengalami gangguan psikis adalalah
adanya perilaku ngompol, gigit jempol, mimpi buruk, kelekatan, mudah marah,
temper tantrum, perilaku agresive hiperaktif, ”baby talk” muncul kembali ataupun
semakin meningkat intensitasnya
b. Kerentanan psikologis Anak Usia Sekolah (5-12)
Anak usia ini menunjukkan adanya reaksi ketakutan dan kecemasan, keluhan
somatis, gangguan tidur, masalah dengan prestasi sekolah, menarik diri dari
pertemanan, apatis, enggan bermain, PTSD, dan sering bertengkar dengan saudara

c. Kerentanan Psikologis Anak Usia 13 – 18 tahun


Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam
aktifitas sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan
tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar terkena
penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.

D. Dampak Psikologis Bencana Pada Wanita


Kondisi psikososial didaerah bencana khususnya bagi kaum perempuan
mengakibatkan berbagai goncangan psikologis seperti hilangnya rasa percaya diri,
muncul kekhawatir bahkan memunculkan gejala phobia yaitu perasaan takut yang
berlebihan. Individu dan komunitas mengalami trauma dan tekanan hidup bertubi-
tubi dan berkelanjutan.

Situasi demikian dapat menurunkan motivasi untuk mempertahankan hidup


selanjutnya. Selain implikasi psikososial yang pada umumnya muncul dikalangan
perempuan, biasanya mereka mengalami pengalaman traumatis dimana daya
penyesuaian satu individu dengan individu lainnya akan mengalami kendala. Hal
tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:

a. Gambaran umum tentang dirinya,

b. Dukungan sosial yang diterimanya,

c. Kapasitas berpikir dan penyesuaian diri,

d. Tingkat keparahan,

e. Pengalaman traumatik
Selain itu korban bencana akan mengalami perubahan dalam kepribadian yang
berpengaruh pada tingkat fungsi dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya dan
bahkan mereka tidak mampu menata kembali hidup mereka. Sebagian besar dari
korban bencana mengalami gejala temporer. Gejala yang paling popular
adalah stres dan stres paska trauma yang seringkali menghinggapi korban-korban
bencana. Stres terjadi karena adanya situasi eksternal atau internal yang
memunculkan tekanan atau gangguan pada keseimbangan hidup individu.

Kaum perempuan di daerah bencana karena hidup dengan kondisi yang lebih lebih
buruk dari sebelumnya maka memunculkan perasaan gelisah, sedih, tak berdaya dan
bingung. Harapan hidupnya seolah-olah hilang. Depresi akan mucul akibat
ketidakmampuan melakukan perubahan. Individu dan komunitas mengalami situsi
belajar dari pengalaman dan situasi hidup bahwa mereka tidak mampu mengatasinya.
Trauma yang muncul ini bersifat kolektif dan memberikan dampak psikososial.

Beberapa gejala yang pada umumnya muncul akibat bencana adalah sebagai berikut:

1. Ingatan yang senantiasai mencengkeram berbagai bayangan tentang trauma

2. Perasaan seolah-olah trauma muncul kembali

3. Mimpi buruk

4. Gangguan tidur

5. Gangguan makan (muntah/mual)

6. Gangguan saat mengingat traumna

7. Ketakutan

8. Kewaspadaan yang berlebih

9. Kesulitan mengendalikan emosi

10. Kesulitan berkonsentrasi


E. Dampak Psikologis Bencana Pada Lansia
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan
adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan
terhadap perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran,
sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya.
Mereka juga rentan terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.

PERAN PERAWAT DAN AKTIVITAS PSIKOSOSIAL DALAM


MENANGGULANGI DAMPAK PSIKOSOSIAL

A. Aktivitas Psikososial Berdasarkan Tahap Bencana


Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung

1. Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya


defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma
2. Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya
berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis
3. Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.
4. Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak
5. Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.
Tahap Pemulihan: Bulan pertama

1. Lanjutkan tahap tanggap darurat


2. Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan
efek trauma
3. Melatih konselor bencana tambahan
4. Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada penyintas
5. Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat
Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua
1. Lanjutkan tugas tanggap bencana.
2. Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau
ketangguhan.
3. Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang
masih membutuhkan pertolongan psikologis.
4. Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana yang
membutuhkan.
5. Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas
lainnya berbasis lembaga.
Fase Rekonstruksi

1. Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi pekerja


kemanusiaan dan penyintas bencana.
2. Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.
3. Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya.
4. Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang
pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

B. Aktivitas Psikososial Berdasarkan Kelompok Usia


1. Anak-anak
Dukungan psikososial dapat diberikan dalam berbagai bentuk kegiatan dan
program, namun perlu diingat bahwa segala bentuk interaksi dengan anak berpotensi
untuk memulihkan anak secara psikologis. Hal ini penting untuk difahami oleh
semua pekerja kemanusiaan yang terlibat dalam respons bencana, baik yang bekerja
langsung dengan anak maupun tidak. Dukungan ini tidak hanya berarti bekerja
dengan anak, tetapi juga dengan orang tua, warga sekitar dan organisasi lain untuk
membantu anak memperoleh akses dan pelayanan dasar yang perlu mereka
dapatkan. (Unicef Indonesia – Perlindungan Anak dalam Keadaan Darurat).
Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan
anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak. Mulailah
membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang teratur adalah
salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-anak. Anak-anak akan merasa
aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip dengn aktivitas rutin yang
dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali, untuk segera
menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi anak-anak untuk
bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari (atau bible study
untuk anak-anak Nasrani).

Dukungan psikososial diberikan dalam beberapa bentuk, seperti Mengajak anak-


anak melakukan kegiatan-kegiatan atraktif, bermain, bernyanyi dan perlombaan-
perlombaan sederhana untuk memotivasi semangat dan menyalurkan emosi
anak. Pemulihan aktifitas pendidikan melalui pembelajaran transisi di
tenda atau sekolah darurat. Dapat didukung dengan kegiatan menggambar, menulis
cerpen tentang pengalaman sehari-hari atau pengalaman saat peristiwa bencana
terjadi atau impian masa depan. Menggali potensi, bakat dan minat anak dibidang
seni, olah raga dan permainan-mainan tradisional lokal. Juga konseling personal
untuk kelompok anak yang mengalami stress akut (teridentifikasi mengalami
trauma).

2. Remaja
a. Mengajaknya Sholat dan Zikir untuk relaksasi
b. Melakukan aktifitas social
c. Melakukan aktifitas olahraga
d. Melakukan aktifitas kesenian seperti menari, menyanyi, main musik, drama,
melukis, dan lain-lain
e. Menulis
f. Menonton film
3. Orang Dewasa
a. Ajak untuk perbanyak melakukan kegiatan agama
b. Temani mereka
c. Ajak bicara tentang apa saja sehingga ia tidak merasa sendiri
d. Menjadi pendengar yang baik terutama saat ia menceritakan perasaannya
tentang bencana yang menimpa
e. Dorong korban untuk banyak beristirahat dan makan yang cukup
f. Ajak korban melakukan aktifitas yang positif
g. Ajak korban untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari
h. Ajak bercanda dengan menggunakan humor ringan
i. Ajak berbincang-bincang tentang kondisi saat ini diluar
j. Membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah
k. Memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga menimbulkan harapan

4. Wanita
Dalam memulihkan diri sendiri :

a. Mengungkap masalah yang dirasakan kepada orang yang dipercayai


b. Merawat dan menjaga kesehatan diri, baik fisik maupun psikis
c. Melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai yang dapat mengalihkan dari
pikiranpikiran akan kejadian, baik dilakukan sendiri maupun secara
berkelompok
d. Belajar Ketrampilan Baru
e. Mencoba iklas dan mendekatkan diri kepada-Nya
f. Membantu keluarganya dalam memulihkan kondisi pasca bencana
g. Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai bencana (gempa,
banjir,tsunami, longsor dll) kepada anak dan keluarga
h. Saling mendukung dan memperhatikan sesama anggota keluarga, serta
memberikan perhatian lebih kepada anggota keluarga yang masih memiliki
masalah akibat bencana dan peristiwa sulit
i. Memberikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan baik di
sekolah maupun di luar sekolah
j. Apabila dia berperan sebagai orang tua tunggal, maka dia bekerja
untukmencari nafkah bagi keluarga sesuai dengan kemampuan/ketrampilan
yang dimiliki

Memulihkan sesama perempuan dalam komunitas:

1. Saling memberikan perhatian kepada sesama perempuan korban bencana


yang tinggal di sekitarnya.
2. Saling bercerita dan berbagi perasaan antar sesama perempuan di komunitas
3. Saling memberi informasi kepada sesama perempuan baik dalam hal
mengembangkan usaha (industri kecil) bersama-sama dan dapat berupa
informasi lainnya.
4. Mengajak rekan perempuan dalam komunitas agar lebih percaya diri, dan
aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok
5. Bersama-sama ikut memberikan pendapat dalam rapat atau pertemuan
penyelesaian masalah karena suara perempuan juga penting.
5. Lansia
a. Berikan keyakinan yang positif
b. Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
c. Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada
lokasi penampungan
d. Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun
lingkungan sosial lainnya
e. Dampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan

Anda mungkin juga menyukai

  • Diet Tetp
    Diet Tetp
    Dokumen14 halaman
    Diet Tetp
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Cva Ich
    Cva Ich
    Dokumen21 halaman
    Cva Ich
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Gadar
    Gadar
    Dokumen20 halaman
    Gadar
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Revisi Hil
    Revisi Hil
    Dokumen14 halaman
    Revisi Hil
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Uas Gadar
    Uas Gadar
    Dokumen6 halaman
    Uas Gadar
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Peritonitis
    Leaflet Peritonitis
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Peritonitis
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Pathway SC
    Pathway SC
    Dokumen3 halaman
    Pathway SC
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Bu Esti Fix
    Bu Esti Fix
    Dokumen17 halaman
    Bu Esti Fix
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Erine Fibriani-Tugas Individu Jiwa
    Erine Fibriani-Tugas Individu Jiwa
    Dokumen20 halaman
    Erine Fibriani-Tugas Individu Jiwa
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Proposal Ronde
    Proposal Ronde
    Dokumen32 halaman
    Proposal Ronde
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • HIL
    HIL
    Dokumen10 halaman
    HIL
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir Peserta Penyuluhan
    Daftar Hadir Peserta Penyuluhan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Hadir Peserta Penyuluhan
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Askep DM
    Askep DM
    Dokumen51 halaman
    Askep DM
    ganteng indra
    Belum ada peringkat
  • Revisi M2
    Revisi M2
    Dokumen9 halaman
    Revisi M2
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • R24QA
    R24QA
    Dokumen13 halaman
    R24QA
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Pathway KB Suntik
    Pathway KB Suntik
    Dokumen1 halaman
    Pathway KB Suntik
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Pathway SC
    Pathway SC
    Dokumen3 halaman
    Pathway SC
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen3 halaman
    Jurnal
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Leaflet MIOMA
    Leaflet MIOMA
    Dokumen2 halaman
    Leaflet MIOMA
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Sap Fraktur
    Sap Fraktur
    Dokumen9 halaman
    Sap Fraktur
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Diet Tetp
    Diet Tetp
    Dokumen14 halaman
    Diet Tetp
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • KMB
    KMB
    Dokumen1 halaman
    KMB
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia
    Pneumonia
    Dokumen18 halaman
    Pneumonia
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Pathway SC
    Pathway SC
    Dokumen3 halaman
    Pathway SC
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • CIDERA
    CIDERA
    Dokumen14 halaman
    CIDERA
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • Selulitis: Universitas Brawijaya
    Selulitis: Universitas Brawijaya
    Dokumen8 halaman
    Selulitis: Universitas Brawijaya
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • LP CA Mamae
    LP CA Mamae
    Dokumen18 halaman
    LP CA Mamae
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • CIDERA
    CIDERA
    Dokumen14 halaman
    CIDERA
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat
  • LP CA Mamae
    LP CA Mamae
    Dokumen18 halaman
    LP CA Mamae
    Erine Fibriani
    Belum ada peringkat