NIM :1321620001
Tujuan
Dasar Teori
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme.
Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan suatu makanan adalah dengan
menambahkan zat pengawet ke dalam makanan tersebut. Berbagai komponen telah
digunakan dalam mengawetkan berbagai makanan. Kemampuan suatu zat pengawet dalam
menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai factor, diantarnya :
1. Konsentrasi zat pengawet
2. Jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba
3. Suhu
4. Waktu, dan
5. Sifat-sifat kimia dan fisik dari makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah
komponen didalamnya.
Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba pada pangan dibedakan atas
tiga golongan berdasarkan sumbernya, yaitu:
- Senyawa antimikroba yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya asam
pada buah – buahan dan beberapa senyawa pada rempah – rempah.
- Bahan pengawet yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan atau pangan olahan,
misalnya: Nitrit untuk menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis, Garam natrium
klorida untuk menghambat mikroba pada ikan asin. Asam benzoat untuk menghambat
kapang dan khamir pada selai dan sari buah. Asam cuka (asam asetat) untuk mengahambat
mikroba pada asinan. Asam propinoat untuk menghambat kapang pada roti dan keju. Sulfit
untuk menghambat kapang dan khamir pada buah – buahan kering dan anggur.
- Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba selama proses fermentasi pangan.
Asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2) dan bakteriosin adalah senyawa yang dibentuk oleh
bakteri asam laktat selama pembuatan produk susu fermentasi seperti yoghurt, yakult, susu
asidofilus, dan lain – lain, serta dalam pembuatan pikels dari sayur – sayuran seperti sayur
asin (Sudiarto).
Zat pengawet dapat bersifat bakterisidal atau membunuh bakteri, bakteristatik atau
menghambat pertumbuhan bakteri, fungisidal, fungistatik, menghambat spora bakteri.
Sifat beberapa zat pengawet :
1. Asam Organik (Asam Sorbat, Asam Propionat, dan asam benzoat)
Penggunaan asam organik sebagai bahan pengawet dapat mengganggu penggunaan
ATP, sehingga pertumbuhan mikroba terganggu.
- Asam Sorbat
Garam Natrium atau Kalium dari asam sorbat pada umumnya digunakan dengan
konsentrasi maksimum 0.1 % untuk menghambat pertumbuhan kapang dan khamir,
tetapi kurang efektif untuk menghambat bakteri. Asam sorbat lebih efektif pada pH
rendah (5,0 – 6,5).
- Asam Propionat
Garam Natrium atau kalium dari asam propionate efektif dalam menghambat kapang,
tetapi kurang atau bahkan tidak efektif dalam menghambat khamir dan bakteri. Asam
propionate efektif pada pH 5. Propionat diduga dapat mengganggu metabolisme
piruvat di dalam sel mikroba.
- Asam Benzoat
Efektif pada pH 2,5 – 4,0. Asam benzoat atau sodium benzoate dapat menghambat
pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Efektivitas fungsi senyawa benzoat dapat
bertambah jika produk yang dibuat mengandung garam dan gula pasir. Penggunaan
pengawet ini diperbolehkan digunakan dalam jumlah tertentu. Pada produk makanan
senyawa benzoat hanya boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg
bahan (Hambali, 2007).
- Garam
Penggunaan garam dapat menyebabkan keracunan ion Cl, menurunkan kelarutan
oksigen dan denaturasi protein enzim di dalam sel mikroba.
4. Nitrit
Nitrit dalam bentuk garam natrium dan kalium sering digunakan dalam curing untuk
daging cured karena mereka dapat menstabilkan warna merah daging dan juga mampu
menghambat kebusukan dan pertumbuhan mikroba penyebab keracunan.
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Rak Tabung Reaksi
3. Bulb
4. Pipet steril 5ml dan 1ml
5. Bunsen burner
Bahan:
Prosedur Kerja
Data Pengamatan
Kontrol ++++
0,5 ml Benzoat 2% ++
1 ml Benzoat 2% ++
Keterangan :
Mekanisme kerja asam benzoat atau garamnya berdasarkan pada permeabilitas membran
sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai
pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau basa, maka akan terjadi
gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sel mati.
Membran sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka
untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi sebaiknya asam-asam tersebut digunakan dalam
lingkungan asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik terurai
menjadi ion-ionnya (Winarno dan Sri Laksmi, 1974).
Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5 sampai 4. Daya awetnya akan menurun
dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk
molekul yang tidak terdisosiasi (Winarno dkk., 1980).
Efektivitas benzoat sebagai pengawet sangat dipengaruhi oleh pH dimana semakin
rendah pH maka benzoat akan semakin efektif berperan sebagai antimikroba karena semakin
banyaknya asam yang tidak terdisosiasi. Semakin banyak asam yang tidak terdisosiasi (tidak
bermuatan) tersebut maka akan membuat benzoate menjadi semakin mudah terlarut dalam lipid
dari membran sel mikroba yang bersifat permeabel terhadap molekul benzoat tersebut. Ketika
molekul asam benzoat masuk kedalam sel mikroba tersebut, maka molekul asam benzoat akan
terdisosiasi dan menghasilkan sejumlah ion hidrogen (H+) yang menyebabkan penurunan pH
pada sel mikroba tersebut, dan sebagai akibatnya aktivitas metabolisme sel akan terganggu dan
akhirnya sel mikroba dalam bahan pangan tersebut akan mati (Zentimer, 2007)
Dari hasil praktikum di dapatkan hasil , semakin tinggi konsentrasi asam benzoate yang di
campur dengan dengan sari buah . maka semakin tahan lama sari buah tersebut . hal ini di terjadi
karena terjadinya disosiasi membrane sel mikroba oleh asam benzoate .
Kesimpulan
Semakin tinggi konsentrasi benzoat yang diberikan pada sampel akan menghambat
pertumbuhan mikroba dan membuat sampel sari buah tersebut menjadi semakin awet.
Daftar Pustaka
Thayyib, Soeminarti. Abu Amar. Darti Nurani. Setiarti Sukotjo.1998. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi Industri. Serpong: Institut Teknologi Indonesia.