Anda di halaman 1dari 2

Opini Mengenai Pengurangan Tenaga Kerja Oleh Digitalisasi/Otomatisasi

Untuk Meningkatkan Kuantitas Produksi


Dalam era globalisasi ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya menggaungkan
revolusi industri 4.0. Dengan adanya revolusi tersebut maka terjadi perkembangan informasi
dan teknologi serta transformasi digital (digitalisasi) yang memengaruhi berbagai sektor
kehidupan khususnya sektor industri.
Dalam sektor industri digitalisasi/otomatisasi bisa berdampak baik ataupun buruk. Hal ini
berdampak buruk bagi para tenaga kerja karena dengan adanya tenaga mesin, kinerja mereka
tidak dibutuhkan lagi. Semisal jenis mesin packing yang biasanya manual bisa membutuhkan
15 orang per mesin, tapi digital hanya 10 orang yang dibutuhkan per mesin. Hal itu juga akan
terjadi pada jenis-jenis mesin lainnya. Menurut saya sebagai seorang Pengusaha,
pengurangan tenaga kerja manusia oleh digitalisasi/otomatisasi ini sangat berefek positif bagi
kalangan pengusaha khususnya saya karena kita bisa memotong anggaran gaji pokok dari
para pegawai yang tugasnya telah dialih fungsikan kepada tenaga mesin. Hal ini berguna
untuk mengembangkan berbagai fasilitas di dalam perusahaan menggunakan anggaran yang
sudah tidak diperlukan ini. Selain itu tenaga mesin tidak mengenal kata izin dan sakit
sehingga kuantitas produksi bisa lebih banyak ketimbang menggunakan tenaga kerja
manusia, produksi bisa terus berlanjut dan tidak mengenal kata libur. Dalam hal kosistensi
dapat dilihat jelas bahwa tenaga mesin mampu bekerja lebih konsisten dan efisien ketimbang
tenaga kerja manusia. Dalam berkehidupan sebagai manusia kita mengenal yang namanya
lelah, capek, dan sakit sedangkan tenaga mesin tidak mengenal hal itu. Apabila rusak hanya
perlu diperbaiki dan dikontrol satu minggu sekali. Untuk masalah kesejahteraan pun bukan
jadi masalah lagi untuk kami karena mesin tidak membutuhkan kesejahteraan yang cukup
banyak.
Memang ini menjadikan banyak pegawai yang tidak memiliki pekerjaan lagi, akan
tetapi hidup ini memang dibentuk untuk bersaing sehingga apabila kita tidak bisa bersaing
dengan sesuatu maka bersiaplah untuk kalah. Semakin teknologi berkembang, peran manusia
dalam bidang industri semakin berkurang. Devi Asiati, Peneliti Pusat Penelitian
Kependudukan LIPI, mengatakan digitalisasi berdampak pada perubahan kegiatan melalui
alat, terutama sektor industri dengan adanya digitalisasi mengubah pula kondisi kinerja dan
tenaga kerja. Bahwa transformasi digital pada industri pun mengakibatkan perubahan
produksi dan relasi tenaga kerja, termasuk teknologi, pemasaran, bahan baku dan tenaga
kerja. Berdasarkan data perkembangan jumlah tenaga kerja pada UMKM dan Industri Besar
(IB), menunjukkan terjadi diferensiasi pertumbuhan.
Sebagaimana yang diketahui saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia secara pesat
terjadi di sektor UMKM (industri kecil). Khususnya terjadi kecenderungan peningkatan rata-
rata 2% per tahun pada sektor industri manufaktur, perdagangan, rumah makan, jasa
akomodasi dan jasa kemasyarakatan sosial.Karena hal itu pula perkembangan tenaga kerja
di sektor UMKM saat ini pun mengalami perubahan dan daya minat meningkat, tercatat sejak
2013 sampai 2018 ini. Berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja formal (industri
besar) yang mengalami kecenderungan menurun, sebaliknya peningkatan pada sektor
informal (UMKM). Pada industri besar, transformasi digital berampak pada otomatisasi alat
produksi, yang berarti terjadi penggantian mesin produksi dari mesin manual ke mesin
digital.
Menurut saya apabila tidak ingin terjadinya pengurangan tenaga kerja, para pekerja
harus membuktikan kinerjanya lebih baik daripada sebuah mesin. Mereka harus mampu
memberikan konsistensi dan presistensi dalam bekerja sehingga perusahaan tersebut
mendapatkan profit. Seharusnya para pekerja tidak kalah dengan mesin karena mesin yang
digunakan untuk memproduksi suatu barang adalah karya manusia sendiri. Seiring
berjalannya waktu, teknologi juga semakin berkembang. Banyak sekali perusahaan di bidang
yang sama, seperti industri otomotif, industri makanan, dan industri obat. Di Indonesia
industri obat bisa lebih dari 5 perusahaan berbeda. Apabila kita tidak mengikuti arus
globalisasi dengan memanfaatkan digitalisasi/otomatisasi, otomatis kita akan kalah saing
dengan perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan kemajuan industri tersebut.
Masa depan otomasi industri dan robotika kini sudah begitu dekat bagi berbagai
perusahaan terbesar di dunia, yang kini lebih tertarik untuk menggunakan robot daripada
mempekerjakan tenaga manusia.

Di AS, mantan CEO McDonald USA Ed Rensi pernah mengatakan: “Lebih murah
membeli lengan robot seharga $35 ribu (setara Rp 475 juta) daripada membayar $15 (setara
Rp 203 ribu) per jam untuk seorang karyawan yang tidak efisien dalam membungkus french
fries.” Para pendukung otomatisasi mengatakan bahwa pekerjaan yang akan dihilangkan
adalah pekerjaan yang membuat tenaga kerja manusia sengsara. Dengan begitu dalam jangka
panjang akan banyak posisi lain yang terbuka bagi tenaga kerja manusia.

Seperti diuraikan di atas, dengan semakin banyaknya otomatisasi yang dilakukan di


industri teknologi, maka semakin banyak pula pekerjaan yang menghilang. Namun di satu
sisi dampak dari hal ini adalah terciptanya peluang-peluang baru. Agar otomatisasi ini
semakin berkembang dan proses serta hasilnya bisa semakin baik, tentunya harus didukung
oleh industri yang sejalan. Ini artinya akan banyak peluang untuk membuat bisnis di sekitar
teknologi otomatisasi ini, yang otomatis berarti membuka lapangan pekerjaan baru. Jadi
menurut pandangan saya sebagai pengusaha, para pekerja tidak perlu takut akan
digitalisasi/otomatisasi, hanya perlu memantapkan potensi dan kemampuan diri maka
pekerjaan akan datang dengan sendirinya.

Sumber:

 http://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/liputan-media/587-revolusi-industri-4-0-ubah-kesempatan-kerja-digitalisasi-jadi-kata-kunci

 https://dailysocial.id/post/otomatisasi-di-industri-teknologi-sebuah-ancaman-atau-peluang

 https://geotimes.co.id/opini/infomalisasi-tenaga-kerja-di-era-digital/

Anda mungkin juga menyukai