Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

OTITIS EKSTERNA PROFUNDA DIFUS AURICULA DEXTRA

OLEH:
YUDHIE DJUHASTIDAR TANDO
2018-84-089

PEMBIMBING:
dr. RODRIGO LIMMON, Sp.THT-KL.,MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL RSUD dr. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Otitis Eksterna Profunda Difus Auricula Dextra”. Laporan kasus ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD dr. M. Haulussy.
Penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Rodrigo
Limmon, Sp.THT-KL.,MARS selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke
depannya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Ambon, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 2
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA………………….……. 2
1. Anatomi Telinga……………………………………………... 2
2. Fisiologi Telinga…………………………………………..... 10
B. OTITIS EKSTERNA……………………………………………. 12
1. Definisi……………………………………………………... 12
2. Epidemiologi……………………………………………….. 12
3. Etiologi dan Faktor Resiko…..…………………………....... 13
4. Patofisiologi………………………………………………… 13
5. Klasifikasi…………………………………………………... 15
6. Manifestasi Klinis…………………………………………... 18
7. Diagnosis…………………………………………………… 19
8. Penatalaksanaan…………………………………………….. 20
9. Komplikasi…………………………………………………. 21
10. Prognosis…………………………………………………… 21
BAB III : LAPORAN KASUS……………………………………………….. 22
BAB IV : DISKUSI…………………………………………………………… 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-
daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering.
Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak
peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953)
mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan
kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan
trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk
terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap
air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang
akut maupun kronik. Penyakit ini merupakan penyakit telinga bagian luar yang
sering dijumpai, disamping penyakit telinga lainnya.1,2
Faktor penyebab timbulnya otitis eksterna antara lain, kelembaban,
penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini menyebabkan
berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa.
Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk
melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis
eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus
aureus (15%) dan bakteroides (11%).1,2,3
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar
yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya
seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat
dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe
infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas,
stafilokokus dan proteus, atau jamur terutama timbul pada musim panas.
Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi menambah
maserasi kulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi
pertumbuhan bakteri.
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA


1. Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah atau kavitas tymphani, dan
telinga dalam atau labyrinthus. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan
keseimbangan.5,6

Gambar 1. Anatomi telinga.6


a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi untuk mengumpulkan getaran udara.
Auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi oleh kulit.
Auricula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, dimana keduanya dipersarafi
oleh nervus facialis.5,6
Meatus acusticus externus merupakan saluran yang berkelok-kelok yang
menghubungkan antara auricula dengan membrana tymphanica. Meatus acusticus
externus berfungsi untuk menghantarkan gelombang suara dari auricula ke
membrana tymphanica. Sepertiga bagian luar meatus adalah cartilago elastica, dan
v
dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang dibentuk oleh lempeng tymphani.
Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut,
glandula sebacea, dan glandula ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan
modifikasi dari kelenjar keringat yang akan menghasilkan secret lilin berwarna
coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket yang
berfungsi untuk mencegah masuknya benda asing.5,6
Saraf sensorik yang mempersarafi kulit yang melapisi meatus berasal dari
nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagi. Aliran limfe menuju
ke nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales.5,6
b. Telinga Tengah (Cavitas Tympani)
Telinga tengah merupakan ruang yang berisikan udara di dalam pars petrosa
ossis temporalis. Cavitas tymphani berbentuk celah sempit yaang dilapisi oleh
membrana mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
untuk meneruskan getaran membrana tymphanica (gendang telinga) ke
perilympha telinga dalam. Di depan ruang ini berhubungan dengan nasopharynx
melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoideum.5,6

Gambar 2. Anatomi telinga tengah.6

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,


dinding lateral, dan dinding medial.5,6
vi
1) Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, disebut sebagai tegmen tymphani,
yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini
memisahkan cavitas tymphani dan meningen dan lobus temporalis cerebri di
dalam fossa cranii media.
2) Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin sebagian diganti oleh
jaringaan fibrosa. Lempeng ini memisahkan cavitas tymphani dari bulbus
superior vena jugularis interna.
3) Dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavitas
tymphani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding aanterior terdapat
muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah
menunju ke tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil menuju
ke saluran untuk musculus tensor tymphani. Septum tulang tipis, yang
memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding
medial, yang akan membentuk tonjolan mirip kerang.
4) Pada dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu
aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut,
sempit, kecil, yang disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo
musculus stapedeus.
5) Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membrana tympanica.
6) Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar
dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat yang disebut promontorium
yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya. Di atas
dan belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk
lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat
perilympha scalae vestibuli telinga dalam. Dibawah ujung posterior
promontorium terdapat fenestra cochlea yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh
membrana tymphanica secundaria. Media dari fenestra ini terdapat perilympha
pada ujung buntu scala tymphani.
Kerang tulang yang berkembang dari dinding anterior meluas ke belakang
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Kerang

vii
ini menyokong musculus tensor tympani. Ujung posteriornya melengkung ke atas
dan membentuk takik yang disebut processus cochleariformis. Di sekeliling takik
ini tendo musculus tensor tymphani membelok ke lateral untuk sampai ke tempat
insersinya yaitu manubrium mallei.5,6
Membrana tympanica adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membrana ini terletak miring, menghadap kebawah, depan dan lateral.
Permukaannya cekung ke lateral, dan pada cekungan yang paling dalam terdapat
lekungan kecil yaitu umbo yang dibentuk oleh ujung manubrum mallei. Jika
membran terkena cahaya otoskopi, bagian cekungan ini menghasilkan kerucut
cahaya yang memancar ke aanterior dan inferior dari umbo. Membrana tympanica
berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat
di dalam alur pada tulang. Alur itu, sulcus tumpanicus, di bagian atasnya
berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjaalan dua plica, plica malleris
anterior dan posterior yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga
kecil pada membrna tympanica yang dibatasi oleh plicaa-plica tersebut lemas dan
disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars lensa. Membrana
tympanica sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleeh
nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagi.5,6
Ossicula aditus atau tulang-tulang pendengaran terdiri dari malleus, incus
dan stapes.5,6
1) Malleus, merupakan tulaang pendengaran terbesar dan mempunyai caput,
collum, crus longum atau manubrum, sebuah processus anterior dan processus
lateralis. Caput berbentuk bulat dan beersendi di posterior dengan incus.
2) Incus mempunyai corpus yang bersar dan dua crus. Corpus berbentuk bulat dan
bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum sejajar dengan
manubrum mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi
dengan caput stapedis. Bayangan pada membrana tympanica kadang-kadang
dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke
belakang dan diletakan pada dinding posterior cavitas tympani oleh sebuah
ligamen.

viii
3) Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput kecil
dan bersendi dengan crus longum incudia. Collum sempit dan merupakan
tempat insersi musculus stapedius, kedua lengan berjalan divergen dari collum
dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis diletakan pada pinggir
fenestra vestibuli oleh sebah cincin fibrosa yang disebut ligamentum annulare.
Otot-otot ossicula adalah musculus tensor tympani dan musculus stapedius.
Kedua nya dipersarafi masing-masing oleh divisi mandibularis nervus trigeminus
dan nervus facialis. Musculus tensor tympani berfungsi untuk meredam getaran
membrana tympani sedangkan musculus stapedeus berfungsi untuk meredakan
getaran stapes. 5,6
Tuba auditiva menghubungkan dinding anterior cavitas tympani ke
nasopharynx. Segitiga bagian posteriornya adalaah tulang dan dua pertiga bagian
anteriornya adalaah kartilago. Pada saat turun, tuba berjalan di pinggir atas
musculus constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan
tekanan udara di dalam cavitas tumpani dengan nasopharynx. 5,6
Antrum mastoideum terletak di belakang cavitas tumpani di dalam pars
petrosa ossis temporalis. Berhubungan dengaan cavitas tympani melalui aditus.
Processus mastoideus mulai berkembang dalam tahun kedua kehidupan. Cellulae
mastoideae adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus
mastoideus, yang di atas berhubungan dengan antrum dan cavitas tympani.
Rongga-rongga ini dilapisi oleh membranaa mucosa. 5,6
c. Telinga Dalam (Labyrinthus)
Labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah. Terdiri dari labyrinthus osseus yang tersusun dari sejumlah rongga
di dalam tulang dan labyrinthus membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan
ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus. 5,6

ix
Gambar 3. Anatomi telinga dalam.6

1) Labyrinthus Osseus
Labyrinthus osseus terdiri atas tiga baagian, vestibulum, canalis
semisircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yaang terletak
di dalam substantia compacta tulang. Mereka dilapisi oleh endosteum dan berisi
cairan bening, perilympha, yang didalamnya terdapat labyrinthus
membranaceus.5,6
Vestibulum merupakan bagian tengah labyrinthus osseus terletak posterior
terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semisircularis. Pada dinding
lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan
ligamentum annularenya dan fenestra cochlea yang ditutupi oleh membrana
tympanica secundaria. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus
labyrinthus membranosa.5,6
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis anterior, posterior
dan lateral yang bermuara ke bagian posterior vestibulum. Setiap canalis
mempunyai sebuah pelebaran diujungnya yang disebut ampulla. Canalis bermuara
ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama
oleh dua canalis. Didalam canalis terdapat ductus semicircularis.5,6

x
Cochlea berbentuk seperti rumah sipur. Cochlea bermuara ke dalam bagian
anterior vesstibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochlea,
dan modiolus ini dikelilingi tulang-tulang yang sempit sebanyak dua setengah
putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga
bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. 5,6
2) Labyrinthus Membranaceus
Labyrinthus membranaceus terletak di dalam labyrinthus osses. Labyrinthus
ini berisi cairan endolympha dan dikelilingi oleh perilymphe. Labyrinthus
membranaceus terdiri atas urticulus dan sacculus, yang terdapat di dalam
vestibulum osses. Tiga ductus semisircularis yang terletak di dalam canalis
semisircularis ossesus dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea.
Struktur-struktur ini saling berhubungan dengan babas. 5,6
Urticulus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada.
Urticulus dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus
endolymphaticus oleh ductus urticulosaccularis. Sacculus berbentuk bulat dan
berhubungan dengan urticulus. Ductus endolymphaticus setelah bergabung
dengan ductus urticulosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil yaitu
saccus endolymphaticus. Ductus semisircularis meskipun diameternya jauh lebih
kecil dari canalis semisircularis mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya
tersusun tegak lurus satu dengan lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Ductus
cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan
sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang terletak di atas
membrana basilaris membentuk organ Corti dan mengandung receptor-receptor
sensoris untuk pendengaran.5,6
Telinga dalam dipersarafi oleh nervus vestibulocochlearis, dimana setibanya
meatus acusticus internus, nervus ini terbagi menjadi nervus vestibularis dan
nervus cochlearis. Nervus vestibularis melebar untuk membentuk ganglion
vestibulare. Cabang-cabang nervus kemudian membentuk ujung lateral meatus
acusticus internus dan masuk ke dalam labyrinthus membranaceus untuk
mempersarafi urticulus, sacculus dan ampulla ductus semisircularis. Nervus

xi
cochlearis bercabang-cabang dan masuk ke foramina pada basis modiolus.
Ganglion sensoris nervus ini berbentuk ganglion spirale cochlea memanjang, yang
terletak di dalam canalis yang mengelilingi modiolus, pada basis laminae spiralis.
Cabang-cabang perifer nervus ini berjalan dari ganglion ke organ corti.1,2

Gambar 4. Anatomi telinga dalam. Cochlea dan nervus VIII.6

xii
2. Fisiologi Telinga
Berikut merupakan mekanisme pendengaran (Gambar 5):6
a. Aurikula mengarahkan gelombang suara ke meatus acusticus externus.
b. Ketika gelombang suara sampai ke timpani, gelombang suara tersebut akan
menggetarkan membran timpani. Membran timpani bergetar perlahan sebagai
respon pada frekuensi suara rendah (nada rendah) dan bergetar cepat sebagai
respons pada frekuensi tinggi (nada tinggi).
c. Bagian tengah membran timpani terhubung ke tulang pendengaran, yakni
maleus yang akan bergetar bersamaan dengan membran timpani. Getaran ini
akan dilanjutkan dari maleus, incus dan kemudian ke stapes.
d. Saat stapes bergetar, foramen ovale akan ikut bergetar. Getaran pada foramen
ovale sekitar 20 kali lebih kuat dibandingkan getaran pada membran timpani
karena tulang pendengaran secara efisien mentransmisikan getaran kecil pada
area permukaan yang besar (membran timpani) menjadi getaran yang lebih
besar pada permukaan yang lebih kecil (foramen ovale).
e. Pergerakan stapes pada formaen ovale, akan mengatur gelombang tekanan
cairan di perilymph pada koklea. Ketika foramen ovale menonjol kedalam,
akan mendorong perilymph pada skala vestibuli.
f. Tekanan gelombang ditransmisikan dari skala vestibuli ke skala timpani dan
akhirnya ke foramen rotundum.
g. Tekanan gelombang akan berjalan melalui perilymph pada skala vestibuli, lalu
menuju membran vestibular, dan kemudin bergerak ke endolymph di dalam
koklea.
h. Tekanan gelombang pada endolimf akan menyebabkan membran basilar
bergetar, yang akan menggerakkan sel-sel rambut organo corti terhadap
membran tectorial. Hal ini akan menyebabkan pergerakan stereocilia dan
akhirnya ke impuls saraf di neuron dalam serabut saraf koklea.
i. Gelombang suara dari berbagai frekuensi menyebabkan membran basilar
bergetar lebih intens daripada daerah lain. Setiap segmen dari membran basiler

xiii
bergetar lebih intens dibandingkan daerah lain. Setiap segmen dari membran
basiler “diratakan” untuk nada-nada tertentu. Karena membran di dasar koklea
lebih sempit dan kaku (lebih dekat ke formaen ovale), frekuensi tinggi (nada
tinggi) berbunyi dalam mengurangi getaran maksimal di wilayah ini. Menuju
puncak koklea, membran basilar lebih lebar dan lebih lentur; suara frekuensi
rendah (nada rendah) menyebabkan getaran maksimal dari membran basilar.
Kenyaringan ditentukan oleh intensitas gelombang suara. Gelombang suara
intensitas tinggi menyebabkan getaran yang lebih besar dari membran balisel,
yang menyebabkan frekuensi impuls saraf yang lebih tinggi mencapai otak.
Suara yang lebih keras juga dapat merangsang sel rambut yang lebih besar.

Gambar 5. Peristiwa dan stimulasi reseptor pendengaran pada telinga kanan. 6

xiv
Gambar 6. Jalur pendengaran.6

B. OTITIS EKSTERNA
1. Definisi
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan
oleh kuman maupun jamur (otomikosis), Otitis eksterna difus dikenal dengan
swimmer ear (telinga perenang) atau telinga cuaca panas (hot weather ear)
merupakan infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri atau jamur
(otomikosis) dengan tanda-tanda yaitu rasa tidak enak di liang telinga,
deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk terjadi
kekambuhan.7,8

2. Epidemiologi
Setiap tahun, otitis eksterna terjadi pada 4 dari setiap 1000 orang di Amerika
Serikat.. Otitis eksterna akut, kronis, dan eczematous merupakan otitits yang
umum di Amerika Serikat, namun otitis necrotizing jarang terjadi. Secara umum
di dunia frekuensi otitis eksterna tidak diketahui, namun insidennya meningkat di
Negara tropis seperti Indonesia.8,9
xv
Tidak ada ras ataupun jenis kelamin yang berpengaruh terhadap angka
kejadian otitis eksterna. Umumnya, tidak ada hubungan antara perkembangan
otitis eksterna dan usia. Sebuah studi epidemiologi tunggal di Inggris menemukan
prevalensi selama 12-bulan yang sama untuk individu yang berusia 5-64 tahun
dan prevalensinya meningkat pada usia lebih dari 65 tahun.8,9

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Otitis Eksterna paling sering disebabkan oleh bakteri patogen. Varietas nya
antara lain otitis eksterna oleh jamur (otomycosis). Dalam sebuah penelitian, 91%
kasus OE disebabkan oleh karena bakteri. Dan penelitian lainnya juga
menemukan bahwa sebanyak 40% kasus OE tidak memiliki mikroorganisme
primer sebagai agen penyebab. Bakteri penyebab yang paling umum adalah
Pseudomonas spesies (38% dari semua kasus), Staphylococcus spesies, dan
anaerob dan organisme gram negatif.10
Faktor Resiko penyakit otitis eksterna antara lain:10
a. Suka membersihkan atau mengorek-ngorek telinga dengan cotton buds, ujung
jari atau alat lainnya
b. Kelembaban merupakan foktor yang penting untuk terjadinya otitis eksterna.
c. Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan
sumber kontaminasi yang sering dari bakteri
d. Penggunaan bahan kimia seperti hairsprays, shampoo dan pewarna rambut
yang bisa membuat iritasi, yang memungkinkan bakteri dan jamur untuk
masuk
e. Kanal telinga sempit
f. Infeksi telinga tengah
g. Diabetes.

4. Patofisiologi
Kanalis auditorius eksternal dilapisi dengan epitel skuamosa dan
panjangnya sekitar 2,5 cm pada orang dewasa. Fungsi kanal auditori eksternal

xvi
adalah untuk mengirimkan suara ke telinga tengah sekaligus melindungi struktur
yang lebih proksimal dari benda asing dan setiap perubahan kondisi lingkungan.
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan
dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud (pembersih
kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-
sel kulit mati dan serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah
ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang
telinga. Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam
liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan
gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri
dan jamur.9
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya
infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Proses
infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa tidak
nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan cairan/nanah
yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga
hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.9
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu
pseudomonas (41%), streptokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan
bakteroides (11%) dan jamur seperti Aspergillus dan Candida spesies (12,5%).
Otomikosis adalah infeksi di saluran pendengaran eksternal yang disebabkan oleh
spesies Aspergillus sebanyak 80-90% dari kasus. Kondisi ini ditandai oleh adanya
hifa yang panjang, putih, berbentuk benang yang tumbuh dari permukaan kulit.
Dalam sebuah penelitian, 91% dari kasus otitis eksternal disebabkan oleh bakteri.
Infeksi pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang
temporal. Otalgia pada otitis eksterna disebabkan oleh:

xvii
a. Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan bantalan
jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain itu, edema
dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan
kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga
mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis eksterna.1,7,8
c. Serumen bersifat asam (pH 4-5) untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan
jamur juga mencegah kerusakan kulit
d. Biasanya trauma lokal mendahului
e. Terkena air yang berlebihan mengurangi jumlah serumen yang akan membuat
kanal kering dan pruritus.
Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud terlalu sering bisa
mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran
menumpuk disana => Penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi
atau berenang, kulit pada saluran telinga menjadi basah sehingga mudah terinfeksi
oleh bakteri atau jamur => Kandungan air pada permukaan luar kulit diduga
memegang peranan terjadinya infeksi telinga luar => Stratum korneum menyerap
kelembaban dari lingkungan => Suhu yang tinggi, kelembaban yang tinggi
(berenang) => Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar
kelenjar sebasea => Menunjang pembengkakan & penyumbatan folikel =>
Berkurangnya aliran serumen ke permukan kulit => Serumen bersifat asam (pH 4-
5) untuk mencegah pertumbuhan bakteri & jamur juga mencegah kerusakan kulit,
jika efek protektif menjadi berkurang tidak ada yang mencegah => Gatal =>
Garuk/cedera => Invasi organisme eksogen melalui permukaan superficial
epidermis yang biasanya resisten terhadap bakteri.

5. Klasifikasi
Otitis eksterna diklasifikasikan atas:8
a. Otitis eksterna akut:
1) Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul)

xviii
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di
liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan
furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita
diabetes.
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal
ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di
bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri
dapat juga timbul spontan waktu membuka mulut (sendi temporomandibula),
dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan.
Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan.
Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga.
Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta:
a) Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10%
ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan
insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.
b) Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup
berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid.
Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.
c) Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa).
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal bisa diberikan salep
atau tetes antibiotika. Jika dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian
dipasang drainage untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik sistemik, hanya diberikan obat simptomatik seperti analgetik dan obat
penenang. Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik
yaitu adanya penyakit diabetes melitus.
2) Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat
infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri

xix
penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit
liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat
furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta
(furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak
bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari
kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media.9
Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang
mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika
sistemik.
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan
juga kandida albikans atau jamur lain.
Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi
sering pula tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang
telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga
biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur
(sebagai salep) yang diberikan secara topikal.11

Gambar 7. Otitis eksterna akut

xx
b. Otitis eksterna kronik
Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang berlangsung lama dan
ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Adanya sikatriks
menyebabkan liang telinga menyempit.

Gambar 8. Otitis eksterna kronik

6. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala klinis yang ditemukan pada otitis eksterna adalah:1
a. Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan
gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering
mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan
derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit
dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan
perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar
liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga
gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang
rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan
oleh penderita otitis eksterna.
b. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari
otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri
tekan daun telinga.
xxi
c. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu
rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan
penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda
permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik
merupakan keluhan utama.
d. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna
akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan
kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen
kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi,
rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa
menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.

7. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Gejala awal dapat berupa gatal
2) Didapatkan riwayat faktor predisposisi
3) Rasa gatal berlanjut menjadi nyeri yang sangat dan terkadang tidak sesuai
dengan kondisi penyakitnya (misalnya pada folikulitis atau otitis eksterna
sirkumskripta). Nyeri terutama ketika daun telinga ditarik, nyeri tekan tragus,
dan ketika mengunyah makanan.
4) Rasa gatal dan nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening sampai kental
purulen tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur
biasanya akan bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan
berbau.
5) Pendengaran normal atau sedikit berkurang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membran timpani dengan liang
MAE penuh dengan sekret. Jika edema hebat, membran timpani dapat tidak
tampak.
2) Pada folikulitis akan didapatkan edema, hiperemi pada pars kartilagenous
MAE.
xxii
3) Nyeri tragus (+)
4) Adenopati reguler dan terkadang didapatkan nyeri tekan

8. Penatalaksanaan
Terapi utama dari otitis eksterna melibatkan manajemen rasa sakit,
pembuangan debris dari kanalis auditorius eksternal, penggunaan obat topikal
untuk mengontrol edema dan infeksi, dan menghindari faktor pencetus. Beberapa
penatalaksanan diantaranya adalah:
a. Dengan lembut membersihkan debris dari kanalis auditorius eksternal dengan
irigasi atau dengan menggunakan kuret plastik lembut atau kapas di bawah
visualisasi langsung. Pembersihan kanal meningkatkan efektivitas dari obat
topikal.
b. Obat topikal aural biasanya termasuk asam ringan (untuk mengubah pH dan
untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme), kortikosteroid (untuk
mengurangi peradangan), agen antibiotik, dan/atau agen antijamur.
Otitis eksterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga dapat
menghilangkan edema yang menyumbat liang telinga. Dengan demikian, biasanya
perlu disisipkan tampon berukuran ½ x 5 cm kedalam liang telinga mengandung
obat agar mencapai kulit yang terkena. Setelah dilumuri obat, tampon kasa
disisipkan perlahan-lahan dengan menggunakan forsep aligator. Penderita harus
meneteskan obat tetes telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari.
Dalam 48 jam tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah
besar. Polimiksin B dan colistemethate merupakan antibiotik yang paling efektif
terhadap Pseudomonas dan harus menggunakan vehiculum hidroskopik seperti
glikol propilen yang telah diasamkan bahan kimia lain, seperti gentian violet 2%
dan perak nitrat 5% bersifat bakterisid dan bisa diberikan langsung ke kulit liang
telinga. Setelah reaksi peradangan berkurang, dapat ditambahkan alcohol 70%
untuk membuat liang telinga bersih dan kering. Terapi sistemik hanya
dipertimbangkan pada kasus berat; dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kepekaan bakteri. Antibiotik sistemik khususnya diperlukan jika dicurigai danya
perikondritis atau kondritis pada tulang rawan telinga.1,2,11
xxiii
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang
mungkin terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk menghindarinya
pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering, dengan cara menggunakan
alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu. Pasien juga harus diingatkan agar
tidak mengorek/membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu sering.1,9

9. Komplikasi
a. Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma
atau radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan
kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan
yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis
terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara
perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
b. Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi
umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini dapat
terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari luka
terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit. Hal ini
paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.

10. Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh
dengan cepat dengan pengobatan yang tepat dan menghindari faktor pencetusnya.
Paling sering, otitis ekserna dapat dengan mudah diobati dengan tetes telinga
antibiotik. Otitis eksterna kronis yang mungkin memerlukan perawatan lebih
intensif. Otitis eksterna biasanya tidak memiliki komplikasi jangka panjang atau
serius. Akan tetapi otitis eksterna sering kambuh jika kebersihan telinga tidak
dijaga, adanya riwayat penyakit tertentu seperti diabetes yang menyulitkan
penyembuhan otitis sendiri, dan tidak menghindari faktor pencetus dengan baik.12
xxiv
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. CS
2. Umur : 50 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Gunung nona
5. Agama : Kristen Protestan
6. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
7. Tanggal Pemeriksaan : 07 Mei 2019
8. Tempat Pemeriksaan : Poliklinik THT-KL RSUD dr. M. Haulussy
Ambon

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri telinga kanan
2. Anamnesis Terpimpin (autoanamnesis) :
Keluhan dirasakan sejak ± 14 jam yang lalu sebelum pasien datang berobat
ke poliklinik. Keluhan nyeri yang dirasakan hilang-timbul dan seperti tertusuk-
tusuk. Pasien mengeluh kadang terasa nyeri saat ditekan dibelakang telinga, saat
mengunyah, terkena angin, dan berbicara. Pasien juga mengeluh sulit tidur. Batuk
berdahak ± 1 minggu yang lalu, rasa telinga tersumbat, sekret (-), penurunan
pendengaran (-), demam (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Keluhan nyeri telinga kanan pernah dialami ± 2 tahun yang lalu
b. Hipertensi (+), hiperkolesterolnemia (+)
4. Riwayat Kebiasaan:
Sering mengorek telinga memakai cotton bud.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
-

xxv
6. Riwayat Pengobatan:
a. Minum obat batuk
b. Minum obat Amlodipin dan Simvastatin yang diresepkan oleh dokter.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan darah : 160/100 mmHg Nadi : 105 x/ menit
Frekuensi pernapasan : 20 x/ menit Suhu : 36,5 o C
1. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi/palpasi :
AD AS
Bentuk/ukuran normal Bentuk/ukuran normal
Daun telinga Nyeri tekan (+) Nyeri tekan (-)
Nyeri tarik (+) Nyeri tarik (-)

2. Otoskopi
AD AS
Sempit, sekret (-), massa (-), Lapang, sekret (-), massa (-),
Liang Telinga
edema (+), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)
Intak, Refleks cahaya (+),
Membran Timpani Sulit dievaluasi
perforasi (-), Hiperemis (-)

xxvi
3. Pemeriksaan Pendengaran
AD AS
Tes Rinne - +
Tes Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Tes Schwabach Memanjang Sama dengan pemeriksa

Kesimpulan: Tuli konduktif AD

4. Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis


a. Inspeksi dan palpasi :
AD AS
Bentuk/ ukuran normal, Bentuk/ ukuran normal,
Deformitas (-), Deformitas (-)
Krepitasi (-), Krepitasi (-)
Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-)

b. Rhinoskopi anterior :
AD AS
Cavum Lapang, secret (-), massa (-) Lapang, secret (-), massa (-)
Concha Oedem (-), hiperemis (-), Oedem (-), hiperemis (-),
warna (DBN), hipertrofi (-) warna (DBN), hipertrofi (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

c. Rhinoskopi posterior :
AD AS
Nasofaring Konka (SDE), sinus (SDE), cavum (SDE), PND (SDE)
Tuba eustachius Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

5. Pemeriksaan Mulut :
Trismus (-)
Gigi missing (+) gigi molar 1 dan 2 sebelah kanan

xxvii
Caries gigi (+)
Lidah Dalam batas normal
Palatum molle Sulit dievaluasi

6. Pemeriksaan Tenggorokan
a. Inspeksi :
T1/T1, permukaan (SDE), detritus (SDE) kripta
Tonsil
(SDE), hiperemis (SDE)
Basah/kering (SDE), hiperemis (SDE), PND (SDE),
Oropharing
Granular (SDE).
Uvula Deviasi (SDE), hiperemis (SDE), edema (SDE)

b. Larigoskopi indirek :
Tonsil Sulit dievaluasi
Valecula Sulit dievaluasi
Epiglotis Sulit dievaluasi
Glotis Sulit dievaluasi
Subglotis Sulit dievaluasi

7. Pemeriksaan Leher
KGB Nyeri tekan pada submandibula kanan
Tiroid Dalam batas normal
Massa/tumor (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :-
2. Rontgen :-
3. Patologi Anatomi :-
4. Audiometri :-

xxviii
E. RESUME
Wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan nyeri telinga kanan yang
dirasakan sejak ± 14 jam yang lalu. Keluhan nyeri yang dirasakan hilang-timbul
dan seperti tertusuk-tusuk. Pasien mengeluh kadang terasa nyeri saat ditekan
dibelakang telinga, saat mengunyah, terkena angin, dan berbicara. Batuk berdahak
± 1 minggu yang lalu, rasa telinga tersumbat, kebiasaan mengorek telinga (+).
Pasien juga sudah pernah mengalami keluhan yang sama ± 2 tahun yang lalu.
Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 105 x/menit,
o
frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5 C. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan pada tragus (+), nyeri tarik pada aurikula (+).
Pemeriksaan otoskopi, didapatkan liang telinga sebelah kanan sempit dan adanya
edema, membrane timpani sulit dievaluasi

F. DIAGNOSA
Otitis eksterna profunda difus auricula dextra

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Otitis eksterna sirkumskripta
2. Otomikosis

H. TERAPI
1. Tindakan : Suction AD
2. Medikamentosa
a. Oral
1) Antibiotik : Clindamisin 300 mg tab. 2 x 1 tab.
2) Anti-inflamasi : Metilprednisolon 4 mg tab. 3 x 1 tab.
3) Penunjang : Amlodipin 10 mg tab. 1 x 1 tab.
4) Simptomatik : Ibuprofen 400 mg tab. 3 x 1 tab; Ambroxol 30 mg
tab. 3 x 1 tab.

xxix
I. ANJURAN/NASIHAT
1. Mengurangi kebiasaan mengorek telinga
2. Kompres memakai kassa/tampon yang ditetesi larutan asam cuka pada telinga
yang sakit
3. Menjaga kebersihan telinga

xxx
BAB IV
DISKUSI

Pasien wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan nyeri telinga kanan
yang dirasakan sejak ± 14 jam yang lalu sebelum berobat ke poliklinik THT-KL.
Keluhan nyeri yang dirasakan hilang-timbul dan seperti tertusuk-tusuk. Pasien
mengeluh kadang terasa nyeri saat ditekan dibelakang telinga, saat mengunyah,
terkena angin, dan berbicara, rasa telinga tersumbat, kebiasaan mengorek telinga
(+). Pasien juga sudah pernah mengalami keluhan yang sama ± 2 tahun yang lalu.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 105
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5 0C. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan pada tragus (+), nyeri tarik pada aurikula (+).
Pemeriksaan otoskopi, didapatkan liang telinga sebelah kanan sempit dan adanya
edema, membrane timpani sulit dievaluasi.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosis
mengalami otitis eksterna profunda difus auricula dextra. Dari hasil anamnesis
didapatkan nyeri telinga kanan yang dirasakan sejak ± 14 jam yang lalu sebelum
berobat ke poliklinik THT-KL. Pasien juga sudah pernah mengalami keluhan
yang sama ± 2 tahun yang lalu. Menurut teori, factor presdisposisi otitis eksterna
dapat berasal dari genetik (anatomi MAE), lingkungan (tropis dan lembab),
trauma lokal (sering mengorek telinga). Sebelumnya pasien memiliki kebiasaan
mengorek telinga, hal ini yang kemungkinan dapat menyebabkan trauma ringan
sehingga terjadi perubahan pada kulit liang telinga yang memudahkan terjadinya
infeksi kuman, dimana pada sepertiga luar liang telinga banyak mengandung
adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Dari
pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan tragus (+), nyeri tarik aurikula (+), MAE
sempit, edema (+), membran timpani sulit dievaluasi. Hal ini sesuai dengan gejala
otitis ekterna difusa yaitu nyeri tekan tragus, nyeri tarik aurikula, liang telinga
yang sempit akibat edema.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah Clindamycin 300 mg
2 x 1 tab. selama 5 hari, Metilprednisolon 4 mg tab. 2 x 1 tab. selama 5 hari, dan
xxxi
Ibuprofen 400 mg tab. 3 x 1 tab. selama 3 hari. Otitis eksterna difusa harus diobati
dalam keadaan dini sehingga dapat menghilangkan edema yang menyumbat liang
telinga. Pasien juga dianjurkan untuk mengompres memakai kassa/tampon yang
ditetesi larutan asam cuka pada telinga yang sakit dengan tujuan agar dapat
mengurangi edema yang menyumbat liang telinga. Untuk pengobatan otitis
eksterna difusa membutuhkan kepatuhan pasien terutama dalam menjaga
kebersihan liang telinga. Pembersihan liang telinga dengan sering mengorek
telinga dengan menggunakan benda yang dapat menimbulkan trauma tidak
dianjurkan. Mengurangi peradangan dan edema dapat diberikan obat golongan
kortikosteroid seperti Metilprednisolon dan untuk mengurangi rasa sakit dapat
diberikan Ibuprofen.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena telah diatasi
penyebab dan dilakukan terapi farmakologis yang adekuat dan dianjurkan untuk
tidak sering mengorek telinga sehingga diharapkan terjadinya rekurensi akan lebih
minimal.

xxxii
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring


dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut. Available
from : www.usudigitallibrary.com. Accessed: Mei 2019
2. Ballanger, Jhon. 1996. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara.
3. Kartika, Henny. 2008. Otitis Eksterna. Availble from
http://library.usu.ac.id/modules.php&id. Accessed: Mei 2019
4. Carr, MM. 2000. Otitis Eksterna. Available from : http://www.
icarus.med.utoronto.ea/carr/manual/otitisexterna. htm. Accessed: Mei 2019
5. Snell R S. Anatomi klinis berdasarkan sistem.Jakarta: EGC; 2011.h.626-36
6. Tortora G J, Derrickson B. Principles of anatomy & physiology, 14th edition.
USA: Wiley; 2014.h.595-603
7. Suardana, W. dkk. 1992. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUP Denpasar. Lab/UPF Telinga Hidung
dan Tenggorok FK Unud. Denpasar.
8. Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti D. eds. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi 7. Jakarta: 2012.
9. Kartika, Henny. 2008. Otitis Eksterna. Availble from
http://library.usu.ac.id/modules.php&id. Accessed: Mei 2019
10. Otitis Externa, Author: Ariel A Waitzman, MD, FRCS (C) ; Chief Editor:
Arlen D Meyers, MD, MBA. Updated: Jan 22, 2013,
http://emedicine.medscape.com/article/994550-overview. diakses tanggal
Mei 2019
11. Sosialisman & Helmi. 2001. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
12. Stöppler M. Swimmer’s Ear Infection. Available at:
http://www.medicinenet.com/otitis_externa/article.htm. Accessed: Mei 2019
xxxiii

Anda mungkin juga menyukai