Anda di halaman 1dari 5

CONTOH KEGIATAN PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA

PENYAKIT MENULAR DBD

A . PENDAHULUAN
Sehubungan dengan informasi yang diterima/dibaca oleh TGC Dinas
Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara di media cetak lokal tanggal 18
Januari 2017, bahwa ada 1 (satu) kematian DBD di Girian I Kecamatan Girian Kota
Bitung.
Informasi tersebut segera dikonfirmasi oleh TGC Dinkes Daerah Prov.
Sulut kepada TGC Kota Bitung melalui telepon dan benar ada satu kematian DBD di
wilayah tersebut. Setelah melakukan koordinasi dan konfirmasi, Kepala Seksi
Surveilans dan Imunisasi Dinkes Daerah Prov.Sulut melapor kepada Kabid P2P Dinkes
Daerah Prov.Sulut dan TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut memutuskan untuk melakukan
PE ke lokasi KLB DBD di Kota Bitung. Anggota TGC yang melakukan PE terdiri dari
Kepala Bidang P2P, tim surveilans dan tim P2PM. Persiapan logistik dilakukan oleh tim
P2PM seperti Abate, NS.

B. TUJUAN
 Mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD;
 Mengetahui sumber dan cara penularan;
 Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB DBD;
 Melakukan respon cepat terhadap KLB DBD dan populasi yang berisiko ;
 Merumuskan rekomendasi pengendalian KLB DBD.

C. DEFENISI OPERASIONAL :
a. DBD atau DGF (Dengue Hemorrhagic fever) atau adalah penyakit yang disebabkan
oleh Virus Dengue. Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Gejala klinis penyakit DBD dimulai dengan demam tinggi
yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara
cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti
: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. KLB DBD adalah jika suatu daerah desa atau kelurahan sebaiknya segera
ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai
berikut :

1
1. Terdapat satu penderita DBD atau demam dengue (DD) meninggal;
2. Terdapat satu kasus DBD atau lebih selama 3 bulan terakhir di daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI
jentik Aedes aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%;
3. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan
keadaan sebelumnya;
4. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun
sebelumnya pada periode yang sama.

D. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB DBD :


I. PE dilakukan Tim P2P Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara bersama TGC
Dinkes Kota Bitung pada tanggal 20 Januari 2017;
II. Analisa Jumlah Kasus DBD tahun 2016 dan 2017 di Kota Bitung :
1. Jumlah kasus DBD tahun 2016 = 121 kasus, kematian = 1.
2. Januari 2017 s/d tanggal 30 Januari 2017 di Kota Bitung = 14 kasus dan
2 (dua) kematian karena DBD dengan CFR = 14,3%, melampaui CFR yang
ditargetkan Kemenkes RI yaitu CFR harus <1%.

E. IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO


Berdasarkan penyelidikan epidemiologi KLB DBD di wilayah Puskesmas
Girian Weru Kec. Girian Kota Bitung dapat diperoleh data tentang faktor risiko
penyebab KLB DBD antara lain :
I. Faktor risiko dari unsur SDM :
1. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal;
2. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan;
3. Data DBD belum dianalisa oleh pengelola surveilans/tim surveilans;
4. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD
belum tercapai.
II. Faktor Risiko dari unsur masyarakat dan lingkungan :
1. Perilaku masyarakat tentang PHBS masih rendah;
2. Breading place nyamuk masih banyak.

2
F. RUMUSAN MASALAH
1. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal karena rangkap
tugas dari pengelola surveilans baik di tingkat puskesmas maupun dinas
kesehatan;
2. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan karena tingkat
sensitifitas pengelola surveilans RS masih kurang pengelola surveilans RS juga
rangkap tugas;
3. Manajemen kasus di RS agak kurang jelas, karena hasil PE menunjukan
pasien DBD langsung masuk pada fase kritis atau shok;
4. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD
belum tercapai, karena dari hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh
informasi bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya
mencegah DBD melalui PSN atau memerangi jentik, masyarakat masih
memahami bahwa DBD dapat dicegah dengan foging;
5. Data DBD belum dianalisa secara maksimal oleh pengelola surveilans/tim
surveilans tingkat puskesmas dan kabupaten/kota karena petugas sering
berganti, pengetahuan pengelola surveilans tentang pengolahan dan analisa data
DBD belum memadai;
6. Breading place nyamuk masih banyak karena tingkat kepedulian sebagian
masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, hal ini terkait pula dengan
perilaku seseorang untuk melakukan PHBS.

G. RESPON YANG TELAH DILAKUKAN


Respon yang telah dilakukan terhadap kejadian kematian DBD di Puskesmas Girian
Kecamatan Girian Kota Bitung yaitu :
1. Penyelidikan Epidemiologi oleh Tim Dinkes Daerah Prov. Sulut dan TGC
Dinkes Kota Bitung serta TGC Puskesmas Girian;
2. Penyuluhan kepada masyarakat oleh TGC Puksemas Girian;
3. Fogging fokus oleh TGC Dinas Kesehatan Kota Bitung bersama Puksemas
Girian (baru satu siklus) saat tim provinsi turun melakukan PE dan Asistensi
Teknis Respon KLB;
4. Koordinasi lintas sektor (Kecamatan Girian) untuk melakukan pecegahan dan
pengendalian penyakit DBD bersama masyarakat, dimana Camat Girian telah
membentuk satuan tugas pemburuh jentik (satgas petik);
5. Suport logistik dari Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara ke Dinas
Kesehatan Kota Bitung antara lain;

3
a. Abate = 50 kg
b. Jumantik Kit = 25 set
c. Mesin Fogging = 1 buah
d. Malathion = 20 liter
e. IgGM = 25 set
f. NS 1 = 25 set

H. REKOMENDASI
Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah yang
ditemukan dilapangan antara lain :
1. Menjadikan kegiatan SARS sebagai tupoksi prioritas bagi pengelola surveilans yang
dituangkan dalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan dibuat diawal tahun
anggaran baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan
kabupaten/kota;
2. Meningkatkan sensitifitas pengelola surveilans RS untuk secara aktif
melaporkan penyakit menular potensial KLB seperti DBD melalui sosialisasi
penyakit menular potensial KLB dan Asistensi teknis secara berkala
(triwulan/semester) oleh dinas Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi;
3. Dinas Kesehatan Kota Bitung agar berkoordinasi dengan RS terkait untuk
evaluasi manajemen kasus dan jika diperlukan dapat meminta bantuan dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI);
4. Bagian promosi kesehatan agar mengemas secara riil dan sederhana materi
penyuluhan tentang pencegahan DBD seperti memelihara ikan cupang
pemakan centik, menanam tanaman hias yang aromanya dapat mengusir
nyamuk (bunga lavender, Zodia, Geranium, Serei Wangi, dll), memberi
informasi tentang tanda dan gejala khas DBD serta langkah-langkah
penanganan segera yang harus dilakukan masyarakat seperti memberi cairan
berelektrolit untuk mengindari dehidrasi, segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan jika penderita panas dalam 2-3 hari dan pengendalian penyakit DBD
dengan menyampaikan informasi tentang tujuan dan bahaya foging melalui
media komunikasi seperti brosur, leaflet, baliho, iklan media elektronik
secara berkala serta melakukan surveilans berbasis masyarakat atau
community based surveillance (CBS) dimana masyarakat/kader dilatih dan
diberdayakan untuk melaporkan gejala dan tanda penyakit menular yang terjadi di
wilayahnya terutama jika penderita tidak datang ke fasyankes;

4
5. Melakukan refreshing bagi pengelola surveilans tentang cara pengolahan dan
analisis data DBD melalui workshop analisis data surveilans epidemiologi
dengan dukungan dana ABPD Kota Bitung;
6. Kerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan lomba kelurahan/
lingkungan bebas jentik pada bulan sebelum musim penghujan tiba/sebelum
masa penularan (SMP) dengan mengukur dan memeriksa ABJ oleh Tim
Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota serta menindak lanjuti
kegiatan Satgas Petik yang dicanangkan pihak Kecamatan Girian.

Anda mungkin juga menyukai