Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn.

M KHUSUSNYA
Ny. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS TYPOID
(TIPES) DI RT IV DESA LANDO

A. Konsep Dasar Kelurga


1. Pengertian
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional, serta individu mempunyai peran masing-masing
yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman dalam Achjar, 2010).Keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri
dan anaknya, ayah dan anaknya, ibu dan anaknya (UU No. 10 dalamAPD Salvari,
2013).
2. Karakteristik keluarga
Menurut APD Salvari (2013), karakteristik keluarga sebagai berikut :
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial: suami, istri, anak, kakak, dan adek.
d. Mempunyai tujuan yaitu: menciptakan dan mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial.
3. Bentuk / Type Keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family
Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari
keturunannya, adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family)
Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai
hubungan darah (kakek-nenek, paman bibi).
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)
Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yang bercerai atau
kehilangan pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
f. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone.
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital
heterosexsual cobabiting family)
h. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family).
i. Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang
berusia lanjut. (Depkes RI dalam Achjar, 2010).
4. Struktur keluarga
Menurut APD Salvari (2013), struktur keluarga sebagai berikut :
a. Patrilineal Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah.
b. Matrilineal Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
saudarah istri.
d. Patrilokal Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
saudarahsuami.
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa anak saudara yang menjadi bagaian keluarga karna adanya hubungan
dengan suami istri.
5. Fungsi Keluarga
Menurut Achjar (2010), fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Afektif
Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang
sakit akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari
anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi
Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain. Tidak
ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan
mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan
kondisinya. Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi
penderita.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga dan juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi
secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks
pada anak sangat penting.
d. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan
makan, pakaian dan tempat untuk berlindung ( rumah) dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan
Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan.
6. Ciri-ciri keluarga
a. Terorganisir adalah : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota
keluarga.
b. Ada keterbatasan adalah : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka
juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-
masing.
c. Ada perbedaan dan kekhususan adalah : setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsi-masing-masing (APD Salvari, 2013).
7. Tugas keluarga di bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di dalam
bidang kesehatan yang perlu di pahami dan dilakukan.Ada 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan yang harus di lakukan( Fridman dalam Achjar, 2010).
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya perubahan sekecil apapun
yang di alami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan
tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu
segera di catat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa
perubahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siap diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga maka segeralah melakukan tindakan yang tepat agar masalah
kesehatan dapat dikurangi atau bahkan bisa teratasi. Jika keluarga mempuyai
keterbatasan agar meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat
membatu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu mudah. Perawat ini
dapat di lakukan di rumah apabila keluarga mempunyai kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan
untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak
terjadi (Suparyanto , 2012).
d. Memodifikasi lingkungan keluarga seperti pentingnya hygiene sanitasi bagi
keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga, upaya
pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota
keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang berdampak
pada kesehatan keluarga.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan keluarga
terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan
fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap pengunaan fasilitas
kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah
pengalaman yang kurang baik dipersepsikan keluarga (Achjar, 2010)
8. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
a. Patrikal
Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak
ayah.
b. Matrikal
Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak
ibu.
c. Equaltarial
Yaitu yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu (APD
Salvari, 2013)
9. Dimensi dasar struktur keluarga
Menurut APD Salvari (2013), dimensi dasar struktur keluarga sebagi berikut :
1) Pola dan proses komunikasi :
a. Bersifat terbuka dan jujur.
b. Selalu menyelesaikan konflik keluarga.
c. Berpikiran positif.
d. Tidak mengulang-ulang issu dan pendapat sendiri.
2) Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan dapat bersifat format dan informat.Peranan dalam keluarga
terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
3) Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau
mempengaruhi untuk mengubah perilaku orang lain kearah positif.
Tipe struktur kekuatan :
a) Legitimate power (hak)
b) Referent power (ditiru)
c) Expert power (keahlian)
d) Reward power (hadiah)
e) Coercive power (paksa)
f) Affective power.
4) Nila-nilai keluarga
Nilai, merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau
tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga jaga
merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma
dan peraturan.Norma, adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.Budaya, adalah kumpulan dari
perilaku yang dapat dipelajari, di bagi dan ditularkan dengan tujuan untuk
menyelesaikan masalah.
B. Konsep Medis
A. Definisi
Typhoid fever (typhus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi sistemik yang
disebabkan Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu salmonella typhi,
paratyphi A, paratyphi B, and paratyphi C pada saluran pencernaan terutama menyerang
bagian saluran pencernaan. Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang
selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa. (Suratun S.Kep, M.Kep dan Lusianah, Skep. M.Kep. 2010)
Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi menular yang menyerang pada
saluran pencernaan di bagian usus halus. (Murwani, Arita. 2011) Typhus abdominalis
adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi.
Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa
ketelibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer”s patch
dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
(Sumarno, 2002).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Wijayaningsih.
2013. Asuhan Keperawatan Anak)
B. Etiologi
Typhus abdominalis disebabkan oleh Salmonella typhi (S. Typhi), paratyphi A,
paratyphi B, dan paratyphi C. Salmonella typhi merupakan basil gram negatif, berflagel,
dan tidak berspora, anaerob fakultatif, masuk dalam keluarga enterobakteriaceae,
panjang 1-3 um, dan lebar 0,5-0,7 um, berbentuk batang single atau berpasangan.
Salmonella hidup dengan baik pada suhu 37 C dan dapat hidup pada air steril yang beku
dan dingin, air tanah, air laut, dan debu selama berminggu-minggu, dapat hidup
berbulan-bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasit hanya pada
tubuh manusia, dapat dimatikan pada suhu 60 C selama 15 menit. Hidup subur pada
medium yang mengandung garam empedu. S. Typhi memiliki 3 macam antigen yaitu
antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi.
Dalam serum penderita demam typhoid akan terbentuk antibody terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-14
hari. Masa awal penyakit, tanda dan gejala penyakit berupa anoreksia, rasa malas, sakit
kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor (putih ditengah dan tepi lidah kemerahan,
kadang disertai tremor lidah), nyeri parut sehingga dapat tidak terdiagnosis karena
gejala mirip dengan penyakit lainnya.
Tanda dan gejala typhus abdominalis terbagi menjadi 4 fase yaitu :
1. Minggu pertama (awal terinfeksi), setelah masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit
berupa demam tinggi berkisar 390C hingga 400 C, sakit kepala dan pusing, pegal
pada otot, mual, muntah, batuk, nadi meningkat, denyut lemah, perut kembung,
(distensi abdomen), dapat terjadi diare atau konstipasi, lidah kotor, epistaksis. Pada
akhir minggu pertama lebih sering terjadi diare, namun demikian biasanya diare
lebih sering terjadi pada anak-anak sedangkan konstipasi lebih sering terjadi pada
orang dewasa. Bercak-bercak merah yang berupa makula papula disebut roseolae
karena adanya trombus emboli basil pada kulit terjadi pada hari ke-7 dan
berlangsung 3-5 hari dan kemudian menghilang. Penderita typhoid di indonesia
jarang menunjukkan adanya roseolae dan umumnya dapat terlihat dengan jelas pada
yang berkulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok,
timbul pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan muncul bila
ditekan.
2. Minggu kedua, suhu badan tetap tinggi, bradikardi relatif, terjadi gangguan
pendengaran, lidah tampak kering dan merah mengkilat. Diare lebih sering,
perhatikan adanya darah di feses karena perforasi usus, terdapat hepatomegali dan
splenomegali.
3. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Jika keadaan
makin memburuk, dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,
otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin, perdarahan dari
usus, meteorismus, timpani dan nyeri abdomen. Jika denyut nadi meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, pertanda terjadinya perforasi usus. Sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernafas dan nadi menurun menunjukkan terjadinya
perdarahan. Degenarasi miokard merupakan penyebab umum kematian penderita
demam typhoid pada minggu ketiga.
4. Minggu keempat, merupakan stadium penyembuhan pada awal minggu keempat
dapat dijumpai adanya pneumonia lobaris atau tromboflebitis vena femoris.
 Tanda dan gejala menurut Asuhan keperawatan anak sakit (2010) yaitu dalam minggu
pertama dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak pada perut, batuk dan epistaris pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh. Dalam minggu kedua gejala-gejala terjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardi relatif, lidah thypoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan
tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteorismes, gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
D. Patofisiologi
Kuman masuk kedalam mulut melalui makanan/minuman yang tercemar oleh
salmonella (biasanya > 10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh
HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (iga) usus kurang baik maka salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m)
dan selanjutnya ke lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri
di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Jaringan limfoid plak peyeri dan
kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke
aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati, sumsum tulang dan limfa melalui sirkulasi portal
dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma dan sel
mononuclear, serta terdapat nekrosis fokal dan pembesaran limpa (splenomegali). Di
organ ini kuman S. Typhi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia kedua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan
koagulasi). Pendarahan saluran pencernaan terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis
ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan perforasi
usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan
dan gangguan oegan lainnya. Pada minggu pertama penyakit terjadi hyperplasia
(pembesaran sel-sel) plak peyeri, disusul minggu kedua terjadi nekrosis dan dalam
minggu ketiga ulserasi plak peyeri dan selanjutnya dalam minggu keempat
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Pathway

Kuman Salmonella typhi Lolos dari asam lambuing


yang masuk ke saluran Malaise, perasaan tidak
gastrointestinal enak badan, nyeri
Bakteri masuk usus halus
babdomen
Pembuluh limfe inflamasi Komplikasi intestinal:
perdarahan usus, perforasi
Masuk retikulo endothelial usus (bag,distal ileum),
Peredaran darah (RES) terutama hati dan peritonituis
(bakteremia primer) limpa

Inflamasi pad hati dan Masuk ke aliran darah


Empedu
limfa (bakteremia sekunder)
Rongga usus pada kel.
Limpoid halus Endotoksin

Terjadinya kerusakan sel

Hepatomegali Pembesaran limfa Merangsang melepas zat


Nyeri tekan Nyeri akut splenomegali epirogen oleh leukosit
Mempengaruhi pusat
thermoregulator
Lase plak peyer Penurunan moblitas usus
dihipotalamus
erosi Penurunan peristaltic usus Hipertermi

konstipasi Peningkatan asam lambung

Resiko kekurangan cairan Anoreksia mual muntah

Perdarahan masif nyeri Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan
Komplikasi perforasi dan
E. Komplikasi tubuh
perdarahan usus
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :
1. Komplikasi intestinal meliputi perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik
Intestinal :
a. Perdarahan usus
Bila perdarahan yang terjadi banyak dan berat dapat terjadi melena disertai nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus
Biasanya dapat timbul pada ileus di minggu ketiga atau lebih. Merupakan
komplikasi yang sangat serius terjadi 1-3% pada pasien terhospitalisasi.
c. Peritonitis
biasanya menyertai perforasi atau tanpa perforasi usus dengan ditemukannya
gejala akut abdomen, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang
(defans musculair) dan nyeri tekan.
2. Komplikasi ekstraintestinal meliputi :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar : hepatitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrom guillain-barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan/pelaksanaan pada penderita typhus abdominalis adalah sebagai berikut:
a. Medis
a) Pemberian antimikroba :
- Kloramfenikol 4 x 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 x 500 mg sehari oral.
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet sehari oral ( 1 tablet =sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan
infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4
dosis.
- Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol seperlunya.
c) Vitamin B kompleks dan vitamin C
b. Perawatan
a) Bed rest, untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Minal 7
hari bebas demam/±14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai dengan pilihnya kekuatan
pasien. Tingkatkan hygene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah posisi minimal tiap 2 jam untuk
menurunkan resiko terjadi dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan
buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang obstipasi dan retensi
urine, isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta pasien.
b) Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan
tinggi protein serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari bubur saring, bubur
kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan meningkatkan kerja usus sehingga resiko
porforasi usus lebih tinggi.
c) Perawatan demam dengan melakukan kompres air hangat bertujuan untuk
menurunkan suhu tubuh.
d) Mobilisasi sesuaikan dengan pasien, untuk mengurangi tenaga yang dikeluarkan
oleh pasien.
e) Pengawasan kondisi umum pasien.
f) Penyuluhan kesehatan umum/khusus supaya tidak terjadi kambuh.
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan uji widal untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella
typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita demam tifoid.
2) Anti salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena anti igm muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.
3) Pemeriksaan urin ditujukan untuk mengetahui leukosit dalam urin.
4) Pemeriksaan tinja ditujukan untuk mengetahui adanya lendir dan darah pada tinja.
5) Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam typhoid.
6) Pemeriksaan darah tepi berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan
cepat.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan
tipe keluarga.
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
3) Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh
Keluarga. Untuk penderita DBD biasanya mengkonsumsi makanan yang
bayak menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi
4) Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan
faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi
terutama ahli fisiotherapi.
5) Struktur Keluarga
6) Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan,
kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang
mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke.
7) Struktur peran
Menurut Friedman(1998), anggota keluarga menerima dan konsisten
terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga
puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak
dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan
ketegangan dalam keluarga.
8) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita
DBD, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita.
b) Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang
menderita DBD dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila
keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan
mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini
mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c) Fungsi kesehatan
Fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain
diluar rumah.
d) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami
masalah yang belum terselesaikan.
9) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Pemeriksaan head to toe dengan cara Inspeksi (Melihat), Auskultasi
(Mendengar), Palpasi (Meraba), Perkusi (Mengetuk) mulai dari :
a) Kepala : Biasanya bersih, tidak ada benjolan, tidak ada
lukaataulesi.
b) Rambut : biasanya berwarna hitam tergantung tingkatan usia
c) Wajah : kebersihan, ada lesi/tidak ada edema/tidak, dan
tidakpucat, sianosis adanya kemerahan/tidak.
d) Mata : Konjungtiva pucat/tidak dan sklera ikterus/tidak, ada kelainan
atau tidak, serta adanay bengkak kemrahan/tidak
e) Mulut dan gigi : Bersih/tidak, warna bibir, ada stomatitis/tidak,
gigi tidak berlubang, gusi tidak berdarah. Biasanya pada herpes
terdapat lesi pada bagian bibir akibat infeksi
f) Leher : ada kelainan atau tidak, adanya nyeri tekan/tidak,
adanya kemerahan atau tidak karena dermatitis bias menyerang
bagian kulit manapun
g) Thorak : Irama cepat/ tidak, suara jantung normal/tidak, ada
tidak bunyi tambahan nafas. Tidak ada masa/ benjolan,ada nyeri
tekan atau tidak.
h) Abdomen : Ada atau Tidak luka bekas operasi, distensi abdoen
atau tidak, kembung atau tidak, warna, kebersihan.
i) Genetalia : Apakah ada varises, bersih, adanynya nyeri tekan atau
tidak, edema/tidak. Biasanya pada dermatitis yang menyerang genital
mengalami kelainan seperti warna kemerahan serta adanya rasa nyeri
j) Rectum : Bersih/tidak, tidak ada edema,
Adanya tanda- tanda insfeksi/tidak).
k) Ekstrimitas : Edema/tidak, adanya varises/tidak, sianosis, CRT
kembali normal/tidak
l) Integumen :biasanya pada dermatitis akan ditemukan radang akut
terutama priritus (sebagai pengganti dolor), kemerahan (rubor),
gangguan fungsi kulit (function laisa),
10) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga
tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang
berkepanjangan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d. proses infeksi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak ada nafsu makan,
mual dan kembung.
c. Risiko tinggi terjadi kurang volume cairan b.d. kurangnya intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya b.d. kurang informasi.
1) Problem atau masalah
Suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang
dialami oleh keluarga aatau anggota keluarga.
2) Etiologi
Suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan mengacu
kepada lima tugas keluarga yaitu :
a) Mengenal masalah kesehatan keluarga
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d) Mempertahankan suasana rumah yang sehat.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
3) Symtom
Kumpulan data subyektif dan objektif yang diperoleh perawatan dari
keluarga secara langsung atau tidak langsung.

Proses scoring menggunakan skala :

No Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah : 1

 Tidak/kurang sehat. 3
 Ancaman kesehatan. 2
 Krisis atau keadaan sejahtera. 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah : 2

 Dengan mudah. 2
 Hanya sebagian. 1
 Tidak dapat.
0

3 Potensial masalah untuk dicegah : 1

 Tinggi. 3
 Cukup. 2
 Rendah.
1

4 Menonjolnya masalah : 1

 Masalah berat harus segera 2


ditangani 1
 Ada masalah, tetapi tidak
perlu harus segera ditangani
0
 Masalah tidak dirasakan

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnose keperawatan:

1) Tentukan skor untuk setiap criteria yang dibuat.


2) Selanjutnya dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3) Jumlah skor untuk semua kriteria (skor tertinngi sama dengan jumlah bobot

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Tujuan : Tindakan mandiri perawat :
Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat suhu
b.d. Proses keperawatan selama 3 kali 24 jam tubuh setiap 2 jam atau 4
infeksi diharapkan hipertermi teratasi. jam.
Kriteria hasil : 2. Observasi membran
1. Suhu dalam batas normal mukosa, pengisian
(36-37 C). kapiler, turgor kulit.
2. Tidak ada tanda-tanda 3. Berikan minum 2-2,5
dehidrasi. liter sehari/24 jam.
- Turgor kulit elastis 4. Berikan kompres hangat
- Pengisian kapiler <3 pada dahi, ketiak dan
- Membran mukosa lembab. lipat paha.
5. Anjurkan pasien untuk
tirah baring/pembatasan
aktifitas selama fase
akut.
6. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap
keringat.
7. Observasi adanya
peningkatan suhu terus
menerus, distensi
abdomen, nyeri
abdomen.

Tindakan kolaborasi :

1. Pemberian antibiotik
sesuai program medik.
2. Pemberian cairan
parenteral sesuai
program medik.
3. Observasi hasil
pemeriksaan darah
(widal kultur) dan feses.

Tujuan : 1. Tindakan mandiri


Perubahan Setelah dilakukan tindakan perawat :
nutrisi kurang keperawatan selama 3 kali 24 jam 2. Kaji pola makan dan
dari kebutuhan pemenuhan kebutuhan nutrisi status nutrisi pasien.
tubuh b.d. adekuat. 3. Berikan makan yang
Tidak ada Kriteria hasil : tidak merangsang
nafsu makan, 1. Tidak ada mual dan (pedas, asam dan
mual dan kembung. mengandung gas).
kembung 2. Nafsu makan meningkat. 4. Berikan makanan lunak
3. Makan habis 1 porsi. selama fase akut (masih
4. Berat badan meningkat. ada panas/suhu lebih
dari normal).
5. Berikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering.
6. Timbang berat badan
pasien. Setiap hari
dengan alat ukur yang
sama.
7. Lakukan perawatan
mulut secara teratur dan
sering.
8. Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang
adekuat.
Tindakan kolaborasi :
1. Berikan terapi
antiemetik sesuai
program medik.
2. Berikan nutrisi
parenteral sesuai
program terapi medik,
jika pemberian makanan
oral tidak dapat
diberikan.
Tujuan : Tindakan mandiri perawat :
Risiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda
terjadi kurang keperawatan selama 3 kali 24 jam vital setiap 4 jam.
volume cairan keseimbangan cairan adekuat. 2. Monitor tanda-tanda
b.d. Kriteria hasil : kekurangan cairan
Kurangnya 1. Intake dan output seimbang. (turgor kulit tak elastis,
intake cairan 2. Tanda-tanda vital dalam batas produksi urine menurun,
dan normal. membran mukosa
peningkatan 3. Membran mukosa lembab. kering, bibir pecah-
suhu tubuh 4. Pengisian kapilar baik (kurang pecah, pengisian kapiler
dari 3 detik). lamban).
5. Produksi urine normal. 3. Observasi dan catat
6. Berat badan normal. intake dan output cairan
7. Hematokrit dalam batas normal. setiap 8 jam.
4. Berikan cairan peroral 2-
2,5 liter perhari, jika
pasien tidak muntah.
5. Timbang berat badan
(BB) setiap hari dengan
alat ukur yang sama.
Tindakan kolaborasi :
1. Berikan cairan parenteral
sesuai program medik.
2. Awasi data laboratorium
(hematokrit).

Tujuan : Tindakan mandiri perawat :


Kurangnya Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan
pengetahuan keperawatan selama 3 kali 24 jam pasien tentang
tentang pasien paham tentang penyakitnya. penyakitnya.
penyakitnya Kriteria hasil : 2. Jelaskan pasien tentang
b.d. Kurang Pasien dapat menjelaskan : penyakit typhus
informasi a. Penyakitnya. abdominalis : pengertian,
b. Perawatan. penyebab, tanda dan
c. Pengobatan. gejala, pengobatan dan
d. Waktu kontrol ulang. komplikasi.
3. Jelaskan pasien tentang
perawatan penyakit :
pentingnya banyak
istirahat, menghindari
makanan yang
merangsang, hindari jajan
disembarang tempat,
makanan lunak jika
masih ada panas, hindari
aktivitas yang dapat
meningkatkan peristaltik
usus.
4. Jelaskan pasien tentang
pentingnya menjaga
kebersihan makan dan
kebersihan diri seperti :
makanan yang langsung
(buah-buahan) dimakan
harus dicuci dahulu,
makanan harus ditutup
agar terhindar dari debu
dan lalat, peralatan
makan harus bersih, cuci
tangan sebelum makan.
5. Berikan catatan tertulis
waktu kontrol ulang
setelah sakit.

1. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah di susun.
2. Evaluasi
Hasil akhir setelah proses keperawatan dilaksanakna dimana hipertermi bisa
teratasi, tidakada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik, tidak ada lesi pada kulit,
pasien tidak cemas lagi, tanpa rileks dan infeksi tidak terjadi, keadaan lesi pada
kuit pasien tidak meluas.
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, Jenifer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta: EGC

Herdman, T.Heather. 2015. NANDA International Inc Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC

Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi. Jogjakarta:Mediction.

Anda mungkin juga menyukai