Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

2.1.1 Pengertian

Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang


didapatkan dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Status gizi dapat
ditentukan dengan pemeriksaan klinis, pengukuran antropometri, analisis
biokimia, dan riwayat gizi (Nasar, Sri S. , 2016).

2.1.2 Standar Pertumbuhan Anak

Penilaian status gizi secara antropometri mengacu kepada Standar


Pertumbuhan Anak, WHO 2005. Indikator pertumbuhan digunakan untuk menilai
pertumbuhan anak dengan mempertimbangkan faktor umur dan hasi pengukuran
tinggi badan dan berat badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Indeks yang
umum digunakan untuk menentukan status gizi anak adalah sebagai berikut:

1. Berat badan menurut Umur (BB/U)


BB/U merefleksikan BB relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks
ini digunakan untuk menilai kemungkinan seorang anak dengan berat
kurang, sangat kurang, atau lebih, tetapi tidak dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan status gizi anak. Indeks ini sangat mudah
penggunaannya, namun tidak dapat digunakan bila tidak diketahui umur
anak dengan pasti.
2. Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)
PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan tinggi atau panjang badan
menurut umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak pendek yang
harus dicari penyebabnya untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 2
tahun digunakan PB dan pengukuran dilakukan dalam keadaan berbaring,
sedangkan TB digunakan untuk anak umur 2 tahun sampai dengan 18
tahun dan diukur dalam keadaan berdiri. Bila TB anak di atas 2 tahun
diukur berbaring nilai TB harus dikurangi 0,7.
3. Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB)
BB/PB atau BB/TB merefleksikan BB dibandingkan dengan pertumbuhan
linear (PB atau TB) dan digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi.
4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
IMT/U adalah indikator untuk menilai massa tubuh yang bermanfaat untuk
menentukan status gizi dan dapat digunakan untuk skrinning berat badan
lebih dan kegemukan. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB
cenderung menunjukkan hasil yang sama (Nasar, Sri S. , 2016).

2.1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

A. Penyebab Langsung

1. Asupan

1.1. Asupan Zat Gizi Makro

a. Energi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahnkan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari
karboidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan.
Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan
menentukan nilai energinya. (Almatsier. 2015:133).
Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi berasal dari makanan
yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia
mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang
sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan
pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi.
Pada anak-anak kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI sesuai dengan kesehatan
(Almatsier. 2015:136).
b. Protein
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara 500
hingga beberapa juta.Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,
yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino
di samping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sulfur, iodium, dan
kobalt. Unsur nitrogen adaah unsur utama protein, karena terdapat di
dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan
lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein (Almatsier.
2015:77).
c. Lemak
Lemak adalah lemak total yang menggambarkan semua kandungan asam
lemak, dinyatakan sebagai trigliseridayang berasal dari bahan pangan dan
atau bahan yang ditambahkan ( Permenkes RI NO 30 tahun 2013 )
Lemak yang terdapat di dalam makanan, berguna untukmeningkatkan
jumlah energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E dan Kserta
menambah lezatnya hidangan. Konsumsi lemak dan minyak
dalamhidangan sehari-hari dianjurkan tidak lebih dari 25% kebutuhan
energi, jikamengonsumsi lemak secara berlebihan akan mengakibatkan
berkurangnyakonsumsi makanan lain. Hal ini disebabkan karena lemak
berada didalamsistem pencernaan relatif lebih lama dibandingkan dengan
protein dankarbohidrat, sehingga lemak menimbulkan rasa kenyangyang
lebih lama. (Pedoman Gizi Seimbang, 2014)
Menurut kandungan asam lemaknya, minyak dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu kelompok lemak tak jenuh dan kelompok lemak jenuh.
Makanan yang mengandung lemak tak jenuh, umumnya berasal dari
pangan nabati, kecuali minyak kelapa. Sedangkan makanan yang
mengandung asam lemak jenuh, umumnya berasal dari pangan hewani.
(Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

1.2. Asupan Zat Gizi Mikro

Menurut Dr. Michael B. Sporn, M.D. vitamin adalah mikronutrien


organik yang bekerja dalam tubuh bersama-sama dengan enzim untuk
mengatur proses-proses metabolik dan mengubah protein dan karbohidrat
menjadi jaringan dan energi. Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang
dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidakdapat dibentuk
sendiri oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin harus didapatkan dari makanan.
Vitamin dibedakan dalam dua kelompok yaitu: vitamin larut lemak (vitamin A,
D, E, K) dan vitamin larut air (vitamin B dan C). Vitamin berperan dalam
beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan
tubuh. Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorsi bersama lipida lain.
Absorsi membutuhkan cairan empedu dan pankreas. Vitamin larut lemak
diangkut ke hati melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein yang
disimpan di berbagai jaringan tubuh dan biasanya tidak dikeluarkan melalui
urin.

a. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh, seperti:
penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, reproduksi, pencegahan
kanker dan penyakit jantung (Almatsier. 2015:153).Vitamin A banyak
terdapat dalam: hati, kuning telur, susu, dan mentega.
b. Besi
Zat besi disimpan dalam hemoglobin (sel darah merah), zat besi membawa
oksigen ke sel-sel tubuh dan membawa karbon dioksida keluar tubuh,
mendukung fungsi otot, enzim, protein dan energi. Kekurangan zat besi
menyebabkan anemia, kelelahan, kelemahan, sakit kepala dan apatis.
Sumber zat besi antara lain terdapat pada daging, unggas, ikan, kacang-
kacangan, brokoli, bayam, dan kangkung (Almatsier. 2015:250)
c. Zinc
Zinc berperan penting dalam sintesis DNA dan RNA, produksi protein,
insulin dan sperma, membantu dalam metabolisme karbohidrat, lemak,
protein dan alkohol, berperan dalam mengeluarkan karbondioksida,
mempercepat penyembuhan, pertumbuhan, perawatan jaringan tubuh, dan
mendukung indera seperti penciuman dan perasa. Kekurangan zinc
menyebabkan gangguan pertumbuhan, kehilangan nafsu makan,
penyembuhan lambat, rambut rontok, libido seks rendah, kehilangan rasa
dan bau dan kesulitan beradaptasi dengan cahaya malam. Zinc berasal
dari: air, makanan berprotein tinggi seperti daging sapi, kambing, dan
unggas, kerang, kepiting, lobster, kacang-kacangan dan biji-
bijian.(Almatsier. 2015:254)

2. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah infeksi. Hal
ini diungkapkan oleh Ihsan dkk (2012) bahwa terdapat hubungan antara penyakit
infeksi disini adalah ISPA dn diare dengan status gizi. Akibat penyakit tersebut,
asupan gizi menjadi berkurang. Padahal telah kita ketahui bersama bahwa
kebutuhan kalori dalam tubuh ketika seseorang terinfeksi suatu penyakit
meningkat, sedangkan suplai makanan dari luar tubuh terhambat. Kejadian ini
akan mengakibatkan malnutrisi. Soegeng (2004) dalam Ihsan (2012)
mengutarakan bahwa infeksi itu sendiri menimbulkan penderita kehilangan
asupan makanan. Walaupun seorang batita mendapatkan makanan yang cukup,
namun sering terkena penyakit infeksi seperti diare, bisa berakibat fatal, yaitu
kekurangan energi protein.

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing.


Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit beratsehingga sering kali
diabaikan walaupun sesungguhnya memberikangangguan kesehatan. Tetapi dalam
keadaan infeksi berat atau keadaan yangluar biasa, kecacingan cenderung
memberikan analisa keliru ke arahpenyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat
fatal (Margono, 2008).

Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasisatu


atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematodausus. Diantara
nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannyamelalui tanah atau biasa
disebut dengan cacing jenis STH yaitu Ascarislumbricoides, Necator americanus,
Trichuris trichuira dan Ancylostomaduodenale (Margono et al., 2006).
Kecacingan ini umumnya ditemukan didaerah tropis dan subtropis dan beriklim
basah dimana hygiene dansanitasinya buruk. Penyakit ini merupakan penyakit
infeksi paling umummenyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah dan
ditemukan padaberbagai golongan usia (WHO, 2011).
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris,mempunyai
saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuksilindris serta panjangnya
bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebihdari satu meter. Nematoda usus
biasanya matang dalam usus halus, dimanasebagian besar cacing dewasa melekat
dengan kait oral atau lempengpemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit
karena dapat menyebabkankehilangan darah, iritasi dan alergi (Margono, 2008).

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya


defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.

Diare merupakan pengeluaran feses yang sering berupa cairan abnormal dan
encer. Diare dapat digolongkan menjadi ringan sedang atau berat, akut atau
kronis, meradang atau tidak meradang. Gangguan ini merupakan manifestasi dari
transportasi cairan dan elektrolit yang abnormal(Muscari, 2005)

Faktor-faktor penyebab diare akut pada batita ini adalah faktor lingkungan,
tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat, dan makanan atau minuman
yang di konsumsi (Rusepno, 2008). Menurut penelitian Hazel ( 2013), faktor-
faktor risiko terjadinya diare persisten yaitu : bayi berusia kurang atau berat badan
lahir rendah (bayi atau anak dengan malnutrisi, anak-anak dengan gangguan
imunitas), riwayat infeksi saluran nafas, ibu berusia muda dengan pengalaman
yang terbatas dalam merawat bayi,tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu
mengenai higienis, kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri ataupun bayi,
pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI serta makanan
pendamping ASI, pengenalan susu non ASI/ penggunaan susu botol dan
pengobatan pada diare akut yang tidak tuntas. Seseorang dapat menjadi sehat atau
sakit akibat dari kebiasaan atau perilaku yang dilakukannya. Kebiasaan yang tidak
sehat dapat menunjang terjadinya penyakit, sedangkan kebiasaan yang sehat dapat
membantu mencegah penyakit (Soemirat, 2004).

B. Penyebab Tidak Langsung

1. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor dalam status ekonomi.
Jika dalam suatu rumah tangga, pendapatan yang didapatkan minimal atau kurang
dari normal dapat menyebabkan kebutuhan primer, terutama pangan menjadi
terhambat sehingga pemenuhan nutrisi tidak optimal dan akan mengakibatkan
masalah kekurangan gizi atau malnutrisi (Khomsan dalam Repi, 2012).

2. Pendidikan Orang Tua

Seseorang akan menjadi tahu sehingga akan dapat merubah perilaku


sebelumnya. Sama halnya dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi terutama
pada sang ibu, akan berdampak pada kurangnya kemampuan mengaplikasikan
informasi khususnya tentang gizi yang nantinya akan berakibat pada status gizi
sang batita (Notoatmodjo, 2011). Hal ini sesuai dengan pernyataan Roedjito
dalam Erma (2010), pengetahuan gizi ibu dan status gizi anak berbanding lurus.
Semakin baik pengetahuannya semakin baik juga status gizinya.

Pengertian pendidikan menurut Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 adalah


segala sesuatu usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan
kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang berlangsung seumur
hidup, baik didalam maupun diluar sekolah dalam rangka pembangunan
persatuan Indonesia dan masyarakat yang adil, makmur berdasarkan pancasila.
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau melakukan tindakan-
tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah- masalah), dan
meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga
perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap
(langgeng), karena didasari oleh kesadaran. Dari beberapa definisi tentang
pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif
yang dilakukanuntuk menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan dimasa
yang akan datang.
3. Pekerjaan Orang Tua

Status pekerjaan orang tua juga mempunyai andil yang cukup besar dalam
masalah gizi. Pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan penghasilan keluarga
yang mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas
besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, baik kualitas
maupun kuantitas. Orang tua dengan mata pencaharian yang relatif tetap
jumlahnya setidaknya dapat memberikan jaminan sosial yang relatif lebih aman
kepada keluarga dibandingkan dengan ayah dengan pekerjaan tidak tetap
(Maulina, 2001).
Sedangkan status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi perilaku dan
kebiasaan makan anak. Meningkatnya pendapatan seseorang dalam keluarga akan
mempengaruhi susunan makanan. Pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan
tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan seseorang. Pendapatan
keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua
dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.

4. Pola Asuh

Pola asuh adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan tumbuh
kembang anak.Pola asuh dalam konteks ini, mencakup beberapa hal yaitu
makanan yang merupakan sumber gizi, vaksinasi, ASI eksklusif, pengobatan saat
sakit, tempat tinggal, kebersihan lingkungan, pakaian dan lain - lain
(Soetjiningsih, 2012). Menurut Yusniyah (2008) Pola Asuh adalah mendidik,
membimbing dan memelihara anak, mengurus makanan, minuman, pakaian,
kebersihannya.

Faktor lain yang mempengaruhi status gizi adalah pola pengasuhan, salah satu
pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh
makan. Attorp, et al (2014) mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktek-
praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan
cara dan situasi makan. Praktek pola asuh dalam memberikan makanan pada anak
meliputi pemberian makanan yang sesuai umur, kepekaan ibu mengetahui saat
anak makan (waktu makan), upaya menumbuhkan nafsu makan anak dengan cara
membujuk anak sehingga nafsu makan anak meningkat, menciptakan suasana
makan anak yang baik, hangat dan nyaman (Arrendodo, et al 2011). Mengajak
anak bermain sambil makan membuat anak meningkat nafsu makannya.

Salah satu faktor yang berperan penting dalam status gizi batita adalah pola
asuh (Mustapa, Sirajuddin, Salam, 2013). Masalah gizi di pengaruhi oleh banyak
faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Salah satu yang
mempengaruhinya yaitu ibu, keadaan gizi di pengaruhi oleh kemampuan ibu
menyediakan pangan yang cukup untuk anak serta pola asuh yang di pengaruhi
oleh faktor pendapatan keluarga, pendidikan, prilaku dan jumlah saudara.

Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari Husin (2008) dengan 82
responden yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh dengan
status gizi batita umur 24-59 bulan. Responden yang termasuk dalam kategori
pola asuh ibu kurang status gizi baik sebanyak 1 responden, hal ini karena pola
asuh ibu dipengaruhi oleh faktor pendidikan ibu, lingkungan, serta budaya.

Menurut Rikesdas (2013) semakin tinggi pendidikan orang semakin rendah


prevalansi gizi buruk pada batita. Pola asuh yang tidak memadai dapat
menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan
juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi yang kemudian dapat
berpengaruh terhadap status gizi anak (Soekirman 2000).

Menurut penelitian ( Hellyta Haska, 2013) adanya hubungan antara pola asuh
gizi dengan status gizi. Hal ini berarti semakin baik pola asuh gizi maka akan
semakin baik pula status gizi. Ada hubungan positif antara pola asuh yang
dilakukan orang tua terhadap status gizi anaknya. Tercakup di dalam pola asuh ini
adalah pola asuh makan maupun pola asuh dalam perawatan anak. Makna
hubungan ini adalah pentingnya orangtua memberikan pola asuh yang baik
kepada anaknya agar asupan gizi menjadi lebih baik dan dampaknya adalah anak
semakin baik status gizinya (Khomsan 2010).

5. Ketersediaan Pangan
Keberhasilan pembangunan ke- tahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya
oleh performa salah satu sek- tor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Tingkat
pendapatan rumah tangga dapat mencerminkan menjadi salah satu ukuran
kemampuan dalam mengakses konsumsi pangan yang dibutuhkan beserta ker-
agamannya. Menurut Haryono dan Isral (2011).

Aspek kecukupan asupan dideteksi dari indikator tidak ada batita yang
kurang gizi atau berat badan dibandingkan Kawasan Barat Indonesia.
Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa yang nilainya di atas
rata-rata nilai IKP Nasional. IKP Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP)
Tanaman Pangan mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan subsektor lainnya
karena berkaitan dengan ketersediaan pangan. Di sisi lain tidak ada perbedaan
IKP yang signifikan antar jenis pendapatan rumah tangga. Artinya, dengan
pendapatan sebesar apapun bukan hal yang sulit bagi RTUP untuk mendapatkan
bahan pangan.(BPS IKP , 2013).

Anda mungkin juga menyukai