Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SEJARAH INDONESIA

MAN 1 BARITO KUALA

Dibuat oleh:

KELOMPOK 6
NAMA: - MUHAMMAD RAJAB ALAYDRUS
- DEWI KARMILA SARI

KELAS: XI MIA 1
Masa Kekuasaan Belanda (1816-1942)

Konvensi London mengembalikan hak Belanda atas Nusantara. Situasi sebelum dan
setelah penyerahan ini tidak begitu baik bagi Belanda karena pemerintah Belanda sedang
mengalami krisis keuangan yang sangat parah, disebabkan banyaknya biaya yang
dikeluarkan unutk melawan pendudukan Prancis serta untuk membayar utang-utang VOC.
Maka pemerintah Belanda mengangkat Van der Capellen (1816-1826) sebagai Gubernur
Jenderal, dengan mengemban tugas penting: yaitu mengeksploitasi kekayaan alam dari
negri jajahan sebesar-besarnya untuk menutupi kas Negara yan kosong. Lalu mengirim
du Bus de Gisignies (1826-1830). Kedatangan Belanda disambut berbagai perlawanan.

Meski akhirnya bisa dipatahkan, serangkaian perang itu membuat keuangan Belanda
semakin merosot. Belanda pun berada dijurang kebangkrutan. Untuk menyelamatkan
negri Belanda dari krisis ekonomi, diutuslah Johannes Van Den Bosch sebagai gubernur
jenderal yang baru. Tugas utamanya : menggali dana semaksimal mungkin untuk
menyelamatkan Negara dari kebangkrutan. Untuk itu Van den Bosch pun memusatkan
kebijakan pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Dari sinilah kebijakan tanam paksa
dimulai.

1) Kebijakan Tanam Paksa : Johannes Van Den Bosch (1830-1870)

Van Den Bosch menghapus system sewa tanah era Raffles dalam menerapkan apa
yang disebut Cultuurstelsel. Oleh bangsa Indonesia system ini sering disebut tanam
paksa karena dalam prakteknya rakyat dipaksa menanam tanaman-tanaman ekspor yang
hasilnya dijual kepada Belanda. Kebijakan ini dirintis di Tanah Sunda (Priangan) yang
namanya Prianger Stelsel. Sistem TP diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830
sampai tahun 1835 diseluruh Pulau Jawa.
Berikut ini kebijakan-kebijakan dasar CultuurStelsel :
1. Mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (1/5 alias 20%) untuk
ditanami tanaman ekspor yaitu kopi dan tebu. Hasilnya dijual kepada perintah
pajak.
2. Rakyat yang tidak bisa memiliki tanah pertanian menggantinya dengan bekerja
ditanah-tanah pertanian dan pabrik pengolahan hasil pertanian milik pemerintah
selama 66 hari atau 1/3 dari tahun yang berjalan.
3. Waktu mengerjakan tanaman untuk Cultuur Stelsel tidak boleh melebihi waktu
tanaman padi atau kurang dari 3 bulan.
4. Gagal panen yang bukan disebabkan kesalahan petani akan ditanggung pemerintah.
5. Pengawasan dalam penggarapan tanah pertanian dan penyerahan hasil tanaman
dilakukan oleh dan disampaikan kepada para kepala desa.

Pelanggaran dalam kebijakan tanam paksa :


a. Tanah milik rakyat digunakan seluruhnya untuk ditanami tanaman paksa.
b. Hasil panen diserahkan kepada pemerintah colonial seluruhnya.
c. Tanah yang digunakan untuk tanaman paksa tetap dikenai pajak.
d. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh
bagi pemerintah Belanda sistem ini berhasil dengan luar biasa karena pada tahun
1860-an 72%penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Hindia-Belanda.

Sistem TP menemui kritik dari berbagai pihak. Pengkrtiknya yang terkenal adalah
seorang mantan asisten residen di Lebak, Banten yang bernama Eduard Douwes Dekker
yang ditulis dalam buku yang berjudul “Max Havelaar” dengan menggunakan nama
samaran Multatuli yang mengisahkan masyarakat petani yan menderita karena kebijakan
Belanda. Sistem TP kemudian dihapus tahun 1870 lalu dikeluarkan UU Agraria dan UU
Gula. Tujuan UU Agraria:
1. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
2. Memeberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Indonesia seperti Inggris, Beldia, AS, Jepang, Cina, dll. Selain itu penguasa
swasta dapat menyewa tanah pemerintahan sehingga 75 tahun.
3. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.

Tujuan UU Gula yaitu memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penguasaha gula
untuk mengambil alib pabrik-pabrik gula milik pemerintah.

2) Kebijakan Pintu Terbuka (1870-1900), Eksploitasi Manusia dan Eksploitasi


Agraris

Dampak kemenangan partai Liberal (1850) adalah diterapkannya system ekonomi


liberal termasuk di Nusantara. Dengan demikian melalui kebijakan ini rakyat Indonesia
pertama kali diperkenalkan system kapitalisme. Maksus utama kebijakan pintu terbuka
adalah membuka ruang pintu seluas-luasnya bagi pihak swasta dalam melakukan kegiatan
ekonomi.
Contoh perkebunan swasta asing di Indonesia :
1. Perkebunan tembakau di Deli, Kedu, Klaten, dll.
2. Perkebunan tebu di Madiun, Kediri, dll.
3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Palembang.
5. Perkebunan kepala sawit di Sumatera Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera.
Selain itu pertambangan berkembang di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, minyak
di Sumatera dan Kalimantan, batu bara di Sumbar dan Sumsel dan timah di Pulau Bangka.
Kebijakan ini menjadi sarana eksploitasi baru yang tidak kalah buruk dari kebijakan TP.
Eksploitasi itu terdiri dari 2 bentuk; eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria.
 Eksploitasi Manusia
Berupa pengerahan tenaga manusia yang diwarnai tipu daya, ketidak adilan, dan
kewenang-wenangan yang mereka alami diperkebunan itu Pemerintah Hindia-
Belanda mengeluarkan peraturan baru yang mendukung dan menjamin agar para
pemilik perkebunan dapat memperoleh, memperkerjakan, dan mempertahankan
kuli yang bekerja di perkebunan mereka sesuai kebutuhan. Peraturan itu di beri
nama Koeli Ordonantie 1881. Dimasukkan juga tentang hukuman-hukuman yang
bisa dikenakan terhadap pelanggaran perjanjian kontrak yang disebut Poenale
sanctie.
 Eksploitasi Agraria
Tampak dalam bentuk penggunaan lahan baik produktif maupun lahan kosong.
Dampak negative dari kebijakan TP bagi masyarakat Jawa :
a) Para priayi dan birokrat kesultanan, yang disebut patuh menyewakan
tanah lungguh kepada para pengusaha swasta.
b) Di lahan-lahan perkebunan yng mereka kelola sebelumnya itu, rakyat jawa
dijadikan tenaga kerjanya.
c) Sebagian masyarakat jawa dikirim secara paksa ke Suriname untuk
bekerja di perkebunan-perkebunan Belanda di tempat itu.
d) Para bupati di 18 wilayah karesidenan di Jawa ikut menyewakan sebagian
tanah yang berada di wilayah kekuasaanya kepada para pengusaha
perkebunan swasta asing.

3) Politik Etis
Kebijakan politik etis mencakup 2 bidang yaitu politik dan ekonomi. Penderitaan
rakyat Indonesia memicu kritik melalui tulisan dari kaum etis yang di pelopori oleh
wartawan Koran DE LOCOMOTIEF yaitu PIETER BROOSSHOOFT dan CORNARD
THEODORE van DEVENTER Politik etis yang diusulkan VAN DEFENTER disebut TRIAS
POLITIKA:
1) Irigasi (pengairan) yaitu membangun bendungan untuk keperluan pertanian.
2) Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk bertransmigrasi agar terjadi keseimbangan
penduduk
3) Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang
pengajaran dan pendidikan.
Pelanggarn trias politika :
 Pengairan dialirkan hanya ke tanah-tanah perkebunan swasta,bukan ketanah
rakyat.
 Pengkastaan pendidikan.
 Migrasi keluar pulau Jawa ternyata ditujukan ke perkebunan milik swasta dan
perkebunan milik pengusaha Belanda dan swasta asing.

Anda mungkin juga menyukai