ABORTUS
DI RUANG KAMAR OPERASI (OK)
RST.II PROF.DR.J.A. LATUMETEN
DiSUSUN OLEH :
NIM : PO71203116
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2. ETIOLOGI
Menurut Prawirohardjo S (2009) penyebab abortus antara lain adalah :
a. Infeksi akut : virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis. Infeksi bakteri, misalnya
streptokokus. Parasit, misalnya malaria. Infeksi kronis : Sifilis, biasanya
menyebabkan abortus pada trimester kedua. Tuberkulosis paru, aktif, pneumonia.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah,air raksa, dan lain-lain.
c. Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat
penyakit jantung : toxemia gravidarum.
d. Gangguan fisiologis, misalnya syok, ketakutan, dan lain-lain.
e. Trauma fisik. Penyebab yang bersifat lokal: Fibroid, inkompetensia serviks. Radang
pelvis kronis, endometrtis. Retroversi kronis. Hubungan seksual yang berlebihan
sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.
f. Kelainan alat kandungan.
g. Penyebab dari segi Janin / Plasenta Kematian janin akibat kelainan bawaan.
h. Kelainan kromosom.
i. Lingkungan diendometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga
penberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
j. Penyakit plasenta, misalnya inflamasi dan degenerasi.
3. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.Hasil
konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong
amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2010) tanda dan gejala abortus secara umum yaitu :
a. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam kemungkinan disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2010) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada abortus yaitu :
a. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
b. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
c. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes
urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
d. kultur darah dan urine
e. Pemeriksaan Ginekologi:
1) Inspeksi vulva
a) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b) Adakah disertai bekuan darah
c) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d) Adakah tercium bau busuk dari vulva
2) Pemeriksaan dalam speculum
a) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c) Apakah tampak jaringan keluar ostium
d) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3) Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
a) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
d) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f) Adakah terasa tumor atau tidak
g) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Rukiyah (2010), penatalaksanaan pada abortus :
a. Abortus iminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap 4 jam bila pasien panas.
3) Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negatif mungkin jaringan sudah mati.
4) Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens belum pada
persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang
menyetujui bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormone
progesteron. Apabila difikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak factor,
maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
5) Pemeriksaan ultrasonografi penting di lakukan untuk menentukan apakah
masih janin hidup.
6) Berikan obat penenang, biasanya Fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan preprat
hematinik misalnya, sulfas ferosus 600-1000 mg.
7) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
8) Membersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan antiseptik.
b. Abortus insipiens
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
ditangani dengan penosongan uterus memakai kuret vacum atau cunam abortus
disusul kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin 0,5 mg IM.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5%, 500ml dimulai 8 per menit dan naikan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
c. Abortus incomplit
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus NaCl fisiologis atau Ringer
Laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, dikerok dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2
mg IM.
3) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotic.
d. Abortus komplit
1) Bila pasien baik, berikan ergometri 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2) Pasien anemi, berikan sufas ferosus atau transfusi darah.
3) Berikan antibiotik.
4) Diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.
e. Abortus terapeutik
Menurut Sastrawinata (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:
1) Kimiawi : pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2) Mekanis :
- Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuat serviks terbuka
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi
dengan kuret tajam atau vakum.
- Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dilanjutkan
dengan kuretase.
- Histerektomi/histerotomi.
7. KOMPLIKASI
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu : (Prawirohardjo, 2009)
a. Perforasi
Dilatasi dan kerokan yang dilakukan menyebabkan kemungkinan terjadinya
perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke
ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Bahaya perforasi ialah perdarahan
dan peritonitis.
b. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan
pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum,
maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan
tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan
timbulnya incompetent cerviks.
c. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan
sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding
kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat
apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut
lagi.
d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah
dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
e. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat
besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah,
sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis
antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi
kehamilan lagi.
2. DIAGNOSA KEPERWATAN
Menurut Herdman (2014), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan
abortus yaitu :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajannya informasi mengenai abortus.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
d. Risiko syok hipovolemik.
e. Risiko infeksi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. 2006. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A.
Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Herdman,T.H. & Kamitsuru.S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017. Oxford : Willey Blackwell
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika