Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS
DI RUANG KAMAR OPERASI (OK)
RST.II PROF.DR.J.A. LATUMETEN

DiSUSUN OLEH :

NAMA : MEGGY LETTY

NIM : PO71203116

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI ABORTUS
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa
gestasi belum mencapai usia 20 minggu dan beratnya kurang dari 500 gr (Mansjoer,
2010). Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru
mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500
gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu. (Salmah, 2006). Istilah abortus
dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo S, 2009).

2. ETIOLOGI
Menurut Prawirohardjo S (2009) penyebab abortus antara lain adalah :
a. Infeksi akut : virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis. Infeksi bakteri, misalnya
streptokokus. Parasit, misalnya malaria. Infeksi kronis : Sifilis, biasanya
menyebabkan abortus pada trimester kedua. Tuberkulosis paru, aktif, pneumonia.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah,air raksa, dan lain-lain.
c. Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat
penyakit jantung : toxemia gravidarum.
d. Gangguan fisiologis, misalnya syok, ketakutan, dan lain-lain.
e. Trauma fisik. Penyebab yang bersifat lokal: Fibroid, inkompetensia serviks. Radang
pelvis kronis, endometrtis. Retroversi kronis. Hubungan seksual yang berlebihan
sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.
f. Kelainan alat kandungan.
g. Penyebab dari segi Janin / Plasenta Kematian janin akibat kelainan bawaan.
h. Kelainan kromosom.
i. Lingkungan diendometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga
penberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
j. Penyakit plasenta, misalnya inflamasi dan degenerasi.

3. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.Hasil
konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong
amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2010) tanda dan gejala abortus secara umum yaitu :
a. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam kemungkinan disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2010) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada abortus yaitu :
a. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
b. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
c. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes
urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
d. kultur darah dan urine
e. Pemeriksaan Ginekologi:
1) Inspeksi vulva
a) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b) Adakah disertai bekuan darah
c) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d) Adakah tercium bau busuk dari vulva
2) Pemeriksaan dalam speculum
a) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c) Apakah tampak jaringan keluar ostium
d) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3) Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
a) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
d) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f) Adakah terasa tumor atau tidak
g) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Rukiyah (2010), penatalaksanaan pada abortus :
a. Abortus iminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap 4 jam bila pasien panas.
3) Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negatif mungkin jaringan sudah mati.
4) Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens belum pada
persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang
menyetujui bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormone
progesteron. Apabila difikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak factor,
maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
5) Pemeriksaan ultrasonografi penting di lakukan untuk menentukan apakah
masih janin hidup.
6) Berikan obat penenang, biasanya Fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan preprat
hematinik misalnya, sulfas ferosus 600-1000 mg.
7) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
8) Membersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan antiseptik.

b. Abortus insipiens
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
ditangani dengan penosongan uterus memakai kuret vacum atau cunam abortus
disusul kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin 0,5 mg IM.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5%, 500ml dimulai 8 per menit dan naikan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.

c. Abortus incomplit
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus NaCl fisiologis atau Ringer
Laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, dikerok dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2
mg IM.
3) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotic.

d. Abortus komplit
1) Bila pasien baik, berikan ergometri 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2) Pasien anemi, berikan sufas ferosus atau transfusi darah.
3) Berikan antibiotik.
4) Diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.

e. Abortus terapeutik
Menurut Sastrawinata (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:
1) Kimiawi : pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2) Mekanis :
- Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuat serviks terbuka
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi
dengan kuret tajam atau vakum.
- Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dilanjutkan
dengan kuretase.
- Histerektomi/histerotomi.

7. KOMPLIKASI
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu : (Prawirohardjo, 2009)
a. Perforasi
Dilatasi dan kerokan yang dilakukan menyebabkan kemungkinan terjadinya
perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke
ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Bahaya perforasi ialah perdarahan
dan peritonitis.
b. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan
pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum,
maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan
tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan
timbulnya incompetent cerviks.
c. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan
sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding
kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat
apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut
lagi.
d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah
dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
e. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat
besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah,
sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis
antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi
kehamilan lagi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
b) Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
d) Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
e) Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
f) Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
g) Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB
dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
e. Pemeriksaan fisik, meliputi :
1) Inspeksi
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya
2) Palpasi
Merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan
tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus, menentukan karakter
nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor, melakukan pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus
otot atau respon nyeri yang abnormal.
3) Perkusi
Memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
4) Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
f. Pemeriksaan laboratorium :
1) Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap
smear.
2) Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien
setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
g. Data lain-lain :
1) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di
RS.
2) Data psikososial : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi
dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping
yang digunakan.
3) Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
4) Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan.

2. DIAGNOSA KEPERWATAN
Menurut Herdman (2014), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan
abortus yaitu :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajannya informasi mengenai abortus.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
d. Risiko syok hipovolemik.
e. Risiko infeksi.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah
Kolaborasi

Ansietas NOC : NIC :


berhubungan - Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
dengan kurang - Koping
terpajannya Setelah dilakukan asuhan
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
informasi mengenai selama ……………klien
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
abortus kecemasan teratasi dgn
pelaku pasien
kriteria hasil:
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang
 Klien mampu
dirasakan selama prosedur
mengidentifikasi dan
 Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan gejala keamanan dan mengurangi takut
cemas  Berikan informasi faktual mengenai
 Mengidentifikasi, diagnosis, tindakan prognosis
mengungkapkan dan  Libatkan keluarga untuk mendampingi
menunjukkan tehnik klien
untuk mengontol cemas  Instruksikan pada pasien untuk
 Vital sign dalam batas menggunakan tehnik relaksasi
normal  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Postur tubuh, ekspresi  Identifikasi tingkat kecemasan
wajah, bahasa tubuh dan  Bantu pasien mengenal situasi yang
tingkat aktivitas menimbulkan kecemasan
menunjukkan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
berkurangnya perasaan, ketakutan, persepsi
kecemasan
 Kelola pemberian obat anti cemas:........

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan kontraksi  pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
uterus.  comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tinfakan presipitasi
keperawatan selama ….  Observasi reaksi nonverbal dari
Pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
 Mampu mengontrol nyeri dan menemukan dukungan
(tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
tehnik nonfarmakologi pencahayaan dan kebisingan
untuk mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Melaporkan bahwa nyeri intervensi
berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
menggunakan manajemen napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
nyeri hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
 Mampu mengenali nyeri ……...
(skala, intensitas, frekuensi  Tingkatkan istirahat
dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang nyeri seperti
 Menyatakan rasa nyaman penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
setelah nyeri berkurang berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
 Tanda vital dalam rentang dari prosedur
normal  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
 Tidak mengalami pemberian analgesik pertama kali
gangguan tidur

Kekurangan volume NOC: NIC :


cairan berhubungan  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan output
dengan perdarahan  Hydration yang akurat
pervaginam.  Nutritional Status : Food  Monitor status hidrasi ( kelembaban
and Fluid Intake membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Setelah dilakukan tindakan darah ortostatik ), jika diperlukan
keperawatan selama…..  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
defisit volume cairan teratasi retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
dengan kriteria hasil: urin, albumin, total protein )
 Mempertahankan urine  Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
output sesuai dengan  Kolaborasi pemberian cairan IV
usia dan BB, BJ urine  Monitor status nutrisi
normal,  Berikan cairan oral
 Tekanan darah, nadi,
 Berikan penggantian nasogatrik sesuai
suhu tubuh dalam batas
output (50 – 100cc/jam)
normal
 Dorong keluarga untuk membantu pasien
 Tidak ada tanda tanda
makan
dehidrasi, Elastisitas
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
turgor kulit baik,
berlebih muncul meburuk
membran mukosa
 Atur kemungkinan tranfusi
lembab, tidak ada rasa
 Persiapan untuk tranfusi
haus yang berlebihan
 Pasang kateter jika perlu
 Orientasi terhadap waktu
 Monitor intake dan urin output setiap 8
dan tempat baik jam
 Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas
normal
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal
 pH urin dalam batas
normal
 Intake oral dan intravena
adekuat

Risiko syok NOC NIC


 Syok prevention Syok Prevention
 Syok management  monitor status sirkulasi BP, warna kulit,
Setelah dilakukan tindakan suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
keperawatan selama …. nadi, perifer, dan kapiler refill.
Syok tidak terjadi dengan  Monitor tanda inadekuat oksigenasi
kriteria hasil: jaringan.
 Nadi dalam batas yang  Monitor suhu dan pernafasan.
normal  Monitor input dan output.
 Irama jantung dalam  Pantau nilai laboratorium: HB, HT, AGD,
batas yang normal dan elektrolit.
 Frekuensi nafas dalam  Monitor hemodinamik invasi yang sesuai.
batas yang normal  Monitor tanda dan gejala asites.
 Irama pernafasan dalam
 Monitor tanda awal syok
batas yang normal
 Tempatkan pasien pada posisi supine,
 Natrium serum dbn
kaki elevasi untuk peningkatan preload
 Kalium serum dbn
dengan tepat
 Klorida serum dbn
 Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
 Kalsium serum dbn
 Berikan cairan iv atau oral yang tepat
 Magnesium serum dbn
 Berikan vasodilator yang tepat
 PH darah serum dbn
 Ajarkan keluarga dan pasien tentang
Hidrasi, indikator:
tanda dan gejala adanya syok
1. Mata cekung tidak  Ajarkan keluarga dan pasien tentang
ditemukan langkah untuk mengatasi gejala syok
2. Demam tidak ditemukan Syok Management
3. TD dbn 1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor fungsi renal (e.g. BUN dan Cr
level)
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan input output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen di
jaringan
6. Monitor EKG
7. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan akurasi pembacaan
tekanan darah
8. Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
9. Memantau tren dalam parameter
hemodinamik
10. Memantau faktor penentu pengiriman jalur
oksigen
11. Memantau tingkat karbon dioksida
sublingual dan/atau tonometri lambung
12. Memonitor gejala gagal pernafasan
13. Monitor nilai laboratorium
14. Masukkan dan memelihara besarnya
kobosanan akses IV
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
 Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
 Risk control tindakan keperawatan
Setelah dilakukan tindakan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
keperawatan selama…… pelindung
pasien tidak mengalami  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
infeksi dengan kriteria hasil: dengan petunjuk umum
 Klien bebas dari tanda  Gunakan kateter intermiten untuk
dan gejala infeksi menurunkan infeksi kandung kencing
 Menunjukkan  Tingkatkan intake nutrisi
kemampuan untuk
 Berikan terapi
mencegah timbulnya
antibiotik:.................................
infeksi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
 Jumlah leukosit dalam
dan lokal
batas normal
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Menunjukkan perilaku
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
hidup sehat
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Status imun,
 Monitor adanya luka
gastrointestinal,
 Dorong masukan cairan
genitourinaria dalam
 Dorong istirahat
batas normal
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. 2006. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A.
Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Herdman,T.H. & Kamitsuru.S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017. Oxford : Willey Blackwell

Mansjoer, Arif. 2010.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai