Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Penyakit rabies

Dosen M.K : irhamdi achmad, S. Kep., Ns.,M.Kep

Mata kuliah : KMB I

Disusun oleh : kelompok V

1. Marlin dalen leihitu

2. Glorian N soumokil

3. Rosina kolohuwey

4. Nisma laitupa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A. Definisi penyakit rabies
Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang menular yang
disebakan oleh virus dan dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Pada
hewan yang menderita Rabies, virus ditemukan dengan jumlah banyak pada air liurnya.
Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan .
Oleh karena itu bangsa Karnivora (anjing,kucing, serigala) adalah hewan yang paling
utama sebagai penyebar Rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa yang
sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan
selalu berakhir dengan kematian.
Rabiesadalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing,
kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

B. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk
kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun
dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian
luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari
500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi.
Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung
(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran
9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut
lemak, alkohol 70 %,yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1
tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan
dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama
bebarapa tahun.
Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-paku
glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein, phosphorylatedatau
phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini menunjukkan lapisankonsentrik
yaitu amplop dengan membrane ganda, protein m dan digulung dalamRNA.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui
gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat
gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masukdan disekitrnya.
Kemudian, virus akan bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterios tanpa
menunjukan perubahan-perubahan fungsinya. Sesampainya di otak , virus akan
memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron, terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbic, hipotalamus dan batang
otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian bergerak
kea rah perifer dalam serabut saraf eferen, volunteer dan otonom. Dengan demikian
virus ini menyerang hamper tiap organ dan jaringan di dalam tubuh dan berkembang
biak dalam jaringan-jaringab seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
Banyak hewan yang bias menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering
menjadi sumber dari rabies adalah anjing, hewan yang lainnya juga bisa menjadi
sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah. Rabies
pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia bahkan sekarang
di Indonesia kasus rabie ini mulai muncul dan sudah banyak memakan korban. Ini
disebabkan kareni tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk
penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada
rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh
dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan local atau kalumpuhan
total.

C. Manifestasi klinis
Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa
inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa
mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki
risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka,
leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam,
dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit
yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.
Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium :
1. Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai
infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf
anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
2. Stadium sensoris
Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah
luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi),
dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi
3. Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap
ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia),
ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang
terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya
rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
4. Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita
memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas
tubuh ke bawah yang progresif.
Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat
stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas
pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan
pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang
terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan
peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah
perut.

D. Patofisiologi
virus rabies masuk kedalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan selaput
mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebasar 50:1. Virus rabies tidak bisa
menemus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada
tempat inokolasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler.
Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara
sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat
dengan kecepatan 50 sampai 100mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus
bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin
dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat
atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri
glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler
untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang.
Pada tahap penetrasi virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan
diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi
Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima
sepsis mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang
menimbulkan pembentukan RNA keturunan RNA genomic berhubungan dengan
transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleuprotein. Setelah enkapsidasi, partikel
berbentuk peluru mendapat selubung melalui pertusan yang melalui slaput plasma.
Protein matriks virus membentuk lapisa pada sisi dalam seubung. Sementara
glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-bagian
sel lengkap, sel virus tadi menyatuh diri kembali dan membentuk virus baru yang
menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak secara sentripetal
sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak.
Setelah melewati medulla spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang
otak dan nukleus selebralis batang otak selanjutanya virus akan menyebar ke sel
purkinya selebrum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menunju hipokampus
terjadi lebih lambat dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak
bias menginfeksi sel granuler pada girusdentatus yang sebagian besar mengandung
reseptor AMPA dan Kinate
Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar
kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khususterhadap sel-sel
sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenaisystem limbik dimana
berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi
sel-sel dalam sistem limbic ini, pasien akan mengigit mangsanya tanpa ada provokasi
dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada serabut saraf volunteer maupun
otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies
menyebar menuju multiorgan melalui neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan
jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit,
jantung, dan organ lain. Replikasi di luar saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat,
dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasi bergantung pada latar
belakang genetic inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel
inag, jumlah nokulen, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk
bergerak dari titik masuk ke susunan sarf pusat. Gambaran yang paling menonjol dalam
infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas terdapat dalam sitoplasma sel
ganglion besa. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu
atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada
anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang
panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa inkubasi
tergantung pada umur pasien, latar belakang genetic, status immune, strain virus yang
terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu. Masuknya ke susunan saraf
pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari lamanya
pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60
hari, pada gigitan ditangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi
kira-kira 30 hari.

E. Epidemiologi
1. Berdasarkan Orang
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun
di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies,
kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.
2. Berdasarkan Tempat
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar
penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus
rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah
utamanya adalah anjing gila.
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16
propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau
Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan
Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan
Pulau Seram).
3. Berdasarkan Waktu
Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim.

F. Pemeriksaan Penunjang Rabies


Jika pasien datang dengan gigitan akut atau baru-baru ini, pembersihan luka,
debridement, dan eksplorasi dengan hati-hati untuk benda asing (misalnya, gigi hewan
yang rusak) sangat penting. Hal ini harus mengambil waktu setidaknya 10 menit.
Umumnya, luka dirawat hingga sembuh dengan perawatan sekunder untuk
memungkinkan drainase cairan luka dan mencegah infeksi.

Jika hewan yang menggigit pasien telah ditangkap, harus dikirim ke dokter hewan untuk
evaluasi lebih lanjut atau eutanasia. Departemen kesehatan negara kemudian dapat
menguji jaringan otak tidak tetap. Konsultasikan segera dengan otoritas kesehatan
publik mengenai kebutuhan untuk profilaksis.

Jika pasien datang dengan ensefalitis dan diduga rabies, dilakukan biopsi kulit dari
tengkuk. Antigen rabies dapat dideteksi di saraf kulit dengan antibodi fluoresens
langsung. Konsultasikan dengan otoritas kesehatan masyarakat karena hal ini
memerlukan laboratorium khusus dan pengiriman (Gompf, 2015).

1. Kesan sentuhan kornea

Kesan sentuhan kornea jarang dilakukan. Prosedur ini dilaksanakan dengan


menggores epitel kornea untuk pemeriksaan antibodi fluoresens. Hal ini memerlukan
anestesi mata topikal dan terbaik dilakukan oleh dokter mata, di bawah bimbingan
otoritas kesehatan masyarakat pada persiapan spesimen dan transportasi. Kesan
kornea diperoleh dengan menekan permukaan kaca objek steril dengan lembut
tetapi tegas pada kornea. Kerokan kornea harus dilakukan oleh dokter mata kecuali
tidak tersedia. Sel epitel dikumpulkan dengan lembut menggunakan loop steril atau
spatula dan dioleskan dengan hati-hati pada kaca objek (Gompf, 2015).

2. Kultur virus dan Polymerase Chain Reaction (PCR) Assay

Konsultasikan dengan otoritas kesehatan masyarakat, karena ini memerlukan


laboratorium khusus dan pengiriman. Berikut ini dapat digunakan:

a. Saliva: hasil kultur saliva untuk virus rabies positif dengan kadar yang rendah
dalam waktu 2 minggu dari onset penyakit.

b. Cairan serebrospinal: setelah minggu pertama sakit, 80% monositosis dapat


diamati; tes glukosa protein dan hasil normal.
c. Jaringan otak: sering postmortem, pewarnaan secara imunohistokimia atau
pewarnaan antibodi fluoresens bersifat definitif. Ditemukannya badan Negri
(badan inklusi sitoplasma mencerminkan akumulasi virion dalam neuron yang
terinfeksi rabies) merupakan tanda patognomonis. Badan Negri tersebut
ditemukan pada Amuns Horn dari hippocampus dan korteks serebral(Gompf,
2015).

3. Analisis Gas Darah

Alkalosis respiratorik akibat hiperventilasi muncul di fase prodromal dan awal fase
neurologis akut rabies. Hal ini diikuti oleh asidosis respiratorik seiring dengan
berkembangnya depresi pernapas-an (Gompf, 2015).

4. Studi Hematologi

Hasil dari hitung leukosit bervariasi dari normal ke tinggi, dengan 6-8% monosit
atipikal (Gompf, 2015).

5. Urinalisis

Albuminuria dan piuria steril dapat diamati (Gompf, 2015).

6. Radiologi Pencitraan

Sebagaimana tahap neurologis dari rabies berlangsung, radiografi toraks dapat


menunjukkan adanya infiltrat karena aspirasi, pneumonia nosokomial, sindrom
gangguan pernapasan akut, atau gagal jantung kongestif. Temuan dari Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dan pemindaian Computed Tomography (CT) pada otak
sering menunjukkan tidak adanya kelainan (Gompf, 2015).

7. Elektroensefalografi

Temuan pada Elektroensefalografi (EEG) berupa perubahan ensefalopatik.


Vasospasme umum dari arteri serebral pada minggu pertama sakit dapat
menyebabkan penurunan drastis amplitudo EEG sehingga menyerupai kematian
otak. Untuk menentukan kematian otak, kelainan refleks papiler seperti anisokoria
atau pupil nonreaktif karena disautonomia lebih dapat dipercaya. Temuan ini dapat
pulih dengan kembalinya aliran darah. Sebuah cara yang lebih andal untuk
menentukan kematian otak dalam kasus rabies adalah pemindaian aliran arteri yang
menunjukkan absennya aliran. Pilihan lainnya adalah biopsi otak (Gompf, 2015).

8. Monitor Jantung

Takikardia supraventrikular dapat diamati selama monitor jantung. Akhirnya,


bradikardia dan henti jantung terjadi (Gompf, 2015).

9. Nucleic Acid Sequence-Based Amplification (NASBA)

Teknik amplifikasi berdasarkan urutan asam nukleat (Nucleic Acid Sequence-Based


Amplification (NASBA)) pada sampel urin dapat digunakan di masa depan. Teknik
NASBA pada air liur dan cairan serebrospinal dapat digunakan untuk diagnosis
cepat, sedini dua hari setelah timbulnya gejala (Gompf, 2015).

10. Serologi

Hasil titer serum Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT) positif pada 50%
kasus rabies. Hasil RFFIT cairan serebrospinal menunjukkan antibodi positif (2-25%
dari titer serum) setelah minggu pertama sakit. Deteksi virus RNA dari saliva
menggunakan PCR assay dan antigen virus dari spesimen biopsi otak memiliki
spesifisitas 100%. Penilaian antigen virus yang melibatkan kulit tengkuk dan kesan
sentuhan kornea masing-masing memiliki sensitivitas 67% dan 25%.

Dalam kasus rabies, bagaimana pun, kenaikan antibodi spesifik sering tidak
terdokumentasikan melalui RFFIT, karena keadaan pasien telah memburuk sebelum
munculnya respons. Uji serologi lebih berguna untuk memastikan status HIV pada
hewan yang telah diimunisasi dan manusia (Gompf, 2015).

11. Biopsi Kulit

Biopsi kulit tengkuk adalah tes yang paling diandalkan pada infeksi rabies selama
minggu pertama. Hasil dari biopsi kulit tengkuk untuk pewarnaan antibodi
imunofluoresens 50% positif dalam minggu pertama. Biopsi diambil secara full-
thickness dari tengkuk dan termasuk folikel rambut. Spesimen kemudian
ditempatkan dalam wadah steril dengan kasa steril yang terendam larutan salin,
disimpan pada suhu -70 °C, dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan (Gompf, 2015).
12. Temuan Histopatologis

Temuan umum histopatologis termasuk kongesti serebral dan peradangan khas


ensefalitis. Kematian sel neuron jarang ditemukan. Pewarnaan imunohistokimia atau
antibodi fluoresens dari jaringan saraf, biasanya dari spesimen otak atau biopsi kulit
dengan ujung saraf sensorik, menunjukkan deposisi virion dalam sitoplasma.

Badan Negri yang diamati dalam neuron pada mikroskop cahaya, merupakan inklusi
sitoplasma yang terdiri atas kumpulan nukleokapsid. Hanya 70% dari jaringan biopsi
otak yang menunjukkan temuan ini pada ensefalitis rabies manusia. Mikroskop
elektron lebih sensitif dibandingkan mikroskop cahaya dan menunjukkan karakteris-
tik virion berbentuk peluru (Gompf, 2015).

G. PENANGANAN
1. Pencegahan
Strategi biaya yang paling efektif untuk mencegah rabies pada orang adalah dengan
menghilangkan rabies pada anjing melalui vaksinasi. Vaksinasi hewan (kebanyakan
anjing) telah mengurangi jumlah manusia (dan hewan) kasus rabies di beberapa
negara, khususnya di Amerika Latin. Namun, kenaikan terbaru dalam kematian
rabies pada manusia di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Latin
menunjukkan bahwa rabies adalah ulang muncul sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Mencegah rabies pada manusia melalui kontrol rabies
anjing piaraan adalah tujuan yang realistis bagi sebagian besar Afrika dan Asia, dan
dibenarkan finansial dengan tabungan masa depan penghentian profilaksis pasca
pajanan bagi orang-orang. Kasus zoonosis yaitu penyakit menular dari hewan ke
manusia, cara penanganannya dan pencegahannya ditujukan pada hewan
penularnya. Pada manusia, vaksin rutin diberikan kepada orang-orang yang pekerja
dengan resiko tinggi, seperti dokter hewan, pawang binatang, peneliti khusus hewan
dan lainnya.
2. Pengobatan
Pada hewan tidak ada pengobatan yang efektif, sehingga apabila hasil diagnosa
positif rabies, diindikasikan mati/euthanasia. Sedangkan pada manusia dapat
dilakukan pengobatan Pasteur, pemberian VAR dan SAR sesuai dengan prosedur
standar operasi (SOP)
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam Ed-13. Jakarta : penerbit


buku kedokteran, EGC.

http://nursingbegin.com/penyakit-rabies-serta-penatalaksanaannya/

Anda mungkin juga menyukai